Agenda Pendahuluan 01. 02. 03. 04. 05. Ruang lingkup adopsi Adopsi menurut hukum barat Adopsi menurut hukum adat Adopsi menurut hukum islam
Pendahuluan Adopsi / pengangkatan anak dalam arti luas yakni pengang katan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat timbul hubungan antara anak angkat sebagai anak sendiri dan orang tua angkat sebagai orang tua sendiri . 01
Ruang lingkup Tujuan dari lembaga pengangkatan anak adalah bermacam - macam ; ada yang untuk meneruskan keturunan , bilamana di dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan 02 B eberapa ruang lingkup yang dapat dibahas dalam konteks adopsi , Aspek Hukum : Prosedur Hukum Hak dan Kewajiban Pengesahan dan Legalisasi . .
Adopsi menurut hukum barat Staatsblad 1917 No.129 pasal 5 mengatur bahwa yang dapat mengangkat anak adalah suami-istri, janda dan/atau duda. Sedangkan pasal 6 dan 7 mengatur tentang yang dapat diadopsi. Pasal 6 mengatur bahwa yang dapat diangkat sebagai anak angkat adalah laki-laki Tionghoa yang tidak beristri, tidak beranak, dan tidak pernah diangkat oleh orang lain. Pasal 7 mengatur bahwa anak angkat harus minimal 18 tahun lebih muda dari suami dan minimal 15 tahun lebih muda dari istri atau janda yang mengangkatnya tatacara pengangkatan anak yang diatur dalam pasal 8-10 Staatsblad 1917 No.129 yang menyebutkan 4 syarat untuk mengangkat anak yaitu : Adanya persetujuan dari pihak yang ingin mengangkat anak jika anak tersebut adalah anak sah dari orangtuanya, maka diperlukan izin dari Orangtuanya. jika anak tersebut lahir diluar kawin, maka diperlukan izin dari orangtua yang mengakuinya sebagai anak. Apabila tidak ada yang mngakuinya maka harus ada persetujuan dari walinya serta dari balai harta peningggalan. Jika anak yang akan diangkat berusia 19 tahun maka diperlukan juga izin dari anak tersebut yang bersangkutan. Bila yang ingin mengangkat anak adalah seorang janda maka harus ada persetujuan dari saudara laki-laki dan ayah dari almarhum suaminya, atau jika tidak ada saudara laki-laki atau ayah yang masih hidup, atau mereka tidak menetap di Indonesia maka harus ada persetujuan dari anggota lai-laki dari almarhum suaminya dalam garis laki-laki sampai derajat keempat. 03
Menurut Pasal 10, pengangkatan anak harus dilakukan dengan akta notaris. Sedangkan Pasal 11-14 Staatsblad 1917 No.129 mengatur mengenai akibat hukum dari pengangkatan anak. Hanya ada satu pasal yang mengatur tentang pembatalan suatu adopsi yaitu Pasal 15 Staatsblad 1917 No.129 yang menentukan bahwa suatu pengangkatan anak perempuan atau pengangkatan anak tanpa akta notaris adalah batal dengan sendirinya. Kemudian ditentukan pula bahwa pengangkatan anak dapat dibatalkan apabila bertentangan dengan pasal 5-pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Staatsblad 1917 No.129.
Adopsi menurut hukum adat 01 Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang kuat 02 Mempunyai corak religious- magis yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia. 03 Hukum Adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkret . 04 Menurut Prof. Dr. R. Soepomo , hukum adat di Indonesia mempunyai corak berikut : Hukum adat mempunyai sifat yang visual. 04
Dengan demikian , khususnya masalah pengangkatan anak atau adopsi mempunyai sifat-sifat yang sama antara berbagai daerah hukum, meskipun karakteristik masing masing daerah tertentu mewarnai kebhinekaan kultural suku bangsa Indonesia. Tak ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh melakukan adopsi dan batas usianya , kecuali minimal berbeda 15 tahun . Siapa saja boleh di adopsi pada umumnya di dalam masyarakat Adat Indonesia tak membedakan apakah anak laki-laki atau perempuan . Sehubungan dengan usia yang dijadikan anak angkat adalah berbeda-beda . Pengangkatan anak dalam kaitannya dengan keluarga dekat , luar keluarga atau orang asing , maka pada masyarakat di Indoneia juga terdapat kebhinekaan atau variasi . Adopsi harus terang , artinya wajib dilakukan dengan upacar Adat serta dengan bantuan Kepala Adat.
KEKUATAN HUKUM ADOPSI Jika melihat dari beberapa putusan Pengadilan Negeri, pada Pengadilan Negeri Pangkalan Bun Kalimantan Tengah pada tanggal 25 Februari 1971, Nomor 05/1971/ Pdt menyatakan bahwa pengangkatan anak secara adat belum mempunyai kekuatan hukum sepanjang belum disahkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. AKIBAT HUKUM DARI ADOPSI Akibat hukum dari adopsi dapat bervariasi dalam lingkungan hukum Adat di Indonesia. Dalam keluarga Jawa atau Sunda menurut Prof. Dr. R Soepomo , SH adalah : “ Pengangkatan anak yang diangkat dan orang tuanya sendiri tidak memutuskan pertalian keluarga . Sedangkan jika di Bali, sang anak akan putus tali perkeluargaan dengan orang tuanya .” HUBUNGAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN WARISAN Dalam hal kewarisan , maka terdapat juga variasi ketentuan hukumnya seperti misalnya di daerah Lampung Utara dengan tegas menyatakan bahwa anak angkat tidak mendapatkan hak warisnya dari orangtua kandungnya , dan hanya mendapatkan harta waris dari orang tua angkatnya . Tentunya hal ini tak sama dengan daerah lainnya .
Adopsi menurut hukum islam Dalam Islam, konsep adopsi tidak sama persis dengan adopsi dalam pengertian modern. Islam lebih menekankan pada konsep kasih sayang , tanggung jawab , dan perawatan terhadap anak yang membutuhkan . Anak angkat dalam Islam lebih tepat disebut sebagai anak asuh atau anak didik . Perkembangan Konsep Adopsi dalam Islam Konsep adopsi dalam Islam telah berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat . Pada masa awal Islam, praktik mengasuh anak yang bukan anak kandung sudah ada , seperti kisah Nabi Muhammad SAW yang diasuh oleh Halimah as- Sa'diyah . 05
Hukum adopsi dalam islam Hak waris Anak angkat dalam Islam umumnya tidak memiliki hak waris seperti anak kandung . Hal ini bertujuan untuk menjaga garis keturunan yang jelas dan menghindari konflik dalam pembagian harta warisan . Nama keluarga Anak angkat tidak perlu mengganti nama keluarganya dengan nama keluarga orang yang mengadopsinya . Pernikahan Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum pernikahan antara anak angkat dengan anak kandung dari orang yang mengadopsinya . Mayoritas ulama melarang pernikahan tersebut .
Pembatasan hak anak Pembatasan hak anak angkat dalam Islam memiliki beberapa alasan , di antaranya : Menjaga garis keturunan : Hal ini penting untuk menjaga silsilah keluarga dan mencegah terjadinya percampuran nasab . Mencegah konflik : Pembatasan hak waris dapat mencegah terjadinya perselisihan dalam pembagian harta warisan . Menjaga kehormatan : Islam sangat menjaga kehormatan individu , termasuk kehormatan anak angkat .
Perbandingan adopsi antara hukum islam dan hukum positif Hukum Positif : Banyak negara memiliki undang-undang adopsi yang memberikan hak-hak yang sama kepada anak angkat dengan anak kandung , termasuk hak waris dan penggunaan nama keluarga . : Islam lebih menekankan pada aspek kasih sayang dan tanggung jawab dalam pengasuhan anak , namun membatasi hak waris dan penggunaan nama keluarga untuk menjaga garis keturunan yang jelas .
Conclusions Konsep adopsi dalam Islam lebih menekankan pada aspek kemanusiaan , yaitu memberikan kasih sayang , perlindungan , dan pendidikan kepada anak yang membutuhkan . Meskipun anak angkat tidak memiliki semua hak seperti anak kandung , Islam tetap menganjurkan agar anak asuh diperlakukan dengan baik dan penuh kasih sayang . Semua hukum bertujuan melindungi anak, meski dengan pendekatan yang berbeda. Hukum adat menekankan nilai budaya, hukum Barat mengutamakan aspek legalitas, dan hukum Islam menitikberatkan pada nilai agama dan moral.