INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGA M A ISLAM DI IND O NESIA Nama : Yusup Royani NIM : 2281130463 Kelas : A10 MK : Pengembangan Kurikulum
PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA Perkembangan teknologi berdampak pada perubahan berulang dalam kurikulum di Indonesia, yang bertujuan untuk menyesuaikan pendidikan dengan kemajuan teknologi dan perkembangan peserta didik. Namun, tidak semua perubahan kurikulum memberikan dampak positif, dan seringkali diperlukan perbaikan. Penelitian tentang perkembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia dilakukan dengan pendekatan sejarah, menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi melibatkan berbagai sumber sejarah seperti karya ilmiah, kitab, dokumen, arsip, majalah, koran, dan catatan harian pribadi.
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PRA KEMERDEKAAN Pendidikan pada masa prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme, di mana pendidikan didesain untuk melayani kepentingan penjajah. Semu a be n tuk pe n didi k an pa d a sa a t pen jajah a n dipus a t k an u n tuk m e mba n tu dan mendukung kepentingan penjajah. Awalnya, penjajah Eropa lebih fokus pada eksplorasi dan perdagangan rempah-rempah daripada pendidikan. Penjajah Eropa juga memiliki misi penyebaran agama Kristen di Nusantara, dan untuk itu, mereka mendirikan lembaga pendidikan. Pendidikan Kristen ini tidak hanya diperuntukkan bagi penduduk Eropa tetapi juga bagi penduduk pribumi yang memeluk agama Kristen.
Dibentuknya lembaga pendidikan oleh penjajah untuk melatih pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis, terutama dalam konteks tanam paksa. Akses ke lembaga pendidikan ini sangat terbatas dan hanya tersedia untuk anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah mencetak pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah, bukan menciptakan generasi yang berdedikasi pada kemerdekaan dan tanah airnya sendiri. Tujuan pendidikan kolonial tidak berfokus pada pembentukan individu yang berdedikasi kepada bangsa dan tanah airnya, melainkan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer kepada penduduk pribumi dan menjadikan mereka tergantung pada pemerintahan kolonial.
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MASA ORDE LAMA Kurikulum pendidikan nasional telah mengalami beberapa perubahan. Era Orde Lama memiliki dua kurikulum utama, yaitu Kurikulum 1947 dan Kurikulum 1952-1964. Kurikulum 1947 baru mulai diterapkan pada tahun 1950 secara formal. K uri k ulum 1947 ma s ih m e n c er m in k an pen g ar u h s i s t e m pen d idi k an Jepang d a n Belanda. Dalam Kurikulum 1947, pendidikan agama Islam telah diatur pelaksanaannya dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh dua menteri pada tahun 1946. Fokus Kurikulum 1947 adalah pada pembentukan warga negara yang mencintai negara, menjadi berdaulat, dan meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Kurikulum 1952-1964 terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, dan sejarah. Pelaksanaan Kurikulum 1952-1964 diatur dalam Undang-Undang Pokok (Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. S KB dua me nt e r i t ah u n 19 5 1 m en g a man a t k an pen d idi k an a g a ma y a n g w aj i b diselenggarakan di sekolah minimal 2 jam per minggu. Departemen Agama (DEPAG) berupaya membentuk kurikulum agama di sekolah dan pesantren, dengan pembentukan tim yang berhasil menyusun kurikulum agama pada tahun 1952. Setelah penyusunan kurikulum agama oleh DEPAG, pendidikan agama Islam mendapatkan alokasi waktu sebanyak 25% dari keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan dalam seminggu.
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MASA ORDE BARU Peralihan dari era Orde Lama ke era Orde Baru berdampak pada perubahan kurikulum nasional. Model kurikulum yang berlangsung selama era Orde Baru termasuk Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Suplemen Kurikulum 1999. Kurikulum 1968 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1964 dan menjadi model terintegrasi. Namun, pelaksanaan pendidikan agama Islam relatif serupa dengan Kurikulum 1964. Kurikulum 1975 memiliki orientasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar. Pendidikan agama Islam mendapatkan porsi 30% dalam kurikulum ini, sementara pendidikan umum 70%.
Kurikulum 1984 adalah penyempurnaan dari Kurikulum 1975, dengan peran siswa yang aktif dan guru sebagai fasilitator. Pendekatan ini disebut sebagai Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Pendekatan ini meniadakan bentuk ceramah dalam pembelajaran. Kurikulum 1994 adalah upaya untuk memadukan kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984. Dengan UU SISDIKNAS No 2 tahun 1989, madrasah diakui sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam, dan pendidikan agama Islam berjalan satu paket dengan sistem pendidikan nasional.
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MASA REFORMASI Era reformasi mempengaruhi dunia pendidikan nasional dan mengakibatkan perubahan kurikulum. Salah satu dampak reformasi adalah pengembangan "Kurikulum Berbasis Kompetensi" (KBK) yang menekankan pencapaian kompetensi siswa dan bukan hanya pencapaian materi. KBK memiliki karakteristik berpusat pada siswa, berorientasi pada proses dan hasil, dan menggunakan berbagai pendekatan dan metode. Kurikulum 2004 diimplementasikan dengan fokus pada pencapaian kompetensi, dan madrasah juga mengadopsi konsep "kompetensi." Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 menggambarkan pendekatan lokal dalam pengembangan kurikulum, di mana sekolah memiliki kewenangan dalam menyusun silabus sesuai dengan kondisi lokal.
Kurikulum 2013 (K-13) menekankan pendidikan yang berkarakter, pendidikan yang berwawasan lokal, dan pendidikan yang menyenangkan dan bersahabat. Kurikulum ini bertujuan untuk menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.