Hadits Arbain Ke-34-menjelaskan tentang1.pptx

QurratuAyun9 2 views 12 slides Sep 24, 2025
Slide 1
Slide 1 of 12
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12

About This Presentation

Hadis ke 4


Slide Content

Hadits Arbain Ke-34 MERUBAH KEMUNGKARAN

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ. Dari Abu Sa’id Al- Khudri Radhiyallahu ‘ Anhu , ia berkata , “ Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam bersabda , ‘ Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran , hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya . Jika tidak mampu , hendaknya dia mengubahnya dengan lisannya . Dan jika tidak bisa , hendaklah dia

Latar Belakang hadits ( sababul wurud ): dalam Shahih Muslim ( Muslim bin al- Hajjaj 202-261) Artinya : Berkata kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah , berkata kepada kami Waqi ’, dari Sufyan , dan berkata kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna , berkata kepada kami Muhammad bin Ja’far , berkata kepada kami  Syu’bah , keduanya berasal dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab , dan ini adalah hadits Abu Bakar , katanya : “Marwan adalah orang pertama yang melakukan khutbah pada hari raya   sebelum shalat , lalu berdirilah seorang laki-laki kepadanya , lalu berkata : “ Shalat itu sebelum khutbah !” Marwan menjawab : “ Jamaah di sana telah meninggalkan tempat .”   Abu Sa’id Al Khudri berkata : “ Adapun orang ini telah menunaikan kewajibannya , aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam bersabda :    “ Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya , jika dia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya , jika tidak mampu maka ubahlah dengan hati , dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman .”

sababul wurud Kisah dalam hadits ini menceritakan bahwa   Marwan – Gubernur Madinah Saat itu - adalah orang pertama yang hendak merubah tatacara shalat Id menjadi seperti shalat Jumat , yaitu mendahulukan khutbah baru kemudian shalat . Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah menjelaskan : Pada hadits ini terdapat petunjuk bahwa tidak ada seorang pun yang melakukan itu sebelum Marwan. ( Syarh Al Arbain An Nawawiyah , Hal. 111)

Penjelasan Imam Ibnu Daqiq Jika ditanyakan : Bagaimana bisa Abu Sa’id terlambat dalam mengubah kemungkaran ini hingga ada seorang laki-laki lain yang mengubahnya . Disebutkan : kemungkinannya adalah Abu Sa’id belum hadir saat   pertama Marwan membuat aturan seperti itu saat pembukaan khutbah ,  dan laki-laki itu mengingkarinya , kemudian barulah Abu Sa’id datang . Dimungkinkan pula bahwa   Abu Sa’id sudah hadir tetap dia khawatir terhadap dirinya yang jika dia lakukan perubahan itu akan melahirkan fitnah , maka gugur kewajiban mengingkarinya . Ada pula yang mengatakan bahwa Abu Sa’id hendak melakukan pengingkaran tersebut tetapi laki-laki itu memotong   Abu Sa’id . Wallahu A’lam   ( Syarh Al Arbain An Nawawiyah , Hal. 111)

Kandungan Hadits #1 Kisah ini menunjukkan bolehnya menasihati manusia secara terang-terangan , yaitu jika dia melakukan kesalahan juga terang-terangan . Pada hadits ini ada seorang laki-laki yang menegur Gubernur Marwan di hadapan banyak manusia ( jamaah shalat Id), lalu Abu Sa’id mengomentari bahwa dia telah menunaikan kewajibannya ; yakni nahi munkar .

Kandungan Hadits #2 Hadits ini menjadi salah satu dasar aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah , bahwa iman itu adalah pada hati ( qalb ), ucapan ( lisan ), dan perbuatan (‘ amal ). Contoh kasus dalam hadits ini adalah     nahi munkar –yang merupakan   perbuatan badan -   sebagai   buah dan bukti keimanan .

Kandungan Hadits #3 Hadits ini menunjukkan bolehnya   melakukan amal shalih secara terang-terangan sehingga manusia mengetahuinya . Perintah Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam untuk merubah kemungkaran menunjukkan kewajiban     nahi munkar , dan Rasulullah Shallalllahu ‘ Alaihi wa Sallam   menyebutnya secara umum , tidak sembunyi-sembunyi saja atau terang-terangan saja . Maka kedua cara ini benar dan baik , tergantung konteks masing-masing kasus dan mana yang lebih selamat bagi keikhlasan pelakunya .

Kandungan Hadits #4 Hadits ini juga mengajarkan tahapan dalam melakukan inkarul munkar dari yang paling berat dan besar resikonya hingga yang paling ringan dan lebih kecil resikonya , yaitu dengan tangan ( kekuatan dan kekuasaan ), kalau tidak mampu maka dengan lisan ( hujjah , dalil , dan peringatan ), kalau tidak mampu maka dengan hati ( dengan membencinya ), dan inilah yang paling ringan karena kecil   resikonya .

Kandungan Hadits #5 Hadits ini menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah wajib . Ada pun sabdanya “ maka hendanya dia merubahnya ” maka ini merupakan perintah yang menunjukkan wajib menurut ijma ’ umat . Hal ini sesuai   dengan Al Quran dan As Sunnah tentang wajibnya amar ma’ruf nahi munkar , dan ini juga bermakna nasihat yang merupakan pokoknya agama ini . ( Syarh Al Arbain Nawawiyah , Hal. 112) Sebagian orang ada yang menahan diri dari amar ma’ruf nahi munkar , karena mereka merasa belum layak dan masih banyak kesalahan alias masih merasa belum sempurna . Sikap ini tidak benar , sebab kesempurnaan diri bukanlah syarat untuk melakukan da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar .

Kandungan Hadits #6 Pentingnya mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam   terlebih lagi dalam ibadah ritual. Tidak dibenarkan bagi siapa pun menyelisihinya , baik karena mengikuti hawa nafsu sendiri atau mengikuti ajaran manusia , padahal telah ada petunjuk dari Allah dan RasulNya . وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ             Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu . (QS. Al Maidah (5): 48)           Dalam konteks hadits ini adalah hendaknya tata cara shalat Id, mengikuti apa yang Nabi Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam contohkan .

Kaedah dari hadits Mengingkari kemungkaran itu sama dengan menasihati , bukan menjelekkan . Mengingkari kemungkaran itu berdasarkan apa yang dilihat , bukan dari tajassus ( mencari-cari aib orang beriman ). Hendaklah mengajak yang baik dengan cara yang baik dan tidak mengingkari kemungkaran dengan cara yang mungkar . Masalah khilafiyah tidak diingkari dengan meninjau : khilafnya kuat ; sehingga tidak boleh mengatakan pada yang berbeda dengan kita sebagai orang yang menyelisihi sunnah . orang yang kita kira terjatuh dalam kemungkaran menganggapnya masih boleh . Wallahualam bissowwab Moga kita semakin bijak dalam berdakwah dan amar makruf nahi mungkar .
Tags