BAB 2-2. 151564842854524584246484521docx

PanjiputraRamdhani 6 views 12 slides May 13, 2025
Slide 1
Slide 1 of 12
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12

About This Presentation

123215456498754548484


Slide Content

BAB II
KAJIAN TEORI DAN JAWABAN TERHADAP RUMUSAN
MASALAH No. 1 & 2
Rumusan masalah nomer 1 dan 2 ini berbunyi “Bagaimana konsep model
pembelajaran Role Playing ?” dan “Bagaimana langkah-langkah penerapan
model Role Playing dalam pembelajaran ?” dengan begitu peneliti akan
mengkaji dua rumusan masalah diatas sebagai berikut
A.Kajian Teori
1.Model Pembelajaran Role Playing
Dalam kamus besar bahasa indonesia metode merupakan cara kerja yang
teratur serta bersistem agar dapat melaksanakan suatu kegiatan dengan
mudah sehingga dapat mencapai tujuan/maksud yang telah ditentukan,
sedangkan metode pembelajaran menurut Ahmad Sabri (2005, hlm.52)
adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pembelajaran yang akan
digunakan oleh guru pada proses pembelajaran, baik secara individu
maupun kelompok.
Pada penelitian ini peneliti akan membahas metode Role Playing. Role
Playing atau sering juga disebut dengan metode bermain peran. Pengertian
bermain peran sendiri adalah salah satu bentuk pembelajaran, dimana
peserta didik ikut terlibat aktif dalam memainkan peran-peran tertentu.
Bermain adalah salah satu sarana peserta didik untuk belajar. Dengan
kegiatan bermain yang interaktif, peserta didik berusaha untuk menyelediki
serta mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dirinya
sendiri,orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Kokom Komalasari (2011, hlm.80) role playing adalah suatu
metode penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi
dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu
bergantung pada apa yang diperankan.
Role playing juga dapat diartikan suatu jenis simulasi yang umumnya
digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar insan. Simulasi

berasal dari bahasa inggris simulation artinya meniru perbuatan yang
bersifat pura-pura atau dalam kondisi sesungguhnya. Tujuan simulasi
menanamkan pembahasan melalui pengalaman berbuat dalam proses
simulasi. Menurut Triyo Supriyanto (2006, hlm.131) Sebenarnya simulasi
lebih tepat untuk meningkatkan keterampilan tertentu dengan jalan
“melakukan sesuatu” dalam kondisi tidak nyata. Sedangkan menurut
Sadiman (2007, hlm.77) Permainan simulasi menggabungkan unsur-unsur
permainan dan simulasi yaitu adanya setting, pemain, aturan, tujuan dan
penyajian model situasi sebenarnya.
Konsep metode role playing ini dikategorikan sebagai metode belajar
yang berumpun kepada metode perilaku yang diterapkan dalam kegiatan
pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan
memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, konkret
dan dapat diamati. Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain
pura-pura, khayalan, fantasi, atau simbolik. Menurut Piaget, awal main
peran dapat menjadi bukti perilaku anak. Ia menyatakan bahwa main peran
ditandai oleh penerapan cerita pada objek dan mengulang perilaku
menyenangkan yang diingatnya (Siska, 2011).
Metode role playing dapat membuat siswa menjadi lebih tertarik dan
terlibat tidak hanya dalam belajar mengenai suatu konsep tetapi juga
mengintegrasikan pengetahuan terhadap perilaku melalui pengklasifikasian
masalah-masalah mengeksplorasi alternatif-alternatif dan mencari solusi
yang kreatif. Melalui metode tersebut siswa harus dapat melakukan
perundingan untuk memecahkan bersama masalah yang dihadapi dan
akhirnya mencapai keputusan bersama. Metode ini dibuat berdasarkan tiga
alasan yaitu, Pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin
menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan
nyata. Kedua, bahwa role playing dapat mendorong siswa mengekpresikan
perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologis
melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan kita serta mengarahkan pada
kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. (Huda, 2015)

Menurut Syaiful Bahri (2005, hlm.238) Pengalaman belajar yang
diperoleh dari metode ini meliputi: kemampuan bekerjasama, komunikatif,
dan menginterprestasikan suatu kejadian. Melalui bermain peran peserta
didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan
cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama
para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap,
nilai-nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Metode role playing merupakan sebuah metode pembelajaran yang
membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam
dunia sosial anak dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan
kelompok sosial mereka. Dalam dimensi sosial metode ini memudahkan
individu untuk bekerjasama dalam menganalisis keadaan sosial. khususnya
masalah antar manusia. Metode ini juga mendukung beberapa cara dalam
proses pengembangan sikap sesuai dengan materi yang ingin disampaikan.
2.Model Pembelajaran Role Playing
Tujuan Role playing sesuai dengan jenis belajarnya menurut Oemar
Hamalik (2010, hal.199) adalah, sebagai berikut:
a.Belajar dengan berbuat, para peserta didik melakukan peranan
tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.
b.Belajar melalui meniru (imitasi), para peserta didik pengamat drama
menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.
c.Belajar melalui balikan, para pengamat menanggapi perilaku para
pemain yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang
mendasari perilaku keterampilan yang telah di dramatisasikan.
d.Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta
dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan
mengulanginya dalam keterampilan berikutnya.
Ada banyak macam metode Role playing dimana sebagian lebih cocok
ketimbang yang lainnya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Tujuan yang spesifik untuk metode Role playing ini dalam pendekatan
berbasis keterampilan adalah untuk memperoleh suatu keterampilan,

kemampuan atau sikap yang sering melalui prilaku model dengan
seperangkat kriteria, melatih sifat-sifat ini sampai benar-benar
terinternalisasi dengan mengikuti kriteria yang ada, mendemonstrasikan
sifat tersebut kepada orang lain biasanya dengantujuan penilaian/evaluasi.
(Hisyam Zaini, 2011)
Tujuan penerapan metode ini menurut Ismail (2008, hlm.84) adalah :
a.Memberikan pengalaman konkret dari apa yang telah dipelajari
b.Mengilustrasikan prinsip-prinsip dari materi pembelajaran
c.Menumbuhkan kepekaan terhadap masalah-masalah hubungan sosial
d.Menyiapkan atau menyediakan dasar-dasar diskusi yang kongret
e.Menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik
f.Menyediakan sarana untuk mengekspresikan perasaan yang
tersembunyi dibalik suatu keinginan
3.Kelebihan dan Kekurangan Metode Role Playing
Dalam pengguanaan metode pembelajaran pastilah ada kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki. Kelebihan yang dimiliki metode bermain peran
ini menurut Aswan Zain dan Syaiful Bahri (2006, hal. 89-90) adalah sebagai
berikut:
a.Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami dan mengingat isi
bahan yang akan didramakan. sebagai pemain harus memahami,
menghayati isi cerita secara keseluruhan, sehingga daya ingatan siswa
harus tajam dan tahan lama.
b.Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu
bermain peran para anggota lainnya dituntut untuk mengemukakan
pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
c.Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga akan
dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari
sekolah.
d.Kerja sama anggota kelompok dapat dibina dengan sebaik-baiknya.
e.Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi
tanggung jawab dengan sesamanya.

f.Bahasa lisan dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah
dipahami orang lain.
Selain memiliki kelebihan metode bermain peran atau Role playing ini
juga memiliki kekurangan Menurut Djumingin dan Sulastriningsih (2011
hlm. 175), yaitu:
a.Metode bermain peran memerlukan waktu yang relatif banyak.
b.Memerlukan kreatifitas dan daya kreasi yang tinggi.
c.Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
d.Kebanyakan siswa yang ditunjuk untuk bermain peran merasa malu
untuk memerankan suatu adegan tertentu.
e.Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, bukan
saja dapat memberi kesan kurang baik tetapi sekaligus tujuan
pembelajaran belum tercapai.
Setiap metode pembelajaran pastinya memiliki kekurangan masing-
masing, maka dari itu guru harus bisa meminimalisir hal tersebut dengan
membuat perencanaan pembelajaran secara terstruktur dan tepat.
4.Langkah-langkah Metode Role Playing
Dalam penerapan metode role playing ini ada beberapa langkah yang
perlu dilakukan agar metode ini dapat berlangsung dengan baik. Menurut
Hamzah (2009, hlm.26-28), yaitu :
a.Pemanasan
Pemanasan bisa diartikan dengan memperkenalkan jenis cerita
yang akan diperankan oleh mereka. Guru menjelaskan beberapa watak
pelaku dan kondisi cerita sampai semua siswa paham cerita yang akan
mereka bawakan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada
permasalahan sesuatu hal yang bagi semua orang perlu untuk
menguasainya.
b.Memilih Pemain
Memilih pemain bisa dilakukan oleh guru, yakni menunjuk
langsung peserta didik maupun dengan membentuk kelompok.
c.Menata Panggung

Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan
bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang
akan diperlukan. Penataan panggung dapat dilakukan secara
sederhana, seperti membahas skenario yang menggambarkan urutan
permainan peran yaitu siapa dulu yang muncul, dan diikuti seterusnya.
d.Guru menunjuk beberapa peserta didik sebagai pengamat
Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Meski
demikian, penting dicatat bahwa pengamat disini juga terlibat aktif
dalam permainan peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan
menjadi pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap
merekan agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
e.Permainan role playing dimulai
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan
banyak siswa yang masih bingung memainkan peran yang seharusnya
ia lakukan. Bahkan mungkin ada memainkan peran yang bukan
perannya. Jika permainan peran sudah jauh keluar jalur, guru dapat
menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
f.Guru dan peserta didik mendiskusikan permainan
Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan
evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan
muncul. Mungkin ada siswa yang meminta berganti peran. Atau
bahkan alur ceria akan sedikit berubah (nonhistoris). Apapun hasilnya
diskusi dan evaluasi tidak jadi masalah.
g.Pembahasan diskusi dan evaluasi
Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realita.
Karena saat peran dimainkan, banyak peran yang melampaui batas
kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai seorang
pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini
menjadi bahan diskusi.
h.Guru dan siswa diajak berbagi pengalaman

Guru mengajak siswa berbagi pengalaman tentang tema permainan
peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat
kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagi pengalaman tentang
bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru
membahas bagaimana sebaiknya siswa menghadapi situasi tersebut.
B.Kesimpulan
Berdasarkan teori menurut para ahli diatas yang peneliti kutip dari buku
maupun jurnal dapat di simpulkan bahwa role playing adalah suatu metode
pembelajaran yang menekankan pada pemahahaman siswa mengenai bahan-
bahan pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Dengan memerankan tokoh hidup ataupun benda mati, yang mana siswa ikut
aktif dalan memerankan peran-peran tertentu sehingga peserta didik dapat
menyelidiki serta mendapatkan pengalaman kaya.
Adapun tujuan penerapan metode ini diantara lain : (1) Memberikan
pengalaman konkret dari apa yang telah dipelajari, (2) Mengilustrasikan
prinsip-prinsip dari materi pembelajaran, (3) Menumbuhkan kepekaan terhadap
masalah-masalah hubungan social, (4) Menyiapkan atau menyediakan dasar-
dasar diskusi yang kongret, (5) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar
peserta didik (6) Menyediakan sarana untuk mengekspresikan perasaan yang
tersembunyi dibalik suatu keinginan.
C.Hipotesis
D.Jawaban Rumusan Masalah Bagaimana Konsep dan Langlah-
Langkah Penerapan
Bagaimana konsep model pembelajaran Role Playing dan
Bagaimana langkah-langkah penerapan model Role Playing dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut :

1.konsep model pembelajaran role playing
Role Playing atau sering juga disebut dengan metode bermain peran.
Pengertian bermain peran sendiri adalah salah satu bentuk pembelajaran,
dimana peserta didik ikut terlibat aktif dalam memainkan peran-peran
tertentu. Bermain adalah salah satu sarana peserta didik untuk belajar.
Dengan kegiatan bermain yang interaktif, peserta didik berusaha untuk
menyelediki serta mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman
dirinya sendiri,orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya. Role
playing juga dapat diartikan suatu jenis simulasi yang umumnya digunakan
untuk pendidikan sosial dan hubungan antar insan. Simulasi berasal dari
bahasa inggris simulation artinya meniru perbuatan yang bersifat pura-pura
atau dalam kondisi sesungguhnya.
2.langkah-langkah penerapan model role playing
langkah- langkah penerapan model role playing, yaitu :
a.Pemanasan
Guru memperkenalkan jenis cerita yang akan diperankan oleh
mereka. Guru menjelaskan beberapa watak pelaku dan kondisi cerita
sampai semua siswa paham cerita yang akan mereka bawakan.
b.Memilih Pemain
Memilih pemain bisa dilakukan oleh guru, yakni menunjuk
langsung peserta didik maupun dengan membentuk kelompok.
c.Menata Panggung
Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan
bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang
akan diperlukan.
d.Guru menunjuk beberapa peserta didik sebagai pengamat
Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Meski
demikian, penting dicatat bahwa pengamat disini juga terlibat aktif
dalam permainan peran.
e.Permainan role playing dimulai
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan
banyak siswa yang masih bingung memainkan peran yang seharusnya

ia lakukan. Bahkan mungkin ada memainkan peran yang bukan
perannya. Jika permainan peran sudah jauh keluar jalur, guru dapat
menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
f.Guru dan peserta didik mendiskusikan permainan
Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan
evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan.
g.Pembahasan diskusi dan evaluasi
Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realita.
Karena saat peran dimainkan, banyak peran yang melampaui batas
kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai seorang
pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini
menjadi bahan diskusi.
h.Guru dan siswa diajak berbagi pengalaman
Guru mengajak siswa berbagi pengalaman tentang tema permainan
peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat
kesimpulan.
E.Penguatan
Nama : Arleni Tarigan
Judul : Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari
Kecamatan Ukui
Dalam jurnal berjudul ini mencantumkan pendapat dari Uno yang menyatakan
langkah-langkah yang dapat dibagi menjadi beberapa point diantaranya :
Uno (2012) menyampaikan prosedur penerapan metode pembelajaran bermain
peran (role playing) sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan atau Pemanasan:
Guru berusaha memperkenalkan siswa pada permasalahan yang
dianggap penting dan perlu dipelajari oleh semua orang. Permasalahan
ini bisa muncul dari imajinasi siswa atau disiapkan secara sengaja oleh
guru. Sebagai contoh, guru dapat menyiapkan suatu cerita untuk
dibacakan di depan kelas. Pembacaan cerita akan dihentikan saat

dilema atau masalah dalam cerita menjadi jelas. Setelah itu, guru akan
mengajukan pertanyaan yang memicu siswa untuk merenungkan
masalah tersebut.
b.Tahap Memilih Pemain (Partisipan):
Siswa dan guru bersama-sama membicarakan karakteristik setiap
peran dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Saat memilih
pemain, guru dapat memilih siswa yang sesuai untuk memerankan
peran tertentu (misalnya, siswa yang pasif atau memiliki keterampilan
berbicara yang rendah), atau siswa juga bisa mengusulkan peran yang
ingin mereka mainkan.
c.Tahap Menata Panggung (Ruang Kelas):
Guru berdiskusi dengan siswa mengenai tempat dan cara peran
akan dimainkan, serta apa saja kebutuhan yang diperlukan dalam
permainan.
d.Tahap Menyiapkan Pengamat (Observer):
Guru menunjuk siswa sebagai pengamat, namun penting untuk
dicatat bahwa pengamat juga harus ikut terlibat aktif dalam
permainan.
e.Tahap Memainkan Peran:
Permainan peran dijalankan secara spontan. Pada awalnya, banyak
siswa mungkin akan merasa bingung dalam memainkan peran atau
bahkan tidak sepenuhnya sesuai dengan peran yang seharusnya.
Beberapa mungkin bahkan memainkan peran yang tidak sesuai. Jika
permainan peran mulai menyimpang dari jalur yang diharapkan, guru
dapat menghentikannya dan melanjutkan ke langkah berikutnya.
f.Tahap Diskusi dan Evaluasi:
Guru bersama dengan siswa membahas permainan yang telah
dilakukan dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang
dimainkan. Usulan-usulan perbaikan mungkin akan muncul, termasuk
kemungkinan siswa menginginkan perubahan peran atau penyesuaian
alur cerita.
g.Tahap Bermain Peran Ulang:

Permainan peran dapat diulang dengan harapan berjalan lebih baik.
Siswa diharapkan dapat memainkan peran dengan lebih sesuai dengan
skenario.
h.Tahap Diskusi dan Evaluasi Kedua:
Pada tahap ini, diskusi dan evaluasi difokuskan pada aspek realitas.
Beberapa peran mungkin melampaui batas kenyataan, sehingga
menjadi bahan diskusi. Misalnya, seorang siswa memainkan peran
sebagai pembeli dan membeli barang dengan harga yang tidak
realistis.
i.Tahap Berbagi Pengalaman dan Kesimpulan:
Siswa diundang untuk berbagi pengalaman mereka tentang tema
permainan peran yang telah dilakukan, kemudian diikuti dengan
pembuatan kesimpulan. Ini dapat melibatkan situasi seperti bagaimana
siswa menghadapi marahnya ayah mereka. Guru juga dapat
membahas bagaimana seharusnya siswa menangani situasi tersebut,
serta mengajak siswa untuk merenungkan bagaimana sikap yang tepat
jika mereka berada dalam posisi ayah. Tujuannya adalah agar siswa
belajar dari pengalaman dan mendapatkan wawasan tentang
kehidupan.
Dari pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
f.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia.
(Jakarta : Pusat Bahasa, 2008), hal. 952
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: PT. Ciputat
Press, 2005), 52.
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, (Bandung: Refika Aditama,
2011), hal.80. 4
Triyo Supriyanto dkk, Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN
Malang Press, 2006), hal.131.
Arief S. Sadiman dkk, Media Pendidikan: pengertian, pengembangan dan
pemanfaatannya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), 77
Yulia Siska, Penerapan Metode Bermain (role playing) Dalam Meningkatkan
Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jurnal
ISSN.No (2)31-37.2011
Khoirul Huda, Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris Melalui
Metode Role Playing, (Jawa Tenggah Didaktikum: Jurnal PTK, 2015), vol.
16 no. 3
Syaiful Bahri Djamarah, Pendidik Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005).
Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran
Aktif (Yogyakarta : CTSD UIN Sunan kalijaga, 2011).
Djumingin, Sulastriningsih, Setrategi dan Aplikasi Model Pembelajaran Inovatif
Bahasa dan Sastra, (Makasar: Badan Penerbit 2011).
Hamzah B.Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009).
Tags