Intermediate Uveitis Dinda Benita Aryani Sinuhadji - 220131124 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 202 3 Pembimbing : dr. Marina Yusnita Albar , M.Ked ( Oph ), Sp.M
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang D alam literatur Barat, uveitis intermediat telah dilaporkan pada 1,4-22% pasien uveitis . Di India, persentase uveitis intermediat bervariasi dari 9,5-17,4%. Prevalensinya diperkirakan 5,9/100.000 dan insidensi 1,4/100.000. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di India Selatan, prevalensi uveitis intermediat aktif adalah 0,25%. Meskipun penyakit ini menyerang pasien di semua kelompok, penyakit ini paling banyak terlihat pada dekade ketiga dan keempat. Uveitis intermediat dapat terkait dengan penyakit infeksi dan non-infeksi. Penyakit infeksi yang mungkin menyebabkan uveitis intermediat termasuk tuberkulosis, kusta, Lyme’s disease , sifilis, toxocariasis , dan Whipple’s disease , dengan prevalensi yang bervariasi tergantung pada faktor geografis dan budaya misalnya pada tuberkulosis lebih umum di negara berkembang. Penyakit sistemik terkait termasuk multiple sclerosis (MS) dan sarcoidosis . Kasus yang tidak terkait dengan infeksi atau penyakit sistemik dianggap idiopatik . P enyebab kehilangan ketajaman visual yang paling umum adalah edema makula kistik (CME). Komplikasi lainnya termasuk katarak, membran epiretinal , neuritis optik, dan glaukoma.
Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai intermediate uveitis Manfaat penulisan paper ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis mengenai intermediate uveitis serta dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan penulisan ilmiah bagi penulis lain. Manfaat Penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
ANATOMI UVEA
Traktus uvealis adalah suatu kompartemen vaskular utama pada mata yang terdiri dari tiga bagian yaitu : Iris B adan siliar K oroid ANATOMI UVEA
Iris Ir is membagi segmen anterior menjadi kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior. Iris mengatur banyaknya cahaya yang diteruskan ke mata dengan mengubah apertura pupil. Pergerakan iris mengakibatkan berubah-ubahnya ukuran pupil. Secara histologis , iris memiliki tiga lapisan yaitu : lamina anterior , stroma iris , dan lamina posterior
Badan Siliaris Badan siliar terdiri dari 2 bagian yaitu bagian yang dekat ke uvea dan bagian yang dekat dengan epitel. Bagian badan siliar yang dekat dengan uvea , bersebelahan dengan sklera , terdiri dari lamina fusca (lamina suprakoroid ), otot-otot siliaris , lapisan pembuluh darah, jaringan ikat penghubung dan membran Bruch (lamina basalis koroidalis ). Otot siliaris berasal dari mesoderm. Tiga lapisan serabut yang menyusun otot siliaris adalah: Serabut longitudinal ( muskulus Brucke ), Serabut radial/ oblik , Serabut sirkular Bagian badan siliar yang letaknya dekat dengan epitel terbagi menjadi pars plana ( orbikulus siliaris ) dan pars plikata (korona siliaris ). Ora serrata menghubungkan pars plana dengan retina.
Koroid Koroid merupakan bagian paling posterior dari traktus uvealis Koroid melekat erat pada sklera di sekitar saraf optik dan terdiri dari 3 lapis pembuluh darah yaitu: l apisan paling dalam ( lapisan koriokapilari s) yang terdiri dari kapiler besar berfenestra . Lapisan tengah ( Sattler ), terdiri atas pembuluh darah kecil. Lapisan luar ( Haller ), terletak dekat dengan sklera , memiliki pembuluh darah besar tanpa katup Perfusi koroid berasal dari a. siliaris longus , a. siliaris posterior brevis dan a. siliaris anterior.
INTERMEDIATE UVEITIS
UVEITIS INTERMEDIAT IUSG (International Uveitis Study Group) menyarankan istilah uveitis intermediat untuk menunjukkan sindrom inflamasi idiopatik , yang terutama melibatkan vitreus anterior, retina perifer, dan badan siliaris dengan tanda segmen anterior atau korioretina yang minimal atau tidak ada. Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) untuk pelaporan data klinis, istilah uveitis intermediat harus digunakan untuk subkelompok uveitis di mana vitreus merupakan lokasi utama peradangan.
Epidemiologi Prevalensi global diperkirakan 5.9 per 100.000 dan insidensi 1.4 per 100.000. Studi di India Selatan menunjukkan prevalensi uveitis intermediat aktif sebesar 0.25%. Uveitis intermediat diperkirakan menyumbang 4-8% dari kasus uveitis di pusat rujukan. National Institutes of Health (NIH) melaporkan angka yang lebih tinggi, yaitu 15%, yang mungkin mencerminkan peningkatan kesadaran atau karakteristik dari uveitis . Uveitis intermediat dapat terjadi pada segala usia, tetapi lebih sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda
ETIOPATOGENESIS Uveitis intermediat mungkin dipicu oleh antigen yang tidak diketahui, yang menyebabkan peradangan berupa vasculitis dan sel-sel vitreous . Antigen ini bisa bersifat infeksius , seperti terlihat pada penyakit Lyme , sifilis, dan cat- scratch fever , atau terkait dengan kondisi autoimun seperti multiple sclerosis dan sarcoidosis . Penyakit ini tampaknya dimediasi oleh sel T, dengan keterlibatan antigen retina seperti S antigen atau protein pengikat retinoid interphotoreceptor (IRBP). Uveitis intermediat sering merespon baik terhadap terapi imunosupresif . Secara klinis, vasculitis terjadi akibat infiltrasi limfosit ke venula retina, dan ekspresi antigen MHC kelas II pada endotel vaskular dapat memicu rekrutmen sel T, menyebabkan peradangan vitreous . Sel T, terutama CD4+, mendominasi hingga 95% dari populasi sel dalam vitreous . Makrofag , sel epitelioid , dan sel raksasa multinukleat juga ditemukan selama peradangan aktif. Protein p-36 ditemukan dalam kadar tinggi pada pasien dengan pars planitis aktif, meskipun perannya belum jelas. Ada juga asosiasi HLA, terutama HLA-DR, B8, dan B51, di mana HLA-DR paling signifikan, terlihat pada sekitar 67-72% pasien. Namun, HLA lebih menunjukkan risiko daripada menjadi penanda diagnostik.
Diagnosis Uveitis Intermediat Anamnesis Keluhan utama uveitis intermediat : P enurunan tajam penglihatan P andangan kabur , terdapat floaters Mild to no pain, redness, or photophobia
P ada corpus vitreus terdapat banyak sel Di bagian perifer inferior vitreus dapat ditemukan akumulasi sel radang berwarna putih berbentuk mulai dari seperti kapas hingga gumpalan berbatas tegas ( snowballs ). Pada pars planitis , kelainan yang ditemukan dapat hanya berupa membran putih padat ( snowbanks ) pada pars plana . Selain itu, sering ditemukan selubung ( sheathing ) inflamasi terutama pada pembuluh darah vena perifer.
Sekitar dua pertiga pasien dengan uveitis intermediat biasanya idiopatik . Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Namun, dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan mata dan sistemik , serta pemeriksaan laboratorium, kita mungkin dapat menyingkirkan kelainan terkait. Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan tes yang mencakup kadar ACE serum, foto rontgen dada, tes VDRL, tes FTA-ABS, dan CBC. ACE serum dan foto rontgen dada seringkali digunakan untuk mengecualikan sarcoidosis subklinis . MRI mungkin diperlukan untuk pasien yang lebih tua dengan uveitis intermediat yang diduga terkait dengan multiple sclerosis . Tes Gallium atau fungsi paru juga dapat dipertimbangkan jika hasil awal tidak konklusif. Pada pasien dari daerah endemik Lyme’s disease atau dengan riwayat gejala terkait, tes antibodi untuk Borrelia burgdorferi harus dilakukan. Pasien dengan gejala penyakit radang usus atau Whipple’s disease mungkin memerlukan konsultasi dengan gastroenterologis . Pasien yang lebih tua dengan sel-sel vitreous harus dipertimbangkan untuk kemungkinan limfoma intraokular , dan vitrektomi diagnostik dapat diperlukan. Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium
Pemeriksaan Penunjang : Imaging F luorescein angiography Berguna untuk menentukan adanya dan sejauh mana edema makula kistik (CME) Dapat m endeteksi neovaskularisasi retina dan edema saraf optik.
Pemeriksaan Penunjang : Imaging B-scan ultrasonography berguna ketika media kabur oleh adanya perdarahan vitreus , inflammatory debris, cyclitic membrane , atau katarak . Ultrasonografi B- scan juga dapat mendokumentasikan luasnya vitreous debris , ablasi retina, dan membran siklik. B iomikroskopi ultrasonografi (UBM) dapat menunjukkan eksudat pars plana , dan bahkan agregat sel inflamasi dalam vitreus . Biomikroskopi ultrasonografi dapat menunjukkan fitur yang tidak jelas secara klinis, seperti penebalan uveal dan perlengketan vitreoretina dengan traksi. Pencitraan ultrasonografi 50 MHz dan 20 MHz pada pasien dengan uveitis intermediet dengan mudah menunjukkan eksudat pars plana inferior dan c yclitic bands .
Pemeriksaan Penunjang : Imaging 3. O ptical C oherence T omography (OCT) OCT menggantikan angiografi fluorescein sebagai metode utama untuk diagnosis CME. OCT sangat sensitif dalam menunjukkan kista di fovea dan mengukur ketebalan makula, serta memantau respons terapi. OCT juga dapat menunjukkan membran epiretinal , komplikasi akhir dari peradangan ocular .
Tatalaksana Uveitis Intermediat 1 . Kortikosteroid Kortikosteroid periokular : merupakan terapi awal untuk uveitis intermediat. Suntikan lokal dari metilprednisolon (40 mg ) atau triamcinolone acetonide (20 mg ) dapat diberikan melalui rute posterior sub- tenon atau retroseptal melalui kelopak mata bawah, dengan jarak dua hingga empat minggu. Efek sampingnya : peningkatan tekanan intraokular , katarak, ptosis aponeurotik , dan reaksi alergi. Perawatan ini menunjukkan peningkatan dalam penglihatan pada 12 dari 18 pasien setelah tiga minggu. Kortikosteroid Oral: Digunakan jika terapi lokal tidak efektif atau terdapat penyakit bilateral parah. Prednisolon oral dimulai pada dosis 1 mg /kg/hari dan diturunkan secara bertahap setelah dua minggu, dengan target dosis akhir 5 mg /hari.
Tatalaksana Uveitis Intermediat 2. Terapi imunosupresan Jika kortikosteroid gagal, dapat dipertimbangkan terapi imunomodulator seperti methotrexate , azathioprin , cyclosporine , mycophenolate mofetil , dan takrolimus . Agen biologis baru juga digunakan. 1 Metotreksat (MTX) Azathioprin : Mycophenolate Mofetil (MMF) Cyclosporine Takrolimus : Daclizumab
Tatalaksana Uveitis Intermediat 3. Krioterapi and laser photocoagulation Krioterapi dapat mengurangi vitritis dan meningkatkan ketajaman penglihatan . Laser photocoagulation tampaknya sama efektifnya dengan krioterapi dalam mengobati inflamasi dan neovaskularisasi perifer . Krioterapi tidak digunakan secara universal karena insiden ablasio retina pasca perawatan yang dilaporkan meningkat . Namun , krioterapi dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki neovaskularisasi dasar vitreus dan riwayat perdarahan vitreus .
Tatalaksana Uveitis Intermediat 4. Pars-plana vitrectomy Penurunan penyakit inflamasi telah dilaporkan setelah pars plans vitrectomy (PPV) untuk inflamasi kronis pada uveitis intermediat . PPV merupakan cara penting untuk mengoreksi komplikasi struktural uveitis, membantu mengurangi inflamasi di ruang anterior dan di vitreous, serta mengurangi obat antiinflamasi pascaoperasi . Ini membantu meningkatkan hasil visual dan bermanfaat dalam mengurangi CME.
Prognosis Prognosis relatif baik jika diobati dengan baik. Perjalanan penyakit biasanya kronis dengan tiga pola yang berbeda: Kasus tunggal dan ringan yang dapat sembuh dengan sendirinya (10%) kasus, Perjalanan penyakit yang lama tanpa eksaserbasi (60% kasus), dan Perjalanan penyakit yang kronik dengan eksaserbasi subakut multipel (30% kasus).
BAB III Kesimpulan
Uveitis intermediat adalah inflamasi intraokular yang melibatkan peradangan pada badan vitreus , selubung pembuluh darah retina, dan/atau infiltrasi badan siliar terutama pars plana , tetapi tidak melibatkan infiltrasi koroid. Gejala uveitis intermediat meliputi penurunan tajam penglihatan tanpa nyeri, adanya floater, dan sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Pemeriksaan laboratorium dapat menyingkirkan kelainan terkair dan pemeriksaan imaging , termasuk fluorescein angiography , B- scan ultrasonography , dan OCT membantu dalam diagnosis dan pemantauan penyakit. Tatalaksana uveitis intermediat dapat diberikan kortikosteroid sebagai terapi awal baik lokal ( periokular ) atau oral . Jika kortikosteroid gagal, dapat diberi terapi imunosupresan . Terapi bedah dilakukan jika terapi medis gagal, termasuk cryotherapy , laser photocoagulation , dan vitrectomy untuk mengatasi komplikasi seperti neovaskularisasi dan CME. Uveitis intermediat dapat menyebabkan kebutaan jika tidak diobati. Komplikasi meliputi glaukoma, katarak, edema makula, membran epiretinal , vaskulitis retina, dan ablasio retina. Risiko komplikasi meningkat dengan durasi dan keparahan penyakit. Prognosis uveitis intermediat relatif baik jika diobati dengan tepat