penerapan metode simple moving average dalam memperhalus dif raktogram xrd sampel nikel

Gilangpradana27 5 views 9 slides May 22, 2025
Slide 1
Slide 1 of 9
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9

About This Presentation

jurnal


Slide Content

Submitted: 26 Maret 2025; Revised: 28 Maret 2025; Accepted: 28 Maret 2025
Available online: 31 Maret 2025
DOI: 10.62749/jaf.v21i01.p05-13

Jurnal Aplikasi Fisika
p-ISSN 1858-4020
Vol. 21 No. 01, Februari 2025, Hal. 5-13
https://jaf.uho.ac.id/index.php/JAFUHO/article/view/21


PENERAPAN METODE SIMPLE MOVING AVERAGE DALAM MEMPER HALUS
DIFRAKTOGRAM XRD SAMPEL NIKEL

Sapto Raharjo
*,1
, Lina Lestari
2
, Nurul Hidayahtullah
2
, Muhammad Yaqub Rijal
1
, Jirman
2
1
Jurusan Kimia, Universitas Halu Oleo, Indonesia
2
Jurusan Fisika, Universitas Halu Oleo, Indonesia
*email:
[email protected]

Abstrak. Nikel, logam berwarna putih keperakan yang dikenal karena ketahanan korosi yang sangat baik dan titik
lebur yang tinggi, memiliki peran penting dalam industri modern. Namun, ketika ditemukan dalam bentuk bijih
nikel, keberadaan unsur besi menimbulkan kompleksitas tambahan pada pola XRD, menyebabkan puncak-puncak
yang tumpang tindih dan perubahan pada struktur kisi. Untuk mengatasi tantangan ini, penelitian ini menggunakan
metode Simple Moving Average (SMA) untuk memperhalus difraktogram XRD dari sampel nikel, yang secara
efektif mengurangi noise dan meningkatkan kejernihan data untuk analisis yang lebih akurat. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa sampel SIL-Ni197 memperoleh nilai MAPE sebesar 1,66%, RRMSE sebesar 2,65%, dan R²
sebesar 0,859. Hasil ini menunjukkan bahwa data yang telah dihaluskan tetap mempertahankan sebagian besar
variabilitas aslinya, menunjukkan pengurangan noise yang efektif sambil tetap menjaga tren penting. Dengan
demikian, metode SMA terbukti menjadi teknik yang sangat baik untuk pra-pemrosesan data XRD, membantu
dalam interpretasi sinyal yang lebih jelas. Untuk dataset dengan perubahan yang lebih tiba-tiba, teknik adaptif
seperti metode exponential moving average (EMA) dapat memberikan peningkatan lebih lanjut.

Kata kunci: MAPE; nikel; RRMSE; SMA; XRD

APPLICATION OF THE SIMPLE MOVING AVERAGE METHOD TO REFINE XRD
DIFFRACTOGRAMS OF NICKEL SAMPLE

Abstract. Nickel, a silvery-white metal celebrated for its exceptional corrosion resistance and high melting point,
plays a vital role in modern industries. However, when found in nickel ore, the presence of iron introduces
additional complexity to the XRD patterns, causing overlapping peaks and alterations in lattice structures. To
tackle this challenge, this study employed the Simple Moving Average (SMA) method to refine the XRD
diffractograms of nickel samples, effectively reducing noise and enhancing the clarity of the data for more
accurate analysis. The calculation results showed that the SIL-Ni197 obtained a MAPE of 1.66%, RRMSE of
2.65%, and

of 0.859. These results indicated that the smoothed data retains most of the original variability,
demonstrating effective noise reduction while preserving important trends. As a result, the SMA method has
proven to be an excellent technique for preprocessing XRD data, aiding in clearer signal interpretation. For
datasets with more abrupt changes, adaptive techniques such as exponential moving averages (EMA) method
may offer further improvements.

Kata kunci: MAPE; nickel; RRMSE; SMA; XRD

PENDAHULUAN
Nikel, logam berwarna putih keperakan yang terkenal karena titik lebur yang tinggi dan ketahanan
korosi yang luar biasa, memiliki peran penting dalam industri modern. Nikel sangat krusial dalam produksi
baja tahan karat, pengembangan teknologi baterai, serta berbagai aplikasi lainnya, yang semakin
mengukuhkan posisinya sebagai pilar utama perekonomian global. Sumber utama nikel yang bernilai
ekonomis berasal dari endapan sulfida dan laterit, dengan laterit menjadi sumber yang paling signifikan.
Laterit nikel telah menjadi objek penelitian yang luas oleh para ilmuwan. Oliveiraa et al. (
2001) melakukan
penelitian terhadap bijih laterit dari Punta Gorda, Kuba. Xuewei et al. (2010) mengkaji transformasi mineral pada
bijih laterit nikel dari Filipina dan Indonesia selama proses sintering, serta mineralogi dari hasil sinter tersebut.

Jurnal Aplikasi Fisika, Vol. 21, No.01, Februari 2025, Hal. 05-13
6

Girgin et al. (2011) meneliti perilaku pelarutan dari bijih laterit nikel asal Turki. Diaza et al. (2015) melakukan
analisis termodinamika terhadap proses reduksi bijih laterit nikel asal Kolombia. Setiawan et al. (2019)
memfokuskan penelitiannya pada karakteristik mineralogi bijih laterit nikel Indonesia selama proses
pemanggangan.
Difraksi sinar-X (XRD) adalah teknik dasar dalam ilmu material yang banyak digunakan untuk mempelajari
struktur kristal dari suatu material. Teknik ini memberikan informasi berharga mengenai susunan atom dalam kisi
kristal, memungkinkan para peneliti untuk menyelidiki komposisi fasa, ukuran kristalit, dan parameter kisi.
Logam dan paduan logam, termasuk nikel dan besi, menjadi objek penelitian yang penting karena memiliki
berbagai aplikasi industri, mulai dari elektronik hingga katalisis. Penelitian tentang nikel menggunakan metode
XRD telah dilakukan oleh berbagai ilmuwan. Macchiarola et al. (2007) mengeksplorasi teknik difraksi sinar-X
modern untuk menganalisis dan menyelidiki tubuh bijih. Landers et al. (2009) meneliti proses dehidroksilasi
cepat pada goethite yang mengandung nikel dalam bijih laterit nikel menggunakan analisis difraksi sinar-X dan
TEM. Bunjaku et al. (2010) menyelidiki fenomena perlakuan termal pada bijih laterit nikel pada suhu hingga
1300°C. Zhu et al. (2012) menganalisis mineralogi dan kimia kristal dari bijih laterit nikel kadar rendah. Pradhan
et al. (2012) memfokuskan penelitiannya pada perlakuan mikroba terhadap bijih laterit nikel untuk manfaat
pemisahan besi dan karakterisasi berikutnya. Bobicki et al. (2012) mempelajari efek perlakuan gelombang mikro
pada bijih nikel ultramafik, termasuk perilaku pemanasan, mineralogi, dan penghancuran. Javanshir et al. (2018)
meneliti proses pelindian nikel dengan tekanan atmosfer dari bijih berkadar nikel rendah. Parwani et al. (2019)
melakukan studi XRD dan FTIR pada senyawa nikel oksida yang didoping seng. Shofi et al. (2019) meneliti
pengaruh suhu reduksi dan penambahan bahan berbasis natrium terhadap proses peningkatan kadar nikel pada
bijih laterit. Prasetya et al. (2020) menganalisis profil difraksi sinar-X dari sampel nikel murni yang telah
mengalami perlakuan ECAP-annealing. König (2021) melakukan penelitian tentang pemantauan mineralogi
laterit nikel untuk mengoptimalkan definisi kadar dan proses pengolahan. Cherpin et al. (2021) meneliti sintesis
padatan nikel ferit menggunakan difraksi sinar-X, scanning electron microscopy (SEM), dan spektroskopi
Raman. Gaus et al. (2024) meneliti porositas, kristalinitas, dan karakteristik campuran tanah liat/terak nikel untuk
aplikasi stabilisasi material.
Namun, interpretasi data XRD sering kali terhambat oleh adanya noise dan ketidakteraturan pada
difraktogram, yang dapat menyamarkan fitur-fitur penting dan mempersulit analisis kuantitatif. Noise pada
difraktogram XRD dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk keterbatasan instrumen, ketidakkonsistenan
dalam persiapan sampel, serta faktor lingkungan. Selain itu, keberadaan unsur besi dalam sampel nikel
menambah kompleksitas pola XRD akibat tumpang tindih puncak dan variasi struktur kisi (Chang et al., 2012;
Abdel-Karim and Waheed, 2013; König, 2021; Ispas et al., 2024). Noise ini dapat menyulitkan identifikasi
puncak, terutama pada sistem yang kompleks dengan puncak-puncak yang saling tumpang tindih (Xuewei et al.,
2010; Bunjaku et al., 2010; Zhu et al., 2012; Díaz et al. 2015; Setiawan et al., 2019; Gaus et al., 2024). Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode untuk mengurangi noise, namun metode yang ada sering kali dapat
menyebabkan distorsi atau membutuhkan sumber daya komputasi yang tinggi.
Metode Simple Moving Average (SMA) menawarkan pendekatan yang sederhana dan efisien untuk
memperhalus data XRD, sehingga dapat diakses oleh berbagai kalangan peneliti. Penerapan metode SMA pada
difraktogram ini dapat meningkatkan kejernihan data, sehingga memudahkan analisis yang lebih akurat terhadap
komposisi fasa dan parameter struktur. Metode SMA adalah teknik statistik yang banyak digunakan untuk
memperhalus data dengan cara menghitung rata-rata dari sejumlah titik data secara berurutan. Metode ini sangat
efektif dalam mengurangi fluktuasi jangka pendek atau noise, sehingga tren atau pola dasar dalam data menjadi
lebih terlihat. Metode SMA memiliki aplikasi luas di berbagai bidang, termasuk keuangan (Raudys and
Pabarškaitė, 2018, Olazabal-Lugo et al., 2023, meteorologi Alam et al., 2024), dan ilmu material (Guiñón et al.,
2024), di mana dataset sering kali menunjukkan variabilitas yang melekat. Kesederhanaan dan efektivitasnya
menjadikan metode ini sebagai pilihan populer untuk meningkatkan kejelasan dan kemudahan interpretasi data.
Penelitian ini berfokus untuk menunjukkan efektivitas metode Simple Moving Average (SMA) dalam
memperhalus difraktogram XRD dari sampel nikel, sehingga memberikan solusi praktis terhadap tantangan
analisis yang umum terjadi. Penyempurnaan difraktogram XRD sangat penting untuk memastikan interpretasi
sifat material kristalin yang akurat dan dapat diandalkan. Data XRD sering mengandung noise dan
ketidakteraturan yang disebabkan oleh keterbatasan instrumen, gangguan lingkungan, atau masalah dalam
persiapan sampel, yang dapat menyamarkan detail penting seperti posisi puncak, intensitas, dan bentuk puncak.
Faktor-faktor ini sangat penting untuk menentukan parameter kunci, seperti konstanta kisi, identifikasi fasa,
ukuran kristalit, dan regangan. Tanpa penyempurnaan, analisis dapat menghasilkan hasil yang tidak akurat, yang
dapat menyebabkan kesalahan dalam identifikasi fasa atau salah interpretasi karakteristik struktural.
Penyempurnaan difraktogram, khususnya melalui teknik pemulusan seperti metode SMA, mampu meminimalkan

7
Raharjo et al., 2025 Penerapan Metode Simple Moving Average dalam Memperhalus ...


noise dan meningkatkan kejelasan puncak sambil tetap mempertahankan informasi penting. Proses ini
memperbaiki rasio sinyal terhadap noise, sehingga puncak-puncak yang lebih lemah menjadi lebih terlihat dan
memungkinkan analisis kuantitatif dan kualitatif yang lebih presisi. Penyempurnaan ini menjadi sangat penting
pada sistem yang kompleks, seperti material multifasa atau yang memiliki puncak-puncak tumpang tindih, di
mana perbedaan halus dapat sangat memengaruhi kesimpulan yang diambil dari data. Dengan memperhalus
difraktogram XRD, para peneliti dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang struktur material
dan memastikan bahwa data yang dihasilkan kuat untuk diaplikasikan lebih lanjut dalam bidang ilmiah maupun
industri.

TEORI DAN METODE EKSPERIMEN
Teori
Difraksi sinar-X adalah teknik analisis yang sangat kuat yang digunakan untuk menyelidiki struktur
kristalografi, komposisi, dan sifat fisik dari suatu material. Prinsip dasar dari XRD didasarkan pada interaksi
sinar-X dengan susunan atom yang periodik di dalam kisi kristal. Ketika sebuah berkas sinar-X monokromatik
diarahkan ke sampel kristal, bidang-bidang atom di dalam kristal akan menyebarkan sinar-X ke arah tertentu
akibat terjadinya interferensi konstruktif. Fenomena ini secara matematis dijelaskan oleh Hukum Bragg dalam
bentuk
=2 (1)
di mana n adalah orde refleksi, λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak antar bidang (interplanar
spacing), dan θ adalah sudut datang yang memenuhi kondisi untuk terjadinya interferensi konstruktif. Pola
difraksi yang dihasilkan, yang terdiri dari serangkaian puncak intensitas pada sudut-sudut tertentu, memberikan
sidik jari unik dari struktur kristal. Setiap puncak mewakili satu set bidang kisi tertentu, sehingga memungkinkan
peneliti untuk menentukan parameter kristalografi utama seperti konstanta kisi, identifikasi fasa, dan ukuran
kristalit.
Dalam analisis difraksi sinar-X, noise mengacu pada fluktuasi intensitas yang tidak diinginkan yang
menghambat identifikasi puncak dan analisis struktur. Noise ini muncul akibat berbagai faktor seperti
keterbatasan instrumen, ketidaksempurnaan dalam persiapan sampel, dan kondisi lingkungan, yang menyebabkan
penurunan rasio sinyal terhadap noise (SNR). Kehadiran noise dapat menutupi puncak-puncak yang lemah,
mengubah garis dasar (baseline), serta menyebabkan pelebaran atau pergeseran puncak, sehingga mengakibatkan
ketidakakuratan dalam penentuan intensitas puncak, level latar belakang, ukuran kristalit, regangan kisi, dan
komposisi fasa. Tingkat noise yang tinggi dalam analisis XRD menjadi tantangan, terutama pada sampel dengan
kristalinitas rendah atau material multifasa dengan puncak-puncak yang saling tumpang tindih. Pengelolaan noise
yang efektif sangat penting untuk meningkatkan akurasi dan keandalan karakterisasi struktur, karena noise dapat
mendistorsi bentuk puncak dan menutupi fitur-fitur halus yang penting dalam identifikasi fasa serta penentuan
sifat material.
Untuk mengatasi masalah noise dalam analisis XRD, digunakan teknik praproses data seperti reduksi noise
dan pemulusan (smoothing) untuk meningkatkan kejelasan difraktogram. Metode Simple Moving Average (SMA)
merupakan pendekatan yang efektif untuk meminimalkan noise dengan cara merata-ratakan nilai intensitas dari
titik-titik data yang berdekatan dalam jendela tertentu, sehingga memperjelas puncak-puncak yang ada. Metode
ini melibatkan perhitungan rata-rata dari sejumlah titik data dalam jendela geser (sliding window), menghasilkan
kurva yang lebih halus. Dengan mengatur ukuran jendela, pengguna dapat menyeimbangkan antara tingkat
kehalusan dan sensitivitas; jendela yang lebih besar akan menghasilkan kurva yang lebih halus tetapi kurang
responsif terhadap perubahan yang cepat (Gu and Zhou, 2010).
Rumus dasar metode SMA dapat dinyatakan sebagai berikut.

=
1





(2)
di mana
mewakili nilai aktual,
menunjukkan nilai prediksi untuk pengamatan, serta dan menyatakan
panjang metode SMA (Svetunkov and Petropoulos, 2018). Metode Simple Moving Average (SMA) secara efektif
mengurangi noise pada difraktogram XRD, meningkatkan kejernihan puncak, dan memperbaiki kualitas data
untuk analisis selanjutnya. Namun, penting untuk mengevaluasi kinerja metode SMA untuk memastikan bahwa
metode ini menghaluskan data secara akurat tanpa mengubah fitur-fitur utama.
Analisis kesalahan memberikan cara kuantitatif untuk menilai efektivitas proses penghalusan. Parameter
seperti Mean Absolute Percentage Error (MAPE) (Chicco et al., 2021), Relative Root Mean Square Error
(RRMSE) (Chai et al., 2014; Rysanek et al., 2019; Chicco et al., 2021; Hodson, 2022), dan koefisien determinasi
λ
θ
(
Ijaz and Manzoor, 2024) umumnya digunakan untuk mengukur akurasi dan keandalan data yang telah

Jurnal Aplikasi Fisika, Vol. 21, No.01, Februari 2025, Hal. 05-13
8

dihaluskan dibandingkan dengan data asli atau data referensi. Alat statistik ini membantu memvalidasi
kemampuan metode SMA dalam mempertahankan informasi struktural penting sambil meminimalkan
penyimpangan, sehingga memastikan bahwa difraktogram yang telah diperhalus tetap andal untuk analisis lebih
lanjut. Evaluasi hasil dilakukan berdasarkan parameter-parameter tersebut: mean absolute percentage error
(MAPE), yang menunjukkan tingkat kesalahan estimasi dalam persentase; koefisien korelasi ė
θ
, yang
mencerminkan tingkat hubungan antara nilai estimasi dan nilai observasi; serta relative RMSE (RRMSE), yang
mengukur proporsi kesalahan kuadrat rata-rata relatif terhadap nilai observasi. Parameter-parameter ini dihitung
menggunakan Pers. (3)–(5) sebagai berikut (
Chai et al., 2014; Rysanek et al., 2019; Chicco et al., 2021; Hodson,
2022):
=
1
α






×100!
"

(3)
ė
θ
=
∑$
−%&$
−%&
"

∑$
−%&
θ"

∑$
−%&
θ"

(4)
'=(
1
α
∑$

&
θ"

1
α


"

(5)

Metode Eksperimen
Penelitian ini menggunakan Oreas 197, yaitu sampel referensi dari ElvaX Plus yang disediakan oleh
produsen (Certified Reference Material - CRM) (Oreas 197). Sampel kemudian dikarakterisasi menggunakan
Malvern Panalytical Aeris Instrument Suite versi 1.7b (136). Difraktogram dikumpulkan pada rentang sudut 2θ
antara 5°– 90°, dengan ukuran langkah (step size) sebesar 0,011° menggunakan radiasi Cu Kα pada arus 15 mA
dan tegangan 40 kV dengan beta-filter nikel, soller slits 0,04 rad, beam fixed mask 13 mm, divergence slit 1/8°,
dan beam knife high. Data difraktogram yang diperoleh kemudian dianalisis dan diperhalus menggunakan
metode SMA yang diimplementasikan melalui source-code Python, lalu diproses lebih lanjut menggunakan
High Score Plus (HSP) versi 5.2.0.31529. Pada penelitian ini, periode diatur pada titik maksimal yang
disediakan oleh HSP, yakni 50.



Gambar 1. Diagram alur skrip kode untuk penyempurnaan (refining) difraktogram XRD.


MULAI
Membaca file excel (sudut and intensitas)
Mengatur periode metode SMA
Menghitung intensitas menggunakan the metode
Simple Moving Average
Mengitung parameter eror : RRMSE, MAPE, dan ė
θ

SELESAI

9
Raharjo et al., 2025 Penerapan Metode Simple Moving Average dalam Memperhalus ...


HASIL
Dalam penelitian ini, data difraktogram yang dihasilkan oleh instrumen diproses menggunakan metode
SMA, yang ditulis dalam bahasa Python berdasarkan diagram alur pada Gambar 1, untuk meningkatkan kejelasan
difraktogram sehingga lebih sesuai untuk analisis yang lebih mendalam. Sampel SIL-Ni197, merujuk pada Oreas
197. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1(b), hasil regresi tampak jauh lebih halus dibandingkan dengan data
keluaran mentah dari instrumen pengukuran. Secara khusus, puncak-puncak pada Gambar 1(b) terlihat lebih jelas
dan lebih mudah diidentifikasi, sementara pada Gambar 1(a) puncak-puncak tersebut tampak kurang menonjol.


(a) Original

(b) SMA
Gambar 1. Hasil difraktogram dari Oreas Ni-197.

Hal ini menunjukkan bahwa proses regresi berhasil meminimalkan noise dan meningkatkan kejernihan data,
sehingga fitur-fitur utama menjadi lebih terlihat. Gambar 1 menunjukkan proses perataan yang diterapkan pada
hasil pengukuran pada puncak tertentu. Pada Gambar 1(a), bentuk sinyal tampak samar, sehingga sulit untuk
membedakan puncak sinyal dari noise di sekitarnya. Sebaliknya, pada Gambar 1(b), puncak sinyal terlihat jauh
lebih jelas, menunjukkan bahwa proses perataan telah secara signifikan meningkatkan kejernihan data.
Perbandingan ini menegaskan efektivitas metode SMA dalam menyempurnakan sinyal difraktogram dari

Jurnal Aplikasi Fisika, Vol. 21, No.01, Februari 2025, Hal. 05-13
10

instrumen, sehingga meningkatkan akurasi dan kemudahan interpretasi hasil pengukuran.
Perhitungan eror memberikan cara kuantitatif untuk menilai efektivitas proses smoothing. Parameter seperti
Mean Absolute Percentage Error (MAPE), Relative Root Mean Square Error (RRMSE), dan koefisien
determinasi R² secara umum digunakan untuk mengukur akurasi dan keandalan data yang telah dihaluskan jika
dibandingkan dengan data asli atau data referensi. Alat statistik ini membantu memvalidasi kemampuan metode
SMA dalam mempertahankan informasi struktural penting sambil meminimalkan deviasi, sehingga memastikan
bahwa difraktogram yang telah disempurnakan tetap andal untuk analisis lebih lanjut. Evaluasi hasil dilakukan
berdasarkan parameter-parameter ini: mean absolute percentage error (MAPE), yang menunjukkan tingkat
kesalahan estimasi dalam bentuk persentase: koefisi en korelasi


, yang menggambarkan tingkat hubungan antara nilai estimasi dan nilai observasi; serta relative RMSE
(RRMSE), yang mengukur proporsi kesalahan kuadrat rata-rata relatif terhadap nilai observasi. Parameter-
parameter ini dihitung menggunakan Pers. (3)–(5) sebagai berikut.
Table 1. Perhitungan Error
No Sample MAPE (%) RRMSE (%)



1 SIL-Ni197 1.6591 2.6509 0.85949

Ini merupakan persentase yang rendah, menunjukkan bahwa metode SMA mampu menangkap perilaku
umum dari data asli sambil menghaluskan noise. Nilai RMSE sekitar 1,89% dari rata-rata data asli. Hal ini
mengonfirmasi bahwa tingkat kesalahan relatif kecil dibandingkan dengan skala keseluruhan data, sehingga
menunjukkan akurasi yang baik. Sekitar 0,83076 variansi dari data asli dapat dijelaskan oleh metode SMA. Nilai
R² yang tinggi ini menunjukkan bahwa metode SMA mampu mempertahankan sebagian besar variabilitas sinyal
asli, sambil secara efektif mengurangi noise.

PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil regresi difraktogram lebih halus dibandingkan dengan yang
dihasilkan oleh alat. Posisi puncak menjadi lebih jelas terlihat, sehingga memudahkan analisis selanjutnya. Hal
ini menyoroti efektivitas metode SMA dalam menghaluskan sinyal utama difraktogram, sehingga mempermudah
proses identifikasi puncak.


Gambar 2. Hasil perbandingan untuk Oreas-197

Sesuai dengan hal tersebut, nilai MAPE dan RRMSE yang rendah menunjukkan bahwa metode SMA secara

11
Raharjo et al., 2025 Penerapan Metode Simple Moving Average dalam Memperhalus ...


efektif menghaluskan data tanpa menyebabkan distorsi yang signifikan terhadap tren dasarnya. Nilai error absolut
(MAPE dan RMSE) menunjukkan tingkat akurasi yang cukup baik. Dalam proses smoothing, nilai R² membantu
mengukur seberapa baik metode SMA mengurangi noise sambil mempertahankan pola utama dari data. Nilai R²
yang tinggi menunjukkan bahwa data yang telah dihaluskan berhasil menangkap sebagian besar variansi dari data
asli, yang berarti pengurangan noise dilakukan secara efektif tanpa menghilangkan tren penting.
Pada Gambar 2, terlihat bahwa data asli (titik hitam) menunjukkan banyak fluktuasi akibat adanya noise,
yang dapat menyulitkan dalam mengidentifikasi puncak difraksi. Selanjutnya, hasil smoothing data difraksi
menggunakan perangkat lunak High Score Plus dengan periode 50 (lingkaran biru) mampu mengurangi sebagian
noise sambil tetap mempertahankan detail pola difraksi, meskipun masih terdapat sedikit fluktuasi pada garis
dasar. Sementara itu, metode SMA dengan periode 50 (garis merah) menghasilkan kurva yang lebih halus dan
tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh dari HSP, dengan garis dasar yang lebih stabil serta puncak
difraksi yang lebih mudah untuk dianalisis.
Metode HSP menggunakan filter Savitzky-Golay atau Gaussian, karena kedua metode ini umum digunakan
dalam pemrosesan data XRD. Keunggulan utama dari HSP dibandingkan dengan metode SMA adalah
kemampuannya dalam mempertahankan struktur asli data dengan lebih baik, terutama dalam menjaga ketajaman
dan resolusi puncak. Namun, smoothing menggunakan HSP masih dapat menyisakan sedikit fluktuasi pada garis
dasar jika dibandingkan dengan SMA yang cenderung menghasilkan garis dasar yang lebih rata.
Pemilihan periode 50 dalam proses smoothing, baik untuk HSP-Smooth maupun SMA, didasarkan pada
keseimbangan antara pengurangan noise dan pelestarian detail penting dalam pola difraksi XRD. Periode ini
cukup besar untuk meratakan fluktuasi acak yang berasal dari noise, tetapi tidak terlalu besar sehingga tetap
menjaga ketajaman dan resolusi puncak difraksi. Jika periode terlalu kecil, smoothing tidak akan efektif dalam
menghilangkan noise, sedangkan jika terlalu besar, puncak tajam dapat menjadi melebar, yang akan mengurangi
akurasi analisis kristalografi. Selain itu, pemilihan periode 50 juga mempertimbangkan kerapatan data dalam pola
XRD, sehingga garis dasar menjadi lebih stabil tanpa kehilangan informasi utama.
Hal ini menunjukkan keunggulan metode SMA dalam menghaluskan pola difraksi yang mampu mengurangi
noise secara efektif tanpa mengubah posisi dan tinggi puncak secara signifikan. Selain itu, baseline yang lebih
stabil membantu dalam mendeteksi puncak yang lemah, yang mungkin tersembunyi dalam noise pada data asli.
Dengan parameter penghalusan yang dapat disesuaikan, SMA memberikan keseimbangan optimal antara
penghalusan dan pelestarian detail penting. Namun, penggunaan parameter yang terlalu besar dapat
menyebabkan pelebaran puncak, yang berpotensi mengurangi resolusi pola difraksi. Oleh karena itu, SMA
menjadi pilihan yang baik untuk meningkatkan akurasi analisis XRD, terutama ketika data asli mengandung
banyak noise atau variasi kecil yang tidak diinginkan.
Menggabungkan semua hasil yang diperoleh, metode SMA terbukti sangat bermanfaat untuk sampel nikel,
yang sering menunjukkan gangguan atau noise yang cukup besar pada data difraktogramnya. Meskipun
demikian, penting untuk mengeksplorasi metode alternatif lainnya untuk perbandingan, seperti metode
exponential moving average (EMA), yang mungkin dapat memberikan keunggulan tambahan.

KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, metode Simple Moving Average (SMA) berhasil diterapkan untuk menghaluskan data
difraktogram XRD pada sampel nikel, dengan hasil yang menunjukkan pengurangan noise yang signifikan dan
peningkatan kejernihan data. Pada sampel SIL-Ni197 diperoleh MAPE sebesar 1,66%, RRMSE sebesar 2,65%,
dan R² sebesar 0,859. Hasil ini menunjukkan bahwa metode SMA mampu mempertahankan variabilitas utama
dari data asli sambil mengurangi gangguan noise tanpa menghilangkan pola penting, serta hasilnya sejalan
dengan smoothing menggunakan perangkat lunak High Score Plus (HSP) dengan periode 50. Oleh karena itu,
metode SMA dapat dijadikan alternatif dalam pra-pemrosesan data XRD untuk menghasilkan sinyal yang lebih
jelas dan mudah dianalisis, terutama pada sampel nikel yang cenderung memiliki noise tinggi, meskipun untuk
data dengan transisi yang lebih tajam, metode adaptif, seperti exponential moving average (EMA) juga dapat
dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Karim, R., & Waheed, A. F. (2013). Nanocoatings. In Modern Surface Engineering Treatments (pp. 123–
157).
Alam, M., Hossain, S., & Akter, K. (2024). Assessment of long-term trends in pre-monsoon rainfall and
temperature for various districts using moving average and exponential moving average methods. Journal
of Environmental Engineering Studies, 9(3), 30–64.
https://doi.org/10.46610/JoEES.2024.v09i03.004
Bobicki, E. R., Liu, Q., & Xu, Z. (2018). Microwave treatment of ultramafic nickel ores: Heating behavior,

Jurnal Aplikasi Fisika, Vol. 21, No.01, Februari 2025, Hal. 05-13
12

mineralogy, and comminution effects. Minerals, 8(11), 1–19. https://doi.org/10.3390/min8110524
Bunjaku, A., Kekkonen, M., & Holappa, L. (2010). Phenomena in thermal treatment of lateritic nickel ores up to
1300°C. In Proceedings of the 12th International Ferroalloys Congress: Sustainable Future (pp. 641–652).
Chai, T., & Draxler, R. R. (2014). Root mean square error (RMSE) or mean absolute error (MAE)? Arguments
against avoiding RMSE in the literature. Geoscientific Model Development, 7, 1247–1250.
https://doi.org/10.5194/gmd-7-1247-2014
Chang, W.-S., Wei, Y., Guo, J.-M., & He, F.-J. (2012). Thermal stability of Ni-Fe alloy foils continuously
electrodeposited in a fluorborate bath. Open Journa l of Metal, 2, 18–23.
https://doi.org/10.4236/ojmetal.2012.21003
Cherpin, C., Lister, D., Dacquait, F., & Liu, L. (2021). Study of the solid-state synthesis of nickel ferrite
(NiFe₂O₄) by X-ray diffraction (XRD), scanning electron microscopy (SEM), and Raman spectroscopy.
Materials, 14, 2557. https://doi.org/10.3390/ma14102557
Chicco, D., Warrens, M. J., & Jurman, G. (2021). The coefficient of determination R-squared is more informative
than SMAPE, MAE, MAPE, MSE, and RMSE in regression analysis evaluation. PeerJ Computer Science,
7, 1–24. https://doi.org/10.7717/PEERJ-CS.623
De Oliveira, S. M. B., Partiti, C. S. D. M., & Enzweiler, J. (2001). Ochreous laterite: A nickel ore from Punta
Gorda, Cuba. Journal of South American Earth Sciences, 14, 307–317. https://doi.org/10.1016/S0895-
9811(01)00026-8
Díaz, S. C., Garcés, A., Restrepo, O. J., Lara, M. A., & Camporredondo, J. E. (2015). Thermodynamic analysis of
the reduction process of Colombian lateritic nickel ore. Revista de Metalurgia, 51(4), 1–8.
https://doi.org/10.3989/revmetalm.057
Gaus, A., Rauf, I., Siregar, F., & Heryanto, H. (2024). Proximity porosity and crystallinity analysis as clay/nickel
slag characteristics for material stabilization application. Trends in Sciences, 21(8), 7970.
https://doi.org/10.48048/tis.2024.7970
Girgin, I., Obut, A., & Üçyildiz, A. (2011). Dissolution behaviour of a Turkish lateritic nickel ore. Minerals
Engineering, 24, 603–609. https://doi.org/10.1016/j.mineng.2010.10.009
Gu, G. F., & Zhou, W. X. (2010). Detrending moving average algorithm for multifractals. Physical Review E -
Statistical, Nonlinear, and Soft Matter Physics, 82(1), 1–12. https://doi.org/10.1103/PhysRevE.82.011136
Guiñón, J. L., Ortega, E., García-Antón, J., & Pérez-herranz, V. (2007). Moving average and Savitzki-Golay
smoothing filters using Mathcad. International Conference on Engineering Education, 1–4. Retrieved from
http://academic.research.microsoft.com/Paper/12119855.aspx
Hodson, T. O. (2022). Root mean square error (RMSE) or mean absolute error (MAE): When to use them or not.
Geoscientific Model Development, 15, 5481–5487. https://doi.org/10.5194/gmd-15-5481-2022
Ijaz, A., & Manzoor, S. (2024). Vortex induced vibration prediction through machine learning techniques. AIP
Advances, 14, 115025. https://doi.org/10.1063/5.0236511
Ispas, A., Matsushima, H., Plieth, W., & Bund, A. (2007). Influence of a magnetic field on the electrodeposition
of nickel-iron alloys. Electrochimica Acta, 52, 2785–2795. https://doi.org/10.1016/j.electacta.2006.10.064
Javanshir, S., Mofrad, Z. H., & Azargoon, A. (2018). Atmospheric pressure leaching of nickel from a low-grade
nickel-bearing ore. Physicochemical Problems of Mineral Processing, 54(3), 890–900.
https://doi.org/10.5277/ppmp1891
König, U. (2021). Nickel laterites-mineralogical monitoring for grade definition and process optimization.
Minerals, 11, 1178. https://doi.org/10.3390/min11111178
Landers, M., Gilkes, R. J., & Wells, M. A. (2009). Rapid dehydroxylation of nickeliferous goethite in lateritic
nickel ore: X-ray diffraction and TEM investigation. Clays and Clay Minerals, 57(6), 751–770.
https://doi.org/10.1346/CCMN.2009.0570608
Macchiarola, K., Koenig, U., Gobbo, L., Campbell, I., McDonald, A. M., & Cirelli, J. (2007). Modern X-ray
diffraction techniques for exploration and analysis of ore bodies. In Proceedings of Exploration 07: Fifth
Decennial International Conference on Mineral Exploration (pp. 1007–1011).
Olazabal-Lugo, M., Espinoza-Audelo, L. F., León-Castro, E., Perez-Arellano, L. A., & Blanco-Mesa, F. (2023).
Heavy moving average distances in sales forecasting. Journal of Automation, Mobile Robotics &
Intelligent Systems, 17(2), 18–27. https://doi.org/10.14313/JAMRIS/2
Oreas 197. https://www.oreas.com/downloads/?fileId=1048 (diakses pada tanggal 30 Desember 2024).
Parwani, S., Dubey, P., Dixit, R. C., & Kaurav, N. (2019). XRD and FTIR studies of zinc doped nickel oxide
compounds. In AIP Conference Proceedings, 2100, 020092. https://doi.org/10.1063/1.5098646
Pradhan, N., Nayak, R. R., Mishra, D. K., Priyadarshini, E., Sukla, L. B., & Mishra, B. K. (2012). Microbial
treatment of lateritic Ni-ore for iron beneficiation and their characterization. World Environment, 2(6),

13
Raharjo et al., 2025 Penerapan Metode Simple Moving Average dalam Memperhalus ...


110–115.
https://doi.org/10.5923/j.env.20120206.01
Prasetya, A. D., Rifai, M., Mujamilah, & Miyamoto, H. (2020). X-ray diffraction (XRD) profile analysis of pure
ECAP-annealing nickel samples. Journal of Physics: Conference Series, 1436, 012113.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1436/1/012113
Setiawan, I., Febrina, E., Subagja, R., Harjanto, S., & Firdiyono, F. (2019). Investigations on mineralogical
characteristics of Indonesian nickel laterite ores during the roasting process. IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering, 541, 012038. https://doi.org/10.1088/1757-899X/541/1/012038
Shofi, A., Rahmahwati, A., Nurjaman, F., & Suharno, B. (2019). Effect of reduction temperature and sodium-
based additives on nickel upgrading process of laterites ores. IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering, 541, 012002. https://doi.org/10.1088/1757-899X/541/1/012002
Svetunkov, I., & Petropoulos, F. (2018). Old dog, new tricks: A modelling view of simple moving averages.
International Journal of Production Research, 56(18 ), 6034–6047.
https://doi.org/10.1080/00207543.2017.1380326
Raudys, A., & Pabarškaitė, . (2018). Optimising the smoothness and accuracy of moving average for stock price
data. Technological and Economic Development of Eco nomy, 24(3), 984–1003.
https://doi.org/10.3846/20294913.2016.1216906
Rysanek, A. M., Fonseca, J. A., & Schlueter, A. (2019). Bayesian calibration of a building energy model by
stochastic optimisation of root-mean square error. Preprint submitted to Applied Energy.
https://doi.org/10.3929/ethz-b-000349836
Xuewei, L., Bai, C., He, S., & Huang, Q. (2010). Mineral change of Philippine and Indonesia nickel lateritic ore
during sintering and mineralogy of their sinter. ISIJ International, 50(3), 380–385.
https://doi.org/10.2355/isijinternational.50.380
Zhu, D. Q., Cui, Y., Hapugoda, S., Vining, K., & Pan, J. (2012). Mineralogy and crystal chemistry of a low-grade
nickel laterite ore. Transactions of Nonferrous Metals Society of China, 22, 907–916.
https://doi.org/10.1016/S1003-6326(11)61264-8
Tags