Pertemuan 9_Komunikasi dalam Krisis Kesehatan_Zoom.pptx
dessypuji88
3 views
26 slides
Sep 22, 2025
Slide 1 of 26
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
About This Presentation
Bahan Ajar Komunikasi dalam Krisis Kesehatan
Size: 9.44 MB
Language: none
Added: Sep 22, 2025
Slides: 26 pages
Slide Content
KOMUNIKASI DALAM KRISIS KESEHATAN PERTEMUAN 9 By: Dr. dr. Arifah Devi Fitriani, M.Kes
APA ITU KRISIS KESEHATAN Krisis kesehatan adalah Situasi darurat yang mengancam kesehatan publik dalam skala besar , menyebabkan disrupsi signifikan pada sistem kesehatan dan kehidupan sosial . Karakteristik Krisis Kesehatan : Ketidakpastian Tinggi : Informasi seringkali belum lengkap atau berubah-ubah . Ancaman Serius : Potensi bahaya fisik , psikologis , dan sosial . Urgensi Waktu : Membutuhkan respons cepat . Tekanan Publik & Media : Sorotan intens dan ekspektasi tinggi . Multi-stakeholder : Melibatkan berbagai pihak ( pemerintah , swasta , masyarakat , media). Krisis kesehatan itu bukan hanya soal sakit , tetapi juga soal kepanikan , ketakutan , dan bagaimana masyarakat merespons . Di sinilah komunikasi memegang peran vital.
PERAN KOMUNIKASI 1 4 Mengurangi Kepanikan Mengkoordinasikan Respons Meningkatkan Kepatuhan Mencegah Misinformasi & Disinformasi Membangun Kepercayaan Mendorong Perilaku Sehat 2 5 3 6
PERBEDAAN KOMUNIKASI KRISIS DENGAN KOMUNIKASI RISIKO Komunikasi krisis adalah respons cepat terhadap kejadian mendesak yang sudah terjadi atau akan terjadi . Komunikasi risiko berfokus pada pencegahan dan edukasi jangka panjang . Keduanya sama penting , namun pendekatan dan urgensinya berbeda .
KOMUNIKASI KRISIS VS KOMUNIKASI RISIKO Aspek Komunikasi Risiko Komunikasi Krisis Fokus Utama Mengurangi risiko yang potensial atau sedang berlangsung melalui perubahan perilaku jangka panjang . Merespons peristiwa nyata yang sudah terjadi atau akan segera terjadi , dengan tujuan mengelola dampak . Waktu Proaktif , berkelanjutan , sebelum atau saat risiko ada . Reaktif dan proaktif , saat dan setelah peristiwa darurat . Emosi Audiens Perhatian , kewaspadaan . Ketakutan , kepanikan , kemarahan , ketidakpastian . Tujuan Edukasi , pencegahan , membangun pemahaman tentang bahaya dan cara menghindarinya . Menyelamatkan nyawa , mengurangi cedera , menenangkan publik , memulihkan situasi , membangun kembali kepercayaan . Contoh Kampanye bahaya merokok , edukasi gizi seimbang , peringatan dini gempa . Informasi terbaru wabah , instruksi evakuasi bencana , klarifikasi hoax.
TEORI DAN MODEL KOMUNIKASI KRISIS 1. Model CERC ( Crisis and Emergency Risk Communication ) Dikembangkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS, ini adalah salah satu model paling sering digunakan dalam komunikasi krisis kesehatan masyarakat . Teori ini berfokus untuk Menjembatani kesenjangan antara informasi ilmiah dan pemahaman publik , terutama dalam situasi yang penuh tekanan dan ketidakpastian . 5 Tahap Kunci Pra-krisis : Persiapan , perencanaan , membangun kemitraan , menguji pesan . Awal Krisis : Mempersiapkan diri untuk menerima dan menyebarkan informasi awal yang sering kali tidak lengkap . Pemeliharaan Krisis : Menyediakan informasi yang konsisten , berulang , dan tepat waktu ; mengoreksi misinformasi . Resolusi Krisis : Menjelaskan proses pemulihan , evaluasi respons , dan memberikan gambaran masa depan . Evaluasi Krisis : Menganalisis apa yang berhasil dan tidak , mendokumentasikan pelajaran , dan mempersiapkan untuk krisis berikutnya .
2. Model SCCT ( Situational Crisis Communication Theory ) Dikembangkan oleh W. Timothy Coombs . Teori ini berfokus pada bagaimana persepsi public terhadap tanggung jawab suatu organisasi atas krisis memengaruhi respons komunikasi yang paling efektif . Semakin besar persepsi public bahwa organisasi bertanggung jawab atas krisis , semakin besar pula ancaman terhadap reputasi organisasi dan semakin perlu organisasi mengambil sikap “ akomodatif ” dalam komunikasinya . Strategi Respons ( berdasarkan atribusi tanggung jawab ) Denial ( Penolakan ): Krisis bukan tanggung jawab kita ( misalnya , krisis disebabkan oleh pihak ketiga ). Diminish ( Mengecilkan ): Mengurangi persepsi tanggung jawab ( misalnya , menyatakan kecelakaan tidak disengaja ). Rebuild ( Membangun Kembali): Mengakui tanggung jawab dan mengambil tindakan korektif ( misalnya , meminta maaf , memberikan kompensasi ). Bolstering ( Penguatan ): Mengingatkan audiens tentang hal-hal positif yang pernah dilakukan organisasi ( sering dikombinasikan dengan strategi lain).
3. Teori Difusi Inovasi dalam Penyebaran Informasi Kesehatan Dikembangkan oleh Everett Rogers. Teori ini menjelaskan bagaimana ide-ide baru , praktik , atau informasi ( dalam kasus ini , informasi kesehatan atau pedoman ) menyebar melalui sistem sosial dari waktu ke waktu . 4 Elemen Kunci Inovasi : Pesan atau praktik kesehatan yang ingin disebarkan ( misalnya , pentingnya vaksinasi , protokol kesehatan baru ). Saluran Komunikasi : Media massa , media sosial , komunikasi interpersonal. Waktu: Kecepatan penyebaran . Sistem Sosial : Kelompok masyarakat dengan norma dan nilai mereka sendiri . Kategori Adopter (Masyarakat Penerima Informasi / Perilaku ) Inovator : Pertama yang mengadopsi . Early Adopters: Pemimpin opini , sangat dihormati . Early Majority: Berhati-hati tetapi terbuka . Late Majority: Skeptis , baru mengadopsi setelah mayoritas . Laggards: Paling lambat , cenderung tradisional .
4. Konsep Kepercayaan Publik dan Kredibilitas Informasi Kepercayaan dan Kredibilitas merupakan Pondasi Komunikasi Krisis . Kepercayaan adalah keyakinan publik bahwa sumber informasi ( pemerintah , ahli , organisasi kesehatan ) kompeten , jujur , dan peduli . Kredibilitas adalah Gabungan dari keahlian ( kompetensi ) dan dapat dipercaya ( kejujuran , objektivitas ). Pentingnya 2 Konsep ini dalam Krisis : Publik yang percaya cenderung mengikuti anjuran kesehatan ; Mampu melawan misinformasi ; Meminimalkan kepanikan ; Mempercepat pemulihan . Cara Membangun & Mempertahankan Kepercayaan : Transparansi dan keterbukaan ; Konsistensi pesan ; Empati dan kepedulian ; Kecepatan dan akurasi informasi ; Pengakuan kesalahan ( jika terjadi ).
MENGAPA MEMAHAMI AUDIENS ITU PENTING ? ? ? AUDIENS DAN PESAN DALAM KRISIS KESEHATAN Tidak ada satu ukuran cocok untuk semua , masyarakat itu beragam , kebutuhan , kekhawatiran , dan tingkat pemahaman mereka berbeda . Pesan yang relevan , memungkinkan kita membuat pesan yang sesuai dan bermakna bagi setiap kelompok . Saluran yang tepat , membantu memilih media komunikasi yang paling efektif untuk menjangkau kelpmpok tertentu . Meningkatkan kepatuhan , pesan yang relevan dan dipahami lebih memungkinkan diikuti . Membangun kepercayaan , menunjukkan bahwa otoritas memahami dan peduli terhadap kekhawatiran spesifik audiens .
IDENTIFIKASI DAN SEGMENTASI AUDIENS DALAM KRISIS KESEHATAN Publik Umum : Mayoritas masyarakat . Peringkat pemahaman dan kekhawatiran bervariasi . Kelompok Rentan / Berisiko Tinggi : Anak- anak , lansia , penderita penyakit kronis , disabilitas , kelompok minoritas , masyarakat berpenghasilan rendah , atau komunitas geografis tertentu . Mereka mungkin memiliki kebutuhan informasi dan perlindungan yang spesifik . Tenaga Kesehatan: Dokter, perawat , petugas medis , staf laboratorium . Mereka butuh informasi teknis , protokol , dan pedoman praktik klinis . Pembuat Kebijakan / Pemerintah : Pejabat di berbagai tingkatan . Mereka butuh data akurat , rekomendasi , dan konsekuensi kebijakan . Media Massa: Jurnalis dari televisi , radio, cetak , online. Mereka butuh fakta , kutipan , dan sudut pandang berita . Pemangku Kepentingan Lain: Sektor swasta , LSM, relawan , pemimpin agama/ komunitas . Mereka bisa menjadi mitra penting dalam penyebaran informasi dan aksi .
PRINSIP PERANCANGAN PESAN KUNCI DALAM KRISIS KESEHATAN Cepat ( Timely ): Berikan informasi secepat mungkin , bahkan jika belum lengkap , untuk mengisi kekosongan . Akurat ( Accurate ): Pastikan semua fakta benar dan dapat diverifikasi . Koreksi kesalahan dengan cepat dan jujur . Konsisten ( Consistent ): Pesan yang sama harus disampaikan oleh semua juru bicara dan di semua saluran . Ini membangun kredibilitas . Kredibel ( Credible ): Pesan harus datang dari sumber yang terpercaya dan ahli . Empati ( Empathetic ): Akui kekhawatiran dan ketakutan audiens . Tunjukkan bahwa Anda peduli . Relevan ( Relevant ): Berikan informasi yang benar-benar dibutuhkan audiens untuk melindungi diri mereka dan orang lain. Hindari informasi berlebihan .
Penggunaan Bahasa yang Jelas, Lugas , dan Bebas Jargon Hindari Jargon Medis / Ilmiah : Gunakan istilah sehari-hari ( misalnya , " penyakit menular " daripada " patogen etiologi infeksius "). Gunakan Kalimat Pendek dan Aktif : Membuat pesan lebih mudah dipahami dan diingat . Fokus pada "Apa yang Perlu Diketahui " dan "Apa yang Perlu Dilakukan “, Jangan membanjiri audiens dengan detail yang tidak relevan . Uji Pesan: Sebelum disebarluaskan , uji pesan pada sampel audiens untuk memastikan pemahaman .
KOMUNIKASI EFEKTIF SELAMA KRISIS Untuk menjaga kepercayaan , menenangkan kekhawatiran , dan memastikan aliran informasi yang jelas kepada semua pihak terkait , baik internal maupun eksternal , komunikasi yang efektif selama krisis sangatlah penting . Demi mencegah misinformasi dan mengelola ekspektasi , organisasi atau perusahaan harus menyampaikan informasi yang akurat , transparan , dan tepat waktu dalam situasi krisis . Untuk mengomunikasikan krisis secara efektif , strategi komunikasi krisis melibatkan penggunaan saluran yang relevan .
JENIS SALURAN KOMUNIKASI KRISIS Media Massa Tradisional : Jangkauan Luas dan Kredibilitas , meliputi : 1. Televisi Kelebihan : Jangkauan nasional / lokal sangat luas , kekuatan visual, efek dramatis, ideal untuk pesan darurat mendesak . Kekurangan : Durasi terbatas , biaya tinggi , kurang interaktif . 2. Radio Kelebihan : Sangat cepat ( siaran langsung ), jangkauan luas bahkan di daerah terpencil , dapat didengar saat bepergian , biaya relatif rendah . Kekurangan : Tidak ada visual, mengandalkan kekuatan suara dan kata-kata. 3. Media Cetak (Koran, Majalah ) Kelebihan : Sumber informasi mendalam , kredibilitas tinggi , dapat disimpan sebagai referensi . Kekurangan : Waktu publikasi lambat , jangkauan terbatas pada pembaca , kurang interaktif . 1. Media Massa Tradisional
Media Sosial : Sangat kuat untuk menyebarkan informasi dan berinteraksi . Penggunaannya membutuhkan strategi dan pemantauan yang sangat cermat , seperti Facebook, Twitter (X), Instagram, TikTok, WhatsApp, Telegram, dll . Kelebihan : Kecepatan kilat , interaksi dua arah ( tanya jawab , komentar ), potensi viral, segmentasi audiens mikro , biaya rendah . Kekurangan : Rentang penyebaran misinformasi / disinformasi sangat tinggi , sulit mengontrol narasi , "echo chambers," informsi berlebihan (overload), butuh pemantauan 24/7. Strategi: Gunakan untuk pengumuman cepat , klarifikasi , video singkat , infografis . Libatkan influencer yang kredibel . 2. Media Sosial
Komunikasi Tatap Muka, misalnya pertemuan langsung , forum komunitas , pintu ke pintu , dsb . Kelebihan : Sangat personal, membangun kepercayaan mendalam , memungkinkan klarifikasi langsung , ideal untuk kelompok rentan atau yang enggan menerima informasi daring. Kekurangan : Jangkauan terbatas , memakan waktu dan sumber daya . Komunikasi Tatap Muka dapat dilakukan oleh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Guru, Dokter, RT/RW, Influencer Komunitas Peran : Jembatan antara otoritas dan masyarakat , sangat dipercaya di komunitas mereka , dapat memperkuat pesan resmi atau membantu mengklarifikasi keraguan . Strategi: Libatkan mereka dalam tahap perencanaan , berikan mereka informasi yang akurat dan mudah disampaikan , dan fasilitasi dialog 3. Komunikasi Tatap Muka
4. Saluran Komunikasi Darurat Saluran komunikasi darurat menjadi sistem peringatan dini dan pemberitahuan darurat , meliputi : SMS Blast/ Notifikasi Ponsel : Pesan teks massal ke area terdampak atau populasi tertentu . Cepat dan efektif untuk peringatan darurat . Sistem Peringatan Publik ( Sirene , Pengeras Suara): Untuk ancaman langsung dan mendesak di area tertentu . Push Notifications ( Aplikasi Kesehatan/ Bencana ): Notifikasi langsung ke pengguna aplikasi terkait . Pengumuman Publik: Melalui kendaraan keliling , masjid, gereja , atau fasilitas umum lainnya . Pastikan sistem ini terintegrasi , teruji , dan pesannya singkat , jelas , serta instruktif .
MISINFORMASI DAN DISINFORMASI DALAM KOMUNIKASI KRISIS Minsinformasi adalah Informasi yang salah atau tidak akurat , tetapi tidak ada niat jahat dari penyebarnya Contoh : Seseorang meneruskan pesan broadcast tentang " obat alami " COVID-19 karena dia percaya itu benar , padahal tidak ada bukti ilmiah . Penyebab : Kesalahpahaman , kurangnya literasi digital, keinginan untuk membantu ( tapi dengan informasi yang salah). Disinformasi adalah Informasi yang salah atau tidak akurat , dan disengaja untuk menyesatkan atau menimbulkan kerugian . Contoh : Kampanye terorganisir yang menyebarkan klaim palsu tentang bahaya vaksin untuk tujuan politik atau ekonomi . Penyebab : Propaganda, sabotase , keuntungan finansial , atau agenda politik tertentu .
DAMPAK MISINFORMASI DAN DISINFORMASI TERHADAP RESPONS KRISIS Bahaya infodemic atau konsekuensi nyata dari misinformasi dan disinformasi terhadap respons krisis meliputi : Penurunan Kepercayaan Publik , hal ini dapat merusak kredibilitas otoritas kesehatan dan pemerintah ; Penolakan terhadap Intervensi Kesehatan , misalnya : orang menolak vaksin , pengobatan atau protocol kesehatan yang penting . Peningkatan Risiko Kesehatan , hal ini menyebabkan perilaku tidak sehat karena menerima informasi palsu , misalnya : mengikuti pengobatan alternatif berbahaya . Kepanikan dan Ketakutan yang Tidak Perlu , informasi yang menakutkan atau salah dapat memperburuk kecemasan kolektif . Polarisasi Sosial , dimana hal ini dapat memecah belah masyarakat berdasarkan keyakinan pada informasi yang salah. Beban Tambahan bagi Sistem Kesehatan , misalnya : petugas harus meluruskan informasi , mengobati dampak dari perilaku salah, dan menghadapi penolakan .
STRATEGI IDENTIFIKASI DAN KOREKSI MISINFORMASI Bahaya infodemic atau konsekuensi nyata dari misinformasi dan disinformasi terhadap respons krisis meliputi : Penurunan Kepercayaan Publik, hal ini dapat merusak kredibilitas otoritas kesehatan dan pemerintah ; Penolakan terhadap Intervensi kesehatan , misalnya : orang menolak vaksin , pengobatan atau protocol kesehatan yang penting . Peningkatan Risiko Kesehatan, hal ini menyebabkan perilaku tidak sehat karena menerima informasi palsu , misalnya : mengikuti pengobatan alternatif berbahaya . Kepanikan dan Ketakutan yang Tidak Perlu , informasi yang menakutkan atau salah dapat memperburuk kecemasan kolektif . Polarisasi Sosial , dimana hal ini dapat memecah belah masyarakat berdasarkan keyakinan pada informasi yang salah. Beban Tambahan bagi Sistem Kesehatan, misalnya : petugas harus meluruskan informasi , mengobati dampak dari perilaku salah, dan menghadapi penolakan .
PERAN LITERASI KESEHATAN DALAM MEMERANGI DISINFORMASI Literasi Kesehatan merupakan kemampuan individu untuk memeroleh , memr ]proses, dan memahami informasi dan layanan kesehatan dasar yang dibutuhkan untuk membuat Keputusan kesehatan yang tepat . Cara membantu melawan disinformasi antara lain: Meningkatkan kemampuan publik untuk mengevaluasi sumber informasi . Membantu membedakan fakta dari opini . Mendorong pemikiran kritis terhadap klaim-klaim yang meragukan . Meningkatkan kepercayaan pada sains dan otoritas kesehatan yang kredibel . Strategi Peningkatan Literasi Kesehatan yaitu dengan Kampanye edukasi publik , modul pembelajaran daring, pelatihan bagi pendidik dan pemimpin komunitas .
PENYUSUNAN RENCANA KOMUNIKASI KRISIS ( CRISIS COMMUNICATION PLAN ) Rencana komunikasi krisis disusun dalan suatu dokumen strategis yang meguruaikan bagaimana organisasi akan berkomunikasi selama proses krisis . Dalam menyusun peta jalan rencana komunikasi krisis harus memperhatikan hal-hal berikut : Tim Komunikasi Krisis : Siapa saja yang terlibat dan apa peran mereka . Protokol Aktivasi : Kapan dan bagaimana rencana diaktifkan . Identifikasi Potensi Krisis : Skenario krisis yang mungkin terjadi ( misalnya , wabah penyakit X, keracunan massal , bencana alam ). Audiens Kunci : Siapa saja yang perlu dijangkau . Pesan Kunci Pra-krisis : Pesan standar untuk situasi tertentu ( misalnya , pentingnya menjaga kebersihan ). Saluran Komunikasi : Daftar media dan platform yang akan digunakan . Prosedur Pers & Media Sosial : Panduan untuk wawancara , siaran pers, dan penanganan media sosial . Daftar Kontak Penting : Media, otoritas kesehatan , pemangku kepentingan . Prosedur Monitoring & Evaluasi : Bagaimana melacak dan menilai efektivitas komunikasi . Pernyataan Siap Pakai ( Stand-by Statements ): Draft pesan awal untuk skenario krisis tertentu .
EVALUASI KOMUNIKASI KRISIS Evaluasi komunikasi krisis dilakukan untuk mengukur kinerja komunikasi yang merupakan langkah krusial dalam memastikan keberhasilan dari setiap krisis , serta terus meningkatkan kemampuan dalam melindungi masyarakat . Langkah-Langkah dalam Evaluasi Komunikasi Krisis : Menentukan Efektivitas : Apakah pesan kita sampai dan dipahami ? Apakah tujuan komunikasi tercapai ? Mengidentifikasi Kekuatan & Kelemahan : Menemukan apa yang berhasil dan apa yang perlu diperbaiki . Justifikasi Sumber Daya: Membuktikan bahwa investasi dalam komunikasi krisis itu berharga . Pembelajaran Berkelanjutan : Mengubah pengalaman krisis menjadi pelajaran berharga untuk kesiapsiagaan di masa depan . Meningkatkan Akuntabilitas: Menunjukkan komitmen terhadap perbaikan dan transparansi . Membangun Kepercayaan : Organisasi yang transparan dalam evaluasi cenderung lebih dipercaya .
INDIKATOR KEBERHASILAN KOMUNIKASI KRISIS 1. Jangkauan Pesan ( Reach ) Jumlah orang yang terpapar pesan ( misalnya , jumlah penonton TV, pendengar radio, follower media sosial , impressions ). Seberapa luas pesan disebarkan oleh media dan publik . 2. Pemahaman Pesan ( Comprehension ) Seberapa baik audiens memahami pesan kunci . Tingkat kejelasan pesan . 3. Perubahan Sikap ( Attitude Change ) Pergeseran persepsi publik terhadap krisis atau otoritas . Tingkat kepercayaan publik terhadap sumber informasi . 4. Perubahan Perilaku ( Behavior Change ) Kepatuhan terhadap rekomendasi kesehatan ( misalnya , angka vaksinasi , penggunaan masker, tingkat isolasi mandiri ). Penurunan perilaku berisiko . 5. Tingkat Kepanikan / Kecemasan Penurunan tingkat kepanikan atau kecemasan yang tidak beralasan di masyarakat . 6. Pengurangan Misinformasi / Disinformasi Penurunan penyebaran hoax dan rumor. Kecepatan dan efektivitas klarifikasi .