LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON

536 views 27 slides Apr 20, 2022
Slide 1
Slide 1 of 27
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27

About This Presentation

LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON

AULIA DWI JUANITA


Slide Content

LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON Oleh: Aulia Dwi Juanita Preseptor: dr. Arif Effendi, Sp. KK BAGIAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RS PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG 2022

Nama : Nn . B Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 29 tahun Alamat : Pramuka , Bandar Lampung Agama : Islam Pekerjaan : - Status : Belum Menikah No RM : - Tanggal Masuk RS : 18 April 2022 Identifikasi Pasien

Kadang merasa nyeri . Anamnesa Keluhan Utama Keluhan Tambahan Muncul gelembung berisi air, lepuh-lepuh di badan dan anggota gerak , menjalar ke selaput lendir . Ruam , kemerahan dan gatal sejak 5 hari yang lalu .

Riwayat Penyakit Sekarang sejak 5 hari yang lalu pasien mengeluhkan muncul gelembung berisi air, lepuh-lepuh di badan dan anggota gerak menjalar ke selaput lendir bibir . Diawali timbulnya ruam kemerahan . Kadang-kadang pasien mengeluh nyeri dan gatal .

Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada Riwayat penyakit Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakir yang sama seperti pasien Pengobatan Yang Pernah Di Dapat Pasien belum pernah berobat sebelumnya Riwayat Penyakit Lain Pasien mempunyai Riwayat penyakit epilepsi

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Composmentis Tanda- tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Denyut Nadi : 80x/ menit Laju Pernapasan : 22x/ menit Suhu Tubuh : 36,5 Status Generalis Kepala : DBN Mata : DBN Hidung : DBN Telinga : DBN Mulut : DBN Thorax & Abdomen : DBN Ekstremitas : DBN  

Status Dermatologis Lokasi : P ada lokasi fasialis, thoraks anterior, thoraks posterior, ekstremitas superior dan inferior dekstra dan sinistra Inspeksi : Terdapat adanya plak , skuama , erosi , deskuamasi di atas kulit yang eritematosa .

Resume Nn . A umur 29 tahun datang ke poli kulit dengan keluhan , sejak 5 hari yang lalu , muncul gelembung berisi air, lepuh-lepuh di badan dan anggota gerak menjalar ke selaput lendir bibir . Diawali timbulnya ruam kemerahan . Kadang-kadang pasien mengeluh nyeri dan gatal . Riwayat pasien minum obat anti kejang tidak disangkal . Sejak 4 bulan terakhir , pasien setiap 1 bulan sekali berobat ke poli syaraf karena sakit epilepsi .

Diagnosa Banding Toxic Epidormolysis Necrotikans (TEN) Eritema Multiform (EM) Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

Sindrom Stevens Johnson Diagnosis Kerja

Penatalaksanaan Terapi Non Medikamentosa Mencatat Riwayat alergi pasien Mencatat nama-nama obat yang dapat menyebabkan alergi pada pasien Menghindari pemberian obat yang diketahui memiliki risiko tinggi ataupun sedang untuk SSJ Tidak memberikan obat-obatan tanpa indikasi medis Terapi Medikamentosa Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam pertama setelah onset untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, dapat diberikan selama 3-5 hari diikuti penurunan secara bertahap (tapering off). S iklosporin A (3 mg/kg/hari) Immunoglobulin Intravena (IVIG)

Penatalaksanaan Penggunaan kortikosteroid sistemik dosis tinggi untuk reaksi awal , prednisone 30-40 mg sehari untuk kasus ringan dan deksametason iv 4-6 x 5 mg sehari atau metilprednisolon dengan dosis yang sama . Setelah masa krisis telah teratasi , keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru , sedangkan lesi lama tampak involusi . Dosisnya segerap diturunkan secara bertahap , setiap hari diturunkan 5 mg, setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet kortikosteroid misalnya prednisone dengan dosis 20 mg sehari , kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan .

Antibiotik diberikan sebagai profilaksis pada penderita SSJ dalam terapi kortikosteroid , dipilih antibiotik spetrum luas , bakterisidal , nefrotoksik minimal, jarang menyebabkan alergi , dan tidak segolongan dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi . Antibiotik yang biasa digunakan antara lain siprofloksasin 2x400mg iv, klindamisin 2x600mg iv, atau seftriakson 1x2000mg iv. Hal lain adalah perawatan lesi dengan kompres salin atau larutan burrow pada lesi untuk mengeringkan lesi . Krim sulfadiazine perak dapat diberikan untuk efek antiseptik dan astrigen . Sementara emolien untuk lesi dengan krusta tebal . Diet tinggi protein miskin garam dan infus dekstrose 5%, NaCl 9%, ringer laktat (1:1:1) 500ml/8jam untuk keseimbangan cairan dan nutrisi dan mengimbangi efek kortikosteroid . Setelah seminggu diperiksa pula kadar elektrolit dalam darah . Bila terdapat penurunan K dapat diberikan KCl 3 x 500 mg per os .

Prognosis Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam Quo Ad Functionam : Dubia ad malam Quo Ad Sanationam : Dubia ad malam Quo Ad Cosmetica : Dubia ad malam

Tinjauan Pustaka

Definisi Steven Johnson Syndrome (SJS) atau sindrom Stevens Johnson dan toxic epidermal necrolysis (TEN) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi atau infeksi . Sindrom tersebut mengancam kondisi kulit yang mengakibatkan kematian sel – sel kulit sehingga epidermis mengelupas dan memisahkan diri dari dermis. Sindrom ini dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang mempengaruhi kulit dan selaput lender. Stevens Johnson Syndrome adalah sindroma yang mengenai kulit , selaput lender orfisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat . Kelainan pada kulit berupa eritema , vesikel , bula dapat disertai purpura.

Epidomiologi Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengancam jiwa dengan trias mengenai kulit, mata dan selaput orfisium akibat dari reaksi mukokutan akut. Sindrom ini meruoakan suatu penyakit gawat darurat yang jarang terjadi, insiden SSJ adalah 1-6 kasus/juta penduduk/tahun. Stevens Johnson Syndrome dapat terjadi pada usia muda sampai usia tua dan semakin meningkat pada usia diatas 40 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap orang dewasa di Amerika Serikat didapatkan insidensi SSJ 9,2/juta penduduk/tahun .

Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan multifactorial. Ada yang beranggapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multiforme mayor, sedangkan dikatakan mempunyai penyebab yang sama. Beberapa factor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini antara lain: Virus Bakteri Jamur Obat Parasit

Pemeriksaan Penunjang Diagnose SSJ 90% dibuat berdasarkan gambaran klinis, yaitu didapatkannya trias kelainan pada kulit, mukosa dan mata. Anamnesis ditujukan untuk mengetahui factor penyebab, dimana factor penyebab tersering adalah obat. Semua kasus dugaan SJS dan TEN harus dikonfirmasi oleh biopsy kulit untuk histologis dan pemeriksaan immunofluoresensi. Awal menunjukkan lesi lapisan suprabasal keratinosit apoptosis, kemudian lesi menunjukan ketebalan penuh epidermal nekrosis dan pemisahan dari epidermis.

Manifestasi Klinis Gejala awal dari toxic epidermal necrolysis (TEN) dan Stevens-Johnson Syndrome (SJS) mungkin tidak spesifik dan termasuk gejala seperti demam , mata menyengat dan ketidaknyamanan setelah menelan . Biasanya , gejala-gejala ini mendahului manifestasi kulit oleh beberapa hari . Lokasi awal keterlibatan kulit adalah wilayah presternal dari batang dan wajah , tetapi juga telapak tangan dan kaki. Keterlibatan ( eritema dan erosi ) dari bukal , alat kelamin dan / atau mukosa mata terjadi pada lebih dari 90% dari pasien , dan dalam beberapa kasus sistem pernapasan dan pencernaan juga dipengaruhi .

Patofisiologi Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan , infeksi virus dan keganasan . Patogenesisnya belum jelas , disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen . Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan . Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut , tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya .

Penatalaksanaan Terapi Non Medikamentosa Mencatat Riwayat alergi pasien Mencatat nama-nama obat yang dapat menyebabkan alergi pada pasien Menghindari pemberian obat yang diketahui memiliki risiko tinggi ataupun sedang untuk SSJ Tidak memberikan obat-obatan tanpa indikasi medis Terapi Medikamentosa Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam pertama setelah onset untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, dapat diberikan selama 3-5 hari diikuti penurunan secara bertahap (tapering off). S iklosporin A (3 mg/kg/hari) Immunoglobulin Intravena (IVIG)

Penggunaan kortikosteroid sistemik dosis tinggi untuk reaksi awal , prednisone 30-40 mg sehari untuk kasus ringan dan deksametason iv 4-6 x 5 mg sehari atau metilprednisolon dengan dosis yang sama . Setelah masa krisis telah teratasi , keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru , sedangkan lesi lama tampak involusi . Dosisnya segerap diturunkan secara bertahap , setiap hari diturunkan 5 mg, setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet kortikosteroid misalnya prednisone dengan dosis 20 mg sehari , kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan .

Antibiotik diberikan sebagai profilaksis pada penderita SSJ dalam terapi kortikosteroid , dipilih antibiotik spetrum luas , bakterisidal , nefrotoksik minimal, jarang menyebabkan alergi , dan tidak segolongan dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi . Antibiotik yang biasa digunakan antara lain siprofloksasin 2x400mg iv, klindamisin 2x600mg iv, atau seftriakson 1x2000mg iv. Hal lain adalah perawatan lesi dengan kompres salin atau larutan burrow pada lesi untuk mengeringkan lesi . Krim sulfadiazine perak dapat diberikan untuk efek antiseptik dan astrigen . Sementara emolien untuk lesi dengan krusta tebal . Diet tinggi protein miskin garam dan infus dekstrose 5%, NaCl 9%, ringer laktat (1:1:1) 500ml/8jam untuk keseimbangan cairan dan nutrisi dan mengimbangi efek kortikosteroid . Setelah seminggu diperiksa pula kadar elektrolit dalam darah . Bila terdapat penurunan K dapat diberikan KCl 3 x 500 mg per os .

Prognosis Pada umumnya , lesi pada SSJ membaik dalam 1 sampai 2 minggu , kecuali terjadi infeksi sekunder . 6 Nilai Scorten menggunakan variabel yang terdiri dari : usia (>40), keganasan , tekanan darah (>120), necrolisis epidermal (>10%), BUN (>10), glukosa serum (>14), dan kadar bikarbonat (<20) untuk menentukan prognosis. • SCORTEN 0 sampai 1 mortalitas 3.2% • SCORTEN 2 mortalitas 12.1% • SCORTEN 3 mortalitas 35.3% • SCORTEN 4 mortalitas 58.3% • SCORTEN 5 atau lebih mortalitas 90%

Referensi Julia F., Fajri A.,. 2019. Stevens Johnson Syndrome. Journal Averrous Volume 5 Nomor 1 Mei 2019. Novita, D.P., Mutiara, H., Hasnugan . 2018. Stevens Johnson Syndrome et causa Paracetamo . E- Journal Volume 6 Nomor 1 Fitriana , A., Endaryanto , A., Hidayati , A.N. 2018. Gambaran Klinis Stevens Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal Necrolysis. E-journal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Volume 30 Nomor 2 Agustus 2018 Hermiaty ., Syamsu , R.F., Diana, N.A. 2021. Penanganan dan Preventif Steven Johnson Syndrom di Masyarakat. E-journal Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Volume 1 Nomor 5:524-529 Witarini , K.A. 2019. Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Stevens Johnson Pada Anak. E-journal Volume 10 Nomor 3:593-596 Menaldi SL., Bramono K., Indriatmi W., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin . Jakarta. Badan Penerbit FKUI:2018 Djuanda A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta.: Badan Penerbitan FKUI: 2010

Terima Kasih
Tags