KEPERAWATAN KRITIS ISU END OF LIFE DAN PSIKOSOSIAL ASPEK DARI KEPERAWATAN KRITIS Khumaidi Arief
Latar Belakang Semua orang akan mengalami apa yang dikenal sebagai pengalaman akhir-hidup (end of life) dan proses- kematian (dying). Hal ini dapat terjadi pada pasien kritis dengan penyakit terminal atau yang tidak dapat disembuhkan , baik dalam perawatan aktif maupun paliatif di rumah sakit , maupun di dalam komunitas . Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari layanan perawatan akhir-hidup (end of life), antara lain peran dan kerjasama antara pasien,keluarga ( serta pengambil keputusan ), dan petugas kesehatan termasuk dokter , perawat dan lainnya , yang bekerja di rumah sakit maupun panti perawatan . Kebutuhan Psikososial dari pasien perawatan kritis bergantung dari kondisi serta latar belakang dari pasien tersebut , termasuk kondisi kesehatan fisik , mental, budaya , kepercayaan,keluarga dan sebagainya .
Prinsip-Prinsip End Of Life Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian Hak untuk mengetahui dan memilih Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan Transparansi dan akuntabilitas Perawatan non diskriminatif Hak dan kewajiban tenaga kesehatan Perbaikan terus-menerus
Isu End Of Life A. Pengertian End of Life End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu mening katkan kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo, 2016) End of life care adalah perawatan yang diberikan kepada orang- orang yang berada di bulan atau tahun terakhir kehidupan mereka (NHS Choice, 2015) End of life akan membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada dalam fase tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat meningkatkan kenyamanan pasien tersebut. End of life merupakan bagian penting dari keperawatan paliatif yang diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir kehidupan .
Teori The Peaceful End Of Life (EOL) 2. Merasa Nyaman Bebas dari penderitaan atau gejala distress adalah hal yang utama yang diinginkan pasien dalam pengalaman End of Life. 1. Bebas Nyeri 3. M erasa berwibawa dan dihormati 4. Merasakan Damai 5. Kedekatan dengan Keluarga Teori Peacefull EOL ini berfokus kepada 5 k riteria utama dalam perawatan end of life pasien yaitu : “S ebagai kebebasan dari ketidaknyamanan, keadaan tenteram dan damai, dan apapaun yang membuat hidup terasa menyenangkan” (Ruland and Moore, 1998). Setiap akhir penyakit pasien adalah “ ingin dihormati dan dinilai sebagai manusia” (Ruland & Moore, 1998). Damai adalah “perasaan yang tenang, harmonis, dan perasaan puas, (bebas) dari kecemasan, kegelisahan, khawatir, dan ketakutan” (Ruland & Moore, 1998). Tenang meliputi fisik, psikologis, dan dimensi spiritual . Kedekatan adalah “perasaan menghubungkan antara antara manusia dengan orang yang menerima pelayanan ” (Ruland & Moore, 1998). Ini melibatkan kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan dengan kehangatan, dan hubungan yang dekat (intim).
Isu End of Life “ Do Not Resuscitate (DNR )” a. Konsep Do Not Resucitation Do Not Resuscitate (DNR) atau Jangan Lakukan Resusitasi merupakan suatu tindakan dimana dokter menempatkan sebuah instruksi berupa informed concent yang telah disetujui oleh pasien ataupun keluarga pasien di dalam rekam medis pasien, yang berfungsi untuk menginformasikan staf medis lain untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR) pada pasien. American Heart Association (AHA) mengganti istilah DNR ( Do Not Resusitate ) dengan istilah DNAR ( Do Not Attempt Resuscitate ) yang artinya adalah suatu perintah untuk tidak melakukan resusitasi terhadap pasien dengan kondisi tertentu, atau tidak mencoba usaha resusitasi jika memang tidak perlu dilakukan, sehingga pasien dapat menghadapi kematian secara alamiah, sedangkan istilah DNR ( Do Not Resuscitate ) mengisyaratkan bahwa resusitasi yang dilakukan akan berhasil jika kita berusaha (Brewer, 2008).
Saat Menghentikan RJP Menurut AHA (2015). Part 3: Etichal Issues 1. Situasi membahayakan penolong ( cedera serius atau ancaman kematian ) 2. Tanda pasti kematian ireversibel – Rigor mortis – Decapitation 3. Valid advance directive 4. DNR order
b. Tahapan DNR 1 2 3 4 . Sebelum menulis form DNR, dokter harus mendiskusikannya dengan pasien atau seseorang yang berperan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga pasien. Semua hal yang didiskusikan harus didokumentasikan dalam rekam medis . Formulir DNR harus ditandatangani oleh pasien atau oleh pembuatan keputusahan yang diakui atau dipercaya oleh pasien jika pasien tidak dapat membuat atau berkomunikasi kepada petugas kesahatan. Dokter dan pasien harus menandatangani formulir tersebut, menegaskan bahwa pasien akan diakui secara hukum keputusan perawatan kesehatannya ketika telah memberikan persetujuan instruksi DNR Beberapa standar yang harus dilakukan pada saat diskusi menentukan keputusan DNAR yaitu, dokter harus menentukan penyakit/kondisi pasien, menyampaikan tujuan, memutuskan prognosa, potensi manfaat dan kerugian dari resusitasi (CPR), memberikan rekomendasi berdasarkan penilaian medis tentang manfaat/kerugian CPR .
c. Peran Perawat dalam Pelaksanaan DNR Perawat sebagai care giver dituntut untuk tetap memberikan perawatan pada pasien DNR tidak berbeda dengan pasien lain pada umumnya, perawat harus tetap memberikan pelayanan sesuai dengan advice dan kebutuhan pasien tanpa mengurangi kualitasnya. End of life care yang perawat lakukan dengan baik diharapkan dapat memberikan peacefull end of life bagi p asien . Perawat sebagai advokat pasien, menerima dan menghargai keputusan pasien/keluarganya sekalipun keputusan tersebut tidak sesuai dengan harapan perawat, karena perawat tidak dibenarkan membuat keputusan untuk pasien /keluarganya dan mereka bebas untuk membuat keputusan (Kozier et al, 2010).
d. Prinsip Etik Pelaksanaan DNR Pada etik ini, perawat memberikan informasi akurat mengenai keberhasilan resusitasi, manfaat dan kerugiannya, serta angka harapan hidup pasca resusitasi, termasuk efek samping/komplikasi yang terjadi, lama masa perawatan, serta penggunaan alat bantu pendukung kehidupan yang memerlukan biaya cukup besar Pada etik ini, perawat membantu dokter dalam mempertimbangkan apakah RJP dapat dilakukan atau tidak terutama pada pasien dengan angka harapan hidup relatif kecil dan prognosa yang buruk. 1. Prinsip etik otonomy P erawat memberikan edukasi tentang proses tersebut dengan cara-cara yang baik dan tidak menghakimi pasien/keluarga dengan menerima saran/masukan, tetapi mendukung keputusan yang mereka t etapkan . 2. Prinsip etik beneficence 3. Prinsip etik nonmalefecience
e. Dilema Etik Di Indonesia, kebijakan DNR sudah lama diterapkan namun masih menjadi dilema bagi tenaga medis termasuk perawat. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/Menkes/Per/Iii/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit, disebutkan didalamnya bahwa prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi setiap pasien di ICU dan HCU yaitu semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation), dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan . Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang kehidupan.Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan hidup.Sedangkan pasien yang masih sadar dan tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/ paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri (Depkes, 2011).
Psikososial Aspek dari Keperawatan Kritis Insert the title of your subtitle Here 1. Stress Pada Pasien Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien yang sakit gawat bahkan dalam keadaan terminal yang sepenuhnya tergantung pada orang yang merawatnya dan memerlukan perawatan secara intensif.Pasien ICU yaitu pasien yang kondisinya kritis sehingga memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi, berkelanjutan, dan memerlukan pemantauan secara terus menerus (Hanafie, 2012). Pasien ICU tidak hanya memerlukan perawatan dari segi fisik tetapi memerlukan perawatan secara holistik. Menjalani perawatan di ruang ICU dapat menimbulkan stressor bagi pasien dan keluarga.Stressor yang dialami pasien dapat berupa stressor fisik, lingkungan serta psikologis. Faktor- faktor yang berkontribusi terhadap kejadian stress pada pasien hospitalisasi di ICU diantaranya pengalaman dirawat sebelumnya, nyeri, kecemasan, lingkungan asing dan ketakutan. 2. Kecemasan Pada Pasien Pasien – pasien yang dirawat diruangan ICU adalah pasien – pasien yang sedang mengalami keadaan kritis.Keadaaan kritis merupakan suatu keadaan penyakit kritis yang mana pasien sangat beresiko untuk meninggal. Pada keadaan kritis ini pasien mengalami masalah psikososial yang cukup serius dan karenanya perlu perhatian dan penanganan yang serius pula dari perawat dan tenaga kesehatan lain yang merawatanya. Faktor Predisposisi ansietas yaitu faktor biologis , faktor psikologis , sosial budaya . Faktor presipitasi ansietas adalah - Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. - Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi social yang terintegritas seseorang.
Lanjutan 3. Kondisi Spiritual Pasien Kritis Distress spiritualitas menyebabkan individu mencari tahu sesuatu yang terjadi pada dirinya yang menyebabkan individu merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Seseorang yang berada di ruang Intensive Care Unit umumnya merasa ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman terhadap integritas.Pasien mungkin mempunyai ketidakpastian tentang makna kematian sehingga mereka menjadi rentan terhadap distress spiritual. Terdapat juga klien yang mempunyai rasa spiritual tentang ketenangan yang membuat mereka mampu untuk menghadapi kematian tanpa rasa takut (Potter & Perry, 2010). Pasien yang dirawat di ICU bukan hanya mengalami masalah fisik, psikis dan sosial, tetapi mengalami masalah pada spiritualitas sehingga pasien kehilangan hubungan dengan Tuhan dan hidup tidak berarti. Perasaan-perasaan tersebut menyebabkan seseorang menjadi stres dan depresi berat menurunkan kekebalan tubuh dan akan memperberat kondisinya (Young & Koopsen, 2015).