Aspek Hukum dan Solusi Pencegahan Judi Online dan.pptx

dedyutomo6 4 views 14 slides Sep 16, 2025
Slide 1
Slide 1 of 14
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14

About This Presentation

Bahaya judol dan aspek hukum bahaya judi online


Slide Content

Aspek Hukum dan Solusi Pencegahan Judi Online dan Pinjaman Online Ilegal Rizky Septa Kurniadi, S.H., M.H. Kasi Intel Kejaksaan Negeri Banyuwangi

Latar Belakang Masalah Pertumbuhan pinjol ilegal terus meningkat sejak 2020. Satgas Waspada Investasi menindak >3.600 entitas (2020–2022), 450.000 aduan masuk ke OJK pada 2023. Tahun 2025 , marak pinjol via WA, SMS, Telegram tanpa aplikasi, menawarkan pinjaman cepat dengan bunga mencekik . Judi online semakin canggih dan sulit diberantas. Sejak 2020, Kominfo telah memblokir >800.000 situs . Nilai transaksi mencapai Rp327 triliun (2023) , dengan jutaan akun aktif. Kini judol menyaru dalam bentuk game , live streaming , dan afiliasi publik figur . Mayoritas korban adalah generasi muda usia 17–30 tahun. Mereka berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, ASN, ibu rumah tangga , hingga pekerja informal. Kemasan digital dan pengaruh media sosial membuat masyarakat mudah terjebak tanpa sadar. Dampak sosial sangat luas dan mengkhawatirkan. Terjadi peningkatan kasus bunuh diri, perceraian, kekerasan, dan kriminalitas , bahkan melibatkan oknum aparat dan ASN sebagai pelaku maupun korban. Penegakan hukum masih menghadapi banyak kendala. Pelaku judol dan pinjol ilegal umumnya berbasis luar negeri , menggunakan identitas palsu dan money mule . Proses blokir lambat dan kerja sama internasional masih minim .

Karakteristik Pinjol & Judol Ilegal Pinjol ilegal menawarkan kemudahan semu namun bersifat menjerat. Tidak terdaftar di OJK, mereka tidak transparan dalam bunga, denda, dan tenor . Proses pencairan sangat cepat, cukup dengan KTP dan akses kontak pribadi , namun korban kemudian diteror secara psikologis. Platform judi online tersembunyi di balik berbagai kamuflase digital. Banyak situs judol menyaru sebagai game slot , live casino , turnamen e-sport, atau aplikasi undian , dengan sistem top- up , referral , dan cashback . Beberapa terhubung dengan platform legal, membuatnya sulit dibedakan. Keduanya memanfaatkan celah regulasi dan teknologi. Pinjol ilegal dan judol tidak menggunakan kanal perbankan resmi , tapi lewat e- wallet , virtual account palsu, dan rekening pinjaman ( money mule ) . Situs mereka berbasis luar negeri dan cepat berpindah-pindah. Promosi dilakukan secara masif dan terstruktur. Banyak menggunakan influencer , selebgram , hingga spam massal via WA/SMS . Visual iklan dirancang menarik, menyasar kaum muda dan masyarakat ekonomi lemah yang mudah tergiur. Korban tidak sadar sedang terlibat dalam aktivitas ilegal. Baik pengguna pinjol maupun pemain judol sering tidak membaca syarat ketentuan , atau bahkan tidak tahu bahwa layanan yang mereka akses ilegal , karena kemasan profesional dan testimoni palsu yang meyakinkan.

Dampak Hukum dan Sosial Pinjol ilegal menimbulkan banyak pelanggaran hukum. Terdapat unsur pemerasan, penyebaran data pribadi tanpa izin, pencemaran nama baik , hingga intimidasi dan ancaman kekerasan , yang melanggar KUHP, UU ITE, dan UU Perlindungan Data Pribadi. Judi online tergolong tindak pidana murni. Pelaku, penyedia platform, hingga pemain dapat dijerat dengan Pasal 303 KUHP , dan dalam kasus tertentu juga bisa dikenai UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena melibatkan perputaran dana ilegal. Kerugian sosial meluas dan multidimensi. Akibat pinjol dan judol , masyarakat mengalami degradasi moral, konflik rumah tangga, putus sekolah, PHK , hingga kriminalitas ekonomi seperti pencurian dan penipuan. Korban berada dalam posisi lemah secara hukum dan ekonomi. Banyak korban pinjol tak berani melapor karena takut dipermalukan atau dilaporkan balik, sedangkan pemain judol sering tidak menyadari bahwa mereka dapat dipidana meski hanya sebagai pengguna . Penanganan belum maksimal karena keterbatasan sistem. Penegak hukum mengalami kesulitan karena pelaku menggunakan identitas palsu, server luar negeri, dan metode transaksi non-konvensional , serta belum adanya payung hukum komprehensif yang adaptif terhadap kejahatan digital.

Perspektif Hukum & Regulasi Pinjol ilegal melanggar banyak ketentuan perundang-undangan. Selain tidak terdaftar di OJK , praktik pinjol ilegal kerap melanggar UU Perlindungan Konsumen , UU ITE , dan UU Perlindungan Data Pribadi , khususnya dalam hal akses data tanpa izin, intimidasi, dan bunga tak wajar . Judi online diatur sebagai tindak pidana dalam KUHP dan UU lain. Pasal 303 dan 303 bis KUHP secara tegas mengatur larangan perjudian. Dalam praktiknya, judol juga dapat dijerat melalui UU TPPU , karena melibatkan perputaran uang ilegal dan lintas negara. OJK hanya berwenang terhadap pinjol legal. Terhadap pinjol ilegal, OJK hanya bisa memberikan imbauan dan berkoordinasi dengan Kominfo dan aparat penegak hukum , karena tidak memiliki kewenangan eksekusi langsung terhadap entitas ilegal. Kominfo berperan dalam pemblokiran konten. Melalui kerja sama dengan Polri dan SWI, Kominfo dapat memblokir situs dan aplikasi pinjol / judol ilegal , namun seringkali pelaku mengganti domain dan muncul kembali dalam waktu singkat. Ketiadaan regulasi khusus memperlemah penegakan. Hingga kini, belum ada UU khusus tentang pinjol ilegal maupun judi online digital , sehingga penegakan hukum masih bersifat parsial , dan aparat sering mengalami hambatan yuridis dalam menindak pelaku di luar negeri.

Pasal-Pasal yang Dapat Dikenakan 1. KUHP – Pasal 303 & 303 bis (Judi Online) Melarang segala bentuk perjudian, termasuk melalui media elektronik. ➡️ Ancaman: hingga 10 tahun penjara atau denda Rp25 juta. 2. UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE – Pasal 27 ayat (1), (3), dan Pasal 29 Mengatur pelarangan distribusi konten perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik, dan teror digital. ➡️ Ancaman: hingga 6 tahun penjara dan/atau denda Rp1 miliar. 3. UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU – Pasal 3, 4, 5 Pelaku dan pihak yang menikmati hasil kejahatan judol / pinjol bisa dijerat sebagai tindak pidana pencucian uang. ➡️ Penyitaan aset & rekening, hukuman maksimal 20 tahun. 4. UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi – Pasal 65 & 67 Mengatur sanksi atas penyalahgunaan data pribadi pengguna pinjol oleh pihak tidak berwenang. ➡️ Ancaman: penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp6 miliar. 5. UU No. 10 Tahun 1998 (Perbankan) & POJK No. 77/POJK.01/2016 Mengatur kegiatan pinjam meminjam berbasis teknologi yang harus terdaftar di OJK. ➡️ Pinjol ilegal otomatis dinyatakan melanggar hukum administratif & perdata.

Studi Kasus Terkini Kasus bunuh diri akibat teror pinjol (2023–2024). Korban diteror oleh pelaku pinjol ilegal dengan menyebarkan foto, mempermalukan di media sosial, mengancam keluarga, hingga akhirnya memilih mengakhiri hidup. 🔹 Pasal 29 jo Pasal 45B UU ITE – Ancaman kekerasan melalui elektronik ➡️ Ancaman: 4 tahun penjara dan/atau denda Rp750 juta 🔹 Pasal 65 & 67 UU PDP – Penyalahgunaan data pribadi ➡️ Ancaman: Penjara hingga 6 tahun , denda hingga Rp6 miliar 🔹 Pasal 368 KUHP – Pemerasan dan pengancaman ➡️ Ancaman: Penjara 9 tahun 🔹 Pasal 335 KUHP – Perbuatan tidak menyenangkan yang memaksa ➡️ Ancaman: Penjara 1 tahun 🔹 Pasal 310 & 311 KUHP – Pencemaran nama baik dan fitnah ➡️ Ancaman: 9 bulan – 4 tahun penjara 🔹 Pasal 351 ayat (3) KUHP – Penganiayaan yang menyebabkan kematian (psikis) ➡️ Ancaman: Penjara hingga 7 tahun Kasus selebritas terlibat promosi judi online (2023). Sejumlah publik figur dan influencer ditangkap karena mempromosikan situs judol berkedok game . Mereka dijerat Pasal 45 ayat (2) UU ITE juncto Pasal 303 KUHP , serta diduga menerima aliran dana dari situs luar negeri. 🔹 Pasal 27 ayat (2) & 45 ayat (2) UU ITE – Konten perjudian 🔹 Pasal 303 KUHP – Fasilitasi dan promosi judi ➡️ Ancaman: Penjara hingga 10 tahun, denda hingga Rp1 miliar

Studi Kasus Terkini ASN & Pelajar Terlibat Sebagai Money Mule Fakta: Rekening pribadi dipinjamkan/tidak sengaja digunakan untuk pencucian uang. Pasal yang Dilanggar: 🔹 Pasal 5 dan 10 UU TPPU – Membantu menyembunyikan hasil kejahatan Ancaman: Penjara hingga 20 tahun , denda hingga Rp10 miliar Sanksi Tambahan: 🔸 ASN : Melanggar PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS ➤ Hukuman: Teguran berat hingga pemberhentian tidak hormat 🔸 Pelajar/Mahasiswa : Dapat dikenai sanksi akademik hingga DO (Drop Out ) oleh institusi pendidikan Pinjol Tanpa Aplikasi (2025) Fakta: Tawaran pinjaman instan via WhatsApp , korban diteror setelah dana cair. Pasal yang Dilanggar: 🔹 Pasal 378 KUHP – Penipuan 🔹 Pasal 29 UU ITE – Teror 🔹 Pasal 65 UU PDP – Penyalahgunaan data Ancaman: Penjara total bisa mencapai 8 tahun + denda miliaran Sindikat Judi Online Lintas Negara (2024) Fakta: Server di luar negeri, admin dan afiliator dari Indonesia. Pasal yang Dilanggar: 🔹 Pasal 303 KUHP , UU TPPU , dan UU ITE Ancaman: Penjara hingga 20 tahun , penyitaan aset, denda tak terbatas

Tantangan Penegakan Hukum 1. Pelaku Berbasis Luar Negeri Banyak situs judol dan server pinjol ilegal beroperasi dari luar negeri seperti Kamboja dan Filipina, sehingga sulit dijangkau oleh aparat penegak hukum dalam negeri. Masalah: Sulitnya proses ekstradisi, penghapusan domain tidak permanen. Konsekuensi: Pemblokiran hanya bersifat sementara, situs baru terus bermunculan. 2. Modus Selalu Berkembang Judol menyamar sebagai game slot , giveaway , atau kuis online . Pinjol ilegal kini beroperasi tanpa aplikasi, hanya lewat WhatsApp , Telegram, hingga SMS. Masalah: Hukum dan regulasi tertinggal dari modus operandi pelaku. Konsekuensi: Penegakan hukum kesulitan membidik pelanggaran baru yang belum tercover aturan. 3. Lemahnya Literasi Digital dan Hukum Masyarakat Banyak masyarakat tidak dapat membedakan pinjol legal dan ilegal, serta tidak tahu bahwa menyebarkan link judol adalah tindakan pidana. Masalah: Rendahnya pelaporan dan pemahaman hukum. Konsekuensi: Korban semakin banyak, pelaku tidak jera karena minim tekanan publik.

Tantangan Penegakan Hukum 4. Penegakan Parsial dan Reaktif Penindakan sering hanya menyentuh level operator atau admin kecil, sementara dalang utama dan jaringan keuangan tetap tidak tersentuh. Masalah: Keterbatasan teknologi digital forensik dan koordinasi antarinstansi . Konsekuensi: Kasus berhenti di permukaan, tidak menyentuh akar masalah. 5. Keterlibatan “Orang Dalam” Rekening penampung dana sering kali milik ASN, pelajar, atau pihak yang dipinjamkan secara sadar atau tidak. Masalah: Adanya peluang pelanggaran kode etik dan tindak pidana. Konsekuensi: ASN dapat dikenai sanksi berdasar PP 94 Tahun 2021 hingga pemberhentian tidak hormat. 6. Belum Optimalnya Penerapan UU TPPU dan UU PDP Kasus pinjol dan judol belum sepenuhnya dikaitkan dengan pencucian uang dan pelanggaran perlindungan data pribadi. Masalah: Minimnya koordinasi lintas sektor dan belum berfungsinya otoritas pengawas PDP. Konsekuensi: Alur dana ilegal terus berlangsung tanpa penelusuran dan pemulihan kerugian.

Solusi Strategis 1. Penegakan Hukum yang Terintegrasi Melibatkan kolaborasi lintas sektor antara Kejaksaan, Kepolisian, OJK, Kominfo , dan PPATK. Tujuan: Tidak hanya menindak pelaku lapangan, tetapi juga mengusut aktor intelektual dan aliran dana. Instrumen hukum: UU ITE, KUHP, UU TPPU, UU Perlindungan Konsumen, dan UU PDP harus digunakan secara simultan. 2. Optimalisasi UU TPPU dan UU PDP Menjadikan setiap kasus pinjol dan judol sebagai entry point untuk mengusut tindak pidana pencucian uang dan kebocoran data. Tujuan: Memutus sumber pendanaan dan memberi efek jera melalui penyitaan aset serta hukuman maksimal. 3. Edukasi Hukum dan Literasi Digital Berbasis Komunitas Kejaksaan dapat berperan aktif dalam program penerangan hukum dan Jaksa Masuk Sekolah/Kampus. Tujuan: Meningkatkan kesadaran publik soal hukum digital, perlindungan data, dan bahaya pinjol / judol .

Solusi Strategis 4. Penegakan Kode Etik & Disiplin Internal Menindak ASN atau aparat yang terlibat, baik secara aktif maupun pasif (membiarkan rekening dipakai). Dasar hukum: PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Sanksi: Teguran hingga pemberhentian tidak hormat jika terbukti melanggar etika jabatan. 5. Peningkatan Kapasitas Teknologi Forensik Digital Mendorong modernisasi alat dan SDM di institusi penegak hukum untuk melacak transaksi, metadata , dan server. Tujuan: Meningkatkan efektivitas penyidikan dan pengumpulan alat bukti digital yang sah di pengadilan. 6. Mendorong Pembentukan Satgas Khusus Judol & Pinjol Mengadopsi pendekatan seperti Satgas Waspada Investasi, namun dengan mandat lebih kuat dan terfokus. Tujuan: Menciptakan sistem respons cepat, pemantauan real- time , dan penindakan terpadu di tingkat nasional hingga daerah.

Penutup & Ajakan Kolaborasi Pinjol ilegal dan judi online bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman sosial yang merusak struktur keluarga, menggerus ekonomi masyarakat, dan menciptakan keresahan publik. Upaya penanggulangannya membutuhkan sinergi total — dari intelijen penegakan hukum, aparat yudisial, regulator, hingga kesadaran masyarakat. Peran Intelijen Kejaksaan sangat krusial: – Sebagai early warning system – Pendorong tindakan hukum strategis – Penyambung koordinasi lintas lembaga – Pelindung kepentingan umum Ajakan: Mari bersama menciptakan ekosistem digital yang sehat dan beretika. Lindungi data pribadi, waspadai tawaran instan, dan laporkan setiap bentuk penipuan digital. “Tajam ke atas, humanis ke bawah. Cerdas dalam deteksi, tegas dalam tindakan.”

Refleksi & Komitmen Bersama "Kecepatan teknologi tidak boleh mengalahkan keadilan. Di balik setiap klik, ada hak yang harus dilindungi." — Refleksi Intelijen Penegakan Hukum 📌 Ingat: Pinjol dan judol bukan sekadar “masalah online ”, tapi telah menjadi ancaman dunia nyata . Jangan biarkan hukum tertinggal dari kejahatan digital. Kita semua bagian dari solusi — sebagai aparat, sebagai pengawas, dan sebagai masyarakat
Tags