Hak atas Minyak Asas Universal dan Asas Resiprokal dalam Bisnis Global.pdf

sampepurba 53 views 3 slides Mar 15, 2025
Slide 1
Slide 1 of 3
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3

About This Presentation

this article underlying three principles in PSC, comprising of:
1. Contractual Agreement
2. Universal Application
3. Reciprocal Treatment
Any host government deal with oil and gas business should take these principles in to account


Slide Content

1

Hak atas Minyak, Asas Universal dan Resiprokal dalam Bisnis Global
Oleh: Sampe L. Purba
Hak atas Minyak dalam Kontrak Kerja Sama (PSC) di Indonesia
Hak atas minyak, atau yang dikenal sebagai entitlement, merupakan elemen utama
dalam Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract - PSC) di Indonesia. Entitlement
merujuk pada hak yang diberikan oleh hukum atau kontrak untuk memperoleh bagian
tertentu dari produksi minyak mentah. Menurut Black’s Law Dictionary, entitlement
didefinisikan sebagai: "Right to benefits, income or property which may not be abridged
without due process"—hak untuk menerima manfaat, pendapatan, atau properti yang
tidak dapat dikurangi tanpa proses hukum yang sah.
Dewasa ini, terdapat dua model utama sistem PSC, yaitu PSC Konvensional dan PSC
Gross Split. Perbedaan mendasar antara kedua model ini terletak pada mekanisme
pengembalian biaya operasi serta pembagian hasilnya. Berikut adalah perbandingan
yang disederhanakan:
Aspek
PSC
Konvensional
PSC Gross
Split
Catatan
(a) Total Liftings
(Barel)
100.000 100.000 Total produksi siap jual.
(b) Pengembalian
Biaya Operasi
30.000 0
Biaya operasi diperhitungkan
sebelum bagi hasil pada PSC
Konvensional.
(c) Ekuitas yang
dibagi/ (Equity to be
split) (a - b)
70.000 100.000
Setelah biaya operasi
diperhitungkan di PSC
Konvensional.
(d) Bagian Kontraktor
(%)
60% 72%
Proporsi pembagian sesuai
ketentuan PSC.
(e) Ekuiti Bagian
Kontraktor (Barel)
42.000 72.000
Dalam PSC Gross Split, elemen
biaya sudah merupakan bagian
dari split Kontraktor.
(f) Total
ENTITLEMENT (b + e)
72.000 72.000
Bottom line total entitlement
Kontraktor di kedua model adalah
sama.
Dalam PSC Konvensional, kontraktor terlebih dahulu memperhitungkan biaya operasi
yang telah dikeluarkan, yaitu 30.000 barel. Setelah itu, total liftings yang dapat dibagi
adalah 70.000 barel, dengan bagian kontraktor sebesar 42.000 barel. Total bagian
kontraktor (entitlement) menjadi 72.000 barel, termasuk elemen biaya operasi.
Sementara itu, dalam PSC Gross Split, pembagian langsung dilakukan berdasarkan
proporsi split 72% yang telah disepakati pada saat penandatanganan Kontrak, sehingga

2

bagian kontraktor tetap 72.000 barel tanpa adanya mekanisme cost recovery. Proses
eksplorasi hingga produksi komersial (first oil) memerlukan waktu sekitar 15 tahun sejak
penandatanganan kontrak. Biaya pengeluaran Kontraktor telah termasuk dalam split.
Perlakuan atas ENTITLEMENT Kontraktor ini dituangkan dalam klausul standar PSC,
yaitu: "freely lift, dispose of and export its share of Crude Oil, and retain abroad the
proceeds obtained therefrom." Atas bagian Kontraktor juga ada kewajiban Domestic
Market Obligation (DMO), yang diatur dalam klausul terpisah. Untuk simplifikasi tidak
ditunjukkan dalam model di atas.
Prioritas Pemanfaatan Minyak dan Asas Hukum yang Relevan
Untuk memastikan pemenuhan kebutuhan minyak dalam negeri, pada sekitar tahun 2018
an, pemerintah menambahkan sub-klausul pada Section V.2 PSC – Rights and
Obligations of The Parties: "notwithstanding the foregoing provision, CONTRACTOR
shall give preference of its share of Crude Oil to fulfil domestic demand in accordance
with laws and regulations."
Dalam mendukung kebijakan ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan
Kebutuhan Dalam Negeri. Pasal 2 beleid ini mengatur bahwa kontraktor atau afiliasinya
wajib menawarkan minyak bagian kontraktor kepada PT Pertamina (Persero) dan/atau
badan usaha pemegang izin usaha pengolahan minyak bumi. Sementara itu, Pasal 4
menyatakan bahwa negosiasi antara Pertamina dan kontraktor harus dilakukan sesuai
kelaziman bisnis. Meskipun tidak terdapat definisi eksplisit mengenai kelaziman bisnis,
secara umum hal tersebut dipahami mencakup aspek harga, volume, kualitas, waktu, dan
lokasi penyerahan.
Pencantuman kebijakan ini dalam regulasi mencerminkan asas hukum bersegi dua
(tweezijdigheidsbeginsel), di mana kewajiban yang ditetapkan pemerintah tetap
menghormati hubungan kontraktual antara para pihak [Pihak Yang punya entitlement
dengan Pihak Pertamina atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak
Bumi]. Negosiasi yang dilakukan memastikan bahwa hak dan kewajiban kedua belah
pihak tetap terlindungi, sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asas Universal dan Asas Resiprokal dalam Bisnis Minyak Global
Model bisnis minyak global terintegrasi merupakan praktik yang lazim diterapkan oleh
perusahaan energi besar dunia seperti Chevron, Saudi Aramco, TotalEnergies,
ExxonMobil, BP, dan Pertamina. Secara universal, model ini mencakup seluruh rantai
nilai industri minyak, mulai dari eksplorasi, produksi, pengolahan, pengangkutan, hingga
distribusi. Struktur ini memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan efisiensi,
menekan biaya, dan memperkuat portofolio mereka melalui jaringan distribusi yang luas.
Selain melibatkan afiliasi internal, perusahaan minyak terintegrasi juga berbisnis dengan
perusahaan independen. Dalam konteks ini, prinsip arm's length transaction menjadi

3

sangat penting untuk memastikan bahwa semua transaksi dilakukan secara wajar,
transparan, dan setara, baik dengan afiliasi maupun mitra independen. Penerapan prinsip
ini bertujuan untuk menghindari potensi manipulasi harga atau konflik kepentingan,
sekaligus menjaga persaingan bisnis yang sehat.
Asas resiprokal dalam perdagangan minyak mendukung keadilan dalam hubungan
ekonomi internasional. Jika suatu negara membatasi hubungan perdagangan antara
afiliasi perusahaan minyak terintegrasi, negara lain dapat menerapkan langkah serupa
melalui mekanisme pembalasan atau jalur hukum. Penerapan prinsip ini bertujuan
menciptakan keseimbangan dalam perdagangan antar negara dan mendukung stabilitas
operasional perusahaan minyak global.
Dengan mengacu pada asas universal yang mencerminkan model bisnis global serta
asas resiprokal yang memastikan keadilan perdagangan, perusahaan minyak terintegrasi
memainkan peran strategis dalam memenuhi kebutuhan energi dunia. Struktur bisnis ini
mencerminkan adaptasi terhadap tantangan global sekaligus menjaga keseimbangan
antara efisiensi bisnis dan transparansi operasional.
Catatan Penutup
Indonesia merupakan pionir dalam penerapan Kontrak Kerja Sama PSC, yang pertama
kali diperkenalkan pada 1970-an melalui kemitraan antara Pertamina dan kontraktor
asing. Model PSC Indonesia telah menjadi referensi bagi berbagai negara di dunia dalam
mengelola industri minyak dan gas bumi.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, otoritas kontraktual
kegiatan hulu beralih dari Pertamina ke BPMIGAS, yang kemudian berubah menjadi SKK
Migas. Dalam sistem ini, pemerintah tetap memegang kendali strategis atas ketentuan
kontrak, penetapan wilayah kerja, dan pemilihan kontraktor. kebijakan pengelolaan
industri hulu dilakukan Pemerintah dengan tetap menghormati prinsip-prinsip Kontrak
Kerja Sama yang telah disepakati.
Dengan pendekatan yang seimbang antara kepentingan nasional dan kepastian hukum
bagi investor dan para profesional migas, model PSC di Indonesia terus berkembang
untuk menjawab tantangan industri minyak dan gas bumi dalam kancah global.
Jakarta, Maret 2025
Sampe L. Purba, Doktor Geostrategi Energi – Universitas Pertahanan RI
Penulis Buku Production Sharing Contract: Prinsip-prinsip & Elaborasi Pasal Demi Pasal
Artikel di atas terbit di Bisnis Indonesia 14 Maret 2025
https://koran.bisnis.com/read/20250314/251/1861247/opini-hak-atas-minyak-asas-
universal-dan-resiprokal-pasar-global