Terjadinya wabah Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia ini telah berdampak pada seluruh sektor kehidupan. Tidak terkecuali negara Indonesia yang lebih dari setahun berjuang untuk mengatasi penyebaran Covid 19 dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Kebijakan pemerintah un...
Terjadinya wabah Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia ini telah berdampak pada seluruh sektor kehidupan. Tidak terkecuali negara Indonesia yang lebih dari setahun berjuang untuk mengatasi penyebaran Covid 19 dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi penularan Covid 19 melalui pembatasan sosial dan penutupan sebagaian sentra produksi telah merontokkan aktivitas bisinis dan hilangnya pendapatan masyarakat.
Akibatnya selama tahun 2020 Indonesia masuk dalam situasi resesi dengan pencapaian kontraksi pertumbuhan selama 3 kuartal berturut-turut. Krisis yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya termasuk krisis ekonomi tahun 2007 yang merupakan krisis terhebat yang pernah dilalui Indonesia. Krisis kali ini tidak diawali krisis mata uang, namun merupakan krisis kemanusiaan yang dampaknya keseluruh sektor kehidupan, termasuk ancaman terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan.
Respon pemerintah dalam mengatasi dampak pandemi telah dilakukan melalui serangkaian kebijakan makro baik fiskal maupun moneter. Dari sisi fiskal melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pemerintah mengeluarkan berbagai stimulus fiskal untuk menopang turunnya daya beli masyarakat dan memberikan kelonggaran fiskal bagi pelaku usaha. Dalam praktiknya kebijakan tersebut ternyata belum mampu memulihkan ekonomi, meskipun postur APBN telah dibuat defisit melebihi ambang batas yang disyaratkan Undang-undang dengan konsekuensi naiknya pembiayaan melalui utang . Dari sisi moneter, Bank Indonesia juga telah melakukan serangkaian kebijakan moneter untuk mendukung program PEN pemerintah melalui berbagai instrumen yang dimiliki secara terukur untuk tetap menjaga stabilitas sektor moneter dan keungan serta menjaga status independensinya
Atas pelaksanaan kebijakan moneter dalam mengatasi krisis akibat pandemi, sebagian kalangan menilai peran Bank Indonesia belum maksimal untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan kebijakan makronya. Bank Indonesia dipandang lebih mementingkan status independensinya daripada turut serta mengatasi krisis dan membantu masyarakat dan pelaku usaha yang saat ini sedang kesulitan karena kehilangan pekerjaan dan kebangkrutan usaha akibat berhentinya produksi.
Munculnya gagasan untuk kembali meninjau status independensi di masa krisis patut menjadi perhatian serius, apakah krisis yang terjadi saat ini perlu direspon dengan mengorbankan independensi Bank Sentral dan kembali pada masa orde baru dimana Bank Indonesia menjadi sub ordinasi pemerintah melalui salah satu perannya menopang pembiayaan defisit APBN dengan pencetakan uang baru. Ataukah pilihan yang lebih realistis dengan tetap mempertahankan independensi Bank Indonesia tapi cakupan tugas pokoknya diperluas, bukan hanya fokus pada menjaga stabilitas nilai rupiah, namun juga turut bertangungjawab dalam pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan indikator kesejahteraan lainnya.
Size: 1.34 MB
Language: none
Added: Feb 01, 2025
Slides: 66 pages
Slide Content
Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian
dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari
BAKN DPR RI.
Dr. Rakhmat, S.E, M.S.E
Andi Muhammad Sadli, S.E, S.S, M.Si
Pusat Karir dan Riset
STIE Mulia Pratama
2021
Independensi Bank Indonesia di Persimpangan Jalan
Penulis :
Dr. Rakhmat, S.E., M.S.E.
Andi Muhammad Sadli, S.E., M.S.E.
ISBN :
978-623-96930-2-2
Editor :
Andi Muhammad Sadli
Desain Sampul dan Tata Letak :
Bunga Leonna
Penerbit :
Pusat Riset dan Karir STIE Mulia Pratama
Redaksi :
Gedung STIE Mulia PratamaLantai 1,
Jl. H.M. Joyomartono Kav. 5 Kota Bekasi
Bekasi Timur 17113
Telp. 021 88353599, 88354599
Fax 021 88359799
Cetaka Pertama, Juni 2021
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
Daftar Isi
Halaman Judul
Halaman Katalog Dalam Terbitan
Daftar Isi
Kata Pengantar
Bagian Pertama
Pendahuluan
Bagian Kedua
Independensi Bank Sentral
Bagian Ketiga
Independensi Bank Indonesia dalam
Sistem Ketatanegaraan
Bagian Keempat
Independensi versus Stabilitas dan
Pertumbuhan
Bagian Kelima
Peran Bank Indonesia dalam stabilitas
Sistem keuangan
Bagian Keenam
Pengalaman Empiris Bank Indonesia
dalam Melewati Krisis ekonomi 1997
dan Krisis Ekonomi Global 2008
Bagian Ketujuh
Merumuskan kembali makna
Independensi Bank Sentral dimasa
Pandemi dan Krisis Ekonomi
Kata Pengantar
Terjadinya wabah Pandemi Covid-19 yang melanda
hampir seluruh negara di dunia ini telah berdampak
pada seluruh sektor kehidupan. Tidak terkecuali
negara Indonesia yang lebih dari setahun berjuang
untuk mengatasi penyebaran Covid 19 dan
dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.
Kebijakan pemerintah untuk mengurangi penularan
Covid 19 melalui pembatasan sosial dan penutupan
sebagaian sentra produksi telah merontokkan aktivitas
bisinis dan hilangnya pendapatan masyarakat.
Akibatnya selama tahun 2020 Indonesia masuk dalam
situasi resesi dengan pencapaian kontraksi
pertumbuhan selama 3 kuartal berturut-turut. Krisis
yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan krisis-krisis
sebelumnya termasuk krisis ekonomi tahun 2007 yang
merupakan krisis terhebat yang pernah dilalui
Indonesia. Krisis kali ini tidak diawali krisis mata
uang, namun merupakan krisis kemanusiaan yang
dampaknya keseluruh sektor kehidupan, termasuk
ancaman terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan.
Respon pemerintah dalam mengatasi dampak
pandemi telah dilakukan melalui serangkaian
kebijakan makro baik fiskal maupun moneter. Dari sisi
fiskal melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN) pemerintah mengeluarkan berbagai stimulus
fiskal untuk menopang turunnya daya beli masyarakat
dan memberikan kelonggaran fiskal bagi pelaku usaha.
Dalam praktiknya kebijakan tersebut ternyata belum
mampu memulihkan ekonomi, meskipun postur
APBN telah dibuat defisit melebihi ambang batas yang
disyaratkan Undang-undang dengan konsekuensi
naiknya pembiayaan melalui utang . Dari sisi
moneter, Bank Indonesia juga telah melakukan
serangkaian kebijakan moneter untuk mendukung
program PEN pemerintah melalui berbagai instrumen
yang dimiliki secara terukur untuk tetap menjaga
stabilitas sektor moneter dan keungan serta menjaga
status independensinya
Atas pelaksanaan kebijakan moneter dalam
mengatasi krisis akibat pandemi, sebagian kalangan
menilai peran Bank Indonesia belum maksimal untuk
mendukung pemerintah dalam menjalankan kebijakan
makronya. Bank Indonesia dipandang lebih
mementingkan status independensinya daripada turut
serta mengatasi krisis dan membantu masyarakat dan
pelaku usaha yang saat ini sedang kesulitan karena
kehilangan pekerjaan dan kebangkrutan usaha akibat
berhentinya produksi.
Munculnya gagasan untuk kembali meninjau status
independensi di masa krisis patut menjadi perhatian
serius, apakah krisis yang terjadi saat ini perlu
direspon dengan mengorbankan independensi Bank
Sentral dan kembali pada masa orde baru dimana Bank
Indonesia menjadi sub ordinasi pemerintah melalui
salah satu perannya menopang pembiayaan defisit
APBN dengan pencetakan uang baru. Ataukah pilihan
yang lebih realistis dengan tetap mempertahankan
independensi Bank Indonesia tapi cakupan tugas
pokoknya diperluas, bukan hanya fokus pada menjaga
stabilitas nilai rupiah, namun juga turut
bertangungjawab dalam pencapaian target
pertumbuhan ekonomi dan indikator kesejahteraan
lainnya.
Dengan berbagai fenomena tersebut diatas, buku ini
hadir untuk memberikan perspektif teori dan
pengalaman empiris keberadaan Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral Republik Indonesia dalam
melanjalankan kebijakan moneter dalam kurun waktu
60 tahun terakhir, mengemban amanah sebagai otoritas
moneter. Berbagai peristiwa dan momentum Bank
Indonesia dalam mengawal perekonomian Indonesia
juga disarikan dalam buku ini, khususnya bagaimana
penanganan krisis ekonomi 1997 ketika Bank Indonesia
belum memiliki independensi dengan penanganan
krisis ekonomi global tahun 2008 ketika Bank
Indonesia telah diberikan independensi dalam
pelaksanaan kebijakan moneternya.
Lebih jauh lagi buku ini juga menyajikan
transformasi kebijakan Bank Indonesia dimasa
pandemi dengan berbagai terobosan untuk
mendukung stimulus kebijakan fiskal pemerintah,
dengan perspektif dan proyeksi terhadap status
Independensi Bank Indonesia di masa pandemi.
Dengan hadirnya buku ini dapat memberikan
informasi dan literasi bagi mahasiswa dan masyarakat
umum tentang kiprah Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter yang independen dalam mengawal kinerja
perekonomian Indonesia.
Ucapan terimaksih sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu dari proses penyusunan
hingga terbitnya buku ini, semoga buku ini
bermanfaat.
1
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Bagian Pertama
Prolog
Krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997
menjadi pengalaman berharga dalam sejarah
perjalanan perekonomian Indonesia. Saat itu
Indonesia mengalami masalah ekonomi multi
dimensi termasuk defisit neraca berjalan yang
cukup besar dan depresiasi nilai tukar.
Meningkatnya ketidakpastian menyebabkan
arus modal keluar, diikuti dengan masalah
likuiditas di banyak bank. Sebagai lender of last
2
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
resort, Bank Indonesia menyediakan pinjaman
likuiditas untuk bank, namun, hal ini
menyebabkan peningkatan suplai uang dan
memacu hiperinflasi. Selain itu kuatnya
intervensi yangg diberikan pemerintah telah
menghilangkan pilihan yang terbuka bagi Bank
Indonesia. Tidak adanya keman dirian BI
sebagai otoritas pengawas bank dan
pengelolaan kebijakan moneter ikut mendorong
hilangnya kepercayaan pasar dan masyarakat
terhadap perbankan dan pengelolaan moneter
dalam menghadapi krisis.
Dapat dipahami bahwa salah satu faktor
pendukung terjadinya krisis di tahun 1997
adalah karena bank sentral tidak independen.
Saat rezim politik sebelumnya (Orde Lama),
bank sentral selalu membiayai defisit budget
pemerintah dengan mencetak uang. Pada rezim
yang baru (Orde Baru), bank sentral diberikan
mandat oleh pemerintah untuk mendukung
3
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
tujuan pemerintah untuk selalu mendorong
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi
pengangguran. Oleh karenanya, Bank
Indonesia kesulitan untuk mengendalikan
stabilitas harga yang menjadi tujuan utamanya.
Beberapa peristiwa yang dialami Bank
Indonesia dalam menangani krisis ekonomi
1997, diantaranya tidak diperolehnya
persetujuan presiden untuk menaikkan suku
bunga SBI ketika BI akan melakukan
pengendalian moneter untuk memperkokok
nilai tukar rupiah yang saat itu dalam posisi
tertekan. Intervensi presiden juga dilakukan
pada waktu pemberian tambahan kredit
perbankan dengan dan yang berasal dari
deposito berbagai yayasan, Jamsostek, dan
BUMN, dimana Gubernur BI dan Menteri
Keuangan tidak dilibatkan. Rekayasa untuk
mempersiapkan penetapan sistem nilai tukar
tetap dengan membentuk Dewan Mata Uang
4
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
yang dikenal sebagai CBS oleh presiden dan
berbagai pejabat dari Departemen Keuangan
dan BI, tanpa meminta pendapat Gubernur BI
merupakan bentuk campur tangan pemerintah
terhadap tugas dan tanggungjawab BI sebagai
bank sentral. Termasuk juga pemberhentian
Gubernur BI tanpa memperhatikan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku merupakan
bentuk intervensi nyata pemerintah terhadap
Bank Indonesia. Hingga kemudian pada tahun
1999, Bank Indonesia menjadi benar-benar
independen secara legal, bersamaan dengan
tingginya kesadaran serta bukti teoritis dan
empiris bahwa bank sentral yang independen
harus mampu menjaga stabilitas harga.. Melalui
UU No. 23/1999, tanggung jawab bank sentral
telah berfokus pada satu tujuan utama yaitu
menjaga stabilitas harga, dimana sebelumnya
bank sentral harus berfokus pada beberapa
tujuan.
5
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Mencermati ekonomi Indonesia yang
saat ini sedang menghadapi tantangan berat.
ditengah upaya peningkatan kualitas
pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,
ekonomi dunia sedang mengalami masa suram
yang ditandai oleh perlambatan pertumbuhan,
krisis keuangan global, dan tingginya harga
pangan. Kesinambungan pembangunan
ekonomi Indonesia kedepan mengharuskan
penguatan strategi dan implementasi ke depan
kebijakan ekonomi nasional, baik kebijakan
makro ekonomi (fiskal dan moneter) maupun
kebijakan sektoral dan institusional. Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral dituntut secara
responsif dan proaktif memainkan perannya,
tidak saja dalam meningkatkan kredibilitas
kebijakan-kebijakannya tetapi juga dalam
memberikan masukan bagi penguatan strategi
dan kebijakan ekonomi nasional.
6
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Pengalaman dalam menangani krisis
selama ini, menyadarkan kita bahwa efektivitas
kebijakan makroekonomi memerlukan sinergi
yang kuat dengan kebijakan mikroekonomi,
khususnya dibidang investasi, industri, hukum,
dan ketenagakerjaan. Sementara itu, koordinasi
kebijakan fiskal dan moneter harus senantiasa
diupayakan secara konsisten. Dalam konteks
strategi besar itu, Bank Indonesia dituntut
dapat menjalankan tugasnya sebagai penjaga
kestabilan ekonomi sesuai dengan amanah
undang-undang.
Dalam menyikapi situasi perekonomian
global yang penuh dengan ketidakpastian
(uncertainty) dan sulit diprediksi (unpredictable),
Bank Indonesia mempunyai tantangan besar
untuk tetap memberikan sinyal yang konsisten
ke seluruh pelaku ekonomi bahwa arah
kebijakan yang diambil adalah dalam rangka
menjalankan tugas utamanya, yaitu
7
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
memelihara kestabilan harga. Dalam literatur
kebanksentralan, konsistensi sinyal kebijakan
sebuah bank sentral merupakan awal dari
pembentukan kredibilitas kebijakan.
Bagi Bank Indonesia, kredibilitas
menjadi unsur yang sangat penting dimiliki
sebagai sebuah modal sosial (public trust) agar
dapat berperan dalam proses pembangunan
ekonomi dan masyarakat. Kebijakan Bank
Indonesia akan menjadi efektif apabila dapat
diterima dan dijadikan petunjuk arah kebijakan
operasional oleh berbagai pihak, utamanya di
pasar keuangan. Jika sebuah bank sentral
memiliki kredibilitas rendah, setiap
kebijakannya akan ditolak atau minimal
diabaikan oleh pelaku ekonomi tanpa ada
kehendak untuk mendengarkan dan
memaklumi alasan mengapa kebijakan tersebut
ditempuh. Bila hal ini terjadi, kerugian bukan
hanya dirasakan Bank Indonesia, namun juga
8
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
oleh keseluruhan perekonomian nasional. Oleh
karena itu, upaya untuk membangun
kredibilitas dan public trust bagi Bank Indonesia
merupakan kunci dalam menjalankan kebijakan
moneter.
Faktor kredibilitas dan modal sosial
(social trust) dapat dimiliki Bank Indonesia jika
mampu menunjukkan kompetensi, integritas,
transparansi dan akuntabilitas dalam semua
bidang yang dikelola. Dalam hal ini,
peningkatan kinerja merupakan jawaban atas
tuntutan masyarakat luas agar Bank Indonesia
menjadi lebih terpercaya dalam pencapaian
tujuan dan pelaksanaan tugas sesuai misinya
yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
moneter (monetary stability) dan kestabilan
sistem keuangan (financial system stability).
Sejak berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1999, BI mencoba
untuk mentrasformasikan dirinya menuju
9
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
independensi dalam melaksanakan kebijakan
moneter. Ada beberapa bentuk independensi BI
jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 23
tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004. Pertama,
institutional independence, yang termaktub
dalam pasal 4 ayat 2 menyebutkan bahwa “
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang
independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan
pemerintah dan/ atau pihak lain, kecuali untuk hal-
hal yang secara tegas diatur dalam Undan-Undang
ini “. Kedua, goal independence, pada pasal 7
ayat 1 menyebutkan bahwa “tujuan Bank
Indonesia adalah mencapai dan memlihara kestabilan
nilai rupiah”. Pasal ini secara eksplisit
menunjukkan bahwa BI hanya memiliki single
objektif dan kebijakan moneter tidak diarahkan
untuk mempengaruhi tingkat output. Ketiga,
instrument independence, pasal 10 ayat 1
10
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
menunjukkan BI memilki instrument
independence “ Dalam rangka menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, berdasarkan pasal
10 ayat 1, Bank Indonesia berwenang:
(a)menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan
memperhatikan sasaran laju inflasi;(b) melakukan
pengendalian moneter dengan menggunakan cara-
cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah
maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto,
penetapan cadangan wajib minimum, serta
pengaturan kredit atau pembiayaan”. Keempat,
financial independence, yaitu independen
dalam menetapkan anggaran kebija kan
sebagaimana disebutkan dalam pasal 60 ayat 4
“ Anggaran untuk kebijakan moneter, sistem
pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan
perbankan, wajib dilaporkan secara khusus kepada
DPR”. Beberapa pasal tersebut merupakan
landasan yuridis untuk menyebut Bank
11
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Indonesia sebagai Bank Sentral yang
independen.
Dengan diberikannya independensi
kepada Bank Indonesia, isu penting yang
muncul adalah bagaimana mendudukkan
secara proporsional dan tepat perihal
independensi dan akuntabilitas. Independensi
dan akuntabilitas merupakan dua konsep yang
berbeda namun sangat berkaitan erat.
Independensi yang didapatkan Bank Indonesia
mengandung konsekwensi bahwa Bank
Indonesia tidak boleh terikat dengan
kepentingan lembaga/pihak lain yang dapat
mempengaruhi pengambilan kebijakan-
kebijakan moneternya. Dalam konteks
keuangan, independensi berarti bahwa Bank
Indonesia diharapkan dapat mengembangkan
sendiri modal awal yang disetor negara sebagai
milik Bank Indonesia untuk mendanai
pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan
12
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
dalam rangka menjalankan tugasnya. Hal ini
membawa implikasi bahwa
pertanggungjawaban Bank Indonesia terhadap
rakyat tidak hanya terbatas pada stabilitas nilai
tukar yang menjadi tugasnya , namun juga
meliputi aspek pengelolaan kekayaan negara.
13
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Bagian Kedua
Independensi Bank Sentral
Independensi bank sentral pada dasarnya
ditujukan untuk memperjelas kewenangan dan
tanggungjawab pelaksanaan tugas dalam
mencapai tujuan. Dari pengertian tersebut
diatas dapat dipastikan bahwa independensi
bank sentral adalah merupakan alat untuk
mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan.
Terdapat dua model independensi bank
sentral yang dikenal, model pertama adalah
memberikan bank sentral kekuasaan untuk
memutuskan target kebijakan moneter yang
spesifik dari tujuan yang agak umum yang
14
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
dispesifikasi di legislasi, dan menetapkan
instrument kebijkana moneter yang dibuat
untuk mencapai tujuan tersebut. Model ini
sering disebut sebagai ‚independensi goal dan
instrument‛ Model pertama ini dapat dilihat
dalam pola hubungan antara bundesbank
dengan Pemerintah Jerman ketika European
Central Bank belum terbentuk. Model ini
merupakan model yang paling umum dari
independensi bank sentral dan diadobsi oleh
banyak negara antara lain Federal Reserve
System di Amerika Serikat, European Central
Bank, the Bank of Japan, the Swiss National
Bank dan juga menjadi dasar yang digunakan
oleh UU BI tahun 1999.
Model kedua memberikan independensi
bagi bank sentral dalam menetapkan
instrument kebijakan moneter tetapi tujuan
yang harus dicapainya ditetapkan atau harus
dengan persetujuan Pemerintah, dan bank
15
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
sentralk harus mencapai tujuan tersebut. Model
ini sering disebut sebagai ‚Independensi
Instrumen‛ Model ini dianggap mempunyai
implikasi yang positif kedepan terhadap
hubungan pemerintah dengan bank sentral
karena selain menaikan legitimasi demokratis
dari peran bank sentral model ini dianggap
juga dapat membantu terciptanya kordinasi
dengan pemerintah dalam hal menetapokan
kebijakan moneter dan fiskal. Model ini secara
formal dianut pada 1989 oleh Selandia Baru dan
dewasa ini digunakan oleh Australia, Kanada
dan Inggris.
Independensi seperti apa yang dibutuhkan
oleh bank sentral akan sangat bergantung
dengan kondisi masing -masing negara
khususnya yang menyangkut perekonomian
dan ketatanegaraan negara yang bersangkutan.
Agar bank sentral dapat bekerja secara optimal,
diperlukan adanya kebebasan dalam
16
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
menetapkan dan melaksanakan fungisnya atau
lebih sering disebut dengan independensi
fungsional. Bank sentral dinilai memiliki
independensi fungsional apabila mempunyai
kebebasan dalam menggunakn instrumen -
instrumen kebijakan moneter untuk mencapai
tujuannya. Dalam hal ini independensi
fungsional ini juga diartikan sebagai
independensi instrumen.
Dalam prakteknya, fungsi ini dijalankan dan
dilaksanakan oleh suatu institusi yang terdiri
dari orang-orang yang bekerja didalamnya.
Maka untuk mencegah kemungkinan adanya
campur tangan dan tekanan dalam
pelaksanaan tugas, dibanyak negara bank
sentral diberikan kedudukan atau status yang
memungkinkan pejabat-pejabat bank sentral
mengambil keputusan dan menjalankan
tugasnya sesuai dengan penilaian dan
kemampuan profesionalnya tanpa khawatir
17
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
terhadap tekanan dan campur tangan pihak
luar.
Jadi dapat dikatakan bahwa motivasi dari
pemberian independensi kepada bank sentral
adalah melindungi pelaksanaan kebijakan
moneter dari campur tangan politik, terutama
campur tangan yang dimotivasi oleh tekanan-
tekanan pada saat menjelang pemilu, untuk
memberikan keuntungan jangka pendek tanpa
mengindahkan dampak jangka panjangnya
bagi perekonomian nasional . Maksud
melindungi disini bukan berarti untuk
memberikan kebebasan bank sentral tersebut
untuk mencapai kebijakan apa saja yang lebih
disukainya, melainkan untuk memberikan
komitmen yang kredibel pemerintah melalui
bank sentralnya dalam pencapaian tujuan-
tujuan kebijakan terutama menyangkut
stabilitas harga.
18
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Dalam tahun-tahun terakhir terdapat
banyak bank sentral yang dulunya dibawah
kontrol langsung pemerintahan telah secara
formal diberikan independensi oleh negara. Hal
ini bisa terjadi karena secara internasional
terdapat pengakuan di satu sisi bahwa inflasi
yang rendah memberikan keuntungan
ekonomis dan sosial, sementara di sisi yang lain
terdapat kesulitan politis untuk tetap menjaga
agar inflasi cukup rendah, agar ada cukup
waktu untuk menciptakan kredibilitas dengan
sendirinya terjadi inflasi rendah semacam itu.
Dikarenakan kebijakan moneter cenderung
memberi efek yang cukup cepat terhadap
aktivitas ekonomi yang sebenarnya dan akibat
yang agak lamban terhadap inflasi, Pemerintah
sering kesulitan untuk mengetatkan kebijakan
yang bertujuan untuk mengurangi inflasi-
karena dalam jangka pendek berakibat terbalik-
dan sehingga melonggarkan kebijakan
19
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
dianggap lebih mudah walau hal tersebut
dimasa mendatang akan menaikkan inflasi.
Alan Greenspan [1994] mengatakan bahwa
telah menjadi semakin jelas pada dekade
terakhir bahwa inflasi, walaupun pada tingkat
yang rata-rata [moderate], merusak kekuatan
ekonomi. Hubungan yang sangat negative
anatara tingkat inflasi disatu pihak dan tingkat
pertumbuhan produktifitas dipihak lain mulai
banyak terbukti. Disamping itu, pada periode-
periode dimana inflasi rendah diharapkan,
terbukti bahwa trade-off jangka pendek antara
inflasi dan penempatan kerja [employment]
berlangsung, trade-off sangat menurun ketika
inflasi meningkat, pekerjaan berkurang, bukan
bertambah. Karenanya strategi stabilitas harga
untuk jangka waktu yang lebih panjang adalah
strategi juga untuk mendorong keuntungan
maksimum bagi standar hidup dan
penempatan kerja.
20
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
‚independensi‛ bank sentral ini juga sejalan
dengan perkembangan kepentingan
masyarakat modern akan perlunya kestabilan
dibidang moneter dan perbankan. Kedudukan
bank sentral yang unik tersebut diperlukan
agar tugas dan wewenangnya dapat
dilaksanakan dengan lebih fokus dan tidak
memihak kepada suatu kepentingan atau
tujuan jangka pendek yang dapat
membahayakan kestabilan ekonomi dan
moneter Negara secara keseluruhan.
Bukti empiris pada dekade belakangan ini
seperti disampaikan oleh beberapa penulis
termasuk Bade and Parkin [1982], Alesina
[1988-1989], Grilli, Maciannandaro dan
Tabellini [1991], dan Cukiermann dan Webb
[1995] menemukan bahwa banyak bank sentral
yang independent berhubungan dengan inflasi
dengan tingkat yang lebih rendah. Alesina dan
Summer [1993] menemukan korelasi yang
21
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
hampir sempurna antara inflasi dan
independensi bank sentral. Temuan empirisnya
menyarankan disiplin moneter yang
berhubungan dengan independensi bank
sentral menurunkan tingkat dan variasi inflasi
tetapi tidak mempunyai keuntungan at au
kerugian yang besar dalam hal pencapaian
ekonomi makro riil.
Keberhasilan Bundesbank dan ekonomi
Jerman selama beberapa dekade belakangan ini
dan keberhasilan Reserve Bank of New Zealand
dalam menurunkan inflasi telah memberikan
dukungan bagi independensi bank sentral.
Pengalaman negatif kawasan Amerika Latin
dalam pengendalian inflasi sejak dekade 1980-
an juga telah membuahkan sebuah konsensus
yang berkembang bahwa stabilitas moneter
hanya dapat dicapai dengan bank sentral yang
independen.
22
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Dasar dari setiap versi independensi sebuah
bank sentral adalah :
1. kebebasan bagi bank sentral untuk
menetapkan sikap kebijakan moneter
dalam pencapaian targetnya [apakah
ditentukan oleh bank sentral saja, atau
atas persetujuan Pemerintahnya];
2. kebebasan untuk menolak memberikan
kredit kepada pemerintah;
3. sumber keuangan yang cukup bagi bank
sentral sehingga tidak perlu meminta
kepada parlemen untuk sumber
operasionalnya;
4. jaminan yang besar [tidak absolute] bagi
masa jabatan senior manajemen bank
sentral;
5. prosedur dan struktur yang dibuat
untuk memastikan bank sentral harus
akuntabel terhadap rakyat.
23
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Bada dan Parkin [1982] menjelaskan
independensi Bank sentral sebagai kemampuan
bank sentral untuk memilih tujuan kebijakan
dan pemakaian instrument kebijakan moneter
tanpa pengaruh dan batasan dari pemerintah.
Batasan yang paling umum timbul dalam
pelaksanaan kebijakan moneter adalah sampai
dimana bank sentral diharuskan untuk
mendanai defisit pemerintah.
Goodhart [1994] menjelaskan bahwa
Independensi bank sentral sebagai hak sebuah
Bank sentral untuk merubah instrumen operasi
yang utama tanpa konsultasi atau argumentasi
dari pemerintah. Dalam pandangannya, pada
prakteknya hampir selalu instrumen ini adalah
sebuah suku bunga pasar uang jangka pendek
yang utama. Mereka mengataka n bahwa
apabila definisi independen ini diterapkan,
maka pasti akan terdapat sebuah ukuran
24
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
independen atau kebebasan bertindak didalam
meng-operasikan kebijakan moneter.
Independensi dari suatu bank sentral adalah
ciri kelembagaan formal yang dituangkan
dalam undang-undang yang membentuk bank
sentral. Undang-undang yang menciptakan
bank sentral yang independen pada umumnya
tidak memberikan goal independen dengan cara
memberikan mandate/menetapkan tujuan bank
sentral. Sebaliknya undang -undang
membangun struktur yang memberikan dan
melindungi instrument independensi. Syarat
utama bagi instrumen independen adalah bank
sentral merupakan satu-satunya otoritas dalam
kebijakan moneter.
UU BI no 23 tahun 1999 yang kemudian
diubah dengan UU BI no 3 tahun 2004 telah
memberikan legitimasi hukum atas
independensi Bank Indonesia, namun sejauh
mana dan seberapa besar derajat independensi
25
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
tersebut diberikan dalam UU BI tersebut
apakah terlalu besar, cukup atau kurang akan
sangat bergantung dari pemenuhan kewajiban
dan tanggungjawab fungsional bank Indonesia
selaku pengambil kebijakan moneter. Tidak
dapat dihindari bahwa independensi Bank
Indonesia berkonsekuensi terhadap seberapa
akuntabel dan transparannya kinerja Bank
Indonesia.
Model Dasar Independensi Bank Sentral
Menggunakan model Rogoff (1985)
sebagai titik awal. Model ini
membandingkan fungsi kerugian dari
pilihan kebijakan moneter yang bersifat
diskresi, dengan kebijakan moneter yang
konservatif dan berdasarkan rule. Inflasi pada
kebijakan moneter diskresi dianalisis oleh
Barro dan Gordon (1983) dengan
mengadopsi fungsi penawaran Lucas-Island.
26
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Output dalam model ini adalah fungsi dari
tenaga kerja dan kapital (ala Cobb Douglas).
Saat inflasi aktual lebih besar dari ekspektasi
inflasi, maka upah riil akan turun karena
ekspektasi upah riil akan lebih rendah
sehingga perusahaan akan menyerap tenaga
kerja lebih banyak. Di sisi lain, saat inflasi
aktual lebih kecil dari ekspektasinya, maka
upah riil akan meningkat dan perusahaan
cenderung mengurangi serapan tenaga kerja.
Pada kebijakan moneter yang bersifat
diskresi, bank sentral meminimalkan fungsi
social loss berikut:
dan k adalah konstanta. Parameter k bersifat
imperatif dalam model ini. Pada kebijakan
moneter yang bersifat diskresi, dalam mencapai
stabilisasi output dan target inflasi, maka bank
27
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
sentral akan mengendalikan output dalam
kisaran nilai yn + k, sedangkan inflasi akan
berfluktuasi pada nilai nol.
Hubungan sederhana antara inflasi dan
instrumen kebijakan yang digunakan oleh
pembuat kebijakan diberikan sebagai berikut:
m adalah tingkat pertumbuhan
penawaran uang (turunan pertama log nominal
suplai uang), dan v adalah velocity shock. Untuk
m, model ini mengasumsikan
bahwa ekspektasi inflasi bersifat given, supply
shock
t
) dapat diamati oleh bank sentral,
meskipun tidak demikian untuk velocity shock
(v
t t
dan v
t
tidak
saling berkorelasi.
28
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Mulanya, sektor swasta akan menetapkan
tingkat upah berdasarkan ekspektasi inflasi.
Pihak swasta harus berkomitmen pada
kontrak upah nominal sebelum bank sentral
menetapkan tingkat pertumbuhan nominal
uang beredar. Pada kebijakan moneter
diskresi, bank sentral sangat memperhatikan
output dan mencoba untuk mengurangi
variasi output dengan memilih tingkat inflasi
tertentu. Dalam hal ini, bank sentral dapat
menciptakan inflasi yang berbeda dari
ekspektasi pihak swasta.
Dampak kebijakan moneter yang bersifat
diskresi terhadap tingkat inflasi, diperoleh
dengan cara mensubtitusi persamaan (1) dan
(3) ke dalam fungsi loss bank sentral (2),
kemudian melakukan turunan pertama
terhadap pertumbuhan uang beredar:
Persamaan (4) menunjukkan bahwa
guncangan penawaran agregat akan terjadi
29
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
ketika bank sentral meminimalkan variabilitas
ditetapkan, dan ini pada akhirnya
menyebabkan inflasi tinggi. Terdapat trade off
semakin besar upaya bank sentral untuk
mengurangi variabilitas output, maka akan
m).
Sektor swasta akan menggunakan persamaan
ini dalam membentuk ekspektasi me reka.
Dengan demikian, kebijakan yang optimal
bergantung pada ekspektasi inflasi pihak
swastatersebut. Ekspektasi inflasi terbentuk
dari pengamatan guncangan penawaran
e
Em
a
2 e
ak
a
2
e
= ak > 0, mensubtitusikannya pada
persamaan (3) dan menggunakan (4) untuk
30
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
mendapatkan tingkat keseimbangan inflasi
pada kebijakan yang bersifat diskresi:
Persamaan (5) menunjukkan bahwa tingkat
inflasi rata-rata positif kurang lebih akan
bernilai ak. Determinan bias inflasi (k) yang
pertama adalah dampak uang beredar pada
output (a), dan kedua, bobot bank sentral
sektor swasta dengan sempurna mampu
mengantisipai tingkat yang ditargetkan ini,
maka dampak terhadap output akan nihil.
Jika kebijakan moneter didelegasikan pada
bank sentral yang independen atau
konservatif, maka bank sentral akan
dan inflasi akan menjadi:
31
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Persamaan ini mengimplikasikan bahwa
bias inflasi akan lebih rendah dikarenakan 1 +
mengurangi fungsi kerugian. Meskipun
demikian, koefisien guncangan penawaran
mengimplikasikan bank sentral tidak cukup
merespon guncangan penawaran agregat
tersebut. Dengan kata lain, saat bank sentral
lebih menekankan inflasi dibandingkan
stabilitas output, maka bias inflasi akan lebih
rendah, namun dengan stabilitas output yang
lebih rendah. Berdasarkan hasil ini, banyak
peneliti menyimpulkan bahwa inflasi rata-rata
yang lebih rendah dapat dicapai dengan
memilih bank sentral yang independen dan
konservatif; namun dengan biaya stabilitas
output yang lebih rendah.Ini penyebab
32
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
mengapa trade-off antara rata-rata inflasi yang
lebih rendah dengan tingginya variabilitas
output dapat terjadi.
Berger, Haan, dan Eijffinger (2001)
menggunakan persamaan sederhana lain
untuk menjelaskan teori independensi bank
sentral (lihat persamaan 7). Model ini
menggunakan persamaan fungsi loss dan
fungsi Lucas-Island yang sama, dan proses
pembentukan ekspektasi inflasi yang rasional
seperti pada model Barro dan Gordon. Untuk
bank sentral yang menganut kebijakan yang
bersifat diskresi, maka inflasi akan menjadi:
Suku pertama yang ada pada sisi kanan
persamaan di atas adalah bias inflasi. Saat
sebuah negara mengalami bias inflasi yang
tinggi, maka hal ini mengimplikasikan bahwa
33
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
pemerintah memberikan kejutan inflasi yang
besar. Suku kedua adalah tingkat stabilisas
guncangan output yang akan berdampak pada
inflasi. Fungsi kerugian bank sentral yang
bersifat diskresi adalah sebagai berikut:
Pada sisi lain, saat bank sentral independen
atau konservatif, maka inflasi akan menjadi:
Perbandingan antara tingkat inflasi pada
kebijakan yang diskresi pada persamaan (7)
dengan bank sentral yang indepen den
(konservatif) pada persamaan (9)
menunjukkan bahwa inflasi dapat menjadi
lebih rendah pada bank sentral yang
independen dibandingkan kebijakan yang
34
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
inflasi akan menjadi lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan mendelegasikan
kebijakan moneter kepada bank sentral yang
konservatif, maka akan men
dengan nol, maka bank sentral akan memiliki
preferensi yang sama dengabn preferensi
pemerintah dalam hal pengurangan inflasi;
dan ini mengimplikasika n bahwa
independensi bank sentral tidak akan
berpengaruh terhadap pencapaian tingkat
inflasi yang lebih rendah. Hal ini sejalan
dengan Eijffinger dan Hoebericht (1998):
Mt L
cb
L
G
,
35
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
a bank sentral
sepenuhnya independen.
Meskipun demikian, bank sentral yang
konservatif sendiri tidak cukup untuk
mencapai stabilitas harga dikarenakan
kecilnya respon terhadap guncangan.
Lohmann (1992) menyatakan bahwa
menunjuk sendiri bank sentral untuk
menghadapi inflasi merupakan ide yang
bagus, tapi tidak berlaku saat guncangannya
terlalu besar. Dengan cara ini, maka bank
sentral tetap responsif terhadap stabilisas
output. Walsh (1995) memberikan solusi
alternatif untuk masalah bias inflasi yang
dikenal sebagai ‘Optimal Walsh Contracts’. Ia
menyarankan bahwa ketimbang menunjuk
bank sentral, lebih baik menyediakan bonus
untuk bank sentral saat inflasi berhasil
36
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
diturunkan. Pendekatan ini lebih kontraktual
dibandingkan solusi institusional.
Beberapa Studi Empiris Independensi Bank
Sentral
Beberapa bukti empiris yang
menunjukkan hubungan yang negatif antara
tingkat CBI dan inflasi rata-rata ditemukan
oleh Grilli dkk (1991), Cukierman et.al. (1992),
Alesina dan Summer (1993), Berger (2000)
Jacome (2007), Hayo dan Voigt (2005), Hicks
(2004), Eijffinger dkk, (1998). Jong (2002)
melalui hasil penelitiannya menemukan
korelasi negatif antara CBI dan inflasi pada
negara-negara OECD. Ia menyatakan bahwa
korelasi negatif ini terjadi dikarenakan faktor
budaya dimana masyarakat tidak menyukai
ketidakpastian. Korelasi yang tidak begitu
jelas juga ditemukan oleh Campilo dan Miron
(1996), namun dengan hasil yang tidak sama
37
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
dengan temuan Luna (2003). Regresi panel
antar negara yang mereka gunakan
menunjukkan bahwa rezim nilai tukar tidak
begitu berpengaruh untuk menentukan
tingkat inflasi. Faktor yang paling penting
adalah fundamental ekonomi seperti
keterbukaan dan pajak yang optimal.
Pollard (1993) memiliki hasil yang sama
akan tetapi ia menemukan bahwa bank sentral
yang independen dapat meningkatkan konflik
kebijakan dengan pemerintah karena mereka
memiliki preferensi yang berbeda; dan jika hal
ini terbukti, maka pertumbuhan ekonomi akan
lebih lambat.
Para ekonom tidak hanya berfokus kepada
apakah independensi bank sentral akan
menghasilkan stabilitas harga, tapi juga
apakah memberikan respon terhadap kinerja
ekonomi. Waud (1995) menyatakan bahwa
independensi bank sentral akan
38
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
meningkatkan trade-off antara inflasi dan
kinerja ekonomi seperti yang diasumsikan
dalam kurva Philip. Bank sentral yang
independen dapat menciptkan inflasi yang
rendah dan juga pertumbuhan yang lambat.
Namun demikian, Fisher (dikutip dari
Eijffinger (1997)) mengemukakan bahwa trade-
off hanya terjadi dalam jangka pendek. Pada
jangka panjang, kurva Philip berbentuk
vertikal, yang mengimplikasikan kebijakan
moneter hanya akan mempengaruhi inflasi;
sehingga tidak ada korelasi antara
independensi dan output.
Grilli, Masciandaro, dan Tabellini (1991)
menyajikan indeks berbeda yang dikenal
sebagai Indeks GMT, berdasarkan pengukuran
independensi politik dan ekonomi. Dengan
menggunakan defisit pemerintah yang
dibiayai oleh bank sentral, mereka
39
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
menemukan korelasi negatif antara CBI dan
inflasi.
Cukierman, Webb, dan Neyapti (1992)
memperkenalkan indeks CWN. Me reka
membagi pengukuran tersebut ke dalam dua
kategori; indeks legal Independensi Bank
Sentral dan tingkat pergantian gubernur bank
sentral (TOR). Indeks CBI legal berkorelasi
negatif dan signifikan terhadap inflasi pada
negara-negara maju, akan tetapi ti dak
signifikan pada negara- negara berkembang.
TOR berkorelasi positif pada sebagian kecil
negara maju akan tetapi tidak berkorelasi pada
negara-negara industri.
Variasi pengukuran independensi yang
digunakan pada banyak studi empiris telah
memperjelas perbedaan hasil yang
substantifdalam menjelaskan dampak CBI
terhadap inflasi. Alesina dan Summer (19820
dan Jacome (2001, 2007) yang menggunakan
40
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
ekspansi indeks GMT dan CWN menghasilkan
korelasi negatif antara independensi dan
inflasi. Panagiotidis (2006) menemukan hasil
yang sama dengan menggunakan indeks
CWN pada kasus Yunani.
Voig (2005) menggunakan tingkat de facto
bank sentral sebagai pengukuran CBI dan
menemukan korelasi negatif antara CBI dan
inflasi. Akan tetapi, TOR yang merupakan
proksi informal untu k independensi
menyajikan korelasi yang positif.
Campilo dan Miron (1997) sebenarnya
menemukan hasil yang sama seperti
Cukierman (1992) akan tetapi dengan
kesimpulan yang berbeda. Mereka
mengatakan bahwa tidak ada korelasi antara
independensi dan inflasi karena indeks CWN
bernilai negatif dan signifikan hanya pada
negara berpendapatan tinggi dan bernilai
positif serta tidak signifikan pada negara-
41
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
negara berkembang. Saat mereka menyatukan
seluruh data secara bersamaan, hasilnya tidak
jelas. Hal ini sejalan dengan studi Cukierman
(1992) yang menemukan indeks tersebut
hanya signifikan pada negara-negara maju.
Hal lain yang menjelaskan mengapa bukti
empiris menyajikan hasil yang berbeda adalah
perbedaan rezim nilai tukar. Negara dengan
rezim nilai tukar tetap akan kehilangan
independensinya; sebaliknya, dampak yang
kuat dari independensi terhadap inflasi dapat
ditemukan pada negara-negara dengan rezim
nilai tukar yang floating (Cukierman, 2001).
42
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Bagian Ketiga
Independensi Bank Indonesia dalam
Sistem Ketatanegaraan
Bank sentral memiliki arti penting
dalam merumuskan kebijakan ekonomi makro
khususnya dibidang moneter di pelbagai
negara termasuk di Indonesia. Di negara-
negara sedang berkembang, pemerintah yang
43
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
menyelenggarakan kekuasaa n negara,
umumnya berperan sebagai agen
pembangunan dan perubahan sosial. Dalam
menjalankan peranan itu, pemerintah
membutuhkan dukungan bank sentral sebagai
lembaga yang berperan penting dalam
pembiayan pembangunan. Sebagai
konsekuensinya, bank sentral selalu ditarik
untuk berdekatan dengan pemerintah sebagai
agen pembangunan. Salah satu fungsi bank
sentral adalah sebagai bankir pemerintah.
Karena itu wajar jika bank sentral harus
memenuhi kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah. Isu inilah kemudian yang
mengantarkan kepada status quo
independensi kelembagaan Bank Sentral
apakah lembaga ini didesain sebagai bagian
dari eksekutif layaknya Kementerian
44
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Keuangan, atau bekerja secara mandiri dan
berdasarkan asas checks and balances saja.
Dalam konstitusi UUD 1945 keberadaan
dan kedudukan bank sentral telah diatur
dalam Pasal 23D UUD 1945 yang menyatakan,
‚ Negara memiliki suatu bank sentral yang
susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensinya diatur dengan
undang-undang‛. Ketentuan konstitusional
tentang bank sentral ini memang hanya terdiri
atas satu pasal dan ayat. Tetapi didalamnya,
terkandung subtansi yang sangat mendasar.
Jika kita meneelaah risalah pembahannya
rancangan perumusan pasal ini, akan dapat
diketahui hal-hal sebagai berikut. Pertama,
negara ditegaskan memiliki ‚suatu bank
sentral‛. Suatu bank sentral itu menunjukan
kepada satu lembaga yang berfungsi sebagai
bank sentral dengan nama yang tidak
ditentukan secara eksplisit. Nama Bank
45
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Indonesia itu diwarisi dari sejarah dan
kemudian dikukuhkan dalam pelbagai
undang- undang, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank
Indonesia. Kedua, bank sentral dimaksudkan
itu mempunyai susunan dan kewenangan,
tanggung jawab, dan kedudukan yang
independen. Ketentuan mengenai susunan,
kewenangan, tanggung jawab, dan
indepedensinya itu akan diatur lebih lanjut
dengan undang-undang. Undang-undang
dimaksud dewasa ini telah ditetapkan, yaitu
dengan Undang-Undang Nomor 23 Ta hun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undnag Nomor
2 Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009.
Dilihat dari sistem ketatanegaraan
kedudukan BI sebagai lembaga independent
tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara
46
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan
Mahkamah Agung (MA). Kedudukan BI juga
tidak sama dengan Kementerian karena
kedudukan BI berada diluar pemerintahan.
Status dan dan kedudukan yang khusus
tersebut diperlukan agar BI dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
Otoritas Moneter secara lebih efektif dan
efisien. Meskipun demikian, dalam
melaksanakan tugasnya, BI mempunyai
hubungan kerja dan koordinasi yang baik
dengan DPR, BPK, pemerintah dan pihak
lainnya.
Dalam hubungannya dengan presiden
dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran
menyampaikan informasi tertulis mengenai
evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan
rencana kebijakan moneter yang akan datang.
Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan
47
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu
bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI
menyampaiakan rencana dan realisasi
anggaran tahunan kepada pemerintah dan
DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI
wajib menyampaikan laporan keuangan
tahunan kepada BPK.
Dalam hal hubungan keuangan dengan
pemerintah, BI membantu menerbitkan dan
menempatkan surat-surat utang negara guna
membiayai APBN . BI juga bertindak sebagai
kasir pemerintah yang menatausahakan
rekening pemerintah di BI, dan atas
permintaan pemerintah, dapat menerima
pinjaman luar negeri untuk dan atas nama
pemerintah Indonesia.
Hubungan BI dalam pemerintah juga
merupakan hubungan independensi dalam
interdependensi, artinya meskipun BI
merupakan lembaga negara yang independen,
48
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
tetapi diperlukan koordinasi yang bersifat
konsultatif dengan pemerintah, sebab tugas-
tugas BI merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi
nasional secara keseluruhan. Koordinasi
antara pemerintah dan BI diperlukan pada
sidang kabinet yang membahas masalah
ekonomi, perbankan, dan keuangan yang
berkaitan dengan tugas-tugas BI. Dalam
sidang kabinet tersebut pemerintah dapat
meminta pendapat BI. Selain itu BI juga dapat
memberikan masukan, pendapat, serta
pertimbangan kepada pemerintah mengenai
rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan
lain yang terkait dengan tugas dan
wewenangnya. Dilain pihak, pemerintah juga
dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur BI
dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh
sebab itu, implementasi independensi justru
sangat dipengaruhi oleh kepantapan
49
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
hubungan kerja yang proporsional antara BI
disatu pihak dan pemerintah serta lembaga-
lembaga terkait lainnya dipihak lain, dengan
tetap berlandaskan pembagian tugas dan
wewenang masing-masing.
50
INDEPENDENSI BI DI PERSIMPANGAN JALAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank