PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ZAKAT, PAJAK DAN WAKAF Menurut Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar mengatakan bahwa Zakat adalah kewajiban dari Allah SWT yang harus dikeluarkan terkait harta tertentu dan diserahkan kepada orang-orang tertentu, pada masa tertentu, untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. Secara moril tujuan zakat adalah untuk membersihkan diri dan harta. Berbeda dengan Pajak yang dipahami sebagai beban kewajiban yang diteyapkan oleh pemerintah, dikumpulkan dan dipergunakan untuk menutupi anggaran umum. Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar melihat bahwa Zakat bernilai ibadah (taqorrub) kepada Allah SWT sedangkan Pajak tidak bernilai ibadah. Ath-Thayyar juga menjelaskan bahwa Zakat harus disalurkan kepada golongan orang yang berhak menerima zakat, selain mustahiq zakat maka tidak berhak menerima harta zakat. Akan tetapi beda halnya dengan Pajak yang terkumpul dalam kas negara dan dapat dibelaanjakan menurut kepentingan pemerintah.
HUBUNGAN ZAKAT DAN PAJAK D alam ajaran Islam Pajak sering diistilahkan dengan adh-Dharibah. Sebutan lain dari para Ulama’ untuk pajak ini adalah al-Muks. Namun begitu, jangan sampai dikacaukan dengan konteks lain. Dalam islam memperkenalkan istilah-istilah lain yang mirip dengan pajak. Al-Jizyah, yaitu upeti yang harus dibayarkan ahli kitab kepada pemerintah Islam. Al-kharaj, yaitu pajak bumi yang dimiliki negara. Al-usyr, yaitu bea cukai bagi para pedagang non muslim yang masuk kenegara Islam.
Berikut ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Apabila syarat-syarat berikut dipenuhi maka pajak boleh diterapkan kepada umat muslim : 1. Harta sangat dibutuhkan dan tak ada sumber lain Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawy mengatakan, pajak itu boleh dipungut apabila negara benar-benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh 2. Baitul Mal tidak Cukup Baitul mal atau kas negara adalah syarat yang harus diperhatikan. Apabila baitul mal benar-benar kosong dan tidak ada anggaran yang cukup maka memungut pajak dari umat muslim dapat dibenarkan. 3. Pemungutan Pajak dilakukan dengan Adil Pajak yang dibebankan kepada umat muslim dalam keadaan negara sangat butuh dana tambahan untuk pengelolaannya tidak boleh berlebihan dan tidak memberatkan rakyat . 4. Pajak demi membiayai kepentingan umat Hasil pajak harus digunakan untuk kepentikan umum, bukan untuk kepentingan kelompok partai, bukan untuk pemuas nafsu para pengusa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga pejabat dan orang-orang dekatnya. 5 . Persetujuan para Ahli/Cendekiawan yang Berakhlaq Kepala Negara, Wakilnya, Gubernur atau Pemerintah Daerah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendekiawan yang mewakili masyarakat.
HUBUNGAN ZAKAT DAN WAKAF Definisi Wakaf menurut Syara’ adalah menahan harta benda yang memungkinkan untuk mengambil manfaatnya beserta kekalnya Dzat harta benda itu sendiri, dilarang untuk mentasarrufkan dzatnya. Sedang mentasarrufkan kemanfaatannya itu dalam hal kebaikan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. ( Taqiyyudin, Kifayah al-Akhyar, h. 256 ) Berbeda dengan zakat yang benda fisiknya dapat digunakan sesuai keinginan mustahiq yang sudah mendapatkannya. Harta wakaf hanya bisa dimanfaatkan sesuai arahan dan pengarahan dari wakif atau pemberi harta wakaf. Jelas beda sekali dengan zakat maupun pajak.
Para Ulama’ kontemporer pun mulai berpikir kreatif. Dengan perpijak pada pendapat Ibnu Syihab az-Zuhri, solusi untuk menerima wakaf uang adalah dengan menjadikannya sebagai modal usaha. Modal usaha dapat ditumbuh kembangkan, dimana modalnya tetap tidak berkurang, tetapi keuntungannya bisa bertambah. Untuk itulah, seseorang yang telah mengeluarkan harta wakaf tidak bisa dianggap telah mengeluarkan zakat dari hartanya.