3. Moderasi Beragama dalam Kehidupan Multikultural - Copy.pptx

ABDULJAFARSODIK 2 views 31 slides Oct 30, 2025
Slide 1
Slide 1 of 31
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31

About This Presentation

moderasi beragama dalam mulitikultural di indonesia


Slide Content

MODERASI BERAGAMA DALAM KEHIDUPAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA TIM WIDYAISWARA BDK BANDUNG https://bandungsiemapede.id/e-learning

NO KORUPSI https://bdkbandung.kemenag.go.id/ [email protected] BDK Bandung BDK Bandung bdk.bandung bdkbandung82 KEMENTERIAN AGAMA BALAI DIKLAT KEAGAMAAN BANDUNG SELAMAT DATANG DI KAWASAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS Menuju WILAYAH BEBAS KORUPSI WILAYAH BIROKRASI BERSIH MELAYANI  BALAI DIKLAT KEAGAMAAN BANDUNG J U A R A Jujur, Unggul, Akuntabel, Responsif, Amanah

PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara pluralistik memiliki 2 modalitas penting yang membentuk karakternya yaitu demokrasi dan kearifan lokal ( local wisdom ) sebagai nilai yang dipercaya dan dipahami dapat menjaga kerukunan umat beragama. Keragaman eksistensi agama-agama di Indonesia merupakan mozaik yang memperkaya khazanah kehidupan keagamaan . Tapi di sisi lain ia juga mengandung potensi ancaman bagi persatuan Negara Republik Indonesia. Dalam menangkal radikalisme dan ekstrimisme, pemerintah melibatkan peran aktif masyarakat hingga di unit terkecil.

INDONESIA YANG PLURAL Tidaklah mudah untuk membangun kesadaran di kalangan masyarakat bahwa kebhinekaan adalah sebuah keniscayaan sejarah . Menanamkan sikap yang adil dalam menyikapi kebinekaan adalah perkara yang lebih tidak mudah lagi . Pasalnya , penyikapan terhadap kebhinekaan kerap berimpitan dengan pelbagai kepentingan sosial , ekonomi , dan politik . Tak terkecuali di Indonesia, sebagai sebuah Negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia namun memiliki keragaman etnik , budaya , bahasa , dan agama. Sikap keberagamaan yang ekslusif yang hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak , dapat menimbulkan gesekan antar kelompok agama. Konflik keagamaan yang banyak terjadi di Indonesia, umumnya dipicu adanya sikap keberagamaan yang ekslusif , serta adanya kontestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran .

MODERASI BERAGAMA

Moderasi Beragama adalah sebuah jalan tengah di tengah keberagaman agama di Indonesia. Ia adalah warisan budaya Nusantara yang berjalan seiring , dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal ( local wisdom ). Moderasi itu artinya moderat , lawan dari ekstrem , atau berlebihan . Menag Lukman Hakim Saifuddin dalam Buku Putih Pengarusutamaan Moderasi Beragama

Dalam memahami teks agama saat ini terjadi kecenderungan terpolarisasinya pemeluk agama dalam dua kutub ekstrem . Satu kutub terlalu mendewakan teks tanpa menghiraukan sama sekali kemampuan akal / nalar . Teks Kitab Suci dipahami lalu kemudian diamalkan tanpa memahami konteks . Beberapa kalangan menyebut kutub ini sebagai golongan konservatif . Kutub ekstrem yang lain, sebaliknya , yang sering disebut kelompok liberal, terlalu mendewakan akal pikiran sehingga mengabaikan teks itu sendiri . Jadi terlalu liberal dalam memahami nilai-nilai ajaran agama juga sama ekstremnya . Menag Lukman Hakim Saifuddin dalam Buku Putih Pengarusutamaan Moderasi Beragama

Tugas Kementerian Agama Pada Rakernas Kementerian Agama tahun 2019, Pak LHS menegaskan bahwa framing Moderasi Beragama penting dalam mengelola kehidupan beragama pada masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural . “ Saya harapkan Kementerian Agama terlebih dulu memahami , meyakini dan menginternalisasikan ruh Moderasi Beragama dengan baik . Kita menjadi penerjemah sekaligus juru kampanye mantra ini melalui berbagai program sesuai satker masing-masing ”. Karena itu , salah satu misi Kementerian Agama adalah agar agama dipahami dan diamalkan oleh seluruh bangsa dengan paham dan bentuk pengamalan yang moderat sehingga kedua kutub itu kembali ke tengah . Kementerian Agama harus hadir untuk mengawal hal tersebut dan mencarikan titik temu antara keduanya . “ Tidak ekstrem tekstualis , tidak juga terlalu mendewakan akal semata ”.

Lanjutan Dalam Buku Moderasi Untuk Kebersamaan Umat : Memaknai Rapat Kerja Nasional Kemenag 2019, Pak LHS mengatakan bahwa moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna , di mana setiap warga masyarakat , apapun suku , etnis , budaya , agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka . Jadi jelas bahwa moderasi beragama sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap ‘ tenggang rasa’, sebuah warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk saling memahami satu sama lain yang berbeda dengan kita

Lanjutan Pada Hari Amal Bakti ke-73 Tahun 2019, konsep kebersamaan ini menjadi tema utama , yakni ‘ Jaga Kebersamaan Umat ’. Begitupun dalam Rakernas Kemenag 2019, kedua kata itu digabungkan menjadi satu kesatuan sebagai tema utama , “ Moderasi untuk Kebersamaan Umat ”. Tema ini menyampaikan pesan moral agar semua program moderasi yang akan dilaksanakan oleh satker Kemenag tahun 2019 khususnya dapat melahirkan kebersamaan dan penguatan rasa kebangsaan umat

Kebutuhan Dunia Seruan untuk selalu menggaungkan moderasi , mengambil jalan tengah , melalui perkataan dan tindakan bukan hanya menjadi kepedulian warga Kemenag atau warga negara Indonesia saja , melainkan juga kebutuhan seluruh umat manusia di muka bumi . Buktinya , Perserikatan Bangsa Bangsa telah menetapkan tahun 2019 lalu sebagai “ Tahun Moderasi Internasional ” ( The International Year of Moderation ). Penetapan ini jelas sangat relevan dengan komitmen kita di Kementerian Agama untuk terus menggaungkan moderasi dalam konteks beragama .

Menghadapi Pluralisme Stephen Schwartz (2007) dalam bukunya “ The Two Faces Of Islam” menyebutkan adanya dua wajah yang merupakan manifestasi sosio-kultural ajaran Islam yang tidak bisa dilepas dari pola epistemologis yang dilaluinya yang berbeda secara socio— kultural Pertama , wajah Islam yang ramah , bersahabat , toleran , dan inklusif yang siap berdampingan dengan para penganut keyakinan yang berbeda dan dengan sendirinya melihat perbedaan sebagai rahmat . Kedua , wajah Islam yang garang , mudah marah , tidak toleran , dan ekslusif , yang menjadi antagonis bagi wajah Islam yang pertama (Schwartz. 2007: xi).

Akar fundamentalisme Agama ( Menurut Dr Richard Daulay ) Istilah fundamentalisme pada mulanya lahir di lingkungan orang Kristen di Amerika pada awal abad 20 yang ditujukan kepada sekelompok umat Kristen yang berjuang mempertahankan ajaran-ajaran dasar kekristenan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap Alkitab . Kata “ fundamentalisme ” datang dari bahasa latin fundamentum , yang artinya dasar ( base) . Tetapi sekarang ini kata fundamentalisme sudah menjadi “ trademark ” yang dikenakan kepada semua agama (Kristen, Yahudi , Islam, Hindu, Budha dan lain-lain) yang berjuang untuk mempertahankan ajaran-ajaran fundamental ( dasar ) agama itu secara konservatif di mana teks-teks Kitab Suci cenderung dipahami secara hurufiah tanpa melihat konteks .

Mereka yang menerima pikiran-pikiran baru dalam berteologi ini disebut kelompok modernist dan atau liberal. Tetapi tidak semua gereja dan para pemimpin gereja , teolog dan umat Kristen menerima teori evolusi itu . Mereka menentang keras ajaran itu dengan membentengi dirinya dengan berbagai argumen Alkitabiah . Mereka yang menentang teori evolusi berargumen bahwa gereja harus loyal kepada “ dasar-dasar iman Protestan ”, sebagaimana tertulis dalam Alkitab .

Untuk membentengi diri dari terpaan modernisme dan teori evolusionisme itu , maka para pemimpin gereja dari berbagai kelompok konservatif dan evangelikal bersatu menerbitkan sebuah buku berjudul The Fundamentals: A Testimony to the Truth, yang terbit tahun 1910. Melihat latar belakang kelahiran fundamentalisme itu maka definisi fundamentalisme yang dibuat teolog dan ahli sejarah , George C. Marsden, yang mengatakan bahwa fundamentalisme adalah “angry evangelical ” adalah sangat tepat dalam konteks ini (Unger, 2007: 20).

Dilema Agama-Agama Harus diakui , dilema agama-agama yang paling serius adalah tatkala berhubungan dengan kalangan di luar komunitasnya . Hampir semua agama memandang pihak lain lebih rendah , bahkan cenderung mendiskreditkan ketika berbicara komunitas di luar dirinya . Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia , maka sudah selayaknya umat Islam menjadi pengayom masyarakat seluruh Indonesia. Islam datang ke Indonesia tidak dalam ruang yang hampa . Tapi terjadi interaksi dengan budaya setempat . Wajah Islam Indonesia seperti saat ini adalah wujud atau cerminan dari hasil interaksi Islam dengan tradisi setempat yang kemudian melahirkan Islam dengan tradisi NU dan Muhammadiyah ( kasus Jawa ).

- Dalam segala aspek ajarannya , agama itu berkarakter “ imbang ” (moderate). - Dalam Islam, misalnya , bersikap moderat dalam beragama berasal dari konsep “ tawasuth ”, karena dalam segala aspek ajarannya Islam itu berkarakter moderat . - Kita malah dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama atau bersikap ekstrim ( ghuluw ). Coba kita lihat misalnya firman-firman Allah dalam Al-Qur’an seperti bahwa “Allah tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya ” (Al- Baqarah ). - Sementara pada firman yang lain, Allah memerintahkan bersikap “ tawazun " ( seimbang ). “Dan langit Allah tinggikan dan timbangan diletakkan . Agar kamu jangan melampaui timbangan ( keseimbangan )” ( Ar -Rahman). Beragama Secara Moderat

Moderasi Beragama dalam Islam Untuk Islam, definisi moderasi beragama yang menjadi referensi dalam cetak biru ini adalah berasal dari buku yang ditulis Chafid Wahyudi (2011). ' Tipologi Islam Moderat dan Puritan: Pemikiran Khaled M. Abou El- Fadhl ’. Dalam buku itu , Abou Fadl mengatakan bahwa moderasi beragama adalah beragama yang cocok untuk setiap tempat dan zaman , bersifat dinamis dan menghargai tradisi-tradisi masa silam sambil direaktualisasikan dalam konteks kekinian .

Moderasi Beragama dalam Islam Merujuk pada seruan Menteri Agama pada 28 April 2017 lalu , bahwa sebaiknya ceramah agama di rumah ibadah memenuhi ketentuan diantaranya adalah ( poin 3) agar ceramah agama disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan , terbebas dari umpatan , makian , maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama manapun ( http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/inu-seruan ).

Risalah Jakarta 2019 Dalam Risalah Jakarta yang ditetapkan tanggal 28 Desember 2018, disepakati bahwa konservatisme adalah sesuatu yang lumrah dalam beragama karena pemeluk agama berkewajiban memelihara keyakinan dan praktek keagamaannya . Yang perlu untuk dihindarkan oleh setiap pemeluk agama adalah sikap yang terlalu berlebihan dalam beragama ( ultra-conservatism ). Dalam Islam, sikap tidak berlebih-lebihan tersebut berangkat dari konsep al wasathiyah yang bermakna seimbang .

Risalah Jakarta 2019 Dalam konteks pengalamannya di Indonesia, al wasathiyah meniscayakan keseimbangan antara beragama menurut teks Kitab Suci dengan penerapannya secara kontekstual . Pertimbangan konteks dalam beragama berangkat dari prinsip maqashid atau tujuan ditetapkannya hukum Islam ( Syari’ah ). Konsekuensinya , perkembangan hukum Islam menjadi dinamis dan sesuai zaman .

Kearifan Lokal Kearifan lokal atau local wisdom: semua bentuk pengetahuan , keyakinan , pemahaman dan wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas . Kearifan lokal dari dua kata; arif berarti cerdik , pandai dan bijaksana ( Kamus Besar Bahasa Indonesia). Jika ditambah awalan “ ke ” dan akhiran “an” maka berarti kearifan atau kebijaksanaan . Sedangkan kata lokal , yang berarti suatu tempat tumbuh yang berbeda antara satu dengan lainnya atau bersifat universal ( Muin Fahmal , 2006).

Kearifan Lokal

Kearifan Lokal

Contoh Kearifan Lokal : Sumatera Barat

Contoh Kearifan Lokal : Manado, Sulawesi Utara Mo’oaheraan Definisi Tekstual : Nilai budaya ini adalah sikap yang saling menghargai antara berbagai kelompok masyarakat . Asal usul sejarah : Mo’oaheraan telah lama digunakan dalam pertanian untuk membangun masyarakat multietik di daerah Dumoga sehingga pembangunan pertanian , perlindungan alam dapat direalisasikan dengan baik . Deskripsi : Daerah Dumoga sebagai wilayah penting dalam sejarah Bolaang Mongondow dimana kerajaan pertama bermura di sini . Terdapat pemukiman tua dalam penelitian-penelitian arkeologis , kemudian sudah sejak lama kerajaan Mongondow yang masih berada di Dumoga kala itu telah mengakui suasana masyarakat yang mengharagai keberagaman etnik , seperti kehadiran transmigran dalam jumlah besar yang berasal dari Minahasa , Bali dan Jawa . Nilai Moral : Kearifan lokal ini sebagai salah satu alat yang tepat dan strategis untuk mengatasi persoalan-persoalan konflik masyarakat .

Kesimpulan : Yang Perlu Dilakukan Rekayasa Kultural Pembuatan filem , aplikasi , festival kesenian . Berbasis teknologi , seperti ; Pembuatan aplikasi , games dan produk IT yang cocok dengan kebutuhan generasi milenial (IT Based).

THANK YOU
Tags