Hermeneutik dan Fenomenologi Fenomenologi : sebuah pendekatan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagaimana kita mengalami atau menghayati jauh sebelum hal itu terumuskan dalam pikiran kita . Kata Yunani logos yang artinya “ diskursus ” dan Phainesthai “ menampakan diri ”. Fenomenologi iadalah sebuah diskursus tentang menampakkan diri . Menurut Heidegger, fenomenologi juga termasuk sebuah hermeneutik atau intrepretasi dengan “ membiarkan apa yang memperlihatkan diri itu dilihat dari dirinya sendiri dengan cara dia memperlihatkan diri dari dirinya sendiri ”. Karena merupakan sebuah fenomenologi , penafsir tidak memasukan kerangka berpikir dalam memahami , melainkan membiarkan hal yang diinterpretasi itu tampak pada kacamata penafsir . Hermeneutiknya itu bukanlah memahami ini atau itu , melainkan membiarkan “ memahami”sebagai tindakan primordial menampakkan diri . Membiarkan cara adanya (Sein) dan cara ke -di- sana -an (da) Dasein.
Hermeneutik Heidegger disebut Hermeneutik Faktisitas karena bagi Heidegger memahami (Verstehen) bukanlah tindakan Kognitif , melainkan merupakan sebuah tindakan primordial Dasein yang bersifat Prakognitif atau dengan istilah lain suatu faksitas manusia , yakni hal yang tidak terelakkan dalam diri manusia sebagai manusia . Hermeneutika faksitas bertugas menafsirkan tindakan primordial tersebut dalam terang fenomenologi dengan mebiarkan sebagai faksitias menampakkan diri .
Pra-Struktur Memahami menurut Heidegger, manusia (Dasein) itu sejak awal sudah ada di dalam dunia, bukan sesuatu yang netral lalu baru berpikir tentang dunia. Karena itu, “memahami” bukanlah kegiatan tambahan atau alat untuk mengetahui sesuatu seperti dalam filsafat modern (misalnya Cartesian), tetapi justru cara dasar manusia berada. Kita terlempar begitu saja ke dunia . (keterlemparan/ Geworfenheit ), dan dari situ muncul kecemasan eksistensial (Angst). Nah, memahami ada di level yang sama dasarnya dengan kecemasan itu: bukan sekadar proses berpikir reflektif, melainkan keterbukaan langsung manusia terhadap dunia dan kemungkinan-kemungkinannya. Maka, manusia pada dasarnya adalah makhluk hermeneutis—artinya, memahami adalah wujud paling dasar dari keberadaan manusia itu sendiri.
Lingakaran Hermeneutis Heidegger Berbeda dari Schleiermacher dan Dilthley , lingkaran hermeneutis Heidegger beroprasi pada ranah ontologis : Memahami bergerak dalam sebuah lingkaran dari cara berbeda kita sebagai pra-struktur ke pamahaman kita akan sesuatu . Dengan demikian lingkaran Hermeneutis dalam interpretasi teks menurut Heidegger hanyalah kasus khusus dari fenomen umum bahwa semua pemahaman berciri melingkar . Akan tetapi Heidegger sendiri enggan menyebut proses tersebut sebuah lingkaran hermeneutis karena terlalu geometris .
Jika memahami merupakan faktisitas, memahami merupakan sebuah disposisi yang menyeluruh di dalam cara hidup seseorang. Pemahaman kognitif kita diarahkan oleh disposisi pra-kognitif itu tanpa kita sadari, maka di dalam setiap pemahaman (kognitif) terkandung pra-struktur memahami yang mengarahkan pemahaman itu. Dalam arti ini pemahaman aktual kita mengandung presuposisi yang tidak kita sadari.
Keterarahan ke Masa Depan Memahami keme-waktuan memahami (Zeitlichkeit des Verstehens). Baginya memahami selalu terarah ke masa depan. Pendirian ini terkait dengan pandangannya tentang waktu. Yang penting untuk diketahui di sini adalah bahwa manusia, yaitu Dasein, tidak berada di dalam waktu, seolah-olah waktu disematkan pada hidupnya, melainkan manusia itu sendiri mewaktu. Mewaktu berarti bahwa Dasein mengorientasikan diri kepada kemungkinan-kemungkinannya sendiri, maka Heidegger menyebut Dasein dengan kata Seinkönnen, kemungkinan (untuk berada). Dalam arti ini masa depan (Zukunfi) memiliki prioritas atas masa silam dan masa kini. Sebagai Faksitas memahami selalu terarah ke masa depan karena Dasein itu mewaktu , yakni mengantisipasi kemungkinan-kemungkinannya sendiri . Memahami berciri proyektif . Dalam artia ini juga Pra-Struktur memhami berorientasi pada masa depan dan menafsirkan merupakan penyingkapan makna bagi masa depan .
Meninggalkan Hermeneutik Reproduktif Hermeneutik Heidegger meninggalakan hermeneutic Schleiermacher dan Dithley yang berciri reproduktif , karena tugas memahami dan menafsir bukanlah untuk meghadirkan makna seutuh-utuhnya sebagai suatu fakta , melainkan menyingkap kemungkinan makna bagi masa depan , sehingga hermeneutik mendahului fakta . Di sini Heidegger mengatasi positivisme yang masih melekat pada hermeneutika reproduktif .
Rudolf Bultmann dan Hermeneutik Demitologisasi 2
Presuposisi eksegesis dan perjumpaan eksistensial Eksegesis adalah proses penelitian sistematis untuk menemukan makna yang rasional dan koheren dari sebuah ayat Alkitab . Konsep Heidegger tentang pra-struktur memahami mengispirasi Bultman untuk menerapkannya di dalam eksegesis Alkitab . Menurutnya eksegesis tidak bisa tanpa presuposisi . Metode historis dalam memahami Alkitab pun mengandung Presuposisi tentang sejarah sebagai sistem tertutup , maka alih-alih mengambil metode historis itu Bultmann mencoba memahami Alkitab bukan dari makna historisnya , melainkan makna eksistensialnya .
Demitologisasi Bultmann mengkritik positivisme dalam ilmu sejarah itu dan mengambil perspektif eksistensial yang dapat kita temukan juga pada Heidegger dalam Sein und Zeit. Seperti Heidegger, Bultmann juga berpendapat bahwa manusia dapat bereksistensi secara otentik ataupun inotentik. Namun berbeda dari Heidegger, menurut Bultmann eksistensi otentik tidak muncul begitu saja, melainkan dimungkinkan oleh Allah. 147 Realitas yang satu dan sama bisa disikapi entah secara otentik ataupun inotentik. Suatu interpretasi sejarah sebagai fakta belaka yang tidak melibatkan penafsir untuk mengambil keputusan eksistensial merupakan sikap inotentik .
Demitologisasi Bultmann adalah suatu Hermeneutik bukan untuk menyingkirkan mitos sebagai fakta , melainkan menafsirkan mitos sehingga makna eksistensialnya dapat dipahami oleh pembaca modern.
Bultmann mengembangkan konsep Heidegger tentang pra-struktur memahami untuk eksegesis kitab suci. Eksegesis tidak bisa tanpa presuposisi epistemis, tetapi dapat membebaskan diri dari presuposisi dogmatis. Demitologisasi adalah sebuah herme-neutik untuk memahami makna eksis-tensial mitos. Dengan demitologisasi Bultmann berupaya untuk menjembatani kesenjangan antara bahasa mitis teks sakral dan pemahaman rasional pembaca modern sehingga demitologisasi dapat memperkaya eksegesis. Memahami teks sakral seperti Alkitab bukanlah sebuah upaya untuk merepre-sentasikan makna historis obyektif teks itu, melainkan sebuah perjumpaan eksistensial dengan makna teks itu. Alkitab bukanlah sebuah teks ilmiah, melainkan sebuah warta tentang keselamatan.
Memahami Sebagai Kesepahaman Gadamer Dan Hermeneutik Filosofis Dipresentasikan Oleh: Moh . Nurrohman Al Mukminin (Sang Pelari Kalcer ) 3
Pendahuluan hermeneutik modern memuncak didalam sebuah karya monumental yang berpengaruh dan banyak didiskusikan di dalam berbagai disiplin kontemporer seperti: sastra, filsafat, ilmu ilmu sosial, teologi
Biografi Gadammer Hans-Georg Gadamer (1900-2002) salah seorang mahasiswa Heidegger yang di Semester Musim Panas tahun 1923 ikut mendengarkan kuliah Heidegger tentang hermeneutik faktisitas. Tentang pemikiran Gadamer dalam buku itu Robert J. Dostal berkomentar bahwa Gadamer "menyumbang untuk peralihan hermeneutis di dalam filsafat dan ilmu-ilmu kemanusiaan yang bergerak melampaui pengaruh langsung karyanya". Di antara para pengikut dan kri- tikusnya terdapat nama-nama besar, seperti: Emilio Betti, Leo Strauss, Jürgen Habermas, Jacques Derrida, dan Richard Rorty .
MENINGGALKAN ROMANTISME DAN HISTORISME hermeneutik dan hal-hal lain, yakni hampir semua hal yang melibatkan pemahaman Schleiermacher, Dilthey dan Heidegger dikenal tidak semata-mata sebagai para pemikir hermeneutik, tetapi Gadamer, karena magnum opus-nya itu, dikenal sebagai sang filsuf hermeneutik. Kita tidak akan masuk ke dalam kompleksitas karya itu Di dalam bagian itu Gadamer meninjau ulang pemikiran- pemikiran hermeneutik sebelum dia untuk kemudian menegaskan pendiriannya sendiri yang di satu sisi diilhami oleh hermeneutik faktisitas Heidegger, tetapi di sisi lain menghidupkan kembali diskusi dengan hermeneutik ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan.
KESE LAH PAHAMAN SEBAGAI FENOMENA PRIMER Gadamer berpendapat bahwa memahami tidak selalu berarti mengatasi keasingan dalam hal ini isi pikiran pengarang dengan interpretasi. Mengapa? Karena kita sudah selalu bergerak di dalam pemahaman. Kritik Gadamer atas presuposisi hermeneutik Romantik itu patut kita renungkan: Bukankah dalam kenyataan setiap kesa lahpahaman mengandaikan sebuah "kese pahaman umum yang mendalam"?... Kita berkata, misalnya, bahwa pemahaman dan kesalah pahaman terjadi di antara aku dan engkau.
PENGALAMAN HERMENIUTIS KESEPAHAMAN DAN BULDING Pada bagian ini saya akan membahas topik ini dan menghubungkannya dengan konsep Gadamerian tentang memahami dan Bildung. Tradisi sebagai suatu Engkau Menjelang akhir bagian kedua Wahrheit und Methode Gadamer membahas pengalaman dialog sebagai hubungan aku-Engkau (1- Thou) sebagaimana dapat kita jumpai juga di dalam filsafat intersubyektivitas Martin Buber. Di dalam dialog kita tidak sekadar mempelajari apa yang kita jumpai, melainkan juga mempelajari pengalaman perjumpaan itu sendiri.