Pneumonia komunitas ialah peradangan akut pada parenkim paru yang didapat di masyarakat disebabkan oleh mikroorganisme ( bakteri , virus, jamur , parasit , protozoa), bukan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ( M.tb ). Penyakit ini biasanya menyerang individu di luar lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan dan ditandai dengan gejala seperti demam , batuk , sesak napas, dan nyeri dada. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis , pemeriksaan fisik , dan konfirmasi radiologis berupa infiltrat pada foto thoraks . Seckin KD, Ayhan A, Yuce K, Sahin M. Gestational trophoblastic disease: an updated review. J Turk Ger Gynecol Assoc . 2023;24(1):40-49. doi:10.4274/jtgga.galenos.2022.2022-6-4 Definisi
Jenis Pneumonia Definisi Waktu Terjadi / Kondisi Pneumonia yang Didapat dari Komunitas (CAP) Pneumonia yang berkembang di masyarakat atau setelah masuk rumah sakit Dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit Pneumonia yang Didapat di Rumah Sakit (HAP) Pneumonia yang terjadi saat dirawat di rumah sakit , bukan masa inkubasi saat masuk ≥ 48 jam setelah masuk rumah sakit Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator (VAP) Pneumonia yang terjadi karena penggunaan ventilator/ endotrakeal intubasi > 48-72 jam setelah intubasi endotrakeal Pneumonia yang Berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan (HCAP) Pneumonia pada pasien dengan riwayat rawat inap, perawatan jangka panjang, atau terapi medis khusus sebelumnya - Rawat inap ≥ 2 hari dalam 90 hari terakhir - Tinggal di panti jompo / rumah perawatan jangka panjang - Terapi IV antibiotik / kemoterapi / perawatan luka dalam 30 hari terakhir - Kontrol rutin di rumah sakit atau klinik hemodialisis Seckin KD, Ayhan A, Yuce K, Sahin M. Gestational trophoblastic disease: an updated review. J Turk Ger Gynecol Assoc . 2023;24(1):40-49. doi:10.4274/jtgga.galenos.2022.2022-6-4
Etiologi
Patofisologi
Patofisiologi ( penjelasan gambar ) Host defenses fail ( Pertahanan tubuh gagal ) Sistem pertahanan tubuh ( misalnya , silia , mukus , makrofag ) tidak berhasil menghalau patogen ( bakteri , virus, jamur ). 2. Pathogens infiltrate & proliferate ( Patogen masuk dan berkembang biak ) Mikroorganisme patogen berhasil masuk ke alveolus ( kantung udara paru-paru ) dan mulai berkembang biak . 3. Immune system responds ( Sistem imun merespons ) Sistem imun mengenali keberadaan patogen dan mulai menyerang dengan melepaskan sel-sel imun seperti neutrofil dan makrofag . 4. Inflammation ( Peradangan ) Respon imun menyebabkan inflamasi di jaringan paru-paru . menyebabkan sesak napas dan penurunan oksigen dalam darah .
5. Leaky alveolar walls & pulmonary capillaries ( Dinding alveolus dan kapiler paru menjadi bocor) Inflamasi menyebabkan kebocoran dinding alveolus dan pembuluh darah kecil , sehingga cairan keluar ke alveolus. 6. Alveoli fill with fluid, pro-inflammatory molecules, blood cells, & possible pathogens (Alveolus terisi cairan , molekul pro- inflamasi , sel darah , dan mungkin patogen ) Alveolus yang seharusnya berisi udara kini terisi cairan dan sel-sel imun , mengganggu fungsinya . 7. Gas exchange is impaired ( Pertukaran gas terganggu ) Karena alveolus tidak dapat lagi berfungsi optimal, pertukaran oksigen dan karbon dioksida terganggu
Diagnosis
TATALAKSANA PASIEN RAWAT JALAN
TATALAKSANA PASIEN RAWAT TANPA ADA FAKTOR RISIKO MRSA ATAU PSEUDOMONAS
TATALAKSANA PNEUMONIA ATIPIK
SKOR PSI
SKOR CURB-65
SKOR CURB-65
Gambaran RO thorax pasien pneumonia
ARDS
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan spektrum kondisi dengan etiologi yang beragam yang memiliki karakteristik klinis-patologis serupa . Ini mencakup peningkatan permeabilitas membran alveolo- kapiler yang menghasilkan edema inflamasi , peningkatan jaringan paru yang tidak beraerasi yang mengakibatkan elastisitas paru lebih tinggi ( kepatuhan lebih rendah ), serta peningkatan campuran vena dan ruang rugi yang berujung pada hipoksemia dan hiperkapnia . Definisi
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah sebuah sindrom klinis heterogen yang dapat dipicu oleh berbagai etiologi yang berbeda , ditandai dengan kerusakan paru-paru yang parah . Meskipun penyebabnya beragam , inti dari ARDS adalah respons inflamasi yang merusak jaringan paru . Salah satu penyebab ARDS yang paling relevan dalam beberapa tahun terakhir adalah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 merupakan penyakit pernapasan akut yang sering bermanifestasi sebagai pneumonia dan gagal napas, dengan ARDS menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dan mematikan Etiologi
SECARA LANGSUNG TIDAK LANGSUNG ASMA BRONKIAL SEPSIS PPOK PNEUMONIA ASPIRASI MAKANAN PULMONARY CONTUSION NEAR-DROWNING INHALATIONAL INJURY DLL SEVERE TRAUMA WITH SHOCK DRUG OVERDOSE ACUTE PANCREATITIS TRANSFUSION OF BLOOD PRODUCTS FAKTOR FAKTOR LAIN PENYEBAB ARDS Etiologi
Patofisologi
PATOFISIOLOGI ARDS
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) biasanya berlangsung melalui tiga fase : eksudatif , proliferatif , dan fibrotik . Setiap fase memiliki karakteristik berbeda yang terkait dengan cedera paru-paru , peradangan , dan penyembuhan . Berikut adalah rincian dari tiga fase tersebut : 1. Fase Eksudatif : Ini adalah fase awal , yang terjadi dalam beberapa hari pertama setelah ARDS muncul . Ditandai dengan kerusakan pada membran alveolar dan kapiler , yang menyebabkan kebocoran cairan dan protein ke dalam alveoli ( kantung udara di paru-paru ). Hal ini menyebabkan edema paru ( penumpukan cairan di paru-paru ) dan gangguan pertukaran gas, yang menyebabkan hipoksemia ( kadar oksigen darah rendah ). Sel- sel inflamasi ( seperti neutrofil ) juga menyusup ke paru-paru , yang selanjutnya menyebabkan kerusakan .
2. Fase Proliferatif : Dimulai setelah fase eksudatif , biasanya sekitar 7-10 hari setelah cedera awal . Ditandai dengan perbaikan dan pembangunan kembali jaringan paru-paru yang rusak . Fibroblas ( sel yang menghasilkan kolagen ) mulai berkembang biak , yang menyebabkan penebalan dinding alveolar. Membran hialin ( zat yang semakin mengganggu pertukaran gas) dapat terbentuk . Fase ini sangat penting karena menentukan apakah cedera paru-paru akan sembuh atau berkembang menjadi fibrosis. 3. Fase Fibrotik : Fase ini terjadi jika fase proliferatif tidak berhasil memperbaiki kerusakan paru-paru . Penumpukan kolagen yang berlebihan dan pembentukan jaringan parut (fibrosis) terjadi di dalam paru-paru . Fibrosis ini dapat sangat mengganggu fungsi paru-paru , yang menyebabkan masalah pernapasan kronis dan berpotensi menyebabkan ketergantungan jangka panjang pada oksigen atau ventilasi mekanis .
Manajemen T atalaksana Diagnosis dan atasi underlying disease Pertahankan oksigenasi Antisipasi ventilation induce lung injury Pertahankan pH dalam batas normal
Prognosis Prognosis pada ARDS bervariasi tergantung pada tingkat keparahan . Dalam kategori ARDS berat , mortalitas dapat mencapai hingga 45%. Selain itu , sub- fenotipe pasien ARDS juga dapat memengaruhi prognosis. Studi menunjukkan bahwa mortalitas jangka pendek ( hingga hari ke-90) berbeda antara sub- fenotipe yang didasarkan pada karakteristik seperti respons inflamasi sistemik ( mortalitas lebih tinggi pada hiper-inflamasi ), morfologi radiografi paru ( mortalitas lebih tinggi pada non- fokal ), kemampuan rekrutmen paru ( mortalitas lebih tinggi pada paru yang dapat direkrut ), fitur klinis ( mortalitas lebih tinggi dengan lebih banyak kegagalan organ dan/ atau komorbiditas dan/ atau asidosis ), dan perubahan longitudinal pada parameter pernapasan ( mortalitas lebih tinggi pada peningkatan rasio ventilasi dan daya mekanis )
Kesimpulan Secara komprehensif , Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah sebuah sindrom klinis yang sangat kompleks dan heterogen , merepresentasikan spektrum kondisi gagal napas akut dengan etiologi yang beragam namun memiliki karakteristik klinis-patologis yang serupa . Inti dari ARDS adalah terjadinya peningkatan permeabilitas membran alveolo- kapiler yang masif , yang berujung pada akumulasi edema inflamasi di paru-paru , peningkatan area jaringan paru yang tidak beraerasi , serta gangguan berat pada pertukaran gas yang termanifestasi sebagai hipoksemia dan hiperkapnia . Definisi Berlin telah menjadi standar emas untuk diagnosis ARDS, menekankan pentingnya kriteria oksigenasi dan gambaran radiologis . Prevalensi dan mortalitas ARDS tetap signifikan , menyoroti urgensi akan strategi manajemen yang efektif dan terus-menerus diperbarui .
Gagal Napas
Definisi Gagal napas didefinisikan sebagai suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan pertukaran gas yang memadai , sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik tubuh . Kondisi ini sering terjadi pada pasien kritis , terutama yang memerlukan ventilasi mekanik invasif , dan memiliki angka mortalitas yang tinggi . Secara klinis , gagal napas umumnya disertai gejala demam , batuk , produksi dahak , dan sesak napas. Pada kasus berat , hipoksemia dapat menjadi sangat parah hingga memerlukan intervensi ventilasi invasif .
Tipe 1 merupakan gagal napas tanpa kegagalan ventilasi dengan PaO2< 60 mmHg dan PaCO2 45 mmHg • Tipe 2 merupakan gagal napas disertai kegagalan ventilasi dengan PaO2< 60 mmHg dan PaCO2 > 45mmHg Untuk pengukuran hipoksemia PaO2 < 60 mmHg diharuskan kondisi seseorang saat diatas permukaan laut , istirahat dan tidak terdapat pirau Etiologi
Secara umum , gejala pneumonia tidak spesifik , meliputi batuk dan sesak napas, terkadang disertai demam dan keringat malam . Pemeriksaan klinis seringkali tidak jelas , namun kadang dapat ditemukan ronki atau mengi . Gagal napas diklasifikasikan sebagai tipe 1 jika analisis gas darah arteri menunjukkan kondisi tersebut , dan foto toraks dapat memperlihatkan konsolidasi bilateral yang tidak merata . Pada kasus yang parah , pasien dapat mengalami hipoksia dengan saturasi oksigen rendah dan memerlukan intubasi serta ventilasi mekanis akibat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Gambaran CT scan dapat menunjukkan infiltrat alveolar yang luas , kekeruhan ground-glass bilateral, penebalan septum interlobular, efusi pleura, atau limfadenopati . Patofisiologi
Pengelolaan gagal napas meliputi langkah- langkah umum seperti: Terapi O 2 Terapi sesuai penyakit dasar Pemberian bronkodilator Dukungan ventilasi dalam bentuk (CPAP) High flow nasal cannula Ventilasi non invasif dan ventilasi mekanis. Manajemen Tata Laksana
Ventilasi noninvasif (NIV) merupakan metode pemberian bantuan pernapasan mekanik tanpa perlu intubasi trakea dan sedasi. Positive Airway Pressure Bilevel (BiPAP) Terdapat berbagai mode dalam pemberian NIV diantaranya: High Flow Nasal Cannula (HFNC) Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Setiap daerah atau negara memiliki cara tersendiri dalam menangani kasus pneumonia, yang merupakan penyebab paling sering ditemui di klinik rawat jalan rumah sakit di berbagai negara. Penanganan melibatkan berbagai pemeriksaan diagnostik dan intervensi terapeutik yang disesuaikan dengan kondisi dan riwayat penyakit pasien . Diagnosis pneumonia seringkali didasarkan pada peningkatan jumlah sel darah putih , peningkatan kadar protein C- reaktif (CRP), serta adanya bayangan infiltratif pada rontgen dada, selain gejala klinis seperti batuk , dahak , dan demam . Prognosis
Secara umum , gejala pneumonia tidak spesifik , meliputi batuk dan sesak napas, terkadang disertai demam dan keringat malam . Pemeriksaan klinis seringkali tidak jelas , namun kadang dapat ditemukan ronki atau mengi . Gagal napas diklasifikasikan sebagai tipe 1 jika analisis gas darah arteri menunjukkan kondisi tersebut , dan foto toraks dapat memperlihatkan konsolidasi bilateral yang tidak merata . Pada kasus yang parah , pasien dapat mengalami hipoksia dengan saturasi oksigen rendah dan memerlukan intubasi serta ventilasi mekanis akibat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Gambaran CT scan dapat menunjukkan infiltrat alveolar yang luas , kekeruhan ground-glass bilateral, penebalan septum interlobular, efusi pleura, atau limfadenopati . Kesimpulan
GUIDELINE PNEUMONIA KOMPLIKASI ARDS & GAGAL NAPAS
Definisi Pneumonia: Infeksi akut pada parenkim paru ditandai oleh adanya infiltrat baru pada foto toraks atau CT scan, disertai gejala klinis (demam, batuk , purulen sputum, sesak napas, nyeri pleuritik ).ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome): Suatu sindrom klinis akibat inflamasi paru difus yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru , edema paru nonkardiogenik , dan hipoksemia berat yang refrakter terhadap oksigenasi.Gagal napas (Respiratory Failure): Kondisi ketidakmampuan sistem pernapasan mempertahankan oksigenasi atau eliminasi CO₂ yang adekuat . Dibagi:Tipe 1 ( hipoksemik ): PaO ₂ <60 mmHg dengan PaCO ₂ normal atau rendah.Tipe 2 ( hiperkapnik ): PaCO ₂ >50 mmHg dengan atau tanpa hipoksemia
epidemiologi Pneumonia tetap menjadi penyebab kematian infeksius utama di dunia.Sekitar 5–10% pneumonia berat berlanjut menjadi ARDS.Mortalitas ARDS berkisar 30–45%, lebih tinggi pada pasien usia lanjut, komorbid , atau dengan sepsis berat .
Diagnosis Klinis Demam, batuk produktif , sesak napas progresif . Nyeri dada pleuritik . Tanda distress respirasi : retraksi otot aksesori , tachypnea >30x/ menit , cyanosis, paradoxical breathing. Laboratorium Leukositosis dengan shift to left atau leukopenia (pada sepsis berat ). CRP dan procalcitonin: membantu menilai aktivitas infeksi dan evaluasi respons terapi . Imaging X-ray thorax : infiltrat lobar, multilobar , atau bilateral difus . CT scan thorax : ground-glass opacity, konsolidasi , pola crazy paving (ARDS). Gas darah PaO ₂ menurun , PaCO ₂ bisa normal atau meningkat (tergantung fase ). A-a gradient meningkat . Skoring berat pneumonia CURB-65 : Confusion, Urea >7 mmol/L, Respiratory rate ≥30, BP <90/60, Age ≥65. PSI (Pneumonia Severity Index) : mempertimbangkan komorbid dan usia → menentukan kebutuhan ICU
TATALAKSANA A. Resusitasi awal & stabilisasi Posisi semi-fowler atau duduk. Oksigenasi : nasal cannula, masker reservoir, atau HFNC sesuai kebutuhan . Intubasi endotrakeal bila gagal oksigenasi atau kelelahan otot napas. Cairan kristaloid seimbang (30 mL/kg bila shock), sambil memantau overload paru . B. Terapi antibiotik empiris (ATS/IDSA 2023) CAP berat (ICU) β- laktam (ceftriaxone/cefotaxime) + macrolide (azithromycin) atau fluoroquinolone (levofloxacin). HAP/VAP Anti-pseudomonas β- laktam (piperacillin-tazobactam, cefepime, meropenem). Tambah MRSA coverage jika risiko tinggi (vancomycin atau linezolid). De-escalation setelah 48–72 jam berdasarkan hasil kultur.
TATALAKSANA D. Terapi tambahan Conservative fluid strategy ( hindari overload cairan ). Nutrisi enteral dini : mulai 24–48 jam. Deep vein thrombosis prophylaxis: heparin atau LMWH. Sedasi minimal → rapid awakening trial harian . E. Pertimbangan advanced therapy ECMO : pada ARDS berat refrakter , PaO ₂/ FiO ₂ <80 meski optimal ventilasi . Nitric oxide inhalasi : sementara , pada severe hypoxemia refrakter ( efek sementara ).
Prognosis Mortalitas pneumonia berat + ARDS: 40–60%. Faktor prognosis buruk : Usia >65 tahun. Komorbid kronik (CKD, DM, COPD). Multiorgan failure. Delay tatalaksana ventilasi . Sekitar 30% pasien ARDS berat mengalami penurunan fungsi paru jangka Panjang (diffusing capacity & fibrosis).
KESIMPULAN Pneumonia berat merupakan faktor pemicu utama ARDS dan gagal napas yang memerlukan pendekatan holistik . Diagnosis cepat, terapi antibiotik tepat , ventilasi protektif , serta pencegahan komplikasi sangat menentukan keberhasilan terapi . Pendekatan individual dan monitoring dinamis wajib dilakukan untuk menurunkan mortalitas . Kolaborasi multidisiplin : ICU, pulmonologi , infeksi, rehabilitasi medik