Tugas Bhs. Indonesia Biografi Sultan Hasanuddin.docx

andi981 16 views 6 slides Nov 12, 2024
Slide 1
Slide 1 of 6
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6

About This Presentation

Tugas Bahasa Indonesia


Slide Content

Biografi Sultan Hasanuddin, Sang Ayam Jantan dari Timur
Sultan Hasanuddin berasal dari Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan dan dikenal sangat gigih
dalam mengusir penjajah. Atas kegigihannya ini, Belanda memberikan julukan
kepadanya Haantjes van Het Oosten atau Ayam Jantan dari Timur. 
Masa Kecil Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan pada 12 Januari 1631 dengan nama I
Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Walaupun
terlahir dari keluarga bangsawan, Sultan Hasanuddin senang bergaul dengan teman-temannya
yang berasal dari rakyat biasa.
Ketika Hasanuddin berusia 8 tahun, ayahnya, Sultan Muhammad Said naik tahta sebagai Raja
Gowa yang ke-15. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol saat ia masih kecil.  Selain itu,
Hasanuddin juga dikenal sebagai anak yang cerdas dan pandai berdagang. Di usia muda,
Hasanuddin sudah memiliki jaringan dagang hingga di Makassar dan bahkan asing.
Sultan Hasanuddin kecil mengenyam pendidikan di Masjid Botoala. Ia juga kerap diajak
ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting kerajaan.
Ayahnya ingin Hasanuddin bisa belajar ilmu diplomasi dan strategi perang. Di masa
mudanya juga, Hasanuddin sudah beberapa kali dipercaya untuk menjadi delegasi Kerajaan
Gowa dalam mengirimkan pesan ke berbagai kerajaan.
Perjalanan Menjadi Sultan
Saat Hasanuddin berusia 21 tahun, ia menduduki posisi jabatan urusan pertahanan Gowa, loh!
Pendidikan pemerintahan ia dapatkan dari sang ayah dan Karaeng Pattingaloang yang
merupakan Mangkubumi Kesultanan Gowa.
Ayahnya, Sultan Muhammad Said turun tahta pada 1653 dan mewasiatkan agar kerajaan
Gowa kepemimpinannya dilanjutkan oleh Hasanuddin.
Sultan Muhammad Said menghembuskan nafas terakhirnya saat Hasanuddin menginjak usia
22 tahun. Dengan begitu, Sultan Hasanuddin naik tahta sebagai Raja Gowa ke-16.
Terlepas dari kedua versi tersebut, ada yang menarik, nih, dari pengangkatan Sultan
Hasanuddin menjadi Raja Gowa. Sebenarnya, apabila dilihat dari adat kebiasaan, Hasanuddin
tidak berhak untuk menduduki tahta sebagai raja.
Pasalnya, saat ia lahir, sang ayah belum menjadi raja, guys! Tapi, putra mahkota saat itu,
Daeng Matawang beserta para bangsawan lainnya setuju dengan diangkatnya Sultan
Hasanuddin jadi raja.
Masa Pemerintahan Sultan Hasanuddin
Kerajaan Gowa terletak di ujung selatan Pulau Sulawesi dengan ibukota Somba Opu yang
berada di pantai Selat Makassar. Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Kerajaan

Gowa berada pada masa kejayaannya. Kerajaan tersebut menjadi pusat perdagangan terbesar
di Indonesia bagian timur.
Kerajaan Gowa menjadi penghubung wilayah barat seperti Pulau Jawa, Kalimantan,
Sumatera, dan Semenanjung Malaka, dengan wilayah timur seperti Kepulauan Maluku dan
Nusa Tenggara.
Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin juga, Kerajaan Gowa berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya hingga Ternate dan Sumbawa. Hal ini tentu membuat Belanda tidak
senang dengan keberadaan Kerajaan Gowa, terutama Sultan Hasanuddin. Menurut Belanda,
kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Kerajaan Gowa tidak sesuai dengan
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). 
Jadi, waktu itu VOC sudah melakukan praktik monopoli perdagangan rempah-rempah.
Upaya VOC untuk memonopoli perdagangan di daerah Indonesia Timur ini membuat Sultan
Hasanuddin geram dan melakukan perlawanan.
 
Perlawanan Kerajaan Gowa terhadap Belanda
FYI, ketegangan antara Kerajaan Gowa dengan VOC ini sudah terjadi sejak pemerintahan
Sultan Alaudin, guys. Sejak tahun 1616, VOC sudah berusaha memonopoli perdagangan
rempah-rempah di daerah Indonesia Timur bersama orang Spanyol dan Portugis. VOC
memaksa rakyat menjual rempah-rempahnya dengan harga yang ditetapkan oleh mereka.
Tidak cukup di situ, VOC juga secara licik mengatur rakyat agar menebang pohon pala dan
cengkeh di beberapa tempat. Tujuannya agar jumlah rempah-rempah jadi terbatas. Dengan
begitu, harganya jadi naik, deh. Jahat sekali, kan?
Hal ini tentu akan melemahkan pada ekonomi rakyat dan kerajaan. Hanya Kerajaan Gowa
yang waktu itu selalu tegas menolak monopoli yang dilakukan VOC.
Perjuangan perlawanan Kerajaan Gowa terus berlanjut di bawah kepemimpinan Sultan
Hasanuddin. Sesuai prinsip yang dianut oleh Kerajaan Gowa, Tuhan telah menciptakan bumi
dan lautan bagi umat manusia, tak terkecuali. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan apa
yang sudah dilakukan Belanda. 
Pecahnya Perang Makassar
Dalam upayanya melawan Belanda, Sultan Hasanuddin harus memperluas wilayah
kekuasaannya. Pada Februari 1660, Sultan Hasanuddin memanggil Tobala Arung Tanette. Ia
meminta Arung Tanette untuk memimpin orang Bone untuk memperkuat pertahanan
Makassar dalam melawan Belanda.
Tobala Arung Tanette menyatakan bahwa dirinya selaku pemimpin orang Bugis Bone siap
berperang bersama Sultan Hasanuddin melawan Belanda. Hal ini demi menjaga harga diri
dan martabat orang Bugis Bone.

Selanjutnya, Tobala memimpin orang Bugis Bone untuk pergi menjaga wilayah yang terletak
di bagian belakang Makassar. Tobala juga melaporkan setiap usaha Belanda yang ingin
membujuk orang Bugis untuk melawan Makassar.
Singkat cerita, Tobala Arung Tanette membawa orang Bone yang berjumlah sekitar 10.000
berjalan melintasi gunung-gunung tinggi menuju Makassar. Sampai di Makassar, mereka
dibagi kelompok dan ditugaskan untuk menggali parti di sepanjang garis pertahanan di pantai
pelabuhan Makassar. Mulai dari benteng paling selatan Barombong sampai benteng paling
utara Ujung Tana.
Proses penggalian parit ini dilakukan secara paksa. Orang Bone dipaksa bekerja siang malam
untuk menggali parit. Perlakuan ini membuat Arung Palakka, pimpinan Kerajaan Bone marah
dan tergerak untuk memberontak.
Dari sini, Belanda mulai merasa ada percikan konflik internal terjadi antara Kerajaan Gowa
dan Kerajaan Bone. Tanpa menunggu lama, Belanda memanfaatkan celah ini. Long story
short, akhirnya Kerajaan Bone yang awalnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gowa
berhasil dihasut oleh Belanda untuk membantu VOC.
Perang Makassar berlangsung dari 1666-1669. Dalam perang ini, Belanda dibantu oleh
Kerajaan Bone untuk melawan kerajaan yang dipimpin Sultan Hasanuddin.
Dalam pemberontakan ini, Arung Palakka yang dikejar oleh pasukan Gowa berhasil
melarikan diri dengan berlayar ke Buton dan meminta bantuan ke Batavia. Pada 31 Desember
1666, VOC di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Janzoon Speelman pergi ke Buton.
Ternyata, Kerajaan Buton sedang dikepung oleh pasukan Kerajaan Gowa. Hal ini tentu
terjadi karena Sultan Buton dianggap memberi perlindungan terhadap Arung Palakka dan
sekutunya.

 
Saat itu, pasukan Gowa yang berjumlah kurang lebih 15.000 orang sedang mengepung
Kerajaan Buton. Mereka terdiri dari orang Makassar, Bugis, dan Mandar. Nah, jadi
sebenarnya pasukan ini orang-orangnya berasal dari daerah jajahan Kerajaan Gowa, guys. 
Ketika orang-orang Bugis mendengar Arung Palakka datang, mereka yang jumlahnya ribuan
itu menganggap bahwa akan dibebaskan. Jadi, mereka justru menyerang Kerajaan Gowa.
Pecah deh perang internal disitu.
Pasukan Kerajaan Gowa pun kacau balau. Selain itu, orang-orang Mandar juga tidak merasa
berkewajiban untuk membela Kerajaan Gowa melawan orang-orang Bugis tadi.
Keadaan ini tentu membuat Kerajaan Gowa mudah sekali untuk dilumpuhkan dari pihak luar
a.k.a Belanda. Jadi, sebenarnya kekalahan Gowa itu tidak sepenuhkan karena Belanda, tapi
karena konflik internal tadi.

Bahkan Kerajaan Gowa tidak hanya melawan Kerajaan Bone saja, tapi juga sekutu dari Bone.
Misalnya Mandarsyah atau Raja Ternate, Kapten Jonker dari Ambon, dan Buton.
Perang-perang ini pun membuat kekuasaan Gowa terus berkurang. Pada 26 Oktober 1667,
Belanda dan sekutunya sampai ke Benteng Somba Opu atau kediaman Sultan Hasanuddin.
Lahirnya Perjanjian Bongaya
Keadaan tersebut membuat Sultan Hasanuddin terdesak. Mau tidak mau, pemimpin Kerajaan
Gowa tersebut harus menandatangani perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Bongaya
yang berlangsung pada 18 November 1667 di Bungaya.
Secara garis besar, isi Perjanjian Bongaya seperti berikut:
1.Belanda mendapat hak monopoli di Makassar.
2.Makassar harus melepaskan daerah jajahannya.
3.Belanda boleh mendirikan benteng di Makassar.
4.Arung Palakka harus diakui sebagai Raja Bone.
5.Makassar harus mengganti rugi biaya perang.
 
Karena tidak punya pilihan, Sultan Hasanuddin harus menyetujuinya walaupun perjanjian ini
merugikan Kerajaan Gowa.
Pada tahun 1669, Sultan Hasanuddin kembali melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Dalam perlawanan ini, Belanda berhasil menguasai benteng terkuat Kerajaan Gowa, yaitu
Benteng Somba Opu. Akhirnya, Kerajaan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin harus
kembali tunduk pada Belanda. Kegigihan Sultan Hasanuddin yang tidak pantang menyerah
ini dijuluki sebagai De Haantjes van Het Ooston oleh Belanda yang berarti Ayam Jantan
dari Timur.
Berakhirnya Masa Kejayaan Ayam Jantan dari Timur
Setelah Belanda berhasil mengalahkan Gowa, Sultan Hasanuddin mundur dari Benteng
Somba Opu ke Benteng Kale Gowa. Walaupun mundur, Sultan Hasanuddin tidak mau tunduk
dengan Belanda yang sudah membuat rakyatnya sengsara.
Sultan Hasanuddin kemudian memutuskan mengundurkan diri dari tahtanya pada 29
Juni 1669. Kepemimpinan Kerajaan Gowa kemudian diberikan pada putranya, I
Mappasomba Daeng Nguraga dengan gelar Sultan Amir Hamzah. 
Setelah tidak menjabat sebagai raja, Sultan Hasanuddin lebih banyak menghabiskan waktu
untuk mengajar agama Islam pada masyarakat sekitar.
Sultan Hasanuddin menghembuskan nafas terakhirnya pada 12 Juni 1670 di usia 39 tahun.
Jasadnya disemayamkan di pemakaman dalam benteng Kale Gowa, Kampung Tamalate,
yang diperuntukkan khusus bagi raja-raja Gowa.
Atas seluruh jasanya dalam perjuangannya melawan penjajah, Sultan Hasanuddin diangkat
menjadi Pahlawan Nasional pada tanggal 6 November 1973 berdasarkan Surat Keputusan
Presiden RI No. 087/TK/tahun 1973.
Tags