Dalam hal ini dokter yang bersangkutan seyogyanya tetap memperhatikan
kesehatan pasien, yang bersangkutan sampai dengan saat pasien telah
ditangani oleh dokter lain
http://www.mail-archive.com/
[email protected]/msg02898.html
Memulihkan Hubungan Pasien & Dokter yang Retak Januari 1, 2010
Posted by teknosehat in Bioetik & Biohukum, HUKUM KESEHATAN, Pelayanan Kesehatan, Tenaga
Kesehatan.
trackback
Memulihkan Hubungan Pasien & Dokter yang Retak
Billy N. <
[email protected]>
Dalam kolom ‘Surat Pembaca’ di beberapa harian, mungkin kita membaca surat-surat yang berisi
pertentangan antara pasien dengan rumah sakit (RS) yang pernah merawatnya mengenai kepemilikan isi
rekam medik. Pasien menganggap isi rekam medik adalah miliknya, sementara RS menganggap pasien
hanya berhak atas isi resume/ringkasannya saja. Dalam kasus Prita Mulyasari, masalah rekam medik pun
menjadi pertentangan ketika pihak RS menolak memberikan rekam medik dengan lengkap.
Kedua pendapat ini memiliki dasar hukum masing-masing. Pasal 47 UU no.29/2004 dengan jelas
menyebutkan bahwa isi medik milik pasien, sementara pasal 12 Permenkes no.269/2008 mereduksi hak
pasien tersebut menjadi hanya isi ringkasannya saja. Menurut azas preferensi hukum, peraturan yang
lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah (lex superiori derogat legi inferiori).
Masalah ini sebenarnya bukan semata masalah hukum, tetapi adalah ‘puncak dari gunung es’ retaknya
hubungan antara masyarakat sebagai pasien dengan dokter/RS. Ini mengakibatkan adanya perbedaan
cara pandang mengenai hubungan pasien dengan dokter/RS. Di satu sisi, masih banyak dokter
beranggapan bahwa hubungannya dengan pasien adalah seperti hubungan orangtua-anak
(paternalistik), dokter lebih mendominasi sehingga pasien dianggap tidak tahu apa-apa & cukup
menurut saja, sedangkan dokter dianggap ‘manusia setengah dewa’ yang tahu segalanya. Dalam pola
ini, dokter menganggap wajar jika pasien hanya berhak atas ringkasan rekam mediknya saja.