MODUL BIMTEK RPB_Versi 3asdsdddddd.0.pdf

fbsakbar 12 views 112 slides Apr 22, 2025
Slide 1
Slide 1 of 112
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52
Slide 53
53
Slide 54
54
Slide 55
55
Slide 56
56
Slide 57
57
Slide 58
58
Slide 59
59
Slide 60
60
Slide 61
61
Slide 62
62
Slide 63
63
Slide 64
64
Slide 65
65
Slide 66
66
Slide 67
67
Slide 68
68
Slide 69
69
Slide 70
70
Slide 71
71
Slide 72
72
Slide 73
73
Slide 74
74
Slide 75
75
Slide 76
76
Slide 77
77
Slide 78
78
Slide 79
79
Slide 80
80
Slide 81
81
Slide 82
82
Slide 83
83
Slide 84
84
Slide 85
85
Slide 86
86
Slide 87
87
Slide 88
88
Slide 89
89
Slide 90
90
Slide 91
91
Slide 92
92
Slide 93
93
Slide 94
94
Slide 95
95
Slide 96
96
Slide 97
97
Slide 98
98
Slide 99
99
Slide 100
100
Slide 101
101
Slide 102
102
Slide 103
103
Slide 104
104
Slide 105
105
Slide 106
106
Slide 107
107
Slide 108
108
Slide 109
109
Slide 110
110
Slide 111
111
Slide 112
112

About This Presentation

q


Slide Content

MODUL BIMBINGAN TEKNIS
PENYUSUNAN DOKUMEN
RENCANA PENANGGULANGAN
BENCANA DAERAH


Modul tidak untuk disebarluaskan,
hanya untuk dipergunakan untuk
pelaksanaan Bimtek Penyusunan RPB






DIREKTORAT PENGEMBANGAN STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA
DEPUTI BIDANG SISTEM DAN STRATEGI
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
2020


Ver: 3.0

2

Modul Bimbingan Teknis
Penyusunan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Daerah
Versi. 3.0




Pengarah


Editor
:


:
Ir, B. Wisnu Widjaja, M.Sc, dan
Dr.Ir. Agus Wibowo, M.Sc.

Pratomo Cahyo Nugroho, ST,M.T,
Arsyad Azizi Iriansyah, SAP., dan
Citra Dita Maharsi Suaidy, ST

Penyusun : Ir. Sugeng Triutomo, DESS.,
Untung Tri Winarso,
Rahmat Subiyakto,
Ninil Miftahul Jannah,
Chasan Asqolani, dan
Pratomo Cahyo Nugroho, ST, MT

Kontributor : Agung Wicaksono, S.Sos.,
Roling Evans Randonkir, SIP.,
Syauqi, S.T., Rifa Rafika Imania, ST.,
Oktavi Andaresta, S.I.P

Penata Letak : Rizky Tri Septian, S.I.P










Diterbitkan oleh :
Badan Nasional Penanggulangan bencana
Bulan Agustus Tahun 2020

3

Sambutan

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang letaknya sangat dekat dengan
batas pertemuan antar lempeng (Lempeng Indo-Australia, Eurasia, Filipina dan Pasifik) yang
menjadikan wilayah Indonesia sebagai salah satu kawasan tektonik paling aktif di dunia.
Selain itu posisi Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia
mempunyai curah hujan yang tinggi dan musim kering yang menyebabkan bencana
hidrometeorologis yang cukup tinggi. Kondisi hidrometeorologis ini diperparah dengan
Perubahan Iklim Global menjadikan Indonesia merupakan salah satu negeri di khatulistiwa
dengan tingkat kerawanan bencana hidrometerologis paling tinggi di Dunia
Berdasakan kompleksitas permasalahan bencana, dampak bencananya serta dapat
berpeluang terjadi di waktu mendatang, maka diperlukan suatu perencanaan yang
komprehensif sehingga penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara terkoordinasi,
terpadu, terarah dan menyeluruh dalam penanggulangan bencana. Perencanaan
penanggulangan bencana yang di sebut Rencana Penanggulangan Bencana diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada pasal
35 dan 36 serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana pasal 5 dan 6 agar Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Sinkronisasi Rencana Penanggulangan Bencana dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional dan Daerah maupun dengan perencanaan-perencanaan tematik lintas
sektor akan dapat mendukung rencana pembangunan di daerah. Rencana penanggulangan
bencana hasil disusun berdasarkan hasil pengkajian risiko bencana sehingga memberikan
objektivitas arah kebijakan penanggulangan bencana di daerah.
Pengesahan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah berusaha untuk
menstrukturkan kembali pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, baik itu pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota demi
terlaksananya efektifitas layanan urusan pemerintahan. Pembagian kewenangan tersebut
terkait urusan absolut diurus oleh pemerintah pusat dan urusan konkuren (wajib dan
pilihan) diurus oleh pemerintah daerah. Urusan wajib pelayanan dasar, maka pemda harus
memprioritaskannya, artinya harus dikelola oleh lembaga yang kuat (OPD yang kuat), dan
disertai dengan program pembiayaan, peralatan, personil yang cukup kualitas dan
kuantitasnya meliputi urusan pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang,
perumahan rakyat, trantibum dan linmas, dan sosial.
Penanggulangan Bencana termasuk dalam urusan ketenteraman, ketertiban umum
dan perlindungan masyarakat (Pasal 12 UU 23 tahun 2014). Terkait urusan pemerintah yang
wajib dan merupakan pelayanan dasar wajib memiliki standar pelayanan minimal yang
diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan
Minimal. Jenis pelayanan dasar pada standar pelayanan minimal bidang Ketenteraman,
ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas huruf

4

b pelayanan informasi rawan bencana, huruf c pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan
terhadap bencana, huruf d pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana (Pasal 9
ayat 3). Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana termasuk dalam pelayanan dasar
bidang Ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat sub urusan bencana
bidang pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana (pasal 4 Permendagri
101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Minimal Sub-Urusan
Bencana Daerah Kabupaten/Kota. Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau Perangkat
Daerah dalam menyusun dokumen perencanaan dan anggaran wajib memperioritaskan
program dan kegiatan pemenuhan pelayan dasar (Pasal 8 Permendagri 101 Tahun 2018).
Sesuai amanatkan UU No. 24/2007 kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) sebagai leading sector dalam penanggulangan bencana selain menyediakan
pedoman/panduan yang resmi untuk menyusun RPB, juga diperlukan pendampingan atau
asistensi penyusunan RPB daerah. Untuk mempercepat implementasi penyusunan RPB
Daerah, diperlukan Bimbingan Teknis Penyusunan RPB Daerah sesuai dengan metodologi
dan pedoman yang dikeluarkan. Modul ini diharapkan dapat membantu peserta memahami
materi bimbingan teknis penyusunan rencana penanggulangan bencana daerah.

Salam Kemanusiaan!


Jakarta, 17 Agustus 2020
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB
Badan Nasional Penanggulangan Bencana





Ir. B. Wisnu Widjaja, M.Sc.

5

Kata Pengantar


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya
Modul Bimbingan Teknis Penyusunan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana ini.
Modul ini ditujukan sebagai alat bantu bagi fasilitator dan peserta dalam bimbingan teknis
penyusunan rencana penanggulangan bencana.
Modul ini disusun dengan memperhatikan kebutuhan fasilitator dan peserta sebaik
mungkin agar kegiatan bimbingan teknis dapat berjalan secara lebih komunikatif dan
optimal. Secara singkat, modul ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu: (1) Pengantar Manajemen
Penanggulangan Bencana, (2) Penyusunan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana, (3)
Prioritas Risiko Bencana dan Isu Strategis Penanggulangan Bencana, (4) Penyusunan
Program dan Rencana Aksi Penanggulangan Bencana, serta (5) Penutup.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan modul ini. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan modul ini di masa
mendatang. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu proses penyelesaian modul ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita
semua untuk mewujudkan Indonesia yang lebih tangguh terhadap bencana.

Salam Tangguh!


Jakarta, 17 Agustus 2020
Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana
Badan Nasional Penanggulangan Bencana




Dr. Ir. Agus Wibowo, M.Sc.

6

Daftar Isi
Kata Pengantar 3
Daftar Isi 6
Daftar Gambar 7
Daftar Tabel 7
Singkatan 8
PENDAHULUAN 9
BAB I 10
PENGANTAR MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA 10
A. Konsep Penanggulangan Bencana 10
B. Sistem Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana 17
C. Manajemen Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana 29
BAB II 37
PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA 37
A. Konsepsi Umum Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 37
B. Mekanisme Dan Tahapan Penyusunan RPB 40
C. Struktur Isi Dokumen RPB 49
BAB III 51
PRIORITAS RISIKO BENCANA DAN ISU STRATEGIS PENANGGULANGAN BENCANA 51
A. Proses Penentuan Risiko Bencana Prioritas 51
B. Identifikasi Masalah Pokok Dan Isu Strategis 58
C. Rumusan Isu Strategis Daerah 64
BAB IV 68
PENYUSUNAN PROGRAM DAN RENCANA AKSI 68
PENANGGULANGAN BENCANA 68
A. Kerangka Kerja Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana 68
B. Penyusunan Tujuan, Sasaran, Strategi, Arah Kebijakan 81
C. Penyusunan Program Dan Rencana Aksi 90
D. Harmonisasi Kebijakan Dengan Rencana Pembangunan 95
E. Koordinasi, Pengendalian dan Evaluasi RPB 103
BAB IV 111
PENUTUP 111

7

Daftar Gambar
Gambar 1. Faktor risiko bencana 12
Gambar 2. Model Siklus Bencana 14
Gambar 3. Model Contract Expand 14
Gambar 4. Model Siklus Manajemen Risiko Bencana 16
Gambar 5. Hirarki Perencanaan PB 26
Gambar 6. Alur Penyusunan RPB 28
Gambar 7. Manajemen Bencana
Gambar 8. Manajemen Risiko Bencana
Gambar 9. Posisi RPB dalam Sistem Perencanaan Pembangunan 39
Gambar 10. Alur Proses Penyusunan Rancangan Awal Dok.RPB 45
Gambar 11. Konsep Risiko Bencana
Gambar 12. Diagram Proses Pengkajian Risiko Bencana 33
Gambar 13. Contoh Tingkat Risiko Bencana Kab. Tasikmalaya 52
Gambar 14. Contoh Sejarah bencana Kab. Tasikmalaya 2009-Juni 2019 53
Gambar 15. Grafik Kecenderungan kejadian Bencana Kab. Tasikmalaya 2009-Juni 2019.
Gambar 16. Contoh proses penetapan risiko bencana prioritas
Gambar 17. Hasil Penilaian IKD Kab. Klungkung 60
Gambar 18. Contoh Isu Strategis Kabupaten Klungkung 67
Gambar 19. Posisi & Ruang Lingkup Perencanaan PB
Gambar 20. Hirarki legislasi, kebijakan dan rencana 69
Gambar 21. Contoh Proses Pemaduan RPB Sebelum/Sedang Penyusunan RPJMD 96
Gambar 22. Proses Pemaduan RPB Setelah RPJMD Ditetapkan 97

Daftar Tabel
Tabel 1. Analisis Kecenderungan Kejadian Bencana
Tabel 2. Contoh Analisis Tingkat Risiko dan Kecenderungan Kab. Tasikmalaya 55
Tabel 3. Matrik Analisis Risiko Bencana Prioritas dan Bukan-Prioritas 55
Tabel 4. Analisis keterkaitan bencana dengan RPJMD/prioritas pembangunan 63
Tabel 5. Contoh Penilaian Isu Strategis 66
Tabel 6. Matrik tugas dan peran dalam penyelenggaraan PB di daerah 78
Tabel 7. Pengembangan Tujuan dan Sasaran 82
Tabel 8. Pengembangan Strategi dan Arah Kebijakan 87
Tabel 9. Pengembangan Program 91
Tabel 10. Format penulisan hasil realisasi kegiatan RAD PRB 105
Tabel 11. Format Penulisan Hasil Evaluasi Program RAD PRB. 107
Tabel 12. Contoh. Kerangka Rencana Koordinasi, Pengendalian, dan Evaluasi 109

8

Daftar Singkatan
Singkatan Keterangan

APBD Anggaran pendapatan dan belanja daerah
APBN Anggaran pendapatan dan belanja negara
BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
DSP Dana Siap Pakai
KRB Kajian Risiko Bencana
RPJPD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN Rencana pembangunan jangka menengah
nasional
RTRW Rencana Tata Ruang dan Wilayah
PRB Pengurangan risiko bencana
RPB Rencana Penanggulangan Bencana
SPM Standar pelayanan minimal

9

PENDAHULUAN

Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) merupakan dokumen yang wajib
dimiliki oleh Pemerintah Daerah, RPB sebagai bentuk pelayanan minimal yang berhak
diterima masyarakat dalam bidang penanggulangan bencana. Oleh karenanya, BNPB
berkepentingan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah agar dapat menyusun
dokumen Rencana Penanggulangan Bencana, modul ini membantu peserta bimbingan teknis
yang diselenggarakan secara daring agar dapat memahami tahapan penyusunan dokumen
dan substansi dokumen RPB.

Maksud dan Cakupan
Modul Bimbingan Teknis Penyusunan Dokumen RPB ini disusun sebagai bahan bacaan
peserta sekaligus bahan ajar bagi pelatih/fasilitator. Sebagai bahan bacaan, peserta dapat
mendalami proses penyusunan dokumen dan merinci isi dokumen pada saat pelaksanaan
bimbingan teknis atau di luar bimbingan teknis. Sebagai bahan ajar, pelatih dan fasilitator
dapat merujuk isi modul pada saat menyampaikan materi.
Isi modul terbagi dalam 4 (empat) bagian/Bab. Bab 1 menjelaskan Manajemen Bencana,
sebagai dasar pemahaman konsep manajemen bencana, penyegaran bagi peserta yang telah
memahami manajemen bencana sebelumnya dan pengetahuan dasar bagi peserta yang
belum pernah mendapatkan materi. Bab 2 membahas konsep Rencana Penanggulangan
Bencana, diantaranya tentang dasar hukum, urgensi, kegunaan RPB, dan tahapan
pelaksanaan. Bab 3 membahas proses penentuan bencana prioritas yang akan ditangani,
perumusan masalah pokok, dan perumusan isu strategis daerah. Bab 4 membahas
penyusunan program dan Rencana Aksi.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan keseluruhan bimtek ialah peserta yang akan menyusun RPB dapat memahami dan
menyusun dokumen rencana penanggulangan bencana sesuai dengan mekanisme dan
tahapan penyusunan RPB, serta struktur dan isi dokumen RPB.

Sehingga diharapkan setelah mengikuti bimtek dan membaca modul, peserta dapat
memiliki kompetensi:
1. mengetahui konsep RPB
2. mengetahui gambaran seluruh mekanisme dan tahapan penyusunan RPB
3. mengetahui struktur dan isi dokumen RPB
4. menyusun rencana kerja dan kerangka kerja penyusunan RPB
5. mengendalikan proses penyusunan RPB

Petunjuk Penggunaan
Susunan naskah modul ini terdapat penjelasan substansi dan pertanyaan refleksi pada bab
1, dan langkah-langkah teknis serta penugasan pada bab selanjutnya. Sebagai bahan belajar
mandiri ikuti langkah-langkah dalam modul untuk menyusun dokumen RPB. Terkait metode
belajar dalam Bimtek, ikuti langkah-langkah dan penugasan yang tersaji dalam modul.

10

BAB I
PENGANTAR MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA

Bab ini membahas tentang manajemen bencana sebagai pemahaman dasar tentang
penyelenggaraan penanggulangan bencana dan pengantar untuk bab selanjutnya.
Bahasa dalam bab ini terkait pengertian bencana, konsepsi penanggulangan bencana,
sistem penanggulangan bencana, dan manajemen penanggulangan bencana.

Setelah mempelajari bahasan bab ini, diharapkan dapat:
1. Memahami konsep dan penyelenggaraan tata kelola penanggulangan bencana
2. Mendiskusikan tata kelola penyelenggaraan PB dalam pembangunan
3. Menyimpulkan kerangka manajemen risiko, manajemen darurat, manajemen
pemulihan.



A. Konsep Penanggulangan Bencana
1. Pengertian dan Jenis Bencana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bencana adalah sesuatu yang
menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian atau penderitaan;
kecelakaan; bahaya.
Oleh karena itu sering kita rancu membedakan antara bencana (disaster) dan
bahaya (hazard) dalam bahasa sehari-hari. Padahal, bencana itu jika peristiwa itu
telah terjadi, sedangkan bahaya merupakan ancaman yang masih belum terjadi.
“Natural Hazard, UnNatural Disaster”
Gempabumi, kekeringan, banjir, dan badai adalah bahaya alami, tetapi kematian
dan kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan, kelalaian dan ulah manusia
adalah bencana yang tidak alami.
Secara pengertian, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis.
Berbeda dengan definisi UU No. 24/2007, UNISDR (sekarang UNDRR)
mendefinisikan bencana sebagai gangguan serius gangguan serius terhadap
keberfungsian masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan, dan gangguan itu

11

melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dgn
menggunakan sumber daya mereka sendiri.
Dari kedua definisi tersebut terdapat perbedaan yang mendasar yakni UNDRR
mendefinisikan bencana sebagai kejadian yang tidak mampu diatasi oleh
masyarakat yang terdampak, sehingga memerlukan bantuan dari luar.
Sedangkan UU No. 24/2007, tidak membedakan apakah kejadian itu mampu atau
tidak ditangani oleh masyarakat yang terdampak, semua disebut bencana.
Dari perbedaan tersebut maka perlu dibedakan antara kejadian (incident) dan
bencana (disaster). Tidak semua kejadian adalah bencana, tergantung dari
besarnya kejadian dan kemampuan masyarakatnya untuk mengatasi. Untuk itu
diperlukan kriteria yang disebut bencana. Seperti yang digunakan oleh EMDAT
misalnya: jika korban lebih dari 10 orang, atau lebih dari 100 orang terluka dan
ada pernyataan bencana.
Perbedaan ini berimplikasi terhadap pendataan bencana, jika setiap kejadian
dituliskan sebagai bencana, maka jumlahnya lebih banyak dari bencana yang
sesungguhnya. Perbedaan ini juga akan berimplikasi terhadap tingkatan
bencana, yang sering dibedakan menjadi bencana lokal (local disaster), bencana
intensif (intensive disaster) dan bencana besar (catastrophe).
Jenis bencana berdasarkan UU No. 24/2007 dibedakan menjadi bencana alam,
bencana nonalam dan bencana sosial, berdasarkan penyebab kejadiannya.
Penjelasan pengertian jenis tersebut ialah:
▪ Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain
gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
▪ Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkaan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
▪ Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antar komunitas dan teror.
Sedangkan berdasarkan UNDRR, pembagian bencana diklasifikasikan berdasar
pada jenis bahayanya, yakni bahaya: geologis, hidrometeorologis, biologis,
teknologis dan lingkungan. Dalam klasifikasi UNDRR, bencana sosial tidak
dimasukkan dalam kategori bencana.

12

Bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka bencana dapat
terjadi akibat dari 2 jenis bahaya yang berbeda penyebabnya, misalnya: Bencana
tsunami Jepang Timur (2011) yang diikuti oleh kebocoran Reaktor Nuklir
Fukushima menjadikan klasifikasi bencananya sebagai Natural Technological
(Natech) hazard.
2. Konsep Risiko Bencana
Konsep ini muncul dari perubahan paradigma penanggulangan bencana di
dekade akhir abad XX (1990-2000), yakni dari penanggulangan bencana (disaster
management) ke pengurangan bencana (disaster reduction). Dengan menyadari
bahwa menanggulangi bencana selalu akan terlambat dan telah menimbulkan
korban, maka upaya yang harus dilakukan adalah mengurangi kejadiannya,
maupun risiko yang akan ditimbulkan.
Jika diamati setiap bencana selalu ditentukan oleh adanya 3 (tiga) faktor, yakni:
penyebab (sumber bahaya) dan komunitas manusia (yang terancam). Kedua
faktor ini jika bertemu akan menjadi risiko bencana. Dengan adanya faktor ketiga
yakni pemicu (trigger), maka risiko bencana ini akan berubah menjadi bencana.
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar 1. Faktor risiko bencana

Konsep risiko bencana ini sama dengan konsep risiko secara umum dalam
manajemen risiko. Dimulai dengan pemahaman pada faktor-faktor risiko
bencana dalam hal ini bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability).
Kemudian menganalisis besaran resikonya dan mengevaluasi kemungkinan
terjadinya. Secara berurutan pengkajian risiko ini dituliskan sebagai berikut:

13

- Identifikasi dan pengkajian bahaya
- Pemahaman tentang kerentanan masyarakat
- Analisis risiko atau kemungkinan dampak bencana

Hasil dari analisis risiko ini berupa gambaran tingkat risiko yang disajikan
dalam bentuk tabel (indeks risiko) dan secara spasial (peta risiko).
Selanjutnya pengkajian risiko ini diteruskan dengan upaya atau pilihan
tindakan penanganannya/penanganan risiko bencana.
Penanganan risiko atau pengelolaan risiko bencana pada dasarnya dapat
dilakukan dengan 4 (empat) pilihan tindakan:
- menghindari risiko (pencegahan)
- mengurangi risiko (mitigasi)
- mengalihkan risiko (asuransi risiko)
- menerima risiko (kesiapsiagaan)

3. Konsep dan Prinsip Manajemen Penanggulangan Bencana

Konsep manajemen bencana yang paling banyak dikenal adalah berdasarkan
tahapan, yakni: prabencana, saat darurat bencana dan pascabencana. Setiap
tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda.
a) Model Siklus Bencana
Oleh karena kejadian bencana ini selalu berulang kembali, maka beberapa ahli
bencana menggambarkan konsep manajemen bencana ini dalam bentuk siklus
atau tepatnya adalah continuum (spiral). Konsep ini digambarkan dalam
bentuk lingkaran (cycle) dan membaginya menjadi 4 (empat) kuadran: pada
tahap prabencana ada 2 kuadran yaitu: (a) pencegahan dan mitigasi dan (b)
kesiapsiagaan. Sedangkan saat darurat bencana tindakan yang dilakukan
adalah tanggap darurat atau penanganan darurat. Pada pascabencana
tindakan yang dilakukan adalah pemulihan.

14


Gambar 2. Model Siklus Bencana
b) Model Contract Expand
Tidak semua ahli sependapat dengan konsep Siklus Bencana, karena konsep
ini hanya sesuai untuk satu bencana (tunggal). Jika di suatu daerah terdapat
dua atau lebih kejadian bencana, tidak dapat digambarkan dalam satu diagram
ini. Oleh karenanya, sebagian ahli menggunakan konsep model kembang kerut
(contract expand model).
Dalam konsep tersebut penanggulangan bencana digambarkan sebagai suatu
perjalanan kehidupan yang mengalir, ada kalanya keadaannya normal
(berkembang) tetapi ada kalanya juga mengalami tekanan atau kontraksi
(berkerut).

Gambar 3. Model Contract Expand

15


Pada prabencana digambarkan kondisinya longgar (mengembang) sehingga
banyak upaya yang dapat dilakukan terutama pencegahan dan mitigasi, dan
juga kesiapsiagaan.
Sedangkan pada keadaan krisis terjadi bencana, digambarkan kondisinya
menyempit (mengkerut) karena sempitnya, peluang, kesempatan dan waktu.
Maka sebagian besar upaya yang dilakukan adalah tanggap darurat.
Setelah itu pada pascabencana, situasi kembali longgar dan upaya yang
dilakukan sebagian besar adalah pemulihan yang disertai dengan upaya
pencegahan dan mitigasi.

c) Model Tekanan dan Pelepasan (Pressure and Release-Crunch Model)

Konsep ini lebih fokus digunakan untuk menganalisis tentang kerentanan
suatu masyarakat terhadap jenis bencana tertentu. Karena pengurangan
risiko bencana pada intinya adalah bagaimana mengurangi kerentanan.
Model ini digambarkan dalam 2 posisi: pressure dan release.

Akar Penyebab Tekanan Dinamis Keadaan Tidak Aman Risiko Bencana Bahaya



Pada posisi pressure (tekanan), kerentanan berhadapan dengan bahaya
(hazard), sehingga pada kondisi demikian yang perlu dilakukan analisis
adalah apa saja kondisi yang tidak aman (unsafe condition), apa saja faktor
yang menyebabkan tekanan dinamis (dynamic pressure) dan apa faktor
penyebab dasarnya (root cause).
Pada kondisi release (melepaskan) adalah gambaran sebaliknya yakni tentang
upaya-upaya yang dilakukan untuk memecahkan kondisi-kondisi di dalam
pressure sebelumnya.
Gambar 4. Ilustrasi Model Pelepasan dan Tekanan

16

d) Model Siklus Manajemen Risiko Bencana

Konsep ini menggambarkan tiga tahapan dalam penanggulangan bencana
dalam bentuk suatu kurva pertumbuhan yang meningkat. Pada tahap awal
(normal) dilakukan upaya pengurangan risiko, sehingga pada saat terjadi
bencana, proses penurunan laju pertumbuhan mengarah keterpurukan.
Penerapan konsep pengurangan risiko bencana akan membawanya segera
pulih (bounce back) kembali ke kurva pertumbuhan sebelumnya.


Gambar 5. Model Siklus Manajemen Risiko Bencana
Pada konsep ini digambarkan secara menyeluruh, upaya -upaya
penanggulangan bencana yang dilakukan terutama pada saat darurat dan
pemulihan. Juga digambarkan pula bagaimana respon media pada setiap
kejadian bencana.
Dari setiap konsep model penanggulangan bencana, dapat dilihat bahwa
setiap tahapan penanggulangan bencana mempunyai pri nsip atau
penekanan yang berbeda.
Prinsip yang diterapkan pada prabencana atau dalam keadaan normal adalah
mencegah dan mengurangi risiko bencana, serta meningkatkan
kesiapsiagaan (reduce risk and be prepared).
Sedangkan pada saat darurat bencana, yang diutamakan adalah
penyelamatan jiwa dan korban bencana (save more lives).
Dan pada pasca bencana, upaya penanggulangan bencana diarahkan kepada
membangun kehidupan yang lebih baik dan lebih aman (build back better and
safer).

17




B. Sistem Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
1. Sistem Penanggulangan Bencana

Bagaimana cara suatu pemerintahan dalam menanggulangi bencana sangat berbeda
antar satu negara dengan negara yang lain. Hal ini tergantung dari beberapa hal
antara lain: sistem pemerintahan, kondisi wilayah dan kemampuan atau kapasitas
negara yang bersangkutan.
Pola atau sistem yang diterapkan oleh pemerintah dalam menanggulangi bencana
selanjutnya dikenal dengan Sistem Penanggulangan Bencana.
Untuk mengetahui sistem penanggulangan bencana suatu Negara atau wilayah dapat
ditinjau dari beberapa aspek, yakni: (a) peraturan perundangan, (b) kelembagaan, (c)
perencanaan, (d) pendanaan dan (e) pengembangan kapasitas.
1) Legislasi
Penyelenggaraan penanggulangan bencana secara menyeluruh diatur dalam
legislasi atau regulasi tertentu, tergantung pada tingkatan pemerintahan.
Untuk tingkat nasional, regulasi penanggulangan bencana biasanya diatur
dengan Undang-undang ditambah dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Presiden, serta dilengkapi Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga sebagai
petunjuk pelaksanaannya.
Sebagai contoh:
▪ Undang-undang No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana
▪ Peraturan Pemerintah No. 21/2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
▪ Peraturan Presiden No. 1/2019 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana
▪ Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 101/2018 tentang Standar Teknis Dasar
pada SPM Sub-urusan Bencana Daerah
▪ Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4/2019 tentang
Organisasi Tata Kerja BNPB
Refleksi:
1. Jelaskan pengertian dan konsep manajemen bencana dan
konsekuensinya dalam tata kelola bencana.
2. Uraikan konsep risiko dan upaya pengelolaan risiko.
3. Simpulkan prinsip-prinsip manajemen bencana pada setiap tahapan
penanggulangan bencana.

18

▪ Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Penaggulangan Bencana
▪ Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 34 tahun 34 tahun 2018 tentang
Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Bengkulu Tahun 2018-2022
▪ Peraturan Bupati Alor Nomor 11 tahun 2019 tentang Rencana Penanggulangan
Bencana Kabupaten Alor tabun 2019-2023

Pada tingkat provinsi, regulasi penanggulangan bencana dibuat dalam bentuk
Peraturan Daerah Provinsi dan atau Peraturan Gubernur.
Sedangkan untuk tingkat Kabupaten/Kota, regulasi penanggulangan bencana
dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota dan Peraturan
Bupati atau Walikota.
Peraturan Daerah ditetapkan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, oleh karena itu regulasi ini hanya digunakan untuk peraturan
yang bersifat strategis.

2) Kelembagaan
Bentuk kelembagaan dalam penanggulangan bencana ada bermacam-macam,
tergantung dari sistem pemerintahannya.
Berikut adalah bentuk kelembagaan penanggulangan bencana yang ada:
a. Bentuk Dewan atau Komisi atau Badan Koordinasi (Disaster Management
Council / Disaster Management Committee / Disaster Management Coordinating
Board)
Suatu kelembagaan yang bersifat penentu kebijakan dan koordinatif dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Organisasi ini bersifat ad-hoc dan
dijabat secara ex-officio.
Jabatan Ketua, Sekretaris dan Anggota dijabat oleh para pejabat yang sudah
memiliki porto-folio di bidang tertentu. Pelaksanaan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berada di setiap kementerian/lembaga dari sektor
terkait.
Bentuk kelembagaan ini pernah diterapkan oleh Pemerintah RI, yakni dalam
bentuk Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB).
Lembaga ini dibentuk di tingkat nasional yang awalnya diketuai oleh Menteri
Sosial, lalu ditingkatkan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat dan sampai diketuai oleh Wakil Presiden RI.

19

Untuk menjalankan fungsinya BAKORNAS PB, dibentuk Sekretariat Bakornas
PB yang berfungsi sebagai kantor administrasi dan kesekretariatan atau lazim
disebut Disaster Management Office.
Di tingkat daerah dibentuk kelembagaan serupa yang bersifat ad-hoc dan ex-
officio sebagai koordinasi pelaksanaan dan pelaksana dipimpin oleh Kepala
Daerah.
b. Bentuk Kementerian atau Lembaga (Disaster Management Ministry atau
Disaster Management Agency/Authority)
Suatu bentuk kelembagaan pemerintah yang berfungsi penuh menjalankan
sebagian tugas pemerintahan di bidang penanggulangan bencana.
Bentuk kelembagaan seperti ini dapat berjalan efektif, jika seluruh kegiatan
penanggulangan bencana dianggap sebagai sektor tunggal (single sector), yang
dapat diselesaikan oleh kementerian atau lembaga tersebut.
Pola kelembagaan ini yang dipilih oleh Undang-undang No. 24/2007, yakni
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Lembaga pemerintahan non
kementerian yang dipimpin oleh pejabat setingkat menteri.
Dari fungsinya, lembaga ini mempunyai peran sebagai (a) perumus dan penetap
kebijakan penanggulangan bencana dan (b) pengoordinasi pelaksanaan
kegiatan penanggulangan bencana. Akan tetapi dalam pelaksanaannya,
lembaga ini mempunyai fungsi koordinasi, komando dan pelaksana.
Di tingkat daerah, bentuk kelembagaan seperti ini idealnya bersifat sentralisasi
yang dapat menerapkan kebijakan, strategi hingga implementasinya secara
konsisten melalui satu komando.
Akan tetapi untuk bentuk pemerintahan yang desentralisasi, maka pelaksanaan
di daerah sangat beragam tergantung kepada pemerintah daerah
1
.
Aspek Kelembagaan Dalam penanganan bencana, kelembagaan dapat ditinjau
dari sisi formal dan non formal.
Secara formal, focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat untuk
penanggulangan bencana adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB). Sedangkan focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan
kabupaten atau kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dari sisi non formal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk

1
Permendagri 5/2017 tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah, Perka. BNPB 3/2008
Tentang Pembentukan BPBD.

20

untuk memperkuat penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia. Di
tingkat nasional, terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri dari unsur
masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga
internasional. Pada tingkat lokal, dikenal Forum PRB Yogyakarta dan Forum
PRB Nusa Tenggara Timur.


3) Perencanaan
Perencanaan dalam penanggulangan bencana ada berbagai macam, tergantung
pada tahapan dan kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana ada beberapa
macam, sebagai berikut:
a) Rencana Penanggulangan Bencana
Rencana Penanggulangan Bencana merupakan rencana yang bersifat
komprehensif memuat penyelenggaraan penanggulangan bencana sejak
prabencana hingga pascabencana. Rencana ini disusun dan ditetapkan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya atau oleh suatu
kawasan otorita tertentu.
Sesuai UU 24/2007, Rencana Penanggulangan Bencana meliputi:
• Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana
• Pemahaman kerentanan masyarakat
• Analisis kemungkinan dampak bencana
• Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana
• Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak;
• Alokasi tugas, kewenangan dan sumber daya yg tersedia.
Secara garis besar kerangka isi Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah
sebagai berikut:
▪ Pendahuluan
▪ Risiko Bencana Daerah (dari Hasil Kajian Risiko)
▪ Kebijakan Penanggulangan Bencana
▪ Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana
▪ Pengarusutamaan / Pemaduan dalam RPJM
▪ Pemantauan, Evaluasi dan Legislasi
Rencana Penanggulangan Bencana mempunyai masa laku 5 tahun, tetapi dapat
ditinjau kembali setiap 2 tahun.

21

b) Rencana Mitigasi Bencana
Rencana Mitigasi ini adalah rencana yang bersifat teknis dibuat oleh sektor atau
instansi tertentu bertujuan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana.
Biasanya rencana mitigasi ini tidak disebut secara eksplisit sebagai mitigasi
bencana, tetapi disebut sesuai dengan tujuan pembangunan atau pelaksanaan
proyek tertentu.
Sebagai contoh:
▪ Rencana Pengendalian Banjir Jakarta (Kanal Banjir Timur)
▪ Rencana Reboisasi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai
▪ Rencana Penguatan Lereng Penahan Longsor
▪ Rencana Pembuatan Tempat Evakuasi Sementara
c) Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana
Rencana ini merupakan kerangka kerja bagi suatu pemerintah atau pemerintah
daerah atau otoritas tertentu untuk melaksanakan penanggulangan keadaan
darurat bencana di wilayah kewenangannya.
Rencana ini disebutkan dalam Pasal 45, ayat (2) huruf a. pada UU No.24/2007.
Akan tetapi penjelasan lebih lanjut tentang rencana ini tidak diuraikan. Rencana
penanggulangan kedaruratan bencana ini dapat disamakan dengan disaster
response plan atau emergency response plan di beberapa negara. Contoh:
Amerika Serikat mempunyai National Response Plan (2002), yang kemudian
diubah namanya menjadi National Response Framework (2011).
Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana memuat:
▪ Tujuan (goal)
▪ Doktrin (doctrine)
▪ Prinsip (principle)
▪ Koordinasi dan Komando (coordination and command)
▪ Peran dan Tanggungjawab (role and responsibility)
▪ Fungsi Gugus Tugas (task force function)
▪ Tatalaksana (mechanism)

Berdasarkan pembagian tugas kedaruratan ini kemudian setiap
kementerian/lembaga membuat pedoman umum bagi instansinya, yang
dilanjutkan dengan membuat prosedur tetap untuk setiap unit di bawahnya.
Sampai saat ini belum ada amanat UU No. 24/2007 tentang rencana
penanggulangan kedaruratan bencana secara nasional belum terwujud..

22

Sehingga pemerintah daerah juga belum membuat rencana penanggulangan
kedaruratan bencana ini.
d) Rencana Kontinjensi
Rencana Kontingensi merupakan rencana yang disiapkan untuk menghadapi
kondisi kedaruratan yang belum menentu. Ketidaktentuan kejadian ini
mengharuskan perencana membuat suatu skenario dengan asumsi yang
mendekati keadaan sesungguhnya.
Jadi, pada prinsipnya rencana kontingensi menyusun perencanaan yang
didasarkan atas skenario yang diperkirakan, dengan menghitung asumsi
dampak yang ditimbulkan. Setelah itu disusun upaya langkah apa yang perlu
dilakukan dengan mengidentifikasi potensi sumberdaya yang dimiliki. Rencana
ini akan menghitung kebutuhan sumberdaya yang diperlukan dan bagaimana
upaya menutup kesenjangan sumberdaya tersebut.
Rencana kontingensi hanya diarahkan untuk menghadapi satu kondisi
kedaruratan tertentu, misalnya: rencana kontinjensi menghadapi tsunami,
rencana kontinjensi menghadapi letusan gunung api, dan sebagainya. Apabila
suatu daerah memiliki beberapa jenis ancaman bencana lebih dari satu, maka
rencana kontingensinya juga dibuat untuk setiap jenis bencana. Rencana
kontingensi ini akan dijadikan lampiran (annex) dalam dokumen rencana
penanggulangan kedaruratan bencana.
e) Rencana Operasi (Kedaruratan)
Rencana operasi (kedaruratan) atau (emergency) operation plan, disusun segera
setelah status kedaruratan bencana ditetapkan.
Bersamaan dengan pernyataan bencana ditetapkan, maka Kepala Pemerintahan
menetapkan Komandan Penanganan Darurat (incident commander). Tugas
pertama yang harus dilakukan IC adalah mengaktifkan Pos Komando dan
menyusun Rencana Operasi.
Dalam menyusun rencana operasi, perencana harus berpedoman pada rencana
penanggulangan kedaruratan bencana dan rencana kontingensi. Apabila kedua
rencana tersebut belum ada, maka rencana operasi itu disusun berdasarkan
kondisi yang ada sesuai hasil kaji cepat bencana (rapid assessment).
Rencana operasi memuat gambaran situasi kedaruratan, tujuan atau sasaran
operasi kedaruratan, sumberdaya (personil, peralatan, pendanaan) yang
dikerahkan/terlibat, pembagian tugas dan sistem komunikasi yang digunakan.

23

Rencana operasi merupakan pedoman bagi setiap personil instansi yang
terlibat untuk memadukan kegiatan sesuai tujuan / sasaran penanganan
kedaruratan.
f) Rencana Pemulihan

➢ Rencana Pemulihan Pra-Bencana
Perencanaan Pemulihan Pra Bencana (Pre Disaster Recovery Planning/PDRP)
adalah segala upaya yang direncanakan untuk memperkuat rencana, inisiatif,
dan hasil pemulihan bencana - sebelum bencana terjadi. Konsep PDRP
dibangun berdasarkan pengakuan bahwa banyak yang dapat dilakukan
sebelum bencana terjadi untuk memfasilitasi perencanaan pemulihan setelah
bencana dan meningkatkan hasil pemulihan.

Perencanaan pra bencana tidak menggantikan perencanaan pasca bencana.
Dampak yang tidak terduga dari bahaya musiman, seperti banjir monsun,
membuat perencanaan pascabencana menjadi penting. Sebaliknya, proses pra
perencanaan adalah bagian dari siklus perencanaan pemulihan. PDRP
memfasilitasi pengambilan keputusan dan tindakan yang cepat namun
informatif dalam lingkungan pasca bencana yang sarat tuntutan. Dengan cara
siklus, PDRP kemudian berfungsi sebagai saluran untuk memasukkan pelajaran
pasca bencana yang dipetik ke dalam perencanaan untuk peristiwa bahaya di
masa depan.



➢ Manfaat Perencanaan Pemulihan Bencana Pra-Bencana

Perencanaan pemulihan pra-bencana adalah salah satu cara yang paling efektif
untuk mengatasi tantangan perencanaan dan mengimplementasikan pemulihan
bencana yang berhasil. Perencanaan untuk pemulihan, sebelum bencana terjadi,
memungkinkan pemerintah dan mitra untuk membangun konsensus mengenai
tujuan dan strategi pemulihan, mengumpulkan informasi penting untuk
menginformasikan keputusan pemulihan, menentukan peran dan tanggung jawab GUIDANCE NOTE ON RECOVERY: PRE-DISASTER RECOVERY
PLANNING
Introduction to Pre-Disaster Recovery Planning | 3
Box. 1 Recovery Planning Cycle

1.2. WHY PLAN FOR RECOVERY BEFORE A DISASTER HAPPENS?
THE CHALLENGE OF POST DISASTER RECOVERY PLANNING
You will be thrust into the world of instant life or death decisions, mounds of
building permit applications, daily dealings with a new bureaucracy with
incredible paperwork requirements, and unremitting pressure to get things
back to normal. Everyone will want a plan, but few will want to take the time
to plan. You will be expected to have answers to problems you have not even
thought about before. You will be dealing with new experts - geologists,
structural engineers, and seismologists with information you will not
understand. Inadequacies in existing plans and applications will be glaringly
apparent. Nothing in your planning education has adequately prepared you
to deal with the problems and responsibilities now on your desk
Spangle, 1991
Complex demands
This firsthand account describes the post disaster environment in which disaster
managers must collect critical information, make difficult decisions with complex
repercussions, and design and implement plans for the long term recovery of the
collective population. To enable an effective, sustainable and risk-reducing recovery,
decision-makers and planners must:
Raise awareness and build consensus on recovery goals, such as increased
disaster resilience, improved land use and infrastructure, and environmental
sustainability;

24

dan mengembangkan kapasitas implementasi yang diperlukan untuk mengelola
operasi pemulihan secara efisien.
Ini, pada gilirannya, menguntungkan inisiatif pemulihan dengan cara berikut:
1. Mempercepat Pemulihan
Ketika struktur, kebijakan, dan strategi pemulihan yang tepat ada dan dipahami
sebelum bencana, perencana pasca bencana, pembuat keputusan, dan praktisi
hanya perlu memodifikasi rencana pemulihan umum daripada
mengembangkan rencana yang sama sekali baru. Ini memungkinkan mereka
yang terlibat untuk memulai upaya pemulihan dengan lebih cepat dan tegas.
2. Mengurangi Risiko Bencana di Masa Depan - Membangun kembali
dengan lebih baik
Penerimaan umum untuk pengurangan risiko bencana dan perencanaan
pemulihan puncak setelah bencana ketika kebutuhan masyarakat yang pulih
sangat penting dalam pikiran para perencana, pemerintah, pembuat hukum,
dan masyarakat itu sendiri. Ini menciptakan 'jendela peluang' untuk
mengintegrasikan langkah-langkah mitigasi dalam kegiatan pemulihan dan
pembangunan jangka panjang. Namun, jendela ini hanya tetap terbuka untuk
waktu yang singkat (Christoplos, 2006). Dengan memasukkan konsep dan
langkah-langkah pengurangan risiko ke dalam PDRP, masyarakat dan
pemerintah lebih siap untuk memanfaatkan jendela peluang ini untuk
meningkatkan ketahanan mereka terhadap bencana di masa depan.
3. Memungkinkan Pemulihan yang Digerakkan oleh Permintaan dan
Inklusif
Salah satu penyebab paling umum dari bantuan pemulihan yang tidak relevan,
dan bahkan berbahaya, adalah kegagalan untuk melibatkan masyarakat yang
terkena dampak dalam perencanaan dan implementasi inisiatif pemulihan.
Demi tergesa-gesa, para pemimpin pemulihan gagal untuk berkonsultasi
dengan masyarakat yang terkena dampak (khususnya populasi yang
terpinggirkan) dan bantuan yang tersedia mendorong prioritas pemulihan
daripada kebutuhan aktual. Perencanaan pra bencana memungkinkan
keterlibatan masyarakat dalam menentukan prioritas dan strategi pemulihan
sebelum bencana terjadi dan dapat memastikan partisipasi mereka setelah
bencana terjadi.
4. Meminimalkan Defisit Pembangunan
Suatu peristiwa bahaya alam memicu serangkaian dampak yang dipengaruhi
oleh peristiwa tersebut, kerentanan yang ada, dan kemanjuran upaya bantuan
dan pemulihan. Mengantisipasi dan merencanakan dampak gabungan dapat
mengurangi atau mencegah dampak sekunder seperti hilangnya panen
berikutnya yang menghambat pemulihan ekonomi dan memperburuk defisit
pembangunan. Bencana juga dapat menciptakan peluang untuk memajukan
rencana pembangunan jangka panjang dalam jangka waktu yang lebih pendek
jika perencanaan yang memadai telah dilakukan sebelumnya.
5. Mengurangi Biaya Pemulihan

25

Pendekatan proaktif untuk pemulihan di mana kebutuhan yang diharapkan dan
layanan yang sesuai dianalisis bersama dan diidentifikasi sebelum bencana
akan membatasi pengeluaran untuk program yang kurang informasi dan
seringkali tidak relevan. Lebih jauh, mengantisipasi hambatan dan tantangan
sebelum bencana dapat mengurangi biaya awal.

Rencana pemulihan atau recovery plan adalah rencana yang disusun untuk
melaksanakan pemulihan daerah yang terdampak bencana setelah kejadian
bencana. Penyusunan rencana pemulihan ini berdasarkan atas hasil penilaian
kerusakan dan pengkajian kebutuhan pasca bencana yang terjadi.
Sesuai hasil kaji kebutuhan pasca bencana akan dapat diidentifikasi kerusakan
dan kerugian berdasarkan sektornya, antara lain:
▪ perumahan dan permukiman;
▪ infrastruktur;
▪ perekonomian;
▪ sosial;
▪ lintas sektor;
Selanjutnya dalam rencana pemulihan ini diidentifikasi penanggung jawab
setiap program kegiatan pemulihan tersebut, berikut kemampuan sumberdaya
untuk pendanaannya.
Dari uraian tentang jenis-jenis rencana dalam penanggulangan bencana, maka
dapat digambarkan hirarki masing-masing sebagai berikut:

26



Gambar 6. Alur Sistem Perencanaan PB

Rencana Penanggulangan
Bencana
(RPB)
Rencana Aksi PRB
Rencana Mitigasi
RPKB
(Rencana Penanggulangan
Kedaruratan Bencana)
Rencana Kontingensi
(Renkon)
Rencana Operasi
Darurat Bencana
(RenOps)
Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
Rencana Aksi Rehabilitasi
dan Rekonstruksi
(Renaksi RR)

27

4) Pendanaan
Pendanaan penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah dan pemerintah daerah. Sumber dana penanggulangan bencana
dapat berasal dari APBN, APBD dan masyarakat.
Selain yang berasal dari APBN, Pemerintah menyediakan pula:
- dana kontinjensi bencana
- dana siap pakai
- dana bantuan sosial
Pengaturan lebih lanjut tentang pendanaan penanggulangan bencana
didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008.
5) Pengembangan Kapasitas PB
Pada dasarnya ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana itu terletak
pada kemampuan atau kapasitasnya. Oleh karena semua subsistem, mulai dari
legislasi, kelembagaan, perencanaan hingga pada pendanaan harus diarahkan
pada peningkatan kapasitas penanggulangan bencana.
Kapasitas penanggulangan bencana yang perlu ditingkatkan berupa:
a) Kapasitas Sumberdaya Manusia
Kemampuan sumber daya manusia dalam penanggulangan bencana dapat
ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kompetensi
kerja dan profesionalisme.
b) Kapasitas Prasarana dan Sarana
Kemampuan sumber daya manusia harus didukung oleh prasarana dan sarana
yang memadai. Penyediaan prasarana berupa ruang kerja, pusat pendidikan
dan latihan, pusat pengendalian operasi, pusat data dan informasi menjadi
ujung tombak dalam penanggulangan bencana. Prasarana tersebut perlu
dilengkapi dengan sarana penunjangnya.
c) Kapasitas Tata Kelola
Pengembangan sumber daya manusia, prasarana dan sarana harus diikuti
dengan kemampuan tata kelola yang baik. Sebagai lembaga yang diberi
mandat untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan penanggulangan
bencana, maka kelembagaan ini harus mampu memberikan pelayanan terbaik
bagi lembaga lain, antara lain:
▪ menjadi sektor penjuru (leading sector)
▪ menjadi pusat pengetahuan (knowledge centre)

28

▪ menjadi pusat keunggulan (center of excellence)

2. Perencanaan PB dalam Sistem Perencanaan Pembangunan

Penanggulangan bencana merupakan urusan pemerintahan wajib di bidang
ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Oleh karenanya perencanaan
penanggulangan bencana harus menjadi bagian dari Sistem Perencanaan
Pembangunan, sebagaimana tertuang pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penangguangan Bencana.
Trategi pemaduan RPB dalam perencanaan pembangunan ialah dengan
memasukkan unsur-unsur dalam RPB, yaitu Kajian Risiko Bencana sebagai isu
strategis dan dasar penyusunan kebijakan dan sasaran; program RPB dan
Rencana Aksi PRB harus terakomodasi dalam rencana pembangunan.
Idealnya, RPB dibuat sebelum disusun RPJM, sehingga RPB dapat memberikan
masukan strategi dalam Pembangunan Sektor, proses ini disebut dengan
Rencana Teknokratis. Akan tetapi kenyataannya yang sering terjadi RPB
disusun setelah Kepala Pemerintahan terpilih baru kemudian RPJM
ditetapkan, sehingga RPB akan menyesuaikan dengan RPJM yang telah
ditetapkan, proses ini disebut dengan Rencana Politis.

Gambar 7. Alur Penyusunan RPB

RPB
TEKNOKRATIS
RPJM
N
RPB POLITIS

29



C. Manajemen Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 tahap:
1) Prabencana
2) Darurat bencana atau saat tanggap darurat
3) Pascabencana
Pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan mempunyai pola manajemen
yang berbeda. Pada tahap prabencana, manajemen yang diterapkan adalah manajemen
risiko bencana, pada tahap darurat bencana diterapkan manajemen darurat bencana dan
pada tahap pascabencana pola yang diterapkan adalah manajemen pemulihan.
Masing-masing penyelenggaraan penanggulangan bencana terdapat tindakan, tindakan
tersebut dapat tercantum dalam gambar berikut ini:
Gambar 8. Manajemen Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Refleksi
1. Uraikan masing-masing sistem penanggulangan bencana, adakah
sistem yang belum terpenuhi di daerah Anda?
2. Gambarkan keterkaitan perencanaan penanggulangan bencana
dengan perencanaan pembangunan.

30

1) Manajemen Risiko Bencana
Pada tahap prabencana, sebelum bencana terjadi yang dihadapi adalah risiko
bencana. Manajemen risiko bencana adalah upaya untuk mengenali atau
memahami faktor-faktor risiko, menganalisis risiko yang ditimbulkan hingga pada
upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengelola kemungkinan dampak yang
terjadi.
Manajemen risiko bencana terbagi dalam 2 (dua) tahapan, yakni:
1. pengkajian risiko bencana
2. pengelolaan atau penanganan risiko bencana
Pengkajian risiko bencana suatu upaya mengidentifikasi faktor-faktor risiko
(dalam hal ini bahaya dan kerentanan), kemudian menganalisis untuk mengetahui
tingkat besaran risikonya, hingga pada mengevaluasi risiko mana yang perlu
diprioritaskan untuk ditangani. Hasil dari kajian risiko bencana, ditampilkan
dalam bentuk angka indeks risiko bencana hasil perhitungan dan dalam bentuk
peta risiko bencana.
Gambar 9. Manajemen Risiko Bencana



Sebagaimana tertuang dalam UU 24/2007, bahwa pengertian Risiko bencana dimaknai
potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu yang
dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. (UU 24/2007).

31

Pengkajian Risiko Bencana merupakan kegiatan untuk mengetahui Risiko Bencana yang
dilakukan untuk:
● Mengetahui tingkat dan sebaran (secara spasial/peta): Ancaman bencana
Kerentanan Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Risiko bencana;
● Menghitung kemungkinan dampak/paparan risiko bencana: termasuk Jumlah jiwa
yang berada diwilayah berisiko bencana Jumlah nilai fisik bangunan diwilayah
berisiko bencana (yg menjadi tanggungan pemerintah); Jumlah nilai potensi ekonomi
diwilayah berisiko bencana; Jumlah luas lahan lingkungan diwilayah berisiko
bencana;
● Mengetahui tingkat kemampuan/kapasitas pemerintah dala mengelola risiko
bencana.

Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen
risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah
dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan
penanggulangan bencana disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk
mengurangi risiko bencana.

Pengkajian risiko bencana meliputi
2
:
1. Pengkajian tingkat ancaman;
2. Pengkajian tingkat kerentanan;
3. Pengkajian tingkat kapasitas;
4. Pengkajian tingkat risiko bencana;
5. Kebijakan penanggulangan bencana berdasarkan hasil kajian dan peta risiko bencana.

Gambar 10. Konsep Risiko Bencana.

Upaya pengurangan risiko bencana berupa :
1. Memperkecil ancaman kawasan;
2. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
3. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.

Berdasarkan gambar 9, konsep risiko kita pahami dengan memaknai bahwa:
• Risiko akan rendah jika ancaman rendah
• Risiko akan rendah jika kerentanan rendah
• Risiko akan rendah jika kapasitas tinggi


2
Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko.

32

Penting untuk dicatat bahwa pendekatan ini tidak dapat disamakan dengan rumus
matematika. Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman,
kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif tingkat risiko bencana suatu
kawasan.

Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencana amat bergantung
pada :
1. Tingkat ancaman kawasan;
2. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam;
3. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.


Pengkajian risiko bencana untuk menghasilkan kebijakan penanggulangan bencana disusun
berdasarkan komponen ancaman, kerentanan dan kapasitas. Komponen Ancaman disusun
berdasarkan parameter intensitas dan probabilitas kejadian. Komponen Kerentanan disusun
berdasarkan parameter sosial budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan. Komponen Kapasitas
disusun berdasarkan parameter kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem peringatan,
pendidikan pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan.

Hasil pengkajian risiko bencana terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Peta Risiko Bencana.
2. Dokumen Kajian Risiko Bencana

Mekanisme penyusunan Peta Risiko Bencana saling terkait dengan mekanisme penyusunan
Dokumen Kajian Risiko Bencana. Peta Risiko Bencana menghasilkan landasan penentuan
tingkat risiko bencana yang merupakan salah satu komponen capaian Dokumen Kajian Risiko
Bencana. Selain itu Dokumen Kajian Bencana juga harus menyajikan kebijakan minimum
penanggulangan bencana daerah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah jiwa terpapar,
kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Diagram Metode Pengkajian dapat dibaca
pada Gambar 10.

33

Gambar 11. Diagram Proses Pengkajian Risiko Bencana


Adapun Penanganan Risiko Bencana merupakan tindak lanjut dari hasil kajian
risiko yang merekomendasikan pilihan tindakan yang harus dilakukan terhadap
setiap risiko yang dikenali. Apakah risiko itu harus dihindari/dicegah, atau
dikurangi, atau dialihkan atau diterima?
Penanganan risiko bencana ini umumnya hanya dikenal sebagian praktisi
kebencanaan dalam pengertian pencegahan dan mitigasi. Padahal ada 4 (empat)
pilihan dalam menghadapi risiko yang dihadapi, yakni:
1. Pencegahan atau menghindari risiko, yakni apabila resikonya sangat besar
melampaui kemampuan masyarakat untuk menghadapinya.
Misal: memindahkan atau relokasi penduduk di bantaran sungai.
2. Mitigasi atau mengurangi risiko, yakni apabila risikonya masih dalam batas
kemampuan masyarakat untuk menghadapinya.
Misal: membangun tanggul sungai untuk mencegah banjir.
3. Pengalihan risiko, yakni membagi risiko yang harus menjadi beban
masyarakat dengan pihak lain yang dapat meringankan.
Misal: mengasuransikan aset publik kepada perusahaan asuransi.
4. Penerimaan risiko yakni menerima resiko yang mampu diatasi sendiri oleh
masyarakat, biasanya merupakan risiko kecil dan sisa dari opsi-opsi
sebelumnya yang sudah dilakukan.

34

Secara menyeluruh konsep manajemen risiko bencana dikenal sebagai Konsep
Pengurangan Risiko Bencana (Disaster Risk Reduction), yang selanjutnya
dikembangkan sesuai perkembangan. Seperti yang kita kenal Hyogo Framework
for Action (2005-2015) dan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (2015-
2030).
2) Manajemen Kedaruratan Bencana
Penanggulangan bencana pada intinya adalah manajemen kedaruratan bencana,
karena keadaan darurat bencana menuntut tindakan yang segera menghadapi
situasi yang mengancam jiwa manusia atau masyarakat. Sehingga tidak salah jika
kebanyakan orang menganggap penanggulangan bencana identik dengan
penanganan darurat.
Manajemen kedaruratan bencana dimaknai serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana.
Kedaruratan (emergency), menurut UNHCR (2000) terdiri dari 2 fase, yakni:
kesiapsiagaan (emergency preparedness) dan penanganan darurat (emergency
response). Kesiapsiagaan meskipun keberadaanya ada pada tahap prabencana,
akan tetapi pola manajemennya adalah manajemen kedaruratan. Oleh karena itu
UNDRR, dalam Hyogo Framework for Action (2005) maupun Sendai Framework
(2015) menyebutnya lengkap sebagai preparedness for effective response.
Kesiapsiagaan darurat meliputi kegiatan-kegiatan terkait:
▪ sistem peringatan dini
▪ perencanaan kontingensi
▪ penyiapan sumberdaya
▪ pelatihan, geladi dan simulasi
Penanganan darurat meliputi kegiatan-kegiatan yang dikelompokkan dalam
kluster atau gugus tugas untuk efektifitas penanganan dan rentang kendali
komando dan koordinasi, yakni:
▪ Pencarian dan Penyelamatan;
▪ Pengungsian dan Perlindungan;
▪ Kesehatan;
▪ Logistik;
▪ Pekerjaan Umum dan Utilitas;
▪ Pendidikan;
▪ Pemulihan Dini.

35


Berbeda dengan kedua manajemen yang lain dimana fungsi koordinasi sangat
diperlukan, maka dalam manajemen darurat ditambah lagi satu fungsi yakni fungsi
komando. Oleh karena itu pengorganisasian dalam manajemen darurat ini
menganut pada sistem komando penanganan darurat bencana. Saat ini sistem
tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Kepala BNPB No. 3 Tahun 2016, yang
pada dasarnya mengacu pada Incident Command System (ICS) yang diterapkan
di banyak negara.
3) Manajemen Pemulihan
Setiap kejadian bencana mempunyai 2 (dua) dampak utama yakni terhadap
masyarakat dan ekonomi, yakni berupa:
▪ kerusakan (total atau sebagian) dari aset fisik dan
▪ penurunan aktivitas ekonomi pada daerah terdampak.
Manajemen pemulihan bertujuan untuk mengembalikan dampak kerusakan
akibat bencana serta perbaikan ekonomi daerah yang terdampak. Oleh karena itu
pemulihan pascabencana ini sangat tergantung dari besarnya kerusakan dan
kerugian yang diderita, dan mengkaji kebutuhan yang diperlukan untuk
memulihkannya. Manajemen Pemulihan yang menekankan pada pemulihan
kehidupan masyarakat secara lebih baik dan aman (build back better and saver).
Untuk menghitung besarnya kerusakan dan kerugian itu Bank Dunia telah diminta
oleh Negara anggotanya untuk membantu merumuskan dan mendanai pemulihan
dan pembangunan kembali ekonomi pascabencana. Kemudian Bank Dunia
menggunakan metodologi pengkajian kerusakan dan kerugian akibat bencana
yang dikembangkan oleh UN-ECLAC (1972). Metodologi yang kemudian dikenal
dengan Damage and Losses Assessment (DaLA), yang kemudian dikembangkan
menjadi Post Disaster Need Assessment (PDNA) atau yang sekarang disebut Kajian
kebutuhan Pasca Bencana (Jitu Pasna).
Kajian akibat dan dampak bencana meliputi kajian terhadap infrastruktur, sosial,
dan ekonomi, serta peningkatan risiko bencana. Selanjutnya, dirumuskan
kebutuhan pemulihan terhadap sektor (1) infrastruktur; (2) perumahan dan
pemukiman, (3) Sosial; (4) ekonomi; (5) lintas sektor. Program yang akan
dilaksanakan pada tahap pemulihan ini sangat tergantung pada hasil kajian
kerusakan dan kebutuhan serta kemampuan pendanaan yang dimiliki oleh daerah
yang terdampak.
ASEAN telah memberikan panduan untuk manajemen pemulihan pascabencana,
antara lain diperlukan kesiapan berupa:

36

a. Kebijakan dan Perencanaan untuk pemulihan;
b. Menetapkan kelembagaan yang akan menangani pemulihan
c. Pengkajian pascabencana (PDNA)
d. Pengerahan sumberdaya dan pembiayaan untuk pemulihan;
e. Pelaksanaan, koordinasi, komunikasi dan pemantauan
Secara teknis untuk pelaksanaan pemulihan pascabencana di Indonesia telah
diatur dalam peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh BNPB, yang terakhir
adalah Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.


Refleksi
1. Jelaskan pilihan tindakan dalam penanganan risiko bencana.
2. Uraikan fase kedaruratan bencana, mengapa kesiapsiagaan
termasuk dalam manajemen kedaruratan bencana?
3. Jabarkan tujuan pemulihan pasca bencana dan sektor yang
segera dipulihkan.

37

BAB II
PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA


Bab ini membahas mekanisme dan tahapan penyusunan dokumen RPB serta struktur
dan isi dokumen RPB.

Setelah mempelajari bahasan bab ini, diharapkan dapat mengetahui gambaran
seluruh tahapan penyusunan RPB serta struktur dan isi dokumen.


A. Konsepsi Umum Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

1. Dasar Hukum dan Pengertian RPB
Potensi ancaman bencana tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia, diantaranya
seperti patahan aktif, gunung berapi, curah hujan tinggi, pergerakan tanah yang relatif
tinggi. Terdapat setidaknya 12 jenis ancaman bencana di Indonesia, sehingga tidak ada
satu Kabupaten/Kota yang aman dari ancaman bencana.
Mempertimbangkan kompleksitas permasalahan bencana dari sisi kerentanan,
besarannya dampak bencana, serta peluang terjadinya di waktu mendatang, maka
diperlukan suatu perencanaan yang komprehensif sehingga penanggulangan bencana
dapat dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu, terarah dan menyeluruh.
Perencanaan penanggulangan bencana yang tertuang dalam Regulasi yaitu:
● Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU
24/2007) pasal 35 dan pasal 36.
● Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana pasal 6; agar pemerintah dan pemerintah daerah
mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
● Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis
pada Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana, menggarisbawahi Kajian
Risiko Bencana, Rencana Penanggulangan Bencana dan Rencana Kontinjensi
merupakan dokumen wajib dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di
daerah.
● Peraturan Kepala BNPB Nomor. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana. Rencana Penanggulangan Bencana merupakan

38

rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/ bidang kerja
kebencanaan
3
.
Rencana Penanggulangan Bencana sekaligus sebagai perangkat advokasi bagi
Pemerintah Daerah demi menjamin dilaksanakannya penyelenggaraan
penanggulangan bencana di suatu daerah, sehingga Pemerintah Daerah dapat
mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan
penanggulangan bencana agar kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana
selaras dan terpadu, sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 ayat (5) Undang Undang
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
● RPB Merupakan Rencana Induk PB
RPB berisi rencana aksi PRB dan kerangka kerja—yang diuraikan lebih lanjut dalam
bentuk kerangka kerja penanganan pra bencana (Rencana PRB), saat bencana (RPKB)
dan pasca bencana (Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi). Lingkup RPB
merupakan rencana induk penanggulangan bencana bagi rencana-rencana lainnya,
seperti rencana aksi pengurangan risiko bencana, rencana mitigasi, rencana
kontinjensi, rencana penanggulangan kedaruratan bencana, rencana operasi dan
rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi, rencana pemulihan pasca
bencana/rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.
Maka sebagai rencana induk bidang penanggulangan bencana, RPB diharapkan
mampu mengoptimalkan penyelenggaraan penanggulangan bencana secara
sistematis, dan menjadi salah satu isu utama dalam perencanaan pembangunan di
nasional maupun daerah. Upaya ini dapat dilakukan dengan sinkronisasi RPB dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maupun dengan
perencanaan-perencanaan tematik lintas sektor di daerah. RPB disusun berdasarkan
hasil pengkajian risiko bencana sehingga memberikan objektivitas arah kebijakan
penanggulangan bencana di daerah.
● Posisi dan Kegunaan RPB dalam Perencanaan Pembangunan
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan
pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan
program/kegiatan yang terkait rencana aksi PRB, pengelolaan risiko bencana,
penanganan darurat, dan rencana pemulihan yang dimasukkan atau terintegrasi
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.
Sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, RPB harus menjadi bagian dari

3
Peratutan Kepala BNPB Nomor. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana.

39

rencana pembangunan. Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan cara
mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan bencana ke dalam rencana
pembangunan pusat dan daerah
4
.
Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun
2017, bagian dari penyusunan RPJMD perlu dilakukan perumusan permasalahan
pembangunan dan penelaahan dokumen perencanaan lainnya, sebelum perumusan
isu strategis daerah (pasal 43). RPB dalam hal ini adalah bagian dari dokumen
perencanaan lainnya yang harus ditelaah untuk menjadi masukan dalam perumusan
isu strategis daerah. Sehingga RPB bukan hanya perencanaan sektor penanggulangan
bencana, namun rencana multi sektor yang akan dilaksanakan oleh para pelaku
pembangunan.
Posisi RPB dengan perencanaan pembangunan daerah sebagai masukan isu strategis
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 12. Posisi RPB dalam Sistem Perencanaan Pembangunan

Proses pemaduan RPB dengan RPJM Daerah dapat dilakukan ketika (1) RPJMD dalam
proses penyusunan (Ex-ante) dan (2) setelah RPJM Daerah telah ada (Post-ante). Pada
posisi pertama, merupakan input pada proses penyusunan RPJM Daerah dalam
perumusan Visi dan Misi, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan
program yang selanjutnya menjadi pedoman penyusunan RKPD. Sedangkan pada
posisi kedua, posisi RPB melengkapi indikator dan program pembangunan bidang
bencana, ketika terjadi kesenjangan yang besar maka dapat diusulkan mengajukan

4
UU Nomor 24 tahun 2007, Pasal 39.

40

revisi RPJMD kepada kepala daerah, pengusulan ke dalam rencana strategis OPD,
pengusulan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKDP), atau pengusulan
untuk menjadi kegiatan lembaga non-pemerintah.
RPB juga menjadi indikator salah satu pencapaian penyelenggaraan penanggulangan
bencana di daerah dan merupakan pelayanan yang secara konstitusional berhak
diterima warga negara secara minimal, sebagaimana ditetapkan dalam Permendagri
Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis pada Standar Pelayanan Minimal Sub
Urusan Bencana.
Sebagaimana dijelaskan diatas, maka kegunaan RPB ialah:
1. Masukan untuk RPJMND, RKPK/L/D, Renstra K/L/OPD, dan Renja K/L/OPD;
2. Bahan penyusunan RTRW Daerah;
3. Rujukan program dan kegiatan dukungan dari para pelaku PB (OMS, Perguruan
Tinggi, Lembaga Usaha);
4. Rujukan bagi pemerintah desa/kelurahan untuk perencanaan program dan
kegiatan penanggulangan bencana.



B. Mekanisme Dan Tahapan Penyusunan RPB
1. Mekanisme Penyusunan RPB
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana daerah dengan melibatkan
partisipasi pemangku kepentingan baik pemerintah, lembaga non-pemerintah,
akademisi, dan masyarakat, sehingga dokumen RPB merupakan dokumen yang
dimiliki oleh pemangku kepentingan di daerah untuk dilaksanakan bersama secara
bertanggung jawab.

Para Pemangku kepentingan Non Pemerintah juga dapat berperan dan berkontribusi
dalam melaksanakan/menjalankan rencana aksi yang terdapat dalam dokumen
rencana penanggulangan daerah, dengan berkoordinasi dan tersinkronisasi terlebih
dahulu dengan Pemerintah dan Pemerintah daerah setempat.

Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko
bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan
penanggulangan bencana dan rincian anggarannya, yang merupakan bagian dari
perencanaan pembangunan.
Refleksi
1. Apakah dokumen rencana pembangunan dan rencana sektoral tematik
lain di daerah telah selaras dengan rencana penanggulangan bencana?
2. Bagaimana keterlibatan para pelaku dalam pelaksanaan penyelenggaraan
penanggulangan bencana di daerah?

41



a) Penganggaran
Penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana ini dapat menggunakan
beberapa sumber pendanaan, baik pendanaan tunggal maupun pendanaan bersama
beberapa sumber pendanaan, pendanaan tersebut antara lain :
● APBN
● APBD
● Dukungan dana dari lembaga usaha, lembaga sosial, lembaga donor dan
lembaga lain serta sumber pendanaan lain yang tidak mengikat
b) Waktu Penyusunan
Waktu penyusunan ini sebaiknya menyesuaikan dengan periode jabatan Kepala
Daerah. Hal ini akan berkaitan dengan perencanaan lain di daerah seperti RPJMD,
RTRW, dan perencanaan lainnya. Waktu ideal penyusunan dokumen RPB adalah
sebelum ditetapkannya RPJMD yang baru, sehingga dokumen RPB dapat menjadi
masukan bagi penyusunan RPJMD. Masa berlaku dokumen pun dapat mengikuti masa
berlaku RPJMD. Artinya, jika masa RPJMD 5 tahun, maka dokumen RPB pun berlaku
selama 5 tahun, namun jika penyusunan dokumen RPB di tengah-tengah masa
RPJMD, maka dokumen RPB mengikuti sisa masa berlakunya RPJMD.
c) Tim Penyusun
Penyusunan RPB dikoordinasikan oleh BPBD, namun jika daerah belum memiliki
BPBD, maka koordinasi dilakukan oleh Bappeda atau OPD yang memiliki tugas dan
fungsi bidang penanggulangan bencana.
Pada pelaksanaannya, koordinator dapat menyusun tim yang berperan untuk
mengorganisasikan, memfasilitasi, menyiapkan rancangan dokumen, dan
memastikan substansi dokumen. Tim tersebut sebagai berikut:
Penyusun Penjabaran Tugas
Tim Teknis Terdiri dari perwakilan
beberapa OPD yang berkaitan
dengan kebencanaan di daerah,
baik secara langsung maupun
tidak langsung. Personil yang
masuk dalam tim ini tidak harus
Kepala OPD atau pejabat pada
instansi tersebut, tapi bisa saja
diisi oleh personil yang
memiliki pemahaman substansi
- Memberikan data dan informasi
secara substansi untuk RPB
- Mengawal proses penyusunan
RPB dan bertanggung jawab
terhadap kualitas RPB
- Menyelaraskan arah kebijakan
dan sebagai quality control
- Menindaklanjuti dokumen RPB
dalam pengarusutamaan pada
pelaku dan dokumen
perencanaan lainnya

42

dan dapat memberikan
informasi.
Tim Penulis Tim yang akan menyusun
dokumen RPB berdasarkan
bahan-bahan yang dihasilkan
dari tiap-tiap tahapan. Tim ini
dapat terpisah atau merupakan
bagian dari tim teknis daerah.
Atau dapat merekrut dari pihak
di luar OPD.
- menuliskan dokumen RPB
sesuai dengan format yang
telah ditentukan dalam
pedoman penyusunan RPB
- Melakukan studi literatur dan
turut serta dalam pengumpulan
data
- Menjadi notulen dan
merumuskan hasil dari tiap-
tiap tahapan teknis yang
dilaksanakan
- Menuangkan dan merumuskan
tulisan agar mudah dipahami
Tim Fasilitator Seseorang atau beberapa orang
yang membantu suatu
kelompok untuk memahami
tujuan bersama dan membantu
membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa
mengambil posisi tertentu
dalam diskusi.
- Menyiapkan bahan-bahan
untuk fasilitasi
- Menentukan metode fasilitasi
yang sesuai dengan tujuan dan
kondisi peserta
- Mengarahkan/mengingatkan
peserta kembali pada tujuan
jika diskusi meluas ke tema
yang berbeda
Tim
Penyelenggara
(Sekretariat)
Tim yang bertanggung jawab
mengkoordinasikan
penyusunan dokumen RPB
secara teknis penyelenggaraan
kegiatan. Tim ini dapat berasal
dari BPBD atau instansi lain
(misalnya Bappeda) jika di
daerah belum ada BPBD atau
kondisi lain yang menyebabkan
BPBD tidak mampu menjadi
pelaksana.
- Menyusun timeline tiap tahapan
penyusunan RPB
- Mengidentifikasi pihak-pihak
yang akan dilibatkan dalam
proses penyusunan RPB
- Mempersiapkan
penyelenggaraan secara teknis
untuk tiap tahapan penyusunan
RPB
- Melaksanakan tugas-tugas yang
berkaitan dengan administrasi
kegiatan

d) Pembaharuan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana
Pembaruan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dilaksanakan setiap habis masa
perencanaannya yaitu dalam kurun 5 (lima) tahun. RPB dapat ditinjau sebelum habis
masa perencanaan. Peninjauan ulang tersebut dapat dilakukan setiap 2 (dua) tahun,
bila terjadi bencana besar yang membutuhkan perubahan pada sasaran dan aksi
daerah atau telah disusun kajian risiko bencana terbaru. Proses penyusunan

43

pembaharuan dokumen rencana penanggulangan bencana harus berkoordinasi dan
berkonsultasi dengan BNPB untuk dilakukan pendampingan/asistensi dan review.


2. Tahapan Penyusunan RPB
Proses penyusunan dokumen RPB dapat dikelompokkan dalam 6 tahapan utama,
yaitu: (1) persiapan umum; (2) pembentukan Tim Teknis dan Rencana Kerja; (3)
Penyusunan Rancangan Awal RPB; (4) diskusi publik Penyusunan Rancangan RPB,
(5) Lokakarya Konfirmasi Rancangan Akhir RPB; dan (6) tahap finalisasi. Namun
perlu menjadi catatan bahwa ada beberapa kegiatan untuk menunjang 6 (enam)
kegiatan utama, seperti audiensi kepada kepala daerah, asistensi, dan review.
Penjelasan agenda pembahasan masing-masing tahapan tersebut pada keterangan
berikut.
1. Persiapan Umum
Aktivitas pada tahap persiapan ialah melakukan pengumpulan dokumen,
pelaksanaan rapat persiapan untuk menyusun Kerangka Acuan Kegiatan
Penyusunan Dokumen RPB dan persiapan agenda audiensi ke kepala daerah.
Pada tahap awal ini, pengelola penanggung jawab kegiatan melakukan
pengumpulan data dan dokumen -dokumen penting untuk mendukung
penyusunan, seperti dokumen Kajian Risiko Bencana, Dokumen Perencanaan
Pembangunan, dan dokumen perencanaan terkait penanggulangan bencana.
Pada rapat persiapan membahas kesiapan sumber daya baik personel dan
keuangan, maupun waktu pelaksanaan, dokumen pendukung diantaranya Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKP), dengan kesiapan tersebut dapat direncanakan pelaksanaanya
menggunakan mekanisme swakelola atau kontraktual. Rapat menghasilkan draft
Rencana Acuan Kegiatan penyusunan RPB yang dalam waktu singkat harus
segera disusun untuk dikonsultasikan pada BNPB.
Pada tahap ini juga diperlukan untuk berkoordinasi dengan BNPB dan Kemdagri
untuk dapat mensinergikan program Pemerintah daerah dan pusat.

44

2. Pembentukan Tim Kerja dan Rencana Kerja
Kegiatan dalam tahap kedua terbagi dalam beberapa aktivitas, yaitu
a. Audiensi ke Kepala Daerah
Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan tujuan penyusunan dokumen
RPB, sehingga pelaksana mendapat dukungan komitmen kepala daerah baik
pada saat proses penyusunan maupun hingga proses legalisasi menjadi
peraturan, serta dapat mengamanatkan pada OPD untuk mendukung
kegiatan.
b. Rapat Koordinasi Pimpinan OPD dan Para Pelaku Penanggulangan
Bencana
Pada rapat koordinasi, minimal topik pembahasannya yaitu:
● Sosialisasi penyusunan RPB
● Sosialisasi hasil KRB
● Penjabaran kebutuhan sumber daya dan personil Tim Teknis
Hasil rapat koordinasi berupa usulan anggota Tim Teknis untuk mengawal
proses penyusunan dokumen RPB, yang selanjutnya pengelola kegiatan akan
menyusun draft Surat Keputusan tentang Tim Teknis.

c. Penyusunan Rencana Kerja
Setelah Tim Teknis telah terbentuk, kegiatan selanjutnya adalah menyusun
rencana kerja. Rencana kerja yang dimaksud adalah rencana kerja Tim Teknis
daerah. Tim ini yang akan mengawal proses penyusunan RPB dan
bertanggung jawab terhadap kualitas RPB, sehingga diperlukan perencanaan
rinci setiap kegiatan terkait input dan keluaran kegiatan, peserta/pelibat,
bentuk kegiatan dan durasi, serta waktu pelaksanaan, serta pembagian peran
dari masing-masing anggota Tim Teknis.

Adanya dokumen rencana kerja ini mempermudah proses kontrol kualitas
penyusunan berjalan secara efektif dan agar dokumen RPB berhasil guna.

3. Penyusunan Rancangan Awal RPB
Tahap ini merupakan tahap untuk menyusun rancangan awal dokumen RPB yang
dilaksanakan dengan serial 3-4 kali FGD. Pada tahapan ini dilaksanakan
pengumpulan data, penentuan bencana prioritas, identifikasi akar masalah,
perumusan isu strategis, dan perumusan rencana aksi.

Pada diskusi publik ini dibutuhkan fasilitator, penulis, dan tim teknis sebagai
peserta kegiatan. Pada kegiatan ini menghasilkan keluaran adalah rancangan
awal dokumen RPB, yang dapat dikatakan rancangan teknokratis.

45

Proses penyusunan rancangan awal sebagai berikut:

Gambar 13. Alur Proses Penyusunan Rancangan Awal Dok.RPB

3. Diskusi Publik Penyusunan Rancangan RPB
Setelah rancangan awal telah disusun dan telah melakukan konsultasi dengan
BNPB dan/atau tim asistensi disertai perbaikan telah dilakukan pada rancangan
awal, tahap selanjutnya adalah menyelenggarakan diskusi publik untuk
menetapkan rumusan-rumusan isu strategis, kerangka kerja, program RPB, dan
rencana aksi RPB daerah. Forum diskusi publik diselenggarakan untuk menggali
masukan dan perbaikan, serta komitmen para pihak di daerah, target
pembahasan hingga menyepakati rancangan dan menghasilkan draft dokumen
RPB secara utuh, dari BAB 1 (Pendahuluan) hingga BAB akhir (Penutup).
Pelaksanaan tahap ini dilakukan melalui lokakarya selama 1-2 hari yang dihadiri
seluruh stakeholder, yaitu: Pemerintah, Masyarakat, NGO, Perguruan Tinggi,
Lembaga Usaha, dibantu oleh fasilitator dan penulis.

Agenda pembahasan:
1. Penetapan Isu Strategis Prioritas
2. Penetapan Rencana Aksi Prioritas
3. Harmonisasi/Pemaduan
4. Penyusunan Rencana Tindak Lanjut
a. Rencana Monitoring dan Evaluasi
b. Rencana Legalisasi

46

Setelah mendapatkan masukan dari para pihak serta mendapatkan review akhir
tingkat Kementerian/Lembaga (BNPB, Kemendagri, Kemenkeu) yang
dilaksanakan di Jakarta, selanjutnya Tim Teknis Daerah akan menyampaikan
hasil kepada Kepala Daerah dan OPD (Bappeda, DPKAD) untuk mendapatkan
persetujuan.

4. Lokakarya Konfirmasi Penyusunan Rancangan Akhir RPB
Diskusi publik ini merupakan tahapan kegiatan akhir bersama para stakeholder
daerah, tujuannya untuk melakukan konfirmasi dengan menggali masukan akhir
yang bersifat minor dan menghasilkan kesepakatan draft final dari para
stakeholder daerah. Diskusi akhir ini juga memerlukan fasilitator dan penulis.

5. Finalisasi
Tahapan Finalisasi Dokumen bertujuan untuk menghasilkan dokumen RPB yang
sudah telah final, yang disusun berdasarkan masukan minor pada saat Diskusi
Publik konfirmasi. Proses finalisasi melibatkan penulis dan tim teknis.
Proses selanjutnya adalah Legalisasi Dokumen, bertujuan untuk mengesahkan
dokumen RPB menjadi lembaran daerah, sehingga dapat menjadi acuan
penyusunan RPJMD.
Setelah disahkan, dokumen RPB tersebut diserahkan kepada BNPB dan
Kemdagri. berikutnya diseminasi kepada OPD, Organisasi Masyarakat Sipil,
Lembaga Usaha, Perguruan tinggi.



Gambar 14. Tahapan Penyusunan RPB
6. Asistensi RPB
Asistensi dilakukan untuk mengecek keabsahan metodologi, keabsahan proses
dan sinkronisasi kebijakan antara nasional. Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Asistensi/pendampingan dilakukan oleh Tim Asistensi Nasional yang dibentuk
Persiapan Umum
•Penyusunan Dokumen
KRB
•Persiapan Administratif
•Asistensi Rencana Kerja
Tahap Pembentukan Tim
Teknis dan Rencana Kerja
•Rakor Pimpinan OPD
•Sosialisasi
•Pembentukan Tim Teknis
Tahap Penyusunan Rancangan
Awal RPB
•Penentuan Bencana Prioritas
•Identifikasi Masalah Pokok
•Perumusan Isu Strategis
•Perumusan Rencana Aksi
•Asistensi 2
Tahap Diskusi Publik:
Penyusunan Rancangan RPB
•Penetapan Isu Strategis
•Penetapan Rencana Aksi
•Penyusunan Rencana
Pengendalian dan Evaluasi
•Review Akhir KL
Tahap Lokakarya Konfirmasi
Penyusunan Rancangan Akhir
RPB
•Penyampaian ke Bappeda dan
BPKAD
•Lokarya Konfirmasi
Tahap 5: Finalisasi
•Finalisasi Dokumen
•Legalisasi
Asistensi 1
Asistensi 2 Reviu Akhir K/L
Penyampian Draft Kepada
Pimpinan Daerah

47

oleh BNPB yang terdiri dari perwakilan K/L, Perguruan tinggi, dan praktisi
Kebencanaan.

7. Reviu Akhir Kementerian/Lembaga
Review akhir dilakukan untuk keterkaitan dan sinkronisasi program antara RPB
daerah dengan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB), Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN), maupun kebijakan-kebijakan Penanggulangan Bencana lainnya yang
ada di tingkat nasional. Tim review terdiri dari BNPB, KementerianPPN/Bappenas,
dan Kemdagri serta Kementerian/Lembaga terkait lainnya

2. Rencana Kerja Penyusunan RPB
Rencana kerja penyusunan RPB merupakan dokumen rencana acuan pelaksana
dalam bentuk Rencana Acuan Kegiatan (KAK). KAK merupakan dokumen
perencanaan kegiatan yang berisi penjelasan/keterangan mengenai apa, mengapa,
siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan.
KAK berisi uraian tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, masukan yang
dibutuhkan, dan hasil yang diharapkan dari suatu kegiatan.



Tugas:
1. Sebelum menyusun KAK, susunlah poster yang menggambarkan diagram
proses bagaimana seluruh tahapan dan kegiatan pokok akan dilaksanakan.
2. Dasarkan hasil tugas diatas, susunlah rencana kerja berdasarkan tabel
matrik rencana kerja di bawah, tabel ini membantu penyusunan KAK.

TAHAPAN/
KEGIATAN/
SUB-
KEGIATAN
KELUARAN MATERI/
MUATAN/ HASIL
YANG DIPERLUKAN
(INPUT)
PELIBAT
/PESERTA
BENTUK
KEGIATAN/
DURASI
JADWAL
(B-X, M-
Y)






3. Jika asumsi penyusunan RPB membutuhkan; Tim Teknis, Tim Fasilitator/
Fasilitator, Tim Penulis, Tim Pelaksana/ Penyelenggara,
Diskusikan penjabaran tugas, kriteria/persyaratan dari tim atau anggota
tim; berapa orang yang dibutuhkan.

4. Selanjutnya susunlah KAK yang menjelaskan urgensi kegiatan, hasil yang
diharapkan, metode dan tahapan, pelaksana, waktu kegiatan, dan biaya

48

yang dibutuhkan. Susunan format KAK dapat menggunakan format
dibawah ini:

Rencana Acuan Kegiatan minimal berisi
5
:
I. Latar Belakang
• Dasar Hukum
Menjelaskan dasar hukum yang terkait dan kebijakan Kementerian
Negara/Lembaga yang merupakan dasar keberadaan kegiatan/aktivitas
berkenaan berupa Peraturan Perundangan yang berlaku, Rencana
Strategis Kementerian Negara/Lembaga, dan Tugas Fungsi Kementerian
Negara/Lembaga,

• Gambaran Umum
Gambaran umum merupakan penjelasan secara singkat mengapa
kegiatan tersebut dilaksanakan dan alasan penting kegiatan tersebut
dilaksanakan.

• Keterkaitan kegiatan
Menjelaskan keterkaitan kegiatan yang dipilih dengan kegiatan keluaran
(output) dalam mendukung pencapaian sasaran dan kinerja
program/yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan
kebijakan.

II. Maksud dan Tujuan
Menjelaskan mengapa kegiatan harus dilaksanakan dan berisikan hasil
akhir yang diharapkan dari suatu kegiatan (bersifat kualitatif) serta
manfaat (outcome) kegiatan.

III. Kegiatan yang dilaksanakan
Menjelaskan uraian kegiatan apa (what) yang akan dilaksanakan dan
batasan kegiatan.

IV. Indikator Keluaran dan Keluaran
Menjelaskan indikator keluaran berupa target yang ingin dicapai dan
keluaran (output) yang terukur dalam suatu kegiatan.

V. Cara Pelaksanaan Kegiatan
Metode Pelaksanaan
Tahapan Kegiatan

VI. Lokasi/tempat

5
http://www.wikiapbn.org/kerangka-acuan-kerja/

49

Lokasi pelaksanaan program dan kegiatan
VII. Pelaksana dan Penanggungjawab
Menjelaskan siapa (who) saja yang terlibat dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatannya, yang berisi informasi tentang:
● Pelaksana Kegiatan
● Penanggung Jawab Kegiatan
● Penerima Manfaat dan pelibat

VIII. Jadwal Kegiatan
● Waktu pelaksanaan kegiatan
● Matriks pelaksanaan kegiatan (Time Table)

IX. Biaya
Total Biaya dan rincian biaya seluruh tahapan kegiatan dan
kebutuhan. Dijabarkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).

X. Penandatangan KAK




C. Struktur Isi Dokumen RPB
Sebagai dokumen perencanaan, Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) secara umum
memuat dasar pemikiran disusunnya rencana, analisa masalah, isu strategis yang
dipilih, tujuan dan sasaran umum rencana, serta rencana aksi berupa kegiatan yang
secara terinci dimaksudkan untuk mencapai sasaran tersebut.
Secara khusus, RPB disusun berdasarkan hasil kajian risiko bencana, termasuk penilaian
kapasitas di daerah, untuk menentukan prioritas bencana yang akan ditangani dalam
rencana program 5 tahun. Rincian isi dokumen RPB terdiri 7 Bab dilengkapi dengan
Ringkasan Eksekutif, sebagai berikut:

Ringkasan Eksekutif
Daftar Istilah
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Kerangka Pikir
D. Kedudukan Dokumen
BAB IV Tujuan, Sasaran, Strategi dan
Arah Kebijakan, Serta Program
A. Tujuan dan Sasaran
B. Strategi dan Arah Kebijakan
C. Program Kebencanaan
BAB V Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Risiko Bencana
A. Rumusan Rencana Aksi

50

E. Landasan Hukum
F. Ruang Lingkup
BAB II Karakteristik dan Isu
Strategis Kebencanaan Daerah
A. Karakteristik Kebencanaan
Daerah
B. Risiko Bencana Daerah
C. Prioritas Bencana Yang
Ditangani
D. Masalah Pokok
E. Rumusan Isu Strategis
BAB III Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
A. Kebijakan Penanggulangan
Bencana Nasional
B. Kebijakan Penanggulangan
Bencana Daerah
C. Kerangka Kerja Pra Bencana
D. Kerangka Kerja Saat Bencana
E. Kerangka Kerja Pasca Bencana
F. Pendanaan Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana

B. Pemaduan Para Pihak
C. Pemaduan ke Perencanaan
Lainnya
BAB VI Koordinasi, Pemantauan, dan
Evaluasi
A. Koordinasi
B. Pemantauan
C. Evaluasi
BAB VII Penutup
Daftar Pustaka
● Lampiran I MATRIK LOKASI
PROGRAM/KEGIATAN
● Lampiran II KAJIAN RISIKO
BENCANA

51

BAB III
PRIORITAS RISIKO BENCANA DAN ISU STRATEGIS
PENANGGULANGAN BENCANA


Bab ini membahas proses penilaian prioritas risiko bencana yang ditangani dan proses
penilaian isu strategis daerah.

Setelah mempelajari bahasan bab ini, diharapkan dapat:
1. Memproyeksikan prioritas risiko bencana yang ditangani
2. Merumuskan permasalahan terkait penanggulangan bencana di daerah
3. Merumuskan isu-isu strategis penanggulangan bencana di daerah



A. Proses Penentuan Prioritas Risiko Bencana yang ditangani

Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa rencana
penanggulangan bencana berbasis pada pengkajian risiko bencana. Sehingga risiko
bencana yang diprioritaskan untuk ditangani telah tertuang dalam Dokumen KRB—
pada Bab 3—sehingga pada bagian ini mengacu pada hasil prioritas bencana yang
ditangani dalam KRB.

Namun demikian, untuk kepentingan penyusunan dokumen RPB perlu menambahkan
analisis jika risiko bencana berubah dan / atau terjadi kejadian bencana, risiko bencana
tersebut dinyatakan dalam status bencana nasional dan daerah, misalnya tentang Pandemi
COVID-19 dengan status bencana nasional.

Prioritas risiko bencana yang ditangani disusun untuk menentukan prioritas
pemenuhan sumber daya daerah khususnya dalam kegiatan penanggulangan bencana
yang spesifik (RAD PRB). Risiko bencana yang tidak prioritas bukan berarti tidak
dilakukan upaya pengelolaan, melainkan pengelolaannya melalui tindakan / kegiatan
dan mekanisme general yang dijabarkan dalam Kerangka Penyelenggaraan Bencana
baik manajemen risiko, manajemen kedaruratan, dan manajemen pemulihan.

Prioritas risiko bencana dilakukan:
1) Ketika terdapat perubahan risiko bencana atau terjadi kejadian bencana di daerah
atau secara nasional, maka proses prioritas ditentukan dengan mempertimbangkan
tingkat risiko dan tingkat kerawanan atau kecenderungan (trend) terjadinya
bencana tersebut.
2) Dokumen KRB belum menjelaskan Prioritas Risiko Bencana yang ditangani.

Proses perumusan prioritas risiko bencana yang ditangani jika kedua hal tersebut
terpenuhi, yakni dengan melakukan analisis pada komponen:

52

a) Tingkat risiko bersumber dari Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB),

b) Tingkat kerawanan/kecenderungan kejadian dihasilkan dari catatan sejarah
kejadian bencana yang ada di daerah dan / atau merujuk pada DIBI BNPB.

Merujuk pada Pedoman Penyusunan RPB, Analisa kecenderungan kejadian bencana
dibedakan dalam 2 (Dua) kategori jenis bahaya bencana sebagai berikut:
1. Untuk jenis bahaya bencana hidrometeorologis, karena jenis bahaya ini sangat
tergantung kepada kondisi iklim dan daya dukung lingkungan hidup dalam sebuah
kawasan, maka dapat dilihat kecenderungannya berdasarkan data kejadian
bencana. Misalnya, semakin buruk kondisi lingkungan hidup, maka akan semakin
besar bahaya bencana yang mungkin terjadi. Analisa kecenderungan dilakukan
dengan menunjukkan jumlah kejadian bencana pada minimal 10 (sepuluh) tahun
terakhir. Data kejadian ditampilkan dalam bentuk grafik. Sebisa mungkin, data
kejadian juga dilengkapi dengan nama bulan kejadian, agar bisa diketahui
kecenderungan waktu terjadinya bencana. Data kejadian bencana tersebut dapat
diambil dari DIBI yang dikelola oleh BNPB atau data dari BPBD.
2. Untuk jenis bahaya bencana geologis, analisa kecenderungan bisa dilakukan
berdasarkan data kejadian dalam waktu minimal 100 (seratus) tahun terakhir. Data
kejadian bencana geologis, seperti gempabumi, gerakan tanah, gunungapi, diambil
dari DIBI yang dikelola BNPB atau data dari instansi yang berwenang atau data
pemerintah daerah. Data kejadian tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik.
Pengetahuan masyarakat lokal terkait kejadian bencana juga dapat menjadi sumber.

⮚ Langkah penentuan prioritas risiko bencana yang ditangani:
1. Rujuk tingkat risiko yang telah tertuang dalam dokumen Kajian Risiko Bencana
daerah (Provinsi, Kabupaten/kota).



Contoh tingkat risiko berdasarkan KRB ialah:


Gambar 15. Contoh Tingkat Risiko Bencana Kab. Tasikmalaya

53

2. Analisis sejarah kejadian bencana berdasarkan dokumen daerah dan DIBI BNPB.
Kompilasikan sejarah kejadian bencana dalam periode 10 tahun terakhir
berdasarkan data yang dimiliki daerah dan DIBI BNPB, atau periode 100 tahun
untuk bencana geologis.

Tabel analisis kejadian bencana sebagai berikut:
Jenis
Bencan
a
Jumlah
Kejadia
n
Korban Kerusakan Rumah Fasilitas
Meninggal
& hilang
Luka
-luka
Menderita
&
Menungsi
Bera
t
Sedang Ringan Kesehatan Pendidikan Peribadatan



Contoh hasil analisis kejadian dibawah ini:

Gambar 16. Contoh Sejarah bencana Kab. Nagan Raya 2009-Juni 2019

3. Analisis kecenderungan kejadian bencana
Berdasarkan sejarah kejadian, susunlah kecenderungan kejadian bencana,
untuk mempermudah dengan format grafik kecenderungan yang dapat
diketahui selama periode tertentu. Dari grafik dapat menilai kecenderungan
kejadian Meningkat, Tetap, dan Menurun menggunakan tabel kecenderungan.

Contoh grafik kecenderungan yang diambil dari DIBI BNPB ialah:

54

Gambar 17. Contoh Grafik Kecenderungan kejadian Bencana Kab. Nagan Raya2009-Juni 2019.

.
Berdasarkan data kejadian dan grafik diatas, maka lakukan analisis
kecenderungan menggunakan tabel analisis berikut:

Tabel 1. Tabel Analisis Kecenderungan Kejadian Bencana
Jenis
Bencana
Gambaran
Kecenderungan
Tingkat Kecenderungan:
Menurun/Tetap/Meningkat
Suber
Data/informasi
atau Rujukan






Gambar 18. Contoh Analisis Kecenderungan kejadian Bencana Kab. Nagan Raya 2009-2019

55

4. Analisis kedua komponen dengan menyandingkan Tingkat Risiko Bencana
dengan kecenderungan bencana.
Berdasarkan tingkat risiko dan sejarah kejadian, diperoleh hasil keterangan
tingkat kerawanan dan tingkat kecenderungan.

Sebagai contoh, hasil analisis sandingan sebagai berikut

Tabel 2. Contoh Analisis Tingkat Risiko dan Kecenderungan Kab. Nagan Raya
Jenis Bencana Tingkat
Risiko
Tingkat
Kecenderungan
Argumentasi
tingkat
kecenderungan
Banjir Tinggi Tetap Intensitas kejadian
tinggi dan
berulang, dampak
besar dan luas
Banjir Bandang Tinggi Tetap
Cuaca Ekstrem Tinggi Meningkat Intensitas kejadian
berulang, dampak
luas
Gempa Bumi Tinggi Tetap Jalur sesar aktif
Gelombang
Ekstrem dan Abrasi
Sedang Tetap -
Kebakaran Hutan
Lahan
Tinggi Meningkat Intensitas kejadian
tinggi dan
berulang, dampak
luas
Kekeringan Tinggi Tetap -
Tanah Longsor Tinggi Tetap
Tsunami Tinggi Tetap Jalur sesar aktif,
ada garis pantai

5. Analisis Prioritas Bencana

Penentuan prioritas dilakukan dengan memasukkan jenis bencana pada kolom
matrik sesuai keterangan pada langkah ke-4 sebagai berikut:


Tabel 3. Matrik Analisis Risiko Bencana Prioritas dan Bukan-Prioritas
PRIORITAS BENCANA
YANG DITANGANI
KECENDERUNGAN KEJADIAN BENCANA
MENURUN TETAP MENINGKAT
TINGKAT
RISIKO

RENDAH

56

BENCANA SEDANG

Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi,

TINGGI

Banjir, Banjir
Bandang,
Gempabumi,
Tanah longsor,
Kekeringan,
Tsunami
Cuaca ekstrem,
Kebakaran hutan
dan lahan

Keterangan Warna
Prioritas
Bukan-Prioritas
Bukan-Prioritas




6. Menentukan Prioritas
Berdasarkan matrik penentuan risiko, risiko bencana yang berada dalam kolom
merah merupakan risiko bencana prioritas yang akan ditangani daerah.
Selanjutnya bahas bersama para peserta diskusi risiko bencana tersebut untuk
mendapatkan kesepakatan, dalam pembahasan tidak menutup kemungkinan
terdapat pertimbangan lain, misalnya pertimbangan dampak bencana ataupun
keputusan politis sehingga daftar risiko prioritas dapat berubah.
Jika berdasarkan matrik prioritas contoh diatas, maka risiko bencana prioritas
di Kabupaten Nagan Raya ialah:
(1) Banjir
(2) Banjir Bandang
(3) cuaca ekstrim
(4) Gempabumi
(5) kebakaran hutan dan lahan
(6) Tanah Longsor
(7) Kekeringan
(8) tsunami.

57





Tugas :
1. Kaji prioritas risiko bencana yang tertuang pada dokumen Kajian Risiko
Bencana (KRB), prioritas risiko bencana yang ditangani pada KRB
merupakan acuan menyusun masalah pokok dan isu strategis.
2. Jika risiko berubah dan atau terjadi kejadian bencana Nasional/Daerah;
jika Dokumen KRB belum memuat prioritas risiko bencana yang ditangani,
bencana, simulasikan bagaimana menetapkan ‘Risiko Bencana Prioritas
dan Bukan-Prioritas’ dengan matrik analisis tingkat risiko bencana dan
data kecenderungan (trend) kejadian bencana.
3. Kumpulkan data-data sumber untuk menganalisis tingkat kerawanan risiko
bencana dan kecenderungan (trend) untuk mendukung data
kecenderungan (trend) kejadian bencana?
4. Gunakan matrik evaluasi “tingkat risiko – kecenderungan
kejadian/bencana” catatlah semua keterangan
pertimbangan/argumentasinya.
5. Laporkan hasil dalam bentuk slide-presentasi (ppt).

58

B. Identifikasi Masalah Pokok Dan Isu Strategis
1) Identifikasi Masalah Pokok
Masalah pokok merupakan masalah yang utama terkait penanggulangan bencana.
Masalah pokok juga diartikan sebagai faktor pemicu yang mengharuskan daerah
melakukan pengelolaan risiko untuk tiap-tiap bencana prioritas. Dengan
melakukan identifikasi masalah pokok terkait penanggulangan bencana yang
akan diselesaikan, daerah telah mendapatkan kunci kunci keberhasilan dalam
mengurangi korban jiwa, kerugian serta kerusakan lingkungan dari tiap-tiap
bencana prioritas.
a) Proses Identifikasi Masalah Pokok
Identifikasi masalah masalah-masalah pokok dalam pengelolaan risiko bencana di
daerah dengan menentukan 3 (Tiga) masalah pokok (underlying factor) untuk
setiap komponen gabungan berikut ini:
1. Faktor keterpaparan (kerawanan) dan kerentanan yang membangun risiko
bencana; dari risiko bencana yang menjadi prioritas.
2. Kesenjangan pencapaian kapasitas penanggulangan bencana; berdasarkan
evaluasi (penilaian) kapasitas penanggulangan bencana (Indeks Ketangguhan
Daerah/IKD atau instrumen lainnya yang ditentukan oleh BNPB).
3. Kesenjangan terhadap pencapaian isu strategis RPJMD atau visi/misi kepala
daerah terpilih terkait penanggulangan bencana; isu strategis atau visi/misi
urusan penanggulangan bencana, atau kesenjangan pada pencapaian
sasaran/tujuan RPJMD yang peka atau rawan terhadap bencana.

Proses identifikasi dan analisis dilaksanakan secara partisipatif untuk
mendapatkan 3 (tiga) masalah pokok dari setiap kelompok komponen diatas.
Untuk membantu proses analisis masalah pokok, beberapa aspek penting dapat
dipertimbangkan, yaitu:
● Faktor pemicu yang menjadi penyebab suatu daerah wajib melakukan
pengelolaan risiko untuk tiap-tiap bencana prioritas
● Kawasan/area/komponen apa saja yang terpengaruh langsung oleh tiap-tiap
masalah atau faktor pemicu tersebut.
● Dampak yang terjadi di kawasan/area/komponen tersebut dengan adanya
akar masalah.
⮚ Langkah Identifikasi Masalah Pokok
 Komponen pertama; Faktor keterpaparan (kerawanan) dan kerentanan yang
membangun risiko bencana; dari risiko bencana yang menjadi prioritas

1) Identifikasi faktor/kondisi yang mengakibatkan tingginya keterpaparan
daerah terhadap bahaya bencana, untuk semua bencana yang menjadi
prioritas. Gunakan dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) terutama pada
analisis ancaman. Dokumen lainnya misalnya laporan analisis/kajian risiko
atau rawan bencana formal lainnya untuk bahaya/risiko bencana diluar ruang

59

lingkup KRB (misalnya untuk jenis epidemi dan wabah penyakit, konflik
sosial, kebakaran gedung dan pemukiman, dan kegagalan teknologi).
2) Identifikasi berbagai faktor/kondisi kerentanan masyarakat. Gunakan
dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) pada analisis kerentanan pada
bencana yang menjadi prioritas.
3) Analisis sedapat mungkin mendapatkan 3 (tiga) masalah pokok dari faktor
keterpaparan dan kerentanan. Apa saja faktor pemicu atau pun masalah pokok
yang menjadi penyebab suatu daerah wajib melakukan pengelolaan risiko
untuk tiap-tiap bencana prioritas.


Contoh identifikasi masalah pokok komponen pertama, Kabupaten
Tasikmalaya

Bahaya Gempabumi
▪ Permukiman berada di daerah rawan gempa;
▪ Bangunan yang tidak ramah/tahan gempa;
▪ Belum adanya SOP di tingkat kampung di daerah rawan gempa;
▪ Belum adanya jalur evakuasi dan tempat evakuasi gempabumi; dan
▪ Data dan informasi tentang daerah berisiko tinggi gempabumi belum
diketahui publik, sehingga pemahaman dan pengetahuan masyarakat
tentang bencana gempabumi masih rendah.

Bahaya Letusan Gunung Api
▪ Adanya permukiman di zona bahaya gunung api;
▪ Jalur evakuasi dan titik kumpul belum tersosialisasikan; dan
▪ Kurangnya pelatihan untuk masyarakat terkait bencana letusan gunung
api.



 Komponen kedua;
Kesenjangan pencapaian kapasitas penanggulangan bencana; berdasarkan
evaluasi (penilaian) kapasitas penanggulangan bencana (Indeks Ketangguhan
Daerah/IKD atau instrumen lainnya yang ditentukan oleh BNPB).

⮚ Langkah Identifikasi Masalah Pokok
1) Tinjaulah hasil penilaian kapasitas penanggulangan bencana daerah
(Indeks Ketangguhan Daerah/IKD, 2015-2019). Terutama Prioritas-6 dari
IKD ‘Perkuatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana’ yang
meliputi indikator-indikator ‘peningkatan kesiapsiagaan menghadapi
bencana’ dan ‘peningkatan efektifitas penanganan darurat bencana’,
memiliki bobot (nilai kepentingan) yang relatif besar dibandingkan
dengan indikator-indikator pada prioritas lainnya. Maka pilihan pada
prioritas 6 merupakan hal yang strategis jika intervensi pemerintah
daerah beberapa tahun kedepan ditargetkan untuk memenuhi
kesenjangan dari pencapaian prioritas 6.

60



Pada contoh dibawah diketahui indeks prioritas 6 pada 0.40. pada skala
0.10-1.00.

Gambar 19. Hasil Penilaian IKD Kab. Klungkung

2) Identifikasi dan susunlah daftar periksa pada indikator prioritas 6 yang
skornya rendah.
Indikator IKD pada prioritas 6 sebagai berikut:

61



3) Rumuskan hasil identifikasi tersebut dalam 3 (tiga) pernyataan masalah
pokok.

Contoh pernyataan masalah pokok komponen kapasitas:
1. Sistem peringatan dini bencana banjir, tanah longsor,
gempabumi, dan tsunami belum efektif menjangkau masyarakat
yang berada pada daerah rawan
2. Daerah perlu menyusun rencana kedaruratan bencana dan
rencana kontinjensi bencana yang prioritas
3. Penanganan darurat bencana belum didukung mekanisme sistem
komando penanganan darurat.
4. Kurangnya efektifitas pelaksanaan respon awal, kaji cepat tim
kaji cepat, dan pengerahan; dan kurangnya kapasitas TRC, Tim
penyelamatan dan pertolongan korban serta pemberi respon
awal lain-lain.



 Komponen ketiga; Kesenjangan terhadap pencapaian isu strategis RPJMD atau
visi/misi kepala daerah terpilih terkait penanggulangan bencana; isu strategis
atau visi/misi urusan penanggulangan bencana, atau pencapaian sasaran/tujuan
RPJMD yang peka atau rawan terhadap bencana.
1) Telaah terhadap isu strategis atau visi/misi urusan penanggulangan bencana,
atau pencapaian sasaran/tujuan RPJMD yang peka atau rawan terhadap
bencana.

62

Contoh telaah terhadap sasaran dan tujuan pembangunan dari
Kabupaten Klungkung.


Dari sasaran diatas, disepakati sasaran yang peka terhadap bencana atau
rawan tujuan tidak tercapai, jika risiko bencana tidak dikelola, yaitu:
• Sasaran-5: Mewujudkan sarana dan prasarana wilayah yang
seimbang dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam
dan lingkungan hidup
• Sasaran-2: Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
dan berdaya saing
• Sasaran-3: Menguatkan perekonomian dan meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat melalui pemberdayaan dengan
konsep kemitraan.


2) Identifikasi masalah dengan melakukan analisis kesenjangan (gap) bagaimana
pencapaian urusan wajib penanggulangan bencana, serta analisis
sasaran/tujuan/indikator RPJMD yang berkaitan dengan penanggulangan
atau pengelolaan risiko bencana, dengan memperhatikan:
a) kejadian/peristiwa bencana menghambat pencapaian secara langsung
sasaran/tujuan RPJMD, dan
b) upaya pengelolaan atau pengurangan risiko bencana sinergi dengan
sasaran/tujuan – termasuk melindungi infrastruktur/program yang akan
dibangun/dilaksanakan.

Dari setiap bencana prioritas, lakukan analisis keterkaitannya dengan
pencapaian sasaran / tujuan pembangunan daerah dan dampak terhadap

63

pencapaian program, yang dapat dilihat dari RPJMD, dapat menggunakan tabel
analisis berikut:

Tabel 4. Analisis keterkaitan bencana dengan RPJMD/prioritas pembangunan
Prioritas /
sasaran
Pembangunan
Pengaruh Risiko Bencana
terhadap pencapaian
sasaran/tujuan
Dampak Prioritas Bencana
terhadap program
pembangunan dan
infrastruktur



3) Dari analisis di atas, dilakukan analisis lanjutan berupa menentukan 3 (tiga)
masalah pokok dari keterkaitan antara prioritas pembangunan dengan risiko
bencana prioritas.

Contoh masalah pokok terkait sasaran dan tujuan pembangunan

▪ Laju deforestasi tidak seimbang jika dibandingkan dengan upaya
rehabilitasi hutan dan lahan
▪ pemanfaatan ruang di sempadan sungai dan lahan berlereng tidak
memperhatikan risko terjadinya bencana.
▪ Perubahan fungsi lahan hutan di kawasan hulu DAS menjadi kawasan
perkebunan, turut pula berkontribusi dalam kejadian bencana banjir dan
tanah longsor.
▪ Luas eksisting kawasan lindung masih belum mencapai target yang
ditetapkan dalam RTRW Provinsi Jawa Barat, yaitu 64,32 % dari total
luas wilayah;
▪ Banyaknya pemukiman di daerah rawan bencana
▪ eksploitasi sumberdaya laut yang berlebihan dan penambangan pasir
besi yang dilakukan di pesisir pantai telah menyebabkan perubahan
tataguna lahan di kawasan pesisir dan kerusakan lahan di kawasan
pesisir;
▪ Keterbatasan sarana prasarana penanggulangan bencana
▪ Desa tangguh bencana, serta Sekolah dan Rumah Sakit Aman Bencana
masih belum optimal.

b) Pengelompokan Masalah
Seluruh daftar masalah pokok dari ketiga komponen di atas dikelompokkan
untuk memperoleh 9 (sembilan) masalah pokok, apabila terdapat masalah pokok
yang serupa atau memiliki kesamaan. Pengelompokkan ini diperoleh daftar
pendek dari masalah pokok. Daftar masalah ini diperoleh dengan menggunakan
diskusi kelompok terfokus (FGD).

64



C. Rumusan Isu Strategis Daerah
Isu strategis adalah pilihan potensi masalah yang dianggap sangat penting untuk
diselesaikan oleh capaian RPB dalam 5 tahun ke depan, pilihan ini berdasarkan
identifikasi masalah pokok.
Isi strategis juga dimengerti sebagai kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau
dikedepankan dalam perencanaan pembangunan daerah karena dampaknya yang
signifikan bagi daerah; memiliki karakteristik bersifat penting, mendasar,
mendesak, berjangka menengah/panjang dan menentukan pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintah daerah di masa yang akan datang.
6

Isu strategis dirumuskan dalam bentuk rumusan potensi masalah yang umum
terkait penanggulangan bencana dan pembangunan, sehingga bisa dijabarkan
dalam beberapa sasaran, program, dan kegiatan dengan indikator-indikator yang
spesifik. Isu strategis RPB dibatasi dalam 3 – 5 pernyataan isu strategis.
Seluruh masalah pokok yang telah direkomendasikan, dianalisis dengan 5 (lima)
kriteria untuk menentukan peringkat isu. Adapun kriteria yang dipergunakan
adalah:
1. Apabila tidak segera diselesaikan akan memberikan dampak ekonomi
terhadap daerah, termasuk infrastruktur
2. Apabila ditangani maka beberapa masalah ikut terselesaikan atau
memberikan kontribusi terhadap sasaran pembangunan lain
3. Tingkat keberhasilan penanganan tuntas masalah pokok ini cukup tinggi
4. Apabila tidak segera diselesaikan akan memberikan dampak penderitaan atau
hilangnya rasa aman masyarakat
5. Apabila tidak ditangani berpotensi menimbulkan masalah baru khususnya
terhadap lingkungan hidup, atau menjadi bahaya bencana.


6
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017
Tugas
1. Identifikasi masalah pokok dari keterpaparan dan kerentanan,
kesenjangan kapasitas PB, dan pencapaian RPJMD.
2. Masing-masing kelompok menyusun 3 masalah pokok dari setiap
koponen.
3. Siapkan data-data pendukung proses identifikasi masalah pokok,
diantaranya Kajian Risiko Bencana, Hasil penilian Indeks Kapasitas
Daerah, dan RPJMD.
4. Presentasikan hasil kerja kelompok dan proses merumuskan 9
(masalah pokok).

65

⮚ Langkah Penilaian Isu Strategis
1) Dalam proses pemberian penilaian dilakukan dengan diskusi pleno, peserta
diskusi memberikan nilai dan argumentasi yang menggambarkan mengapa
tingkat relevansi terhadap kriteria memperoleh angka tersebut. Proses ini
dicatat, dan dapat menjadi penjelasan terhadap pemilihan isu strategis.

Untuk menganalisis masing-masing masalah pokok menjadi isu strategis,
peserta diskusi dapat memperhatikan penjelasan masing-masing kriteria,
untuk menilai seberapa besar relevansi masalah pokok.

Kriteria Penjelasan
1) Apabila tidak segera diselesaikan
akan memberikan dampak ekonomi
terhadap daerah, termasuk
infrastruktur
Persentase PDRB yang
terpengaruh apabila isu strategis
tersebut tidak terselesaikan.
2) Apabila ditangani maka beberapa
masalah ikut terselesaikan atau
memberikan kontribusi terhadap
sasaran pembangunan lain
Ada berapa sasaran
pembangunan lain terkena efek
domino apabila permasalahan
tersebut tidak terselesaikan
3) Tingkat keberhasilan penanganan
tuntas masalah pokok ini cukup
tinggi
Bagaimana proyeksi persentase
keberhasilan dari penanganan
masalah secara tuntas
4) Apabila tidak segera diselesaikan
akan memberikan dampak
penderitaan atau hilangnya rasa
aman masyarakat
Berapa persen masyarakat yang
terdampak penderitaan atau
hilangnya rasa aman apabila
masalah tersebut tidak
terselesaikan
5) Apabila tidak ditangani berpotensi
menimbulkan masalah baru
khususnya terhadap lingkungan
hidup, atau menjadi bahaya bencana
Apakah ada masalah-masalah
baru pada penurunan kualitas
lingkungan hidup dan/atau
menjadi bahaya bencana.

Penilaian (skor) diberikan oleh masing-masing peserta diskusi, dengan range
penilaian 1 – 5, di mana angka 1 menunjukkan sangat tidak relevan terhadap kriteria,
dan angka 5 menunjukan sangat relevan terhadap kriteria. Dari masing-masing
penilaian (skor) yang diberikan, dilakukan penilaian pada masing-masing masalah
pokok.

66

Contoh penilaian masalah pokok menjadi isu strategis menggunakan tabel berikut:

Tabel 5. Contoh Penilaian Isu Strategis
Isu strategis
Pembobotan berdasarkan kriteria
strategis
Total
Skor
Priori
tas
(1) (2) (3) (4) (5)
Belum tersedianya sarpras dan sistem peringatan
dini terhadap 6 ancaman bahaya
5 3 1 5 4 18 6
Kurangnya informasi risiko bencana yang
dibutuhkan masyarakat

Minimnya pendanaan dalam pengelolaan risiko
bencana

Belum ada pedoman/peraturan penentuan status
tanggap darurat

Tim kaji cepat belum efektif dalam melaksanakan
tugas kaji cepat awal di lokasi bencana

Kurangnya mekanisme pengerahan dan kapasitas
tim penyelamat dan pertolongan korban

Gangguan terhadap pembangunan manusia yang
berkualitas dan berdaya saing

Menguatkan perekonomian dan meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat melalui
pemberdayaan melalui proses kemitraan

Mewujudkan sarana dan prasarana wilayah yang
seimbang dengan tetap menjaga kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup



2) Dari hasil penilaian, sebisa mungkin memilih peringkat 1 hingga 5, yang
menjadi isu strategis, dengan menyertakan penjelasan bagaimana setiap isu-
strategis yang ditetapkan memenuhi kelima kriteria.

3) Jika terlalu banyak isu strategis, karena forum tidak dapat menentukan 5
(lima) isu strategis. Maka beberapa masalah pokok digabungkan dengan
catatan memiliki kesamaan pengertian. Seperti contoh dibawah:

67


Gambar 20. Contoh Isu Strategis Kabupaten Klungkung
Contoh isu strategis Kabupaten Nagan Raya




1. Masih kurangnya dukungan kebijakan dan kelembagaan dalam
penanggulangan bencana
2. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang bencana
3. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai di Kab. Nagan Raya yang menimbulkan
potensi bencana
4. Kurangnya sarana dan prasarana kesiapsiagaan, mitigasi, dan penangan
darurat bencana
Tugas
1. Diskusikan bersama teman sejawat proses penilaian isu strategis
dengan berlatih sesuai langkah-langkah penilaian.
2. Rumuskan 5 isu strategis.

68

BAB IV
PENYUSUNAN PROGRAM DAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA

Bab ini membahas tentang penyusunan program dan rencana aksi penanggulangan
bencana yang berisi tentang kerangka kerja penyelenggaraan penanggulangan
bencana; penyusunan tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, program dan rencana
aksi dalam RPB; harmonisasi kebijakan dan program pembangunan; dan pengendalian
dan evaluasi.

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan dapat:
1. Memahami dan menjelaskan kerangka kerja penyelenggaraan penanggulangan
bencana;
2. Mengidentifikasi peran para pihak dalam PB;
3. Mensimulasikan program dan rencana aksi PRB yang terpadu dengan program
pembangunan daerah dan pusat;
4. Menyusun kerangka kegiatan-kegiatan pengendalian dan evaluasi RPB.

A. Kerangka Kerja Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Kerangka kerja atau framework jika diterjemahkan secara harfiah adalah struktur
pendukung di mana sesuatu dapat dibangun. Kerangka yang merupakan struktur
pendukung harus kokoh menopang sesuatu yang akan dibangun. Kerangka tersebut
terdiri dari beberapa komponen antara lain prinsip, kebijakan, dan proses manajemen.
Terdapat pemahaman juga bahwa kerangka kerja merupakan seperangkat komponen
yang menyediakan landasan untuk mendesain, mengimplementasikan, mengevaluasi
dan melakukan perbaikan secara terintegrasi dengan manajemen yang kuat. Komponen-
komponen tersebut terbuka, saling memperkuat dan berkaitan.

Rencana dalam pengertian umum dapat berarti kerangka kerja (framework) dan
rencana (plan). Kerangka kerja menyangkut tentang pembagian tugas siapa melakukan
apa dan bagaimana mekanismenya (bersifat statis), sedangkan rencana menyangkut
lebih rinci apa yang dilakukan tentang kapan, di mana, berapa targetnya, berapa
pendanaannya dan apa output, outcome dan impact yang akan dihasilkan (bersifat
dinamis).

Komponen-komponen dalam kerangka penanggulangan bencana adalah dasar hukum
atau legislasi, kebijakan-kebijakan, dan rencana-rencana untuk melaksanakan kegiatan
teknis penanggulangan bencana.

69

Sementara itu, dalam kerangka kebijakan mengacu pada tahapan bencana terdapat
kerangka pengelolaan bencana pra bencana, penanganan darurat bencana, dan
pemulihan pasca bencana. Secara teknis, prosedur kebijakan tersebut tertuang dalam
dokumen dokumen perencanaan, antara lain; rencana penanggulangan bencana,
rencana mitigasi bencana, rencana penanggulangan kedaruratan bencana, rencana
kontinjensi, rencana operasi (kedaruratan) dan rencana pemulihan.

Jika digambarkan susunan atau hirarki antara legislasi, kebijakan dan rencana adalah
seperti dibawah ini;

Gambar 21. Hirarki legislasi, kebijakan dan rencana
Penyelenggaraan penanggulangan kerja dan pembagian tata kelolanya dalam pra-
bencana, saat bencana, dan pasca bencana diterjemahkan dalam RPB dalam bentuk
kerangka kerja, sekaligus perencanaan berupa perencanaan aksi PRB.

Kerangka kerja dimaksud adalah;
a. Kerangka Kerja Pra Bencana (Pengelolaan Risiko Bencana)
b. Kerangka Kerja Saat Darurat Bencana (Penanganan Darurat Bencana)
c. Kerangka Kerja Pasca Bencana (Pemulihan)
Kerangka kerja penyelenggaraan PB meliputi prinsip dan tindakan penanggulangan
bencana sesuai dengan landasan operasional UU 24/2007 dan PP 21/2008 maupun
ilmu pengetahuan tentang manajemen penanggulangan bencana (landasan empiris);
serta pembagian peran dan pelakunya seperti dalam matrik dibawah ini;

Kerangka kerja Prinsip Tindakan
Pra Bencana ● Partisipasi Multipihak
● Keadilan
● Kesetaraan
● Profesionalisme
● Kemandirian
● Efisiensi dalam
penggunaan sumber daya
● Tepat sasaran/efektif
● Pencegahan
● Mitigasi
● Pengalihan risiko
● Kesiapsiagaan


Rencana & Prosedur/ Plan
& SOP

Kerangka Kebijakan / Policy
Framework
Legislasi / Law
Undang-undang
Penanggulangan
Bencana

Pengelolaan
Risiko
Bencana

Rencana PB
Rencana
Mitigasi

Penanganan
Darurat
Bencana

Rencana
Kontinjensi
Rencana
Operasi

Pemulihan
Pasca
Bencana

Rencana Aksi
RR

70

● Berinvestasi dalam
pengurangan risiko
bencana untuk
ketangguhan


Saat Darurat
Bencana
● Pengutamaan peran aktif
pemerintah daerah
kabupaten/kota
● Pemerintah dan
pemerintah daerah
provinsi bertanggung
jawab melakukan
pendampingan terhadap
pemerintah daerah
kabupaten/kota
Siaga Darurat
● Pengaktifan pos-pos siaga bencana
dengan segenap unsur pendukungnya
● Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis
bagi setiap sektor penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan,
prasarana dan pekerjaan umum)
● Inventarisasi sumber daya pendukung
kedaruratan
● Penyiapan dukungan dan mobilisasi
sumberdaya/logistik
● Penyiapan sistem informasi dan
komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan
● Penyiapan dan pemasangan
instrumen sistem peringatan dini
(early warning)
● Penyusunan rencana kontinjensi
(contingency plan)
● Mobilisasi sumber daya (personil dan
prasarana/sarana peralatan)

Tanggap Darurat
● Pengkajian secara cepat dan tepat
kerusakan, kerugian, dan sumber
daya
● Penentuan status keadaan darurat
bencana
● Penyelamatan dan evakuasi
masyarakat terkena bencana
● Pemenuhan kebutuhan dasar
● Perlindungan terhadap kelompok
rentan
● Pemulihan dengan segera prasarana
dan sarana vital

Transisi Darurat
● Pemenuhan kebutuhan dasar
● Perlindungan kelompok rentan
● Perbaikan darurat

71


Pasca Bencana ● Membangun partisipasi
● Mengedepankan
koordinasi
● Melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang baik
● Menjaga kesinambungan
● Melaksanakan
pembangunan bertahap
berdasarkan skala
prioritas
● Membangun kembali
menjadi lebih baik dan
lebih aman berbasis
pengurangan risiko
bencana
● Meningkatkan kapasitas
dan kemandirian
● Mengarusutamakan
kesetaraan gender,
kelompok rentan,
penyandang disabilitas,
dan keadilan.
● Pengkajian kebutuhan pasca bencana
● Penyusunan rencana aksi rehabilitasi
dan rekonstruksi
● Pengalokasian sumber daya dan dana
● Pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi
● Pengendalian dan evaluasi serta
pelaporan


Tugas
1. Identifikasi kesenjangan atas legislasi, kebijakan, dan prosedur di daerah terkait
penyelenggaraan penanggulangan bencana saat bencana (penanggulangan
kedaruratan bencana).
2. Diskusikan bersama untuk melengkapi dan mengembangkan kerangka kerja
penanggulangan bencana, detilkan prinsip dan daftar tindakan per
ancaman/bahaya:
• pra bencana
• saat bencana (siaga darurat, tanggap darurat, transisi darurat)
• pasca bencana


1. Kebijakan Penanggulangan Bencana Nasional

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 merupakan peraturan tertinggi yang memberikan
kepastian hukum sistem penanggulangan bencana di Indonesia. Selain dalam bidang
penanggulangan bencana, dikarenakan RPB adalah dokumen kebijakan multisektor,
multipihak, dan multidisiplin, maka perlu melihat landasan hukum lainnya.

72

Contoh undang-undang yang terkait dengan kebencanaan antara lain;

Nomor Undang-undang
1 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
2 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah
3 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
4 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana
5 26 Tahun 2007 Penataan Ruang
6 27 Tahun 2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


Pelaksanaan sistem penanggulangan bencana diperjelas dengan peraturan pemerintah
(PP), antara lain yaitu:

Nomor Peraturan
1 39 Tahun 2006 Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan
2 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
3 8 Tahun 2008 Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah
4 21 Tahun 2008 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
5 22 Tahun 2008 Pengelolaan Bantuan Bencana
6 23 Tahun 2008 Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga
Asing Non-pemerintah dalam Penanggulangan
Bencana


Tugas
1. Identifikasi muatan kebijakan-kebijakan nasional terkait perencanaan
penanggulangan bencana yang berasal dari;
a. RPJMN;
b. Kerangka kerja jangka panjang penanggulangan bencana yang disepakati di
level nasional lainnya (seperti: Rencana Induk Penanggulangan Bencana);
c. Rencana penanggulangan bencana level nasional (Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana/Renas PB);
d. Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB).
2. Identifikasi muatan kebijakan presiden dan BNPB terkait penyelenggaraan
penanggulangan bencana serta pengelolaan risiko bencana
3. Lakukan analisis dan hasilnya menjadi (daftar) pedoman kebijakan-kebijakan
tersebut dikontekskan dalam RPB dan strategi pembangunan daerah.

73

2. Kebijakan Penanggulangan Bencana Daerah

Kebijakan penanggulangan bencana dimaksudkan untuk memberi arahan/pedoman bagi
bidang atau sektor terkait dalam melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana,
penanganan darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi dan mengikat seluruh komponen
PB di daerah. Sedangkan strategi penanggulangan bencana merupakan program-program
indikatif untuk mencapai tujuan-tujuan upaya pengurangan risiko bencana, penanganan
darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat dilaksanakan oleh bidang/sektor
terkait sesuai dengan sifat/peran dan tugas bidang/sektor.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis pada
Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana menggaris bawahi kajian risiko bencana,
rencana penanggulangan bencana dan rencana kontinjensi sebagai salah satu dokumen
wajib dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Standar teknis
pelayanan dasar pada standar pelayanan minimal (SPM) sub-urusan bencana daerah
kabupaten/kota disusun untuk memenuhi hak konstitusional warga negara, melalui
tahapan;

1) pengumpulan data secara empiris dengan tetap mengacu secara normatif sesuai
standar teknis;
2) perhitungan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar,
3) penyusunan rencana pemenuhan pelayanan dasar;
4) pelaksanaan pemenuhan pelayanan dasar.

Tahapan pencapaian dimaksud, dilakukan oleh pemerintah daerah dan bukan oleh
kementerian terkait. Sesuai dengan Pasal 9 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 2
tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, pelayanan dasar sub-urusan bencana
terdiri dari:
a. pelayanan informasi rawan bencana;
b. pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana; dan
c. pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana.

Masing-masing pelayanan dasar sub bencana tersebut diturunkan dalam bentuk
kegiatan-kegiatan seperti:
a. Kegiatan pelayanan informasi rawan bencana
1. Penyusunan kajian risiko bencana;
2. Sosialisasi, komunikasi, informasi dan edukasi rawan bencana (per jenis
bencana);
3. Penyediaan dan pemasangan rambu evakuasi dan papan informasi
kebencanaan.
b. Kegiatan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana
1. Pelatihan pencegahan dan mitigasi;

74

2. Penyusunan rencana penanggulangan bencana;
3. Pembuatan rencana kontinjensi;
4. Gladi kesiapsiagaan terhadap bencana;
5. Pengendalian operasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana;
6. Penyediaan dan pengoperasian sarana dan prasarana kesiapsiagaan terhadap
bencana;
7. Penyediaan peralatan perlindungan dan kesiapsiagaan terhadap bencana.
c. Kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban bencana
1. Pengkajian cepat;
2. Pencarian, pertolongan, dan evakuasi korban bencana;
3. Aktivasi sistem komando penanganan darurat bencana.

Untuk mendukung peraturan tingkat nasional, di tingkat daerah diterbitkan peraturan
daerah mengenai Penanggulangan Bencana di Daerah dan Pembentukan BPBD. Selain
itu di tingkat daerah, pengaturan mengenai PB muncul dalam bentuk peraturan
gubernur, bupati atau walikota. Perencanaan PB mengacu pada serangkaian kegiatan
pengintegrasian upaya penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan nasional
dan daerah.

Peraturan daerah yang ada seperti contoh berikut;

Nomor Peraturan Daerah/Pergub/Perbup
1 xx Tahun xxxx Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi xxxxx Tahun 2005-2025
2 xx Tahun xxxx Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
di Provinsi xxxx
3 xx Tahun xxxx Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi xxxx;
4 xx Tahun xxxx Tentang Penjabaran Tugas Pokok Fungsi dan Tata
Kerja Sekretariat BPBD Provinsi xxxx
5 xx Tahun xxxx Tentang Prosedur Dan Tatacara Pemberian Bantuan
xxxx
6 dst Dst

Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan
pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan
program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang
dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah maupun Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Daerah tahunan.

75

Tugas
1. Identifikasi muatan kebijakan-kebijakan provinsi terkait perencanaan PB yang
berasal dari;
a. RPJMD;
b. Rencana penanggulangan bencana level provinsi atau kabupaten/kota
(RPB);
c. Rencana Aksi Daerah untuk Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB).
2. Identifikasi muatan kebijakan daerah atau kepala daerah terkait
penyelenggaraan PB dan/atau terkait pengelolaan risiko bencana (misalnya
adaptasi perubahan iklim)
3. Analisis perlu dilakukan, hasilnya menjadi (daftar) pedoman kebijakan-
kebijakan tersebut dikontekskan dalam RPB dan strategi pembangunan
provinsi atau kota/kabupaten

3. Pembagian Peran Para Pihak Dalam Penanggulangan Bencana
a. Kerjasama Antar Lembaga dalam Penanggulangan Bencana
Pentingnya kerjasama multipihak telah ditegaskan dalam UU No. 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana yang sangat menekankan pentingnya kerjasama multipihak
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26 dan 27 bahwa pemerintah merupakan
penanggung jawab utama, tetapi setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk
ikut serta dalam upaya penanggulangan bencana dalam segala aspeknya. UU PB juga
menekankan pentingnya peran serta dunia usaha dalam penanggulangan bencana. Saat
ini, melalui pendekatan pelibatan pentahelix, kerja sama antara pemerintah, masyarakat,
dunia usaha, akademisi dan media diharapkan dapat meningkatkan langkah dalam
penanggulangan bencana. Sebagai contoh pembagian peran dan pelaku dalam PB adalah;
1) Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus sebagai
korban/penyintas bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani
bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar;
2) Swasta
Peran Swasta sangat berguna bagi peningkatan ketahanan dalam
menghadapi bencana, misalnya pemberian bantuan darurat, program CSR untuk
ketangguhan masyarakat pada aspek infrastruktur, sosial, ekonomi.
3) Lembaga Non-Pemerintah
Dengan koordinasi yang baik, lembaga non-pemerintah dapat memberikan
kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana. Misalnya program ketangguhan
masyarakat, pendidikan, kesehatan, ekonomi, penanganan darurat, dan pemulihan.
4) Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien bila dilakukan berdasarkan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat.

76

5) Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Oleh
karena itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan
masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan informasi kebencanaan.

Agar berhasil dalam penggalangan dan pengelolaan kerjasama multipihak, terdapat tiga
nilai utama, yaitu (1) penanggulangan bencana harus menjadi satu-satunya visi dan
kepentingan yang melandasi kerjasama; (2) diperlukan sikap inklusif yang kuat agar tetap
menjaga posisi netral di antara semua pemangku kepentingan; dan (3) tidak kalah
penting adalah kepedulian pada seluruh jaringan dan semua potensi yang dimilikinya.
Ketiga nilai ini memberi panduan dalam pelibatan para pihak, sekaligus pengelolaan
konflik. Dibutuhkan upaya penyamaan persepsi yang harus dilaksanakan di tingkat
daerah antara lain dengan pendekatan kepada Bappeda dan SKPD/OPD, yang kemudian
memungkinkan urusan PB masuk dalam RPJMD dan menyusun bersama Rencana
Penanggulangan Bencana Daerah.
Dalam penggalangan dan pengelolaan kerjasama multipihak, terdapat dinamika relasi
antar individu dan antar lembaga yang terlibat. Menghadapi dinamika tersebut, sangat
diperlukan kemampuan untuk tetap menjaga netralitas, yang didasarkan pada sikap
mengutamakan visi dan kepentingan penanggulangan bencana, dan saling berinteraksi
secara dinamis dengan tepat. Untuk itu perlu diperhatikan:
a) kompetensi masing-masing pihak untuk tetap menyumbang pada isu penanggulangan
bencana;
b) orientasi masing-masing pihak terdefinisikan dengan benar dalam hal PB;
c) motivasi masing-masing pihak dalam upaya PB;
d) potensi yang dimiliki masing-masing pihak untuk menyumbang pada upaya PB;
e) akses yang dimiliki oleh setiap pihak untuk membantu dalam upaya PB; dan
f) sumber daya yang dimiliki masing-masing pihak yang dapat dikontribusikan dalam
upaya PB.

Pengalaman dalam penggalangan dan pengelolaan kerjasama multipihak di Indonesia
merupakan pendekatan yang berbasis pada penguatan kelembagaan, baik lembaga-
lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Implikasi dari pendekatan ini
adalah meningkatnya responsivitas lembaga terkait isu PB. Sehingga, kinerja pelayanan
publik dalam PB semakin efektif, akuntabel, dan melibatkan multipihak di berbagai level.

Sebagai contoh, dalam dokumen Laporan Kegiatan Review Dokumen Pergub Nomor 143
Tahun 2015 tentang Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi DKI Jakarta 2014-
2019 periode tinjauan 2016, disebutkan Analisis Alokasi Tugas dan Peran Instansi Tugas
dan Peran OPD dalam Penanggulangan Bencana. Pada pra bencana maka fungsi BPBD

77

bersifat koordinasi dan pelaksana; pada saat darurat bersifat koordinasi, komando dan
pelaksana; dan pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana di daerah akan memerlukan koordinasi
dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut:

1. Sektor pemerintahan mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah;
2. Sektor kesehatan merencanakan pelayanan kesehatan dan medis termasuk obat-
obatan dan para medis;
3. Sektor sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar
lainnya untuk para pengungsi
4. Sektor pekerjaan umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur
evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana;
5. Sektor perhubungan melakukan deteksi dini dan informasi cuaca/meteorologi dan
merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi;
6. Sektor energi dan sumber daya mineral merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigasi di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait
dengan bencana geologi sebelumnya;
7. Sektor tenaga kerja dan transmigrasi merencanakan pengerahan dan pemindahan
korban bencana ke daerah yang aman bencana;
8. Sektor keuangan penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa pra bencana;
9. Sektor kehutanan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya
kebakaran hutan/lahan;
10. Sektor lingkungan hidup merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat
preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana;
11. Sektor kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigasi di bidang bencana
tsunami dan abrasi pantai;
12. Sektor lembaga penelitian dan pendidikan tinggi melakukan kajian dan penelitian
sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi;
13. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk
mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

(Sumber: Dokumen Laporan Review RPB DKI Jakarta – 2016)

78

Tugas
Identifikasi dan isilah matrik tugas dan peran dalam penyelenggaraan PB di daerah anda.
Tabel 6. Matrik tugas dan peran dalam penyelenggaraan PB di daerah
Sektor/
Kelom-
pok
Nama
Instan-
si/
Lemba
ga
Tugas/
Fungsi
Organis
asi
(tupoksi
di
kondisi
normal)
Peran Saat Pra
Bencana
Peran Saat Bencana Peran Saat
Pasca Bencana
Tidak
ada
poten-
si
Kejadi
an
Ada
Poten-
si
Kejadi
an
Siag
a
Dar
u-
rat
Tangg
ap
Darur
at
Transi
si
Darur
at
Reha
bilita
si
Reko
ns
truks
i
OPD
(organis
asi
perangka
t daerah)
1.
2.
Dst

TNI/POL
RI
1.
2.

Instansi
Vertikal
1.
2.

Organisa
si
Masyara
kat dan
Keagama
an
1.
2.

Organisa
si non
pemerint
ah
1.
2.

Akademi
si
1.
2.

Media 1.
2.

Dunia
usaha
1.
2.

79

4. Pendanaan

Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana
terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang
dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, provinsi atau
kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang
bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan
peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran pendapatan dan belanja
nasional, provinsi atau kabupaten/kota.

Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi
diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan. Besarnya dan tata
cara akses serta penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang bersangkutan.
Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan
masyarakat internasional, dikelola secara transparan dengan tidak keluar dari struktur
koordinasi PB yang digariskan sesuai regulasi yang berlaku.

Mekanisme pengajuan anggaran kegiatan kebencanaan di organisasi perangkat daerah
mengikuti ketentuan sebagaimana dicantumkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, dengan prosedur sebagai berikut:
a. BPBD menyusun RPB (lima tahunan);
b. Program dan pilihan tindakan dalam RPB dituangkan ke dalam bentuk kegiatan
sektoral pada RAD (tiga tahunan);
c. Dikoordinir oleh BPBD, SKPD menyusun Rencana Kerja (Renja) Kebencanaan
SKPD yang merupakan penjabaran dari kegiatan yang tercantum dalam RAD
yang dipilih (dari rencana kegiatan tiga tahunan) berdasar pertimbangan:
1) Tingkat urgensi dari kegiatan untuk dilaksanakan pada tahun anggaran
bersangkutan;
2) Merupakan kegiatan yang bersifat sekuensial terhadap kegiatan berikutnya;
3) Ketersediaan dana;
4) Renja SKPD memuat kegiatan kebencanaan dari SKPD bersangkutan
(selain kegiatan utamanya).
d. Renja SKPD dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan tingkat
provinsi/kabupten/kota (Musrenbang);
e. Musrenbang Tingkat provinsi/kabupten/kota menghasilkan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (yang di dalamnya memuat kegiatan kebencanaan SKPD);
f. Berdasar RKPD, Pemda kemudian menyusun Rencana Kebijakan Umum Anggaran
(RKUA) yang kemudian dibahas di DPRD dan disepakati menjadi Kebijakan Umum
Anggaran (KUA);

80

g. Berdasar KUA yang telah disepakati DPRD, disusun Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) yang setelah dibahas di DPRD dan disepakati maka disahkan
menjadi Prioritas Plafon Anggaran (PPA);
h. Berdasar PPA, masing-masing SKPD menyusun ulang kegiatan -kegiatan
(termasuk kegiatan kebencanaan) untuk digabung bersama SKPD lainnya
menjadi Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD);
i. RAPBD dibahas di Panitia Anggaran DPRD dan setelah disetujui, kemudian
disahkan sebagai APBD tahun bersangkutan;
j. Berdasar APBD, SKPD membuat Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD;
k. Berdasar DPA, SKPD melaksanakan kegiatan menggunakan dana yang tersedia
dalam APBD dengan mengikuti prosedur administrasi keuangan daerah yang
berlaku.

Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan penanggulangan bencana sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4
ayat (2) PP No. 22/2008 berasal dari;
(1) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN);
(2) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD); dan/atau
(3) Masyarakat.

Masyarakat sebagaimana tercantum dalam penjelasan PP No. 22/2008 ini adalah orang
perseorangan, lembaga usaha, lembaga swadaya masyarakat baik dalam dan luar negeri.
Anggaran penanggulangan bencana yang disediakan baik melalui APBN di tingkat pusat
maupun APBD di tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PP No. 22/2008
disediakan untuk tahap pra bencana, saat bencana dan pascabencana. Selain itu,
pemerintah menyediakan pula dana kontinjensi, dana siap pakai dan dana bantuan
berpola hibah.
Selanjutnya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
ayat (2) huruf c PP No. 22/2008, mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan
dana yang bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber masyarakat yang diterima
oleh pemerintah dicatat dalam APBN, dan yang diterima oleh Pemerintah Daerah dicatat
dalam APBD. Pemerintah daerah hanya dapat menerima dana yang bersumber dari
masyarakat dalam negeri, hal ini ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 4 PP No. 22/2008. Dalam
mendorong partisipasi masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dapat:
(1) memfasilitasi masyarakat yang akan memberikan bantuan dana penanggulangan
bencana;
(2) memfasilitasi masyarakat yang akan melakukan pengumpulan dana
penanggulangan bencana; dan
(3) meningkatkan kepedulian masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyediaan dana.

81

Setiap pengumpulan dana penanggulangan bencana wajib mendapat izin dari
instansi/lembaga yang berwenang. Setiap izin yang diberikan oleh instansi/lembaga,
maka salinan nya disampaikan kepada BNPB atau BPBD.

Pengelolaan Dana
Pengelolaan dana PB dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, BPNB dan/atau
BPBD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dana penanggulangan digunakan sesuai
dengan penyelenggaraan PB yang meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat
dan/atau pascabencana. BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya mengarahkan
penggunaan dana penanggulangan bencana yang dialokasikan dalam APBN dan APBD.


Tugas
Identifikasi kegiatan, pelaku dan sumber dana dalam penanggulangan bencana di
wilayah anda.
Tahap Kegiatan Pelaku Sumber dana Keterangan
Pra bencana Pembuatan Tanggul Dinas PU DIPA
Penyuluhan
Pengurangan Risiko
BNPB,
Depkes, LSM
Pemerintah: DIPA,
LSM, Perusahaan,
Mandiri, dsb

dan seterusnya
Tanggap
darurat

Pasca bencana


B. Penyusunan Tujuan, Sasaran, Strategi, Arah Kebijakan

1. Perumusan Tujuan dan Sasaran

Rencana Penanggulangan Bencana merupakan dokumen perencanaan yang harus
sesuai dengan peraturan yang ada. Sesuai dengan Permendagri No. 86 Tahun 2017
tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah,
definisi tujuan yang dimaksud adalah suatu kondisi yang akan dicapai atau dihasilkan
dalam jangka waktu 5 tahunan. Tujuan merupakan jawaban atas masalah pokok (isu
strategis).
Tujuan dirumuskan berdasarkan pilihan isu strategis, karena tujuan RPB adalah
menjawab isu strategis atau masalah utama dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana untuk jangka waktu 5 tahun ke depan, yang dirumuskan dalam bentuk kalimat
positif yang mencakup ide besar. Dengan demikian, rumusan jumlah tujuan tidak harus
sama dengan jumlah rumusan isu strategis, melainkan bisa menjadi lebih sedikit atau
lebih banyak. Misalnya, terdapat 5 isu strategis penyelenggaraan penanggulangan
bencana di daerah, bisa dirumuskan dalam 5 pernyataan tujuan atau menjadi hanya 3
pernyataan tujuan RPB, apabila ada kedekatan isi isu strategis tersebut. Sebaliknya,

82

apabila isu strategisnya terlalu besar cakupannya, maka bisa dipilah dari 2 pernyataan
tujuan, misalnya.

Sedangkan sasaran adalah rumusan kondisi yang menggambarkan tercapainya tujuan,
berupa jabaran dari dampak atau hasil utama yang diharapkan akan dicapai dalam
kurun waktu tertentu. Sehingga sasaran yang dimaksud dalam sub bab ini adalah
dampak atau hasil utama yang diharapkan akan dicapai dalam waktu 5 tahun
pelaksanaan RPB.

Rumusan sasaran merupakan hasil yang menjadi jawaban atas isu strategis. Dengan
kata lain, apabila sasaran tercapai pada akhir pelaksanaan RPB, maka sebagian besar
masalah yang dirumuskan dalam isu strategis sudah terjawab. Masing-masing sasaran
diterjemahkan dalam bentuk indikator hasil. Sebaiknya satu tujuan dicapai dengan
dua atau tiga sasaran, dimana setiap sasaran memiliki indikator sasaran

Prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan dalam merumuskan substansi tujuan dan
sasaran:
● Holistik-tematik; mempertimbangkan keseluruhan unsur/bagian/kegiatan
pembangunan sebagai satu kesatuan faktor potensi, tantangan, hambatan dan/atau
permasalahan yang saling berkaitan satu dengan lainnya;
● Integratif; menyatukan beberapa kewenangan dalam satu proses terpadu dan
fokus yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan daerah; dan
● Spasial; mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan.

Sedangkan kriteria yang perlu diperhatikan dalam menentukan rumusan sasaran RPB,
sesuai dengan Permendagri no 86 tahun 2017 ialah:
1. dirumuskan untuk mencapai atau menjelaskan tujuan;
2. untuk mencapai satu tujuan dapat dicapai melalui beberapa sasaran;
3. disusun dengan memperhatikan permasalahan dan isu-isu strategis pembangunan
daerah; dan
4. memenuhi kriteria SMART-C (specific/spesifik, measurable/terukur, achievable/
bisa dicapai, relevant/relevan, time bond/tepat waktu dan continuously improve/
pengembangan yang berkelanjutan)
Perumusan tujuan dan sasaran disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 7. Pengembangan Tujuan dan Sasaran
Isu Strategis Tujuan Sasaran Indikator
Sasaran
(dampak)
1 Tujuan-1.1 Sasaran 1.1.1 Indikator 1.1.1
Sasaran 1.1.2 Indikator 1.1.2
Sasaran 1.1.3 Indikator 1.1.3
Tujuan-1.2 Sasaran 1.2.1 Indikator 1.2.1
dst dst

83


Contoh pengembangan tujuan dan sasaran;

Isu Strategis Tujuan Sasaran Indikator
Sasaran
(dampak)
1. Kurangnya dukungan
kebijakan dan
kelembagaan yang
terkait
penanggulangan
bencana
Menguatnya kebijakan
yang mendukung
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
adanya kebijakan yang
mendukung
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
Penyelenggara
an
penanggulanga
n bencana
lebih efektif
dan terpadu
Menguatnya
kelembagaan
penanggulangan
bencana daerah
Sasaran 1.2.1,
meningkatnya
kelembagaan multi
stakeholder dalam
penanggulangan
bencana daerah
Keterlibatan
multi
stakeholder
dalam
meningkatkan
kapasitas
daerah
Menguatkan peran forum
PRB dalam
penyelenggaraan
penanggulangan bencana
di daerah

Tersusunnya aturan dan
mekanisme forum
Pengurangan Risiko
Bencana (PRB)

Berjalannya
mekanisme
koordinasi
antar pelaku
PB
Terbentuknya forum PRB
sebagai wadah
komunikasi lintas
lembaga

Efektifitas
koordinasi dan
berbagi peran
antar pelaku
2. Perlunya penguatan
sistem informasi
kebencanaan daerah
Tujuan-2.1. Menguatkan
sistem informasi dalam
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
Terwujudnya sistem
informasi
kebencanaan yang
saling terkoneksi
Interkoneksi
data
kebencanaan
pusat dan
daerah
Terwujudnya peran
bagi-guna data
informasi bencana.
Pengambilan
keputusan
yang lebih baik
3. Masih kurangnya
pemahaman
masyarakat tentang
bencana
2.
Menguatkan struktur dan
mekanisme penyebarluasan
informasi kebencanaan
daerah

Tersebarluaskannya
informasi bencana
prioritas pada masyarakat

Peningkatan
pemahaman
masyarakat
tentang PRB
Tersedianya sistem
informasi dalam
penanggulangan bencana

Validitas dan
akurasi
Informasi
Terselenggaranya latihan
kesiapsiagaan daerah
secara bertahap,
berjenjang dan berlanjut

Peningkatan
keterampilan
kesiapsiagaan

84

Meningkatnya sarana dasar
yang aman bencana

Meningkatnya kapasitas
Dasar Sekolah dan
Madrasah Aman Bencana
serta Rumah Sakit dan
Puskesmas Aman
Bencana
Sekolah dan
Rumahsakit
yang
menerapkan
aman dan
siaga
Membentuk desa-desa
yang siaga terhadap
bencana

Meningkatnya jumlah
desa yang siaga terhadap
bencana

Kemandirian
desa dalam PB
4. Meningkatnya alih
fungsi lahan akibat
RTRW belum
mempertimbangkan
prinsip PRB terkait
aturan tataguna
lahan dan pendirian
bangunan

Mewujudkan tata ruang
yang
mempertimbangkan
prinsip-prinsip
pengurangan risiko
bencana
Terwujudnya
penataan ruang yang
terpadu dan
berkelanjutan yang
mempertimbangkan
prinsip-prinsip
pengurangan risiko
bencana

Keterpaduan
tata ruang
yang berbasis
PRB
Melindungi daerah
tangkapan dan resapan air

Meningkatnya luas lahan
hutan di hulu DAS
Meningkatnya
daya dukung
lingkungan
untuk
mengurangi
banjir
Mengkonservasi lingkungan
lahan gambut

Berkurangnya luas lahan
gambut yang terbakar

Meningkatnya
jasa ekosistem
dari lahan
gambut
5. Kurangnya sarana dan
prasarana
kesiapsiagaan, mitigasi,
dan penanganan
darurat bencana

Menyediakan panduan
kesiapsiagaan bencana
banjir, cuaca ekstrim,
gempabumi, karhutla,
tsunami

Tersusunnya rencana
kontijensi bencana banjir,
gempabumi, tsunami,
karhutla

Meningkatnya
kesiapsiagaan
dan
keterpaduan
penanganan
kedaruratan
bencana
bencana banjir,
gempabumi,
tsunami,
karhutla

Menyediakan sistem
peringatan dini bencana
banjir, cuaca ekstrim,
karhutla, tsunami

Tersusunnya sistem
peringatan dini bencana
banjir, gempabumi,
tsunami, karhutla

Berkurangnya
korban
jiwa,kerusakan
dan kerugian
dampak
bencana

85

Tugas
1. Rumuskan tujuan sebagai “jawaban” atas masalah pokok / isu strategis (tulis
dengan “Kalimat Positif” yang mencakup ide besar, 1 isu strategis dijawab atau
ditangani dengan 1 tujuan, atau gabungan dari isu strategis dapat dijawab
dengan 1 tujuan.
2. Rumuskan sasaran dari setiap tujuan dan indikator sasarannya.

2. Perumusan Strategi dan Arah Kebijakan

Strategi adalah langkah berisikan program – program sebagai prioritas untuk mencapai
sasaran. Berdasarkan sasaran, sajikan strategi yang dalam sub bab ini merupakan pilihan
cara yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran RPB yang sudah
ditentukan dalam jangka waktu 5 tahun.

Strategi dapat dirumuskan untuk masing-masing sasaran yang akan dicapai oleh RPB
atau satu strategi dapat diproyeksikan untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus.
Pilihan strategi didasarkan pada analisa konteks di masing-masing daerah, sehingga
mungkin akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.

Beberapa pertimbangan untuk penentuan strategi di antaranya ialah:
● Tugas dan wewenang pemerintah daerah sesuai tingkatannya (provinsi atau
kabupaten/kota);
● Mandat dari peraturan perundangan terkait, misalnya kerjasama antara
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang dimandatkan oleh Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007;
● Kondisi internal dan eksternal pemerintah daerah, khususnya terkait dengan
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
● Hasil evaluasi RPB atau rencana pembangunan periode sebelumnya, khususnya
terkait dengan faktor keberhasilan dan tantangan yang dihadapi serta pembelajaran
yang didapatkan;
● Pertimbangan sumber daya yang dimiliki oleh daerah;
● Tingkat efektifitas dan efisiensi strategi yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan dan sasaran RPB.

Setelah merumuskan strategi, sajikan arah kebijakan yang dalam sub bab ini
dirumuskan melalui keputusan bersama para pemangku kepentingan untuk
memberikan arah atau pedoman pelaksanaan strategi dalam rangka mencapai tujuan
dan sasaran RPB. Karena akan menjadi pedoman pelaksanaan strategi, maka arah
kebijakan dibuat dalam rumusan di tingkat dampak yang diharapkan. Arah kebijakan
merupakan rumusan kerangka pikir atau kerangka kerja untuk menyelesaikan
permasalahan pembangunan dan mengantisipasi isu strategis daerah/perangkat
daerah yang dilaksanakan secara bertahap sebagai penjabaran strategi.

86

Sebagai sebuah dokumen perencanaan untuk jangka waktu 5 tahun, arah kebijakan
dalam RPB dibuat dengan menentukan fokus pada setiap tahun pelaksanaan RPB.
Fokus prioritas setiap tahun pelaksanaan RPB mungkin ada perbedaan, tetapi harus
dipastikan sinkronisasi dan arahnya untuk pencapaian tujuan dan sasaran RPB. Satu
arah kebijakan mungkin diselesaikan dalam waktu satu tahun atau lebih.

Untuk memudahkan perumusan, sajikan arah kebijakan dihubungkan dengan strategi,
sasaran, dan tujuan RPB. Berikut adalah matrik yang bisa digunakan untuk
menentukan arah kebijakan RPB dalam 5 tahun pelaksanaannya.

87

Tabel 8. Pengembangan Strategi dan Arah Kebijakan
Isu Strategis Tujuan Sasaran Indikator
Sasaran
(dampak)
Strategi Arah
Kebijakan
1 Tujuan-1.1 Sasaran 1.1.1 Indikator 1.1.1 Strategi 1.1.1 _ _ [1 atau
lebih]
Sasaran 1.1.2 Indikator 1.1.2 Strategi 1.1.1 _ _ [1 atau
lebih]
Sasaran 1.1.3 Indikator 1.1.3 Strategi 1.1.1 _ _ [1 atau
lebih]
Tujuan-1.2 Sasaran 1.2.1 Indikator 1.2.1 Strategi 1.1.1 _ _ [1 atau
lebih]

Contoh Pengembangan Strategi dan Arah Kebijakan
Isu Strategis Tujuan Sasaran Indikator
Sasaran
(dampak)
Strategi Arah
Kebijakan
1. Kurangnya
dukungan
kebijakan
dan
kelembagaa
n yang
terkait
penanggulan
gan bencana
Menguatnya
kebijakan
yang
mendukung
penyelengga
raan
penanggulan
gan bencana
adanya
kebijakan yang
mendukung
penyelenggaraa
n
penanggulanga
n bencana
Penyelenggaraa
n
penanggulanga
n bencana lebih
efektif dan
terpadu
Menyusun
peraturan
daerah
tentang
penyelengga
raan
penanggulan
gan bencana

Penyusunan
Peraturan
Bupati
tentang
Penyelengga
raan PB
Menguatkan
peran forum
PRB dalam
penyelenggar
aan
penanggulang
an bencana di
daerah

Tersusunnya
aturan dan
mekanisme
forum
Pengurangan
Risiko Bencana
(PRB)

Berjalannya
mekanisme
koordinasi
antar pelaku PB
Penyusunan
aturan dan
mekanisme
forum
Pengurangan
Risiko Bencana
(PRB)

Penyusunan
Peraturan
Bupati
Terbentuknya
forum PRB
sebagai wadah
komunikasi lintas
lembaga

Efektifitas
koordinasi dan
berbagi peran
antar pelaku
Pembentukan
forum PRB Kab.

Musyawarah
pembentuka
n Forum
PRB
2. Perlunya
penguatan
sistem
informasi
kebencanaan
daerah
Tujuan-2.1.
Menguatkan
sistem
informasi
dalam
penyelengga
raan
penanggulan
gan bencana
Terwujudnya
sistem
informasi
kebencanaan
yang saling
terkoneksi
Interkoneksi
data
kebencanaan
pusat dan
daerah
Menyediakan
sistem
informasi dalam
penanggulanga
n bencana

Pembagian
kerja Pusat
dan daerah

88

Terwujudnya
peran bagi-
guna data
informasi
bencana.
Pengambilan
keputusan yang
lebih baik
Kerjasama
antar pelaku
Peningkatan
keterlibatan
masyarakat,
dunia usaha
dan instansi
pemerintah
lainnya
dalam
penanggulan
gan bencana

3. Masih
kurangnya
pemahaman
masyarakat
tentang
bencana

Menguatkan
struktur dan
mekanisme
penyebarluasa
n informasi
kebencanaan
daerah

Tersebarluaskann
ya informasi
bencana prioritas
pada masyarakat

Peningkatan
pemahaman
masyarakat
tentang PRB
Menyebarluask
an informasi
bencana
prioritas pada
masyarakat

Peningkatan
informasi
kepada
masyarakat
tentang
risiko
bencana
4. Implementasi
SPM tentang
Layanan
Informasi
Rawan
Bencana
Tersedianya
sistem informasi
dalam
penanggulangan
bencana

Validitas dan
akurasi
Informasi
Menyediakan
sistem
informasi dalam
penanggulanga
n bencana

Peningkatan
akses dan
informasi
daerah
terkait
kebencanaa
n yang selalu
diperbaharu
i secara
periodik dan
mudah
diakses
publik
Terselenggaranya
latihan
kesiapsiagaan
daerah secara
bertahap,
berjenjang dan
berlanjut

Peningkatan
keterampilan
kesiapsiagaan
Menyelenggara
kan latihan
kesiapsiagaan
daerah secara
bertahap,
berjenjang dan
berlanjut

Pelatihan
Aparatur
daerah dan
masyarakat

Implementasi
SPM tentang
Layanan
Pencegahan
dan
Kesiapsiagaa
n terhadap
Bencana
Meningkatnya
sarana dasar
yang aman
bencana

Meningkatnya
kapasitas Dasar
Sekolah dan
Madrasah Aman
Bencana serta
Rumah Sakit dan
Puskesmas Aman
Bencana
Sekolah dan
Rumahsakit
yang
menerapkan
aman dan siaga
Meningkatkan
kapasitas Dasar
Sekolah dan
Madrasah
Aman Bencana
serta Rumah
Sakit dan
Penyelengga
raan
program
Sekolah
Aman dan
Rumah sakit
Aman pada
daerah

89

Puskesmas
Aman Bencana
dengan
risiko tinggi
Membentuk
desa-desa
yang siaga
terhadap
bencana

Meningkatnya
jumlah desa yang
siaga terhadap
bencana

Kemandirian
desa dalam PB
Meningkatkan
jumlah desa
yang siaga
terhadap
bencana

Peningkatan
desa
tangguh
bencana di
desa dengan
risiko tinggi
5. Meningkatny
a alih fungsi
lahan akibat
RTRW
belum
mempertimb
angkan
prinsip PRB
terkait
aturan
tataguna
lahan dan
pendirian
bangunan

Mewujudkan
tata ruang
yang
mempertimb
angkan
prinsip-
prinsip
pengurangan
risiko
bencana
Terwujudnya
penataan ruang
yang terpadu
dan
berkelanjutan
yang
mempertimban
gkan prinsip-
prinsip
pengurangan
risiko bencana


Keterpaduan
tata ruang yang
berbasis PRB
Memadukan
kajian dan peta
risiko bencana
dalam RDTR
Penyusunan
RDTR
Implementasi
SPM tentang
Layanan
Informasi
Rawan
Bencana
Melindungi
daerah
tangkapan
dan resapan
air

Meningkatnya
luas lahan hutan
di hulu DAS
Meningkatnya
daya dukung
lingkungan
untuk
mengurangi
banjir
Meningkatkan
luas lahan
hutan di hulu
DAS

Konservasi
DAS
Mengkonserv
asi lingkungan
lahan gambut

Berkurangnya
luas lahan
gambut yang
terbakar

Meningkatnya
jasa ekosistem
dari lahan
gambut
Menurunkan
luas lahan
gambut yang
terbakar

Konservasi
lahan
Gambut,
pembukaan
lahan tanpa
bakar
6. Kurangnya
sarana dan
prasarana
kesiapsiagaan,
mitigasi, dan
penanganan
darurat
bencana

Menyediakan
panduan
kesiapsiagaan
bencana
banjir, cuaca
ekstrim,
gempabumi,
karhutla,
tsunami

Tersusunnya
rencana
kontijensi
bencana banjir,
gempabumi,
tsunami, karhutla

Meningkatnya
kesiapsiagaan
dan
keterpaduan
penanganan
kedaruratan
bencana
bencana banjir,
gempabumi,
tsunami, karhutla

Menyusun
rencana
kontijensi
bencana
banjir,
gempabumi,
dan tsunami

Implementasi
SPM tentang
Layanan
Pencegahan
dan
Kesiapsiagaa
n terhadap
Bencana
Menyusun
sistem
peringatan
Tersusunnya
sistem
peringatan
Berkurangnya
korban
jiwa,kerusakan
Menyusun
sistem
peringatan
Kerjasama
intansi
vertikal dan

90

dini
bencana
banjir,
cuaca
ekstrim,
karhutla,
tsunami

dini bencana
banjir, cuaca
ekstrim,
karhutla,
tsunami

dan kerugian
dampak
bencana
dini bencana
banjir, cuaca
ekstrim,
karhutla,
tsunami

pemerintah
daerah




Tugas
1. Rumuskan Strategi setiap sasaran, atau satu strategi dapat diproyeksikan untuk
mencapai beberapa sasaran sekaligus.
2. Rumuskan 1-3 Arah Kebijakan untuk setiap strategi.



3. Penyusunan Program Dan Rencana Aksi
c. Program Dan Kegiatan Kebencanaan
Program adalah penjabaran kebijakan dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih
kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil
yang terukur sesuai dengan tugas dan fungsi. Program dalam RPB disusun untuk
menyelesaikan isu-isu strategis yang telah dirumuskan.

Program adalah untuk melaksanakan satu strategi dalam rangka mencapai sasaran
(hasil utama), satu sasaran bisa direncanakan dalam beberapa program. Diantara
pertimbangan untuk menentukan program adalah pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimal Penanggulangan Bencana (SPM PB) dan pencegahan serta mitigasi bencana
yang berbasis perlindungan lingkungan hidup. Masing-masing program kemudian
diterjemahkan dalam rangkaian kegiatan yang dituangkan dalam Rencana Aksi
Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB). Indikator program merupakan
indikator yang bisa menandakan tercapainya hasil program. Indikator ini dibuat untuk
tingkatan hasil program (outcome), bukan keluaran langsung (output).

Perumusan program prioritas dituliskan dalam matrik sebagai berikut:

91

Tabel 9. Pengembangan Program
Sasaran Indikator
Sasaran
(dampak)
Program Indikator
program
(hasil/outcome)
Terwujudnya penataan ruang
yang terpadu dan
berkelanjutan yang
mempertimbangkan prinsip-
prinsip pengurangan risiko
bencana
RDTR
berkontribusi
pada upaya
pegurangan
risiko bencana
Penyusunan
RDTR
RDTR
mempertimbangkan
aspek kebutuhan
aspek
pencegahan/mitigasi
dan kesiapsiagaan
Sasaran 1.1.2 Indikator 1.1.2 Program 1.1.2 Indikator 1.1.2
Sasaran 1.1.3 Indikator 1.1.3 Program 1.1.3 Indikator 1.1.3
Dst.

Contoh Perumusan Program sebagai berikut:
Sasaran Indikator
Sasaran
(dampak)
Program Indikator
Program
adanya kebijakan yang
mendukung
penyelenggaraan
penanggulangan bencana
Penyelenggaraan
penanggulangan
bencana lebih
efektif dan
terpadu
Penyusunan
peraturan daerah
tentang
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
Perda tentang
Penyelenggaraan
PB dapat terbit
dalam 1 tahun
Tersusunnya aturan dan
mekanisme forum
Pengurangan Risiko Bencana
(PRB)

Berjalannya
mekanisme
koordinasi antar
pelaku PB
Penyusunan
Peraturan Bupati
tentang forum
Pengurangan Risiko
Bencana (PRB)
Keterlibatan
multistakeholder
dalam
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
Terbentuknya forum PRB
sebagai wadah komunikasi
lintas lembaga

Efektifitas
koordinasi dan
berbagi peran
antar pelaku
Pembentukan
forum PRB Kab.

Keterpaduan
penyelenggaraan
PB
Terwujudnya sistem
informasi kebencanaan
yang saling terkoneksi
Interkoneksi data
kebencanaan
pusat dan daerah
Menyediakan sistem
informasi dalam
penanggulangan
bencana

Pembagian kerja
Pusat dan daerah
Tersebarluaskannya informasi
bencana prioritas pada
masyarakat

Peningkatan
pemahaman
masyarakat
tentang PRB
Desimanasi
informasi bencana
prioritas pada
masyarakat
Peningkatan
informasi kepada
masyarakat tentang
risiko bencana
Tersedianya sistem informasi
dalam penanggulangan
bencana

Validitas dan
akurasi Informasi
Penyediaan sistem
informasi dalam
penanggulangan
bencana

akses dan informasi
daerah terkait
kebencanaan yang
selalu diperbaharui
secara periodik dan
mudah diakses
publik

92

Terselenggaranya latihan
kesiapsiagaan daerah secara
bertahap, berjenjang dan
berlanjut

Peningkatan
keterampilan
kesiapsiagaan
Pelatihan
kesiapsiagaan
daerah secara
bertahap,
berjenjang dan
berlanjut

Kesiapan Aparatur
daerah dan
masyarakat
terhadap bencana

Terlaksananya SPM
tentang Layanan
Pencegahan dan
Kesiapsiagaan
terhadap Bencana
Meningkatnya kapasitas Dasar
Sekolah dan Madrasah Aman
Bencana serta Rumah Sakit
dan Puskesmas Aman Bencana
Sekolah dan
Rumahsakit yang
menerapkan
aman dan siaga
Sekolah dan
Madrasah Aman
Bencana serta
Rumah Sakit dan
Puskesmas Aman
Bencana
Sekolah dan Rumah
sakit pada daerah
dengan risiko tinggi
menerapkan
budaya aman dan
siap terhadap
bencana
Meningkatnya jumlah desa
yang siaga terhadap bencana

Kemandirian desa
dalam PB
Desa Tangguh
bencana / Kampung
siaga bencana

Peningkatan desa
tangguh bencana di
desa dengan risiko
tinggi
Terwujudnya penataan
ruang yang terpadu dan
berkelanjutan yang
mempertimbangkan
prinsip-prinsip
pengurangan risiko
bencana
Keterpaduan tata
ruang yang
berbasis PRB
Penyusunan RDTR RDTR
mempertimbangkan
aspek kebutuhan
aspek
pencegahan/mitigasi
dan kesiapsiagaan
Meningkatnya luas lahan
hutan di hulu DAS
Meningkatnya
daya dukung
lingkungan untuk
mengurangi
banjir
Konservasi DAS Meningkatkan luas
lahan hutan di hulu
DAS

Berkurangnya luas lahan
gambut yang terbakar

Meningkatnya
jasa ekosistem
dari lahan
gambut
Konservasi lahan
Gambut,
Menurunkan luas
lahan gambut yang
terbakar dengan
pembukaan lahan
tanpa bakar
Tersusunnya rencana
kontijensi bencana banjir,
gempabumi, tsunami,
karhutla

Meningkatnya
kesiapsiagaan
dan keterpaduan
penanganan
kedaruratan
bencana bencana
banjir, gempabumi,
tsunami, karhutla
Penyusunan
rencana
kontijensi
bencana banjir,
gempabumi,
dan tsunami

Meningkatnya
kesiagaan para
pelaku PB
Tersusunnya sistem
peringatan dini bencana
banjir, cuaca ekstrim,
karhutla, tsunami

Berkurangnya
korban
jiwa,kerusakan
dan kerugian
dampak bencana
Penyusunan
sistem
peringatan dini
bencana banjir,
cuaca ekstrim,
karhutla,
tsunami

Peningkatan
kesiagaan
masyarakat dan
pelaku PB

93

Tugas
1. Rumuskan program berdasarkan strategi, 1 sasaran dapat dirumuskan dalam
beberapa program.
2. Rumuskan indikator program tersebut.



b. Rumusan Rencana Aksi

Rencana Aksi merupakan kegiatan yang diturunkan dari program penanggulangan
bencana, fokus, prioritas, dan sasaran yang diharapkan tercapai dalam periode rencana
penanggulangan bencana. Rencana aksi merupakan komitmen dari
Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dan Non Kementerian/Lembaga yang
menjadi mitra pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam penanggulangan
bencana. Secara spesifik dan mendalam rencana aksi penanggulangan yang dirumuskan
didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Ada beberapa hal yang dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Aksi
Penanggulangan Bencana, yaitu:
1. Rencana Aksi Penanggulangan Bencana disusun pada tingkat provinsi maupun
tingkat kabupaten/kota;
2. Pada tingkat provinsi, rencana aksi dibuat dengan mengintegrasikan secara
menyeluruh semua pemangku kepentingan dalam suatu forum. Pemangku
kepentingan tersebut terdiri dari pemerintah daerah, non pemerintah, OPD, yang
dikoordinasikan dengan BPBD
3. Rencana Aksi Daerah ditetapkan oleh Kepala BPBD setelah dikoordinasikan
dengan instansi/lembaga yang memiliki tanggung jawab dalam bidang
perencanaan pembangunan daerah.
4. Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Bencana ditetapkan untuk
jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
dapat ditinjau kembali sesuai dengan kebutuhan.

Rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana (RAD PRB) adalah kegiatan-
kegiatan yang disusun untuk mencapai indikator kinerja dari program. Rencana Aksi
Daerah secara substansi merupakan kumpulan program kegiatan yang komprehensif
dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan dan tanggung jawab semua pihak
yang terkait.

RAD PRB berisi prioritas dan strategi pemerintah daerah untuk mengurangi risiko
bencana dalam rangka membangun kesiapsiagaan, mengelola risiko, ketangguhan
masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana, bahkan menangani keadaan
darurat bencana, serta upaya pemulihan, disusun dengan mengacu pada isu strategis.
Sebagai rencana, RAD menggambarkan program kegiatan, aksi kegiatan serta

94

indikator kegiatan dalam 5 (lima) tahun mendatang yang komprehensif dan sinergis
dengan Rencana Pembangunan daerah dan nasional.

Rencana aksi daerah disusun dengan menggunakan tabel sehingga lebih ringkas dan
mudah dipahami baik pada saat implementasi maupun dalam Pengendalian dan
evaluasi RPB. Didalam tabel/matrik aksi prioritas penanggulangan bencana berisi
program/kegiatan yang akan dilakukan bukan hanya pada tanggap darurat, akan
tetapi seluruh aspek yang berkaitan dengan manajemen bencana mulai dari kegiatan
yang akan dilakukan ketika pra bencana, tanggap darurat, dan juga pada pasca
bencana berupa rehabilitasi dan rekonstruksi bencana.
Tabel 10. Matrik Rencana Aksi
Program Indikator
Program
(hasil/outcom
e)
Kegiatan Indikator
Kegiatan
(keluaran/
output)
Sub-Kegiatan Target
(tiap
tahun)
Prakira
an
Pagu
(tiap
tahun)

Lokasi Pelaksana Kontr
ibusi

Penanggula
ngan
Bencana
Terlaksananya
Program
Penanggulanga
n Bencana yang
kolaboratif
Penangan
an
Tematik
Pemberda
yaan
Masyarak
at di
Kawasan
Rawan
Bencana
Adanya
pemberda
yaan
masyarak
at di
Kawasan
rawan
bencana
Replikasi/peng
embangan
Desa Tangguh
Bencana ke
Desa Tetangga
Tahun 1,
2,3,4,5
(tiap
tahun @
20 desa)
Tahun
1,2,3,4,
5
(@150
Juta)
Desa
Rawan
Tsuna
mi
Koordinat
or (BPPD)
Penduku
ng:
BPMDes
,
Pemdes,
Mitra
APBN
,
APBD
Provi
nsi,
APBD
Kab,
Mitra
Kuliah Kerja
nyata
Terlaksananya
kuliah kerja
nyata berbasis
potensi desa
KKN Tekmatik
untuk
membangun
dan
mendampingi
desa tangguh
bencana
Tahun
2022 (20
desa)
dan
Tahun
2023 (30
desa)
Tahun
2022
dan
tahun
2023
(@200
Juta)
Desa
Rawan
Bencan
a
Koordinat
or: PT
Penduku
ng:
BPBD,
BPMDes
,
Pemdes,
Mitra
APBN
,
APBD
Kampung
Siaga
Bencana
Terlaksananya
kampung siaga
bencana di
Kawasan risiko
bencana
priotitas
Pengembanga
n Kampung
Siaga Bencana
Tahun 1,
2,3,4,5
(tiap
tahun @
20 desa)
Tahun
1,2,3,4,
5
(@150
Juta)
Desa
Risiko
Bencan
a
Priorita
s
Koordinat
or (Dinsos)
Penduku
ng:
BPBD,BP
MDes,
Pemdes,
Mitra
APBN
,
APBD
Provi
nsi,
APBD
Kab/K
ota,
Mitra
Penyusu
nan
RDTR
RDTR
mempertimb
angkan
aspek
kebutuhan
aspek
pencegahan/
mitigasi dan
kesiapsiagaa
n
Penyusun
an RDTR
Penyusun
an RDTR
yang
melibatka
n
pemangk
u
kepenting
an PB
sesuai
dengan
standar
baku
mutu
Survey
(lapangan
dan pustaka)
Tahun I 200 jt Wilaya
h
kabup
aten
Koordinat
or
(Bappeda
)
Penduk
ung:
BPBD,
DLH,
DKP,
BBWS.
APBN
,
APBD
Provi
nsi,
Konsultasi
dengan
Pemangku
kepentingan
Tahun 1 200
juta
Koordinat
or
(Bappeda
)
APB
D
Provi
nsi

95

Penduk
ung:
BPBD,
DLH,
DKP,
BBWS.













C. Harmonisasi Kebijakan Dengan Rencana Pembangunan

Sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, RPB harus menjadi bagian dari
rencana pembangunan. Sesuai dengan periode dokumen RPB (5 tahun), maka
rencana pembangunan yang dimaksud di sini adalah Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD).
Sinkronisasi terkait pola dukungan, pola kontribusi, mekanisme kerjasama agar tidak
tumpang tindih. Identifikasi sasaran dan kerangka kegiatan yang
berkaitan/diimplementasikan di Kabupaten/Kota, yang terdapat pada:
● RPJMN
● RPJMD Provinsi
● RPJMD KAB/KOTA

Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun
2017, bagian dari penyusunan RPJMD perlu dilakukan perumusan permasalahan
pembangunan dan penelaahan dokumen perencanaan lainnya, sebelum perumusan
isu strategis daerah (pasal 43). RPB dalam hal ini adalah bagian dari dokumen
perencanaan lainnya yang harus ditelaah untuk menjadi masukan dalam perumusan
isu strategis daerah.
Strategi pemaduan RPB ke dalam RPJMD dilakukan dengan kondisi sebagai berikut:
SKENARIO 1: Apabila belum ada/berbarengan dengan penyusunan RPJPD/RPJMD
(Ex-ante), maka proses pemaduannya ialah sebagai berikut:
a. Pemaduan rencana aksi PRB ke dalam RPJPD dilakukan dengan menyandingkan
rencana aksi PRB dengan program pembangunan dalam RPJPD.
b. Sinkronisasi rencana aksi PRB ke dalam Rancangan Awal (Ranwal) RPJMD
dilakukan dengan menyandingkan rencana aksi PRB dengan program dan
Tugas
1. Identifikasi program penanggulangan bencana dan sasaran yang diharapkan
tercapai dalam periode rencana penanggulangan bencana.
2. Berdasarkan hasil identifikasi, maka rumuskan rencana aksi PRB dalam
matrik Rencana Aksi.

96

indikator dalam Ranwal RPJMD. Secara bersamaan, sinkronisasi juga dilakukan
melalui keterlibatan BPBD dalam kelompok kerja (Pokja) penyusunan RPJMD.
c.
Sumber: Dokumen RPB Kabupaten Gunung Kidul 2019-2023
Gambar 22. Contoh Proses Pemaduan RPB Sebelum/Sedang Penyusunan RPJMD

SKENARIO 2: Apabila sudah ada RPJPD dan RPJMD (Post-ante)
● Sinkronisasi rencana aksi PRB dengan RPJPD dilakukan dengan menyandingkan
rencana aksi PRB dengan program pembangunan dalam RPJPD.
● Sinkronisasi rencana aksi PRB dengan RPJMD yang sudah ada dilakukan dengan
menyandingkan rencana aksi PRB dengan program dan indikator dalam RPJMD.
● Analisa kesenjangan antara rencana aksi PRB dengan program dan kegiatan di
RPJMD yang sudah ada.
● Apabila terdapat kesenjangan (di poin c), maka yang dilakukan dengan pengajuan
revisi RPJMD kepada Kepala Daerah, pengusulan ke dalam rencana strategis OPD,
pengusulan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKDP), atau pengusulan
untuk menjadi kegiatan lembaga non-pemerintah.

97



Sumber: Dokumen RPB Kabupaten Gunung Kidul 2019-2023
Gambar 23. Proses Pemaduan RPB Setelah RPJMD Ditetapkan

Harmonisasi pada perencanaan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota diperlukan juga
untuk memetakan kontribusi program RPB pada program pembangunanan nasional
dan daerah (RPJMN-RPJMD Provinsi-RPJMD Kab/Kota). Dengan pemetaan ini maka
dapat dilihat dukungan-dukungan, pola kerjasama dan sinkronisasi penganggaran
yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan program dalam RPB. Contoh sinergitas
antara isu dengan perencanaan pembangunan seperti dalam matrik dibawah ini;

Tabel 9. Contoh Pola Kontribusi RPB Terhadap RPJMN/RPJMD
Sasaran
/ Program
(Rencana PB)
Kontribusi RPB Terhadap
RPJMN/RPJMD
KEGIATAN RPB
(RAD PRB
Isu Strategis
Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang bencana
Masih
kurangnya
pemahama
n
masyaraka
Terlaksananya
Program
Penanggulangan
Bencana yang
kolaboratif

NAS • Agenda
Meningkatka
n Ketahanan
Bencana dan
Perubahan
Iklim
• Pengembangan Desa
Tangguh Bencana
• Pelatihan pada aparatur
dan masyarakat

98

t tentang
bencana

• PP2:
Peningkat
an
Ketahanan
Bencana
dan iklim
pada KP1

• Prioritas
Nasional III.
Meningkatka
n SDM yang
berkualitas
dan berdaya
saing pada
KP:
Perlindunga
n Sosial
Adaptif
PROV b.
KAB/KOTA Program
penanggulangan
bencana dan
kemanusiaan
Isu Strategis
Meningkatnya alih fungsi lahan akibat RTRW belum mempertimbangkan prinsip PRB terkait aturan tataguna lahan dan
pendirian bangunan

Terwujudn
ya
penataan
ruang yang
terpadu
dan
berkelanju
tan yang
memperti
mbangkan
prinsip-
prinsip
pengurang
an risiko
bencana
Penyusunan RDTR NAS • PP1:
Infrastruktur
Pelayanan
dasar pada
KP5:
Pengemba
ngan
kebijakan
penataan
ruang,
zonasi
bencana,
dan
standardis
asi kualitas
bangunan
berbasis
ketangguh
an
bencana
• PP2:
Peningkat
an
Ketahanan
Bencana
dan iklim
pada KP1:
• Penyusunan RDTR
berbasis PRB

99

Integrasi
kerjasama
kebijakan
dan
penataan
ruang
berbasis
risiko
bencana
PROV b.
KAB/KOTA Propritas Program
• Program
Perencanaan
prasarana
wilayah dan
sumber daya
alam
• Program
perencanaan
tata ruang
1.1.3 NAS a. 1.
2.
3.
4.
PROV b.
KAB/KOTA c.


Tugas
Identifikasi program dalam RPJMN dan RPJMD yang terkait dengan program dalam
RPB, lakukan analisis lanjutan apakah program -program tersebut telah
mengintegrasikan prinsip pengurangan risiko?


● Pemaduan Para Pihak
Selain integrasi ke dalam RTRW dan RPJMD, pengarusutamaan RPB juga perlu dilakukan
kepada seluruh pemangku kepentingan penanggulangan bencana di daerah. Prioritas
pengarusutamaan didasarkan pada analisa pemangku kepentingan daerah, berbagai
pemangku kepentingan seperti OPD, DPRD, LSM, media massa, lembaga usaha,
perguruan tinggi, organisasi masyarakat dan organisasi lainnya, perlu diidentifikasi
siapa saja yang selama ini sudah banyak berpartisipasi dalam penyelenggaraan PB dan
siapa yang belum banyak terlibat. Berdasarkan analisa tersebut, pengarusutamaan RPB
diprioritaskan kepada pihak-pihak yang belum banyak terlibat dalam kegiatan
penyelenggaraan PB.

100

Di samping itu, pilihan target pemangku kepentingan untuk pengarusutamaan RPB juga
perlu diprioritaskan untuk pemangku kepentingan yang memiliki peran besar dalam
pelaksanaan kegiatan RAD PB. Misalnya DPRD akan memiliki peran penting dalam
menentukan alokasi anggaran kegiatan terkait dengan PB. Lembaga usaha yang bekerja
di daerah risiko tinggi bencana akan memiliki kepentingan untuk menyelamatkan
asetnya ketika terjadi bencana atau kegiatan usaha yang terkait dengan upaya PB,
seperti di sektor transportasi, pertanian, dan lain-lain. Sedangkan untuk media massa
diminta memberitakan atau menuliskan upaya-upaya PRB yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat atau pihak lain, sehingga semakin banyak masyarakat yang tahu
tentang pengurangan risiko bencana. Perguruan tinggi yang setiap tahun memiliki
program pemberdayaan masyarakat di desa/kelurahan juga penting untuk
mengintegrasikannya dengan PRB dalam aktivitasnya.
● Pemaduan Ke Dalam Perencanaan Lainnya
Dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2008, RPB harus menjadi bagian dari rencana pembangunan. Dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017, bagian dari penyusunan
RPJMD perlu dilakukan perumusan permasalahan pembangunan dan penelaahan
dokumen perencanaan lainnya, sebelum perumusan isu strategis daerah (pasal 43).
RPB adalah bagian dari dokumen perencanaan lainnya baik perencanaan RPJMD,
renstra OPD dan Renja OPD.

Seperti contoh dibawah ini, bahwa sesuai dengan mandat yang dituangkan dalam
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 1 Tahun 2018, analisa
pengurangan risiko bencana (PRB) adalah bagian dari analisa yang harus dilakukan
untuk menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Oleh karena itu, hasil kajian
risiko dan rencana aksi yang dimuat dalam dokumen RPB juga harus dimasukkan
dalam RTRW
7
.

Rincian pilihan pengarusutamaan RPB ke dalam RTRW ialah:

SKENARIO 1: Apabila belum ada/berbarengan dengan penyusunan RTRWD (Ex-
ante)
a. Asumsi: hasil kajian risiko dan rencana aksi PRB sudah ada
b. Sinkronisasi hasil kajian risiko dan rencana aksi PRB ke dalam RTRWD:
1. Analisis pengurangan risiko bencana untuk penentuan konsep RTRWD
menggunakan hasil kajian risiko (Pasal 7 butir 3)
2. Hasil kajian risiko digunakan untuk penentuan struktur dan pola ruang dalam
RTRWD

SKENARIO 2: Apabila sudah ada RTRWD (Post-ante)

7
Referensi: Permen ATR 1/2018

101

a. Asumsi: hasil kajian risiko dan rencana aksi PRB sudah ada
b. Sinkronisasi dan analisa kesenjangan hasil kajian risiko dan rencana aksi PRB ke
dalam RTRWD yang sudah ada, maka hasil kajian risiko digunakan untuk analisa
kesenjangan penentuan struktur dan pola ruang dalam RTRWD
c. Rencana aksi PRB digunakan untuk analisa kesenjangan arahan pemanfaatan ruang
dalam bentuk indikasi program utama dalam RTRWD.

Integrasi isi RPB pada dokumen RTRW mencakup hasil kajian risiko, program pada
rencana aksi PRB, dan lokasi program.

NO ISI RPB Unsur RTRW
1 Prioritas bencana yang
ditangani
Prioritas guna lahan di zona KRB I
pada bencana prioritas
2 Rencana aksi pengurangan
risiko bencana
Indikasi program
3 Lokasi kegiatan Indikasi program pada lokasi tertentu

Tugas:
Strategi pengumpulan dokumen perencanaan pembangunan.
1. Identifikasi muatan kebijakan-kebijakan nasional dan daerah terkait perencanaan
pembangunan dan perencanaan penanggulangan bencana yang berasal dari
a. RPJMN, RPJM Provinsi, RPJM Kabupaten/Kota
b. Kerangka kerja jangka panjang penanggulangan bencana yang disepakati
di level nasional lainnya (seperti: Rencana Induk Penanggulangan
Bencana);
c. Rencana penanggulangan bencana level nasional (Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana/Renas PB);
d. Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB);
e. Rencana strategis Kementrian/Lembaga vertikal di daerah;
f. Rencana Tata Ruang Wilayah;
g. Rencana Strategis daerah dan Rencana Kerja OPD;
h. Rencana strategis lembaga usaha dan organisasi sosial/organisasi
masyarakat sipil;
i. Rencana perencanaan lain yang mendukung.
2. Identifikasi muatan / substansi dokumen perencanaan pembangunan terkait
penyelenggaraan penanggulangan bencana serta pengelolaan risiko bencana
3. Rumuskan strategi bagaimaba penyelenggara mendapatkan dokumen
tersebut.
4. Lakukan analisis dan hasilnya menjadi (daftar) dasar harmonisasi dengan
perencanana daerah.

102


Contoh Pengerjaan Tugas
Identifikasi Dokumen Substansi Dokumen Strategi
Nasional • Renas PB (BNPB)
• RPJMN
(BAPPENAS)
• RKP 2021-2023
• Isu Strategis dan
Spesifik
Penanggulangan
Bencana di level
Nasional
• Prioritas Nomor 6 dan 4
Agenda terkait PB
• Prioritas membangun
sistem kesehatan,
bencana dan
perlindungan sosial

Instansi
Vertikal
• Rencana
Pengelolaan Hutan
(RPH)
• Program perlindungan
hutan

Provinsi 1. RPJMD (Bappeda),
2. RPB (BPBD),
3. RTRW (PUPR)
Provinsi
1. Program, Kegiatan
serta Pendanaan PB
2. Isu Strategis RPB
Provinsi
3. Zonasi Bencana, Zonasi
Perlindungan, Jalur
Evakuasi, Pengendaian
dan Pemanfaatan Kota
berbasis Mitigasi
Bencana
• FGD Khusus,
Menugaskan Tim
Teknis untuk
mengharmonisasi,
Menunjuk
konsultan untuk
melakukan
harmonisasi
Kab/Kota RPJMD (Bappeda),
RPB (BPBD),
RTRW (PUPR) Daerah
Program, Kegiatan serta
Pendanaan PB
Isu Strategis RPB Daerah
Zonasi Bencana, Zonasi
Perlindungan, Jalur
Evakuasi, Pengendaian
dan Pemanfaatan Kota
berbasis Mitigasi
Bencana

Lembaga
Usaha
• Rencana Kerja Umum
/RKU
• Program penegakan
hukum, program CSR

Organisasi • Renstra Organisasi
• Rencana Program
• Rencana Proyek
• Program dukungan
SMAB, Destana,
Perubahan Iklim

103

D. Koordinasi, Pengendalian dan Evaluasi RPB

1. Koordinasi dalam Penanggulangan Bencana
Koordinasi terjadi dalam setiap tahapan penanggulangan bencana, dari saat tidak ada
bencana, masa tanggap darurat hingga pasca bencana. Pada saat pra bencana
koordinasi memiliki peran penting untuk memastikan bahwa kapasitas stakeholder
atau aktor penanggulangan bencana sesuai dengan kebutuhan masyarakat apabila
bencana terjadi.
Pada fase darurat koordinasi pada dasarnya adalah suatu proses yang melibatkan
orang-orang atau lembaga dari berbagai aspek kedaruratan, yang berbagi informasi,
mengidentifikasi dan menjawab kebutuhan bersama. Koordinasi berupaya untuk
memaksimalkan respons terhadap masyarakat yang terimbas. Ketika bencana terjadi
berbagai kalangan yang terdiri dari individu, organisasi dan badan pemerintah terlibat
dalam pemberian bantuan kemanusiaan dan layanan publik. Tanpa adanya koordinasi,
sudah dipastikan akan ada kekacauan dalam situasi seperti ini.
Sedangkan pada saat pasca bencana, koordinasi memiliki peran yang penting dalam
hal menghindarkan para pemangku kepentingan dari duplikasi program dan guna
penyelesaian bantuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa koordinasi memiliki peran
penting karena:
a. Memahami kontribusi terhadap pemahaman kebutuhan bersama
Dengan mendiskusikan berbagai isu dan kebutuhan bersama dengan aktor lain
yang relevan, pemahaman situasi yang lebih baik dan bagaimana kebutuhan dapat
ditangani dapat dicapai. Masalah prioritas dan kebutuhan dapat diidentifikasi
berdasarkan pada informasi bersama dan keahlian yang dihimpun dan disatukan.
b. Menghindarkan duplikasi upaya yang dilakukan
Biasanya akan ada lebih dari satu organisasi yang menyediakan jenis pelayanan
dan respons tertentu. Berbagi tentang apa yang tengah dilakukan, di mana, dan
oleh siapa, artinya adalah bahwa usaha yang dilakukan didistribusikan
berdasarkan cakupan geografis dan saling melengkapi antara satu organisasi
dengan yang lain sehingga dapat menjangkau penduduk dalam jumlah yang
sebanyak banyaknya. Ini menghindari terjadinya keadaan di mana sejumlah
organisasi memberikan pelayanan yang sama beberapa kali kepada sekelompok
penerima bantuan tertentu, sementara di daerah lainnya hanya menerima sedikit
pelayanan atau tidak menerima sama sekali.
c. Mempertahankan prinsip dan standar minimum
Tanpa standar minimum, ada risiko bahwa pekerjaan akan berkualitas buruk,
kadang-kadang mengakibatkan pengaruh yang tidak baik pada mereka yang
dimaksudkan untuk menerima manfaat dari usaha itu. Sulit untuk dapat
memastikan bahwa pemangku kepentingan yang terlibat dalam penanggulangan
bencana menerapkan standar minimum dalam program mereka secara konsisten.

104

Melalui koordinasi, mereka yang terlibat dalam penanggulangan bencana dapat
bersama-sama menyepakati seperangkat standar minimum dalam melakukan
pekerjaan mereka bagi penduduk yang terkena imbas. Penggunaan standar
minimum yang disepakati dapat disebarluaskan agar diterapkan secara lebih luas
kepada individu atau organisasi lainnya yang ditemui di lapangan.
d. Menjamin bahwa kesenjangan geografis dan program dijembatani
Secara umum, seiring dengan berjalannya keadaan darurat, kebutuhan penerima
bantuan berubah juga. Koordinasi memberikan satu peluang untuk merubah arah
dan strategi program dan untuk memastikan bahwa program bermanfaat bagi
penduduk atau masyarakat yang terkena bencana. Sementara suatu organisasi
kadang-kadang menentukan perubahan program terpisah dari program lainnya
dalam suatu sektor, dengan berbagi strategi antar stakeholder dapat
memaksimalkan layanan penanggulangan bencana secara keseluruhan. Hal ini
dapat memaksimalkan dampak yang dicapai.
e. Meningkatkan upaya advokasi
Koordinasi menjadi alat bagi stakeholders untuk dapat mengadvokasi
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan.

Koordinasi teknis pembangunan dilakukan oleh Kepala Daerah atau perangkat
daerah yang membidangi urusan penanggulangan bencana, dilakukan dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi RPB Daerah. Mengingat
mandat koordinasi penanggulangan bencana sesuai UU 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Pasal 20 huruf b) “pengoordinasian pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh”.
Koordinasi teknis pembangunan dilakukan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan evaluasi pembangunan Daerah. Substansi koordinasi RPB
diantaranya pada: (1) Sinkronisasi RPB dengan program pembangunan nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota; (2) Integrasi RPB pada perencanaan pembangunan
dan perencanaan lain; (3) Integrasi RPB pada para pihak di daerah; (4) Pelaksanaan
kegiatan yang terintegrasi.
2. Pengendalian
Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksud untuk
menjamin agar suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang ditetapkan. Pengendalian pelaksanaan perencanaan RAD
Penanggulangan Bencana dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan
sasaran yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan pemantauan dan pengawasan.
Tata cara pengendalian dan evaluasi dilakukan merujuk pada Peraturan Pemerintah
No. 86 tahun 2017, tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan.

105

Sedangkan pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan
rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang
timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.
Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan capaian indikator
keluaran (output) kegiatan dan kendala yang dihadapi pelaksanaan RAD PB.
Komponen dalam pelaksanaan pemantauan antara lain adalah waktu pemantauan,
apa yang dipantau, kriteria, sumber bukti, apa saja metode pemantauan yang akan
dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan capaian kegiatan RAD PB, seperti
melalui mekanisme rapat koordinasi, kewajiban pelaporan dari pelaksana, kunjungan
lapangan dan lain-lain, dan pelaksana pemantauan.

Lebih lanjut sebagai dasar hukum untuk pelaksanaan pengendalian dan evaluasi
perencanaan pembangunan antara lain;
● UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
● UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
● Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2006, tentang Tata Cara Pengendalian Dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
● Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah.
● Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
● Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
● Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Pada kegiatan pengendalian yang telah direncanakan pada kerangka rencana
pengendalian, utamanya pada aspek realisasi kegiatan dapat menggunakan tabel
bantu pengendalian realisasi kegiatan di bawah ini:

Tabel 11. Format penulisan hasil realisasi kegiatan RAD PRB
NO KEGIATAN INDIKATOR
KELUARAN
TARGET
(5 TH)
CAPAIAN TAHUN
KE
CATATA
N
I II III IV V

106

3. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), hasil
(outcome) terhadap rencana dan standar. Evaluasi bertujuan untuk melihat efisiensi,
efektif, manfaat, dampak dan keberlanjutan dari suatu program. sehingga evaluasi
merupakan kegiatan untuk menganalisis kesenjangan (gap), dengan membandingkan
antara capaian kinerja (apa yang sudah dicapai) dengan target kinerja (apa yang
harus dicapai).
Kesenjangan (gap) dapat terjadi apabila capaian kinerja berbeda dengan target
kinerja, atau hasil yang dicapai selama pelaksanaan berbeda dengan hasil yang
diharapkan dalam perencanaan. Dengan kata lain analisis gap merupakan langkah
untuk membandingkan kondisi saat ini dengan yang seharusnya. Analisis gap tidak
hanya membandingkan capaian dan target namun juga ditindaklanjuti secara
mendalam mengenai faktor-faktor yang menjadi permasalahan ataupun keberhasilan
atas capaian pembangunan yang didasarkan pada intervensi kebijakan/
regulasi/penganggaran dari pemerintah baik pusat maupun daerah.
Pengendalian dan evaluasi di dalam Permendagri 54/2010 dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan (penyusunan) dokumen
perencanaan pembangunan.
Pengendalian dan evaluasi pada tahap ini adalah untuk memastikan bahwa
penyusunan perencanaan pembangunan untuk tahun rencana dapat tepat
sasaran dan betul-betul bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dengan cara
memetakan permasalahan yang dihadapi berdasarkan hasil kinerja tahun
sebelumnya dan prediksi keadaan tahun berjalan hingga dua tahun kedepan
sehingga dapat diputuskan program dan kegiatan apa yang akan dipilih untuk
dilaksanakan.

Satu hal yang terpenting bahwa dalam penyusunannya harus selalu berpedoman
dan mengacu pada dokumen perencanaan di atasnya baik itu dokumen
perencanaan kabupaten itu sendiri maupun dokumen perencanaan provinsi dan
nasional. Sebagai contoh, penyusunan RKPD harus mengacu pada RPJMD, RPJMN
dan RKP. Penyusunan Renstra SKPD harus mengacu pada RPJMD, dst.

2. Pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan dokumen perencanaan
pembangunan.
Hakikat pengendalian dan evaluasi pada tahap ini adalah untuk melihat sejauh
mana pelaksanaan dokumen perencanaan yang ada melalui dokumen
perencanaan yang ada di bawahnya.

Sebagai contoh, pelaksanaan RKPD dilihat dari bagaimana Renja SKPD-nya.
Pelaksanaan Renja SKPD dilihat dari bagaimana RKA/DPA SKPD-nya, dst. Pada
umumnya pengendalian dan evaluasi pada tahap ini belum menyentuh pada hasil

107

atau capaian kinerja dari suatu program atau kegiatan dan masih pada taraf
kesesuaian visi, misi, sasaran, tujuan, hingga target, indikator, dan lokasi kegiatan
serta anggarannya.

3. Evaluasi terhadap hasil dokumen perencanaan pembangunan.
Pada tahap ini secara garis besar sebetulnya lebih fokus untuk mengetahui hasil
capaian masing-masing program dan kegiatan yang ada baik itu kinerja maupun
anggarannya yang dilaksanakan oleh organisasi perangkat daerah. Hasil capaian
kinerja dan keuangan dokumen perencanaan pembangunan yang ada akan
dilihat dari capaian kinerja dan keuangan dokumen di bawahnya.

Sebagai contoh, hasil RPJMD dilihat dari bagaimana hasil RKPD per tahunnya. Hasil
Renja SKPD dilihat dari bagaimana hasil RKA/DPA SKPD-nya, dst.

Evaluasi yang dimaksudkan dalam dokumen RPB adalah evaluasi pengukuran kinerja
yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui capaian indikator sasaran RPB
dan indikator kinerja (outcome) program. Sub-bab ini menjelaskan bagaimana
rencana evaluasi dilaksanakan. Sebagai dokumen perencanaan 5 tahunan, maka
evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tahun, yang kemudian hasilnya dapat
digunakan untuk bahan membuat rencana kegiatan tahun berikutnya. Evaluasi ini
setidaknya mencakup 3 hal, yaitu (a) analisa kesenjangan (gap) antara hasil program
dan sasaran RPB yang diharapkan dan yang dicapai, (b) analisa kontribusi capaian
keluaran kegiatan terhadap indikator sasaran dan program, dan (c) pembelajaran
dari proses pelaksanaan RPB yang menjelaskan proses pencapaian keberhasilan dan
ketidakberhasilan. Untuk melaksanakan evaluasi ini, pemerintah daerah dapat
membentuk tim tersendiri dengan melibatkan Forum PRB.
Pada kegiatan evaluasi yang telah direncanakan pada kerangka rencana evaluasi,
utamanya pada aspek realisasi sasaran/tujuan terhadap penyelesaian isu strategis,
dapat menggunakan tabel alat bantu evaluasi di bawah ini:

Tabel 12. Format Penulisan Hasil Evaluasi Program RAD PRB.
NO INDIKATOR
SASARAN
CAPAIAN INDIKATOR
PROGRAM
CAPAIAN FAKTOR
PENYEBAB
TIDAK
TERCAPAINYA
RENCANA
TINDAK
LANJUT
PEMBELAJARAN

108

4. Mekanisme Koordinasi, Pengendalian, dan Evaluasi RPB
RPB merupakan rencana bersama tentang upaya penyelenggaraan PB yang
melibatkan berbagai pihak, baik dari institusi pemerintah (lembaga) maupun
institusi non pemerintah (organisasi nonpemerintah, akademisi, pelaku usaha, media
massa, masyarakat dan lain-lain) di daerah. Pelaksanaan koordinasi, pengendalian,
dan evaluasi RPB juga melibatkan seluruh pihak dengan sebuah mekanisme yang
disepakati bersamaan dengan proses penyusunan dokumen RPB.
Pendekatan dalam pelaksanaan koordinasi, pengendalian, dan evaluasi RPB dapat
dilakukan melalui;
a. Penilaian mandiri (self assesment); merupakan pengendalian dan evaluasi yang
dilakukan oleh masing-masing pihak pelaksana kegiatan dan aksi dalam RPB,
baik institusi pemerintah maupun non pemerintah
b. Penilaian terhadap dokumen pelaporan (report assesment); dilakukan sebagai
masukan proses atau hasil pengendalian dan evaluasi secara tertulis dari
berbagai dokumen yang disusun oleh para pihak dalam pelaksanaan kegiatan
dan aksi dalam RPB
c. Penilaian implementasi lapangan (field assessment); merupakan pengendalian
dan evaluasi yang dilakukan sebagai verifikasi terhadap pelaksanaan berbagai
kegiatan dan aksi dalam RPB di berbagai lokasi penyelenggarannya.
Pendekatan pelaksanan koordinasi, pengendalian, dan evaluasi RPB tersebut
dikoordinasikan dan dikompilasi oleh gugus tugas pelaksanaan RPB atau tim
koordinasi, pengendalian, dan evaluasi RPB yang melibatkan institusi pemerintah
maupun nonpemerintah misalnya Forum Pengurangan Risiko (FPRB) yang ada di
daerah.
Koordinasi dan kompilasi dilakukan oleh gugus tugas atau tim, sedangkan untuk
pelaksanaan koordinasi, pengendalian, dan evaluasi RPB pelaksanaan kegiatan dan
aksi dalam RPB dilakukan oleh masing-masing institusi sesuai dengan kewenangan
dan mekanisme yang ada dalam institusi yang bersangkutan.
Dengan pelibatan banyak pihak perlu disusun kerangka rencana koordinasi,
pengendalian dan evaluasi. Kerangka rencana ini memuat antara lain waktu
pengendalian dan evaluasi, apa yang dipantau, kriteria pengendalian dan evaluasi,
sumber bukti, metode pelaksanaan pengendalian dan evaluasi dan pelaksana
pengendalian dan evaluasi. Contoh untuk kerangka pengendalian dan evaluasi seperti
matrik dibawah ini:

109

Tabel 13. Contoh. Kerangka Rencana Koordinasi, Pengendalian, dan Evaluasi
Waktu Apa yang dipantau Kriteria Sumber bukti Metode Pelaksana

Semester 1
tahun 1 dan
per semester
(koordinasi)

- Penyusunan
baseline
- Legislasi (payung
hukum)
- Sinkronisasi
dengan pusat dan
daerah
- Integrasi ke
aktor-aktor
daerah
- Realisasi kegiatan

- Ketersediaan baseline
data
- Pengaruh daya paksa
produk
- Peta kontribusi daerah
kepada
program/rencana
provinsi atau nasional
- Peta sinergi
program/kegiatan
urusan/bidang Tata
Ruang, KLHS, dll
- Kemudahan,
percepatan, dukungan
pencapaian sasaran
- Indikator kegiatan dan
input kegiatan


- Dokumen
legislasi
(payung
hukum)
- Dokumentasi
dan/atau
laporan
- Dll

- Focus group
discussion
(FGD)
- Desktop
work (kajian
pustaka)
- Dll

- Tim teknis
penyusunan
RPB
- Forum
Pengurangan
risiko
bencana
(FPRB)
Per tahun
(pengendalia
n)
- Realisasi
program/kegiata
n tahun berjalan
- Peraturan/pedom
an/kebijakan
daerah/OPD yang
diperlukan untuk
melaksanakan
rencana aksi
- Indikator
program/kegiatan
- Relevansi
peraturan/pedoman/k
ebijakan daerah/OPD
untuk mendukung
program/pencapaian
sasaran
- Laporan
pemantauan
- Dokumentasi
dan/ atau
laporan
- Dokumen
peraturan/ped
oman/kebijak
an daerah
yang relevan
- Dll

- Focus group
discussion
(FGD)
- Desktop
work (kajian
pustaka)
- Dll
- Tim teknis
BPBD
- Forum
Pengurangan
risiko
bencana
(FPRB)
Semester ke 1
tahun ke 3
(peninjauan
kembali RPB)
- Review dokumen
RPB
- Ada/tidaknya kejadian
bahaya/peristiwa
bencana besar – perlu
dilakukan penyesuaian
- Ada/tidaknya
perubahan sistem
pemerintah daerah –
perlu dilakukan
penyesuaian

- Laporan
review RPB
- Focus group
discussion
(FGD)
- Desktop
work (kajian
pustaka)
- Dll
- Tim teknis
penyusunan
RPB
- Forum
Pengurangan
risiko
bencana
(FPRB)
Semester ke 2
Tahun ke 5
(evaluasi)
- Penyusunan
endline data
- Sinkronisasi
dengan pusat dan
daerah
- Integrasi ke
perencanaan lain
- ketersediaan endline
data
- kontribusi daerah
kepada
program/rencana
provinsi atau nasional
- Dokumentasi
dan/atau
laporan
- Laporan
evaluasi
- Focus group
discussion
(FGD)
- Desktop
work (kajian
pustaka)
- Dll
- Bappeda
- Forum
Pengurangan
risiko
bencana
(FPRB)

110

- Integrasi ke
aktor-aktor
daerah
- Realisasi
sasaran/tujuan
terhadap
penyelesaian isu
strategis
- pembelajaran
- sinergi
program/kegiatan
urusan /bidang Tata
Ruang, KLHS, dll
- kemudahan
peningkatan/perluasa
n dampak pencapaian
sasaran
- relevansi strategi/arah
kebijakan dan program
- efektivitas, efisiensi
dan rencana aksi PRB
(program, dst)


Tugas
Susunlah kerangka rencana pengendalian dan evaluasi RPB.

111

BAB IV
PENUTUP

Setelah mempelajari modul ini, semoga pembaca dapat menyusun dokumen Rencana
Penanggulangan Bencana sesuai dengan mekanisme tahapan dan isi kerangka dokumen.
Catatlah pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dalam modul ini untuk perbaikan
modul selanjutnya, sekaligus pembaca dapat memberikan input.

112

Lampira
Ver: 3.0