HUKUM TATA NEGARA Hubungan HTN dengan bidang ilmu lainnya dan sejarah perkembangan HTN IDIK SAEFUL BAHRI, M.H.
Hubungan HTN dan Ilmu Negara R. Kranenburg mengemukakan bahwa ilmu negara menyelidiki timbul, sifat dan wujud suatu negara. Ilmu Negara berkedudukan sebagai ilmu pengetahuan pengantar bagi HTN.
Hubungan HTN dan Ilmu Negara Ilmu Negara mementingkan nilai teoritis, sehingga tugas Ilmu Negara tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu seharusnya dijalankan, sebaliknya dalam HTN lebih diutamakan nilai-nilai praktisnya karena hasil penyelidikannya dapat langsung dipergunakan dalam praktik oleh penyelenggara negara. Ilmu Negara mementingkan nilai teoritis ( seinswissenschaft ), sedangkan HTN (dan HAN) merupakan nilai normatif dan sollen ( normativen wissenschaft ).
Hubungan HTN dan Ilmu Negara
Hubungan HTN dan Ilmu Politik J. Barents mengemukakan bahwa hubungan antara HTN dengan Ilmu Politik ibarat kerangka manusia dengan daging yang menyelimutinya, ketika kerangka manusia merupakan perumpamaan bagi HTN, sedangkan daging yang menyelimutinya adalah Ilmu Politik.
Hubungan HTN dan Ilmu Politik HTN merupakan hukum yang mengatur organisasi negara dan lembaga-lembaga negara, sedangkan salah satu pengertian dari Ilmu Politik adalah bahwa Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. Dalam usahanya memperoleh dan membagi kekuasaan dalam negara, harus didasarkan pada aturan hukum yang mengatur mengenai hal tersebut, yaitu HTN.
Hubungan HTN dan HAN Menurut J.H.A. Logemann, HTN dalam arti luas terdiri atas HTN dalam arti sempit dan HAN. Logemann memisahkan antara HTN dalam arti sempit dengan HAN, di mana HTN dalam arti sempit meliputi ajaran tentang pribadi (fungsi jabatan) dan ajaran pegangan (ajaran tentang ruang lingkup berlakunya norma), sedangkan HAN meliputi ajaran mengenai hubungan hukum.
Hubungan HTN dan HAN
Hubungan HTN dan HAN Van der Pot tidak membedakan secara tajam antara HTN dan HAN dengan alasan bahwa perbedaan secara prinsipil tidak menimbulkan akibat hukum. Pembedaan hanya penting bagi ilmu pengetahuan hukum untuk memahami tentang sistem, akan tetapi tidak menimbulkan akibat hukum dalam praktiknya.
Sejarah Perkembangan Dinamika ketatanegaraan Negara Republik Indonesia tidak terlepas dari perkembangan-perkembangan sistem ketatanegaraan Negara-negara di dunia pada umumnya, mulai dari bentuk, susunan negara dan sistem pemerintahan.
Dimulai dari Teori Pemisahan Kekuasaan Menilik historis perkembangan teori-teori kenegaraan maka benang merah tersebut bisa kita runutkan mulai dari pendapat Rousseu yang kemudian mengilhami teori pemisahan dan pembagian kekuasaan.
Trias Politica era Yunani Penelusuran dalam sejarah hukum dan ketatanegaraan menunjukan bahwa konsep trias politica sebenarnya berasal dari konsep pemerintahan negara Yunani klasik. Menurut Aristoteles, diantara bentuk negara aristokrasi, monarki, dan demokrasi, tidak ada satupun yang ideal, sehingga yang diperlukan adalah campuran dari ketiga bentuk pemerintahan tersebut dengan mengambil unsurunsur baiknya saja.
Trias Politica Montesquieu Disekitar abad ke-17 dan 18, John Locke menggelindingkan konsep pemisahan kekuasaan Negara, dengan membaginya kepada kekuasaan eksekutif dan legislatif, seperti terlihat dalam bukunya Civil Government (1690), kemudian oleh Charles Montesquieu dalam bukunya Spirit of Laws (tahun 1748) menambah satu cabang pemerintahan lagi yaitu lembaga yudikatif, dengan demikian konsep trias politica ini menjadi tiga cabang pembagian kekuasaan yakni lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif
Penjabaran Trias Politica Adapun yang menjadi concern dari teori trias politica ini antara lain : penggolongan kekuasaan ( classification of power ), pemisahan kekuasaan ( separation of power ), dan pembagian kekuasaan ( distribution of power ). Yang kemudian akan dihadapkan kepada persoalan krusial didalam perkembangannya yakni siapakah yang dapat mengawasi agar kekuasaan-kekuasaan tersebut berjalan direlnya masing-masing, persoalan ini lalu mencuatkan kemungkinan melemahnya pengawasan kekuasaan ( monitoring/check of power ).
Kondisi Indonesia Indonesia sendiri tidak secara mutlak mengadopsi teori tersebut, tetapi lebih ke pemisahan kekuasaan kekuasaan secara formil, hal ini terbukti dengan adanya kerja sama antar lembaga tinggi negara, serta distribusi kekuasaan dalam lembaga-lembaga negara. Hingga kemudian berkembang menjadi konstitusi yang menjadi pegangan/pedoman dalam berbangsa dan bernegara. Dari sinilah kemudian berkembang menjadi suatu problematika yang menjadi penting sebagai objek kajian.