Asuransi Perkawinan: Potensi, Tantangan, dan Isu Hukum di Indonesia Studi atas Jurnal: Divorce Insurance oleh Carlos Vidal Meliá Mata Kuliah: Hukum Asuransi Nama: [Nama Anda] Fakultas Hukum – Universitas [Nama Universitas] – 2025
Latar Belakang Perceraian seringkali menimbulkan beban ekonomi, terutama bagi perempuan, lansia, dan anak-anak. Produk asuransi di Indonesia belum mengakomodasi risiko ekonomi akibat perceraian. Apakah asuransi perkawinan dapat menjadi solusi hukum dan finansial?
Konsep Asuransi Perkawinan Asuransi perkawinan adalah produk keuangan yang memberikan manfaat apabila terjadi perceraian. Dikembangkan secara aktuaria dengan mempertimbangkan faktor risiko pernikahan seperti usia, durasi, anak, penghasilan, dll. Model ini bersifat pencegahan risiko ekonomi, bukan memotivasi perceraian.
Pembelajaran dari WedLock Insurance (AS) Produk asuransi perceraian yang pernah diluncurkan di AS pada 2010 namun gagal di pasar. Kegagalan disebabkan oleh: model premi flat (tidak berbasis risiko), kurang edukasi publik, dan stigma moral. Memberi pelajaran penting untuk pendekatan yang lebih ilmiah dan sensitif budaya.
Potensi di Indonesia Perceraian di Indonesia menunjukkan tren meningkat setiap tahun. Implikasi ekonomi perceraian nyata: beban nafkah, pembagian harta, hak asuh anak. Produk ini berpotensi membantu mengurangi beban negara dan individu pasca-cerai.
Tinjauan Regulasi Asuransi di Indonesia - UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian: mewajibkan adanya kepastian risiko dan prinsip kehati-hatian. - POJK No. 69/POJK.05/2016: ketentuan produk asuransi wajib sesuai prinsip kehati-hatian dan kepentingan yang dapat diasuransikan. - Tidak ada aturan eksplisit yang mengatur asuransi berbasis risiko perceraian.
Tinjauan Hukum Perkawinan di Indonesia - UU No. 1 Tahun 1974 jo. UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. - Perceraian hanya dapat terjadi melalui putusan pengadilan dengan alasan sah (Pasal 39). - Tidak dikenal konsep kontrak keuangan otomatis saat bercerai seperti di hukum common law.
Isu Hukum jika Diterapkan di Indonesia - Prinsip Insurable Interest: apakah pihak memiliki kepentingan ekonomi yang sah untuk mengasuransikan pernikahannya? - Moral Hazard: Apakah produk ini mendorong orang untuk cerai agar menerima manfaat? - Stigma Sosial & Budaya: Perceraian masih dianggap aib di banyak komunitas. - Tidak adanya payung hukum eksplisit untuk perlindungan tertanggung dalam konteks perceraian.
Analisis Kelayakan Hukum dan Sosial Model asuransi perkawinan dapat sejalan dengan perlindungan hukum jika: - Dianggap sebagai proteksi finansial, bukan insentif perceraian. - Didesain sebagai perluasan dari perjanjian pranikah atau mediasi finansial. - Didukung regulasi yang membatasi moral hazard dan memperkuat fungsi perlindungan sosial.
Rekomendasi - Perlunya studi kelayakan lintas bidang: hukum keluarga, ekonomi, aktuaria. - Regulator dapat menguji dalam kerangka sandbox (percobaan terbatas). - Perlu diskursus publik dan akademik untuk menghapus stigma dan memahami manfaat praktisnya.
Penutup Asuransi perkawinan bukan solusi instan, tetapi dapat menjadi instrumen baru dalam hukum perlindungan sosial. Penerapannya di Indonesia memerlukan pendekatan hati-hati, berbasis regulasi, dan sensitif terhadap nilai sosial budaya.