IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PKH divanjesse (4).docx

METUSALAKUNE 13 views 26 slides Oct 16, 2024
Slide 1
Slide 1 of 26
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26

About This Presentation

Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan di Kota Manado (Studi Kasus di Kecamatan Tuminting
2015
Priska Matualage
Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan di Kota Manado (Studi Kasus di Kecamatan Tuminting Image
Abstract
Dalam upaya penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangankebij...


Slide Content

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PKH ( PROGRAM KELUARGA HARAPAN )
DI DESA GIRIPURNO, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU, JAWA TIMUR
PROPOSAL INTERENSHIP
Oleh:
Dipan Jesse U. B. Ibi Deki
2021210104

KOMPOTENSI KEBIJAKAN PUBLIK
PROGRAM STUDI ADMINITRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TRHIBUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2024

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat, dan
hidayah-Nya, Sehingga Proposal Internship yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Program Keluarga Harapan Didesa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
Jawa Timur”. Sebagai insan yang tidak luput dari kesalahan, dan penulis yakin
Proposal Internship ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik, dan saran yang membangun guna perbaikkan kedepan. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis memberikan penghargaan setinggitingginya
dengan ucapan terima kasih tak terhingga, khususnya kepada:
1.Bapak Dr. Ir. Eko Handayanto.,M. Sc, selaku Rektor Universitas Tribhuwana
Tunggadewi yang telah banyak membantu dan memberikan kemudahan penulis
selama ini di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
2. Bapak Dr. Agung Suprojo, S.Kom., M.Ap, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik dan Selaku Dosen Pembimbing Lapangan yang telah banyak memotivasi
serta membantu penulis dalam menyusun Proposal Internship ini.
3. Ibu Roro Merry Chornelia, S.Pd., M.AP selaku Ketua Program Studi
Administrasi Publik Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang yang telah
memotivasi dan membantu penulis hingga mampu menyelesaikan Proposal
Internship ini.
4.Bapak Abd Rohman, S, AP.,M.AP Selaku Dosen Pendamping Lapangan
Instership.
Demi kesempurnaan proposal intrensif ini, saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan, semoga prosal intrensif ini bermanfaat dan dapat menjadi
referensi bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, 6 juli 2024
penulis

DAFTAR ISI
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PKH ( PROGRAM KELUARGA HARAPAN ) DI
DESA GIRIPURNO, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU, JAWA TIMUR ..............1
PROPOSAL INTERENSHIP ................................................................................................1
BAB 1......................................................................................................................................4
PENDAHALUAN ...................................................................................................................4
1.1Latar Belakang...............................................................................................................4
1.2 Tujuan Interenship...............................................................................................................7
1.2.1. Tujuan Umum :.................................................................................................................7
1.3 Manfaat Interenship.............................................................................................................7
l.3.1 Bagi Mahasiswa..................................................................................................................7
1.3.2 Bagi Universitas.................................................................................................................7
1.3.3 Bagi Instansi......................................................................................................................8
BAB II.....................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................................8
2.1. Implementasi......................................................................................................................8
2.1.1 Pengertian Implementasi..................................................................................................8
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik....................................................................................13
2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik.........................................................................15
2.2 Kebijakan............................................................................................................................17
2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik.........................................................................................18
2.3 Program Keluarga Harapan (PKH).................................................................................19
2.3.1 Pengertian Pkh................................................................................................................19
BAB 3....................................................................................................................................23
METODE PELAKSANAAN ...............................................................................................23
3.1 Tempat Dan Waktu Intrensip............................................................................................23
3.2 Metode Pengambilan Data Internship..............................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................24

BAB 1
PENDAHALUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia menjadi salah satu dari sekian banyak negara berkembang. Salah satu
permasalahan yang terdapat pada setiap negara berkembang adalah di bidang sosial
ekonomi khususnya masalah kemiskinan. Hal ini, ditandai dengan adanya berbagai
kekurangan dan ketidakmampuan masyarakat miskin dalam menghadapi perkembangan
di jaman globalisasi saat ini. Dengan adanya kemiskinan maka akan mempengaruhi
tujuan dan cita-cuta nasional yaitu terwujudnya masyarakat yang sejahtera sebagai mana
di amanatkan dalam undang-undang dasar 1945 yaitu terwujudnya kesejahteraan
masyarakat. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak
sanggup memilihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut
(soekanto, 2012:320 ).
Menurut data yang dikeluarkan badan pusat statistik ( bps ) Persentase penduduk
miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap
September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.
a.Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46
juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret
2022.
b.Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 7,29 persen,
menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 7,53 persen. Sementara itu,
persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen,
menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 12,36 persen.
c.Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan
menurun sebanyak 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022
menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023). Sementara itu, pada periode yang
sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun sebanyak 0,22 juta orang (dari
14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023).
d.Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan
dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp408.522,- (74,21 persen)
dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp141.936,- (25,79 persen).
e.Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang
anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah

Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi kemiskinan dalam bentuk
kebijakan berupa program-program pembangunan. Dalam rangka penanggulangan
kemiskinan berbasis rumah tangga pemerintah meluncurkan program khusus yang
diberi nama program keluarga harapan (PKH). Program keluarga harapan (PKH)
merupakan suatu proram penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan
bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan.PKH merupakan program
lintas kementrian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah dari badan perencanaan
pembangunan nasional, departemen kesehatan,departemen pendidikan nasional ,
departemen agama, departemen komunikasi dan impormatika dan badan pusat statistik.
PKH dijalankan sebagai pelaksanaan dari UU no. 40 tahun 2004 tentang jaminan
sosial nasional, UU No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, inpres no.3 tahun
2010 tentang rencana tindak percepatan pencapaian sasaran program pro-rakyat,
KEPMENSOS NO.02 A/HUK/2008 tentang tim pelaksana PROGRAM KELUARGA
HARAPAN, dan peraturan presiden no.15 tahun 2010 tentang percepatan
penanggulangan kemiskinan.
Kemiskinan telah membuat jutaan rakyat tidak bisa mengenyam pendidikan
yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak ada
investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan,
kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus migrasi
ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi
kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan telah membatasi hak
rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang layak, kesehatan yang terjamin,
mendapatkan pekerjaan. Secara umum, kemiskinan merupakan persoalan yang maha
komplek dan kronis. Karena sangat komplek dan kronis, maka cara penanggulangan
kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua kompenen
permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak
bersifat temporer.
Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan dari
variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kesehatan
dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana
bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan
sanitasi dan sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan
tersebut, semuanya berorientasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung
pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah.

Di samping itu, tidak adanya tatanan pemerintahan yang demokratis
menyebabkan rendahnya aksestabilitas dan inisiatif masyarakat untuk menanggulangi
kemiskinan dengan cara mereka sendiri. Upaya pengentasan kemiskinan kini semakin
mendesak kembali untuk dikaji ulang. Kota Batu merupakan sebuah kota di Provinsi
Jawa Timur Indonesia. Kota ini terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km
sebelah barat laut Malang. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-1.700 meter di
atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-19 derajat Celsius. Kota
Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian ditetapkan
menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu
ditetapkan sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang. Kota Batu
terbagi menjadi 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji dan
Kecamatan Junrejo. Kecamatan Batu terdiri dari 8 (delapan) Desa / Kelurahan,
Kecamatan Bumiaji terdiri dari 9 (sembilan) Desa dan Kecamatan Junrejo terdiri dari 7
(tujuh) Desa / Kelurahan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batu menyatakan jika angka kemiskinan di
wilayahnya masih tinggi. Tercatat jumlah kemiskinan di Kota Batu mencapai 8.006
Rumah Tangga Miskin (RTM) atau 34.400 jiwa. Untuk meminimalisir permasalahan
kesejahteraan sosial, khususnya kemiskinan yang terus bertambah dari hari ke hari maka
Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Sosial mengeluarkan suatu program untuk
menanggulangi kemiskinan yaitu Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini
dilaksanakan oleh Dinas Sosial khususnya Bidang Pemberdayaan Bantuan dan Jaminan
Sosial, yang merupakan salah satu instansi pemerintahan yang bergerak di bidang
sosial. Program ini berupaya untuk mengembangkan sistem perlindungan sosial
terhadap warga miskin di Indonesia. Program ini memberikan bantuan uang tunai
kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dengan mengikuti persyaratan yang
diwajibkan. Persyaratan itu terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia
yaitu kesehatan dan pendidikan. Sasaran dari program ini adalah ibu hamil dan nifas,
ibu menyusui, memiliki anak balita dan anak usia sekolah tingkat SD sampai SMP.
Namun apabila tidak ada ibu maka bibi, nenek atau kakak perempuan dapat menjadi
penerima bantuan. kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Menurut
pandangan umum dimensi pendidikan yang rendah dianggap sebagai penyebab
kemiskinan, dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat
menyebabkan terjadinya kemiskinan, dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat
produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya ketrampilan, dilihat
sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural juga
kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan tersebut,
namun perlu dibutuhkan keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan yang

sangat banyak dengan indikator-indikator yang jelas, sehingga kebijakan
penanggulangan kemiskinan tidak bersifat temporer, tetapi permanen, bersinergi antar
program kegiatan dan berkelanjutan.
Selama beberapa dekade, upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan
penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan Tujuan PKH dalam bidang
pendidikan adalah untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, khususnya bagi anak-
anak Rumah Tngga Sangat Miskin (RTSM), serta untuk mengurangi pekerja anak di
Indonesia. Untuk mencapai tujuan ini, PKH pendidikan berupaya memotivasi RTSM
agar mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah dan mendorong mereka untuk memenuhi
komitmen kehadiran dalam proses belajar, minimal 85% dari hari efektif sekolah dalam
sebulan, selama tahun ajaran berlangsung.
1.2 Tujuan Interenship
1.2.1. Tujuan Umum :
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan
dengan bidang keilmuan yang sesuai dengan jurusan ilmu administrasi publik dengan
pilihan konsentrasi kebijakan publik.
Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang di peroleh diperoleh saat di
perkuliahan dan bidang keahlian dalam praktek kerja nyata di lapangan, khususnya
kompetensi kebijakan publik.
1.2.2. Tujuan Khusus
Menerapkan kompetensi keilmuan implementasi kebijakan publik yang
diperoleh dalam proses perkuliahan dan tambahan pengalaman di lokasi interenship.
Hal ini akan mendukung kolaborasi antara teori dan praktek akan menjadi kebenaran
yang seimbang dan memberikan pengalaman kerja nyata bagi lulusan universitas.
1.3 Manfaat Interenship
l.3.1 Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui realita ilmu yang di terima di bangku kuliah melalui
kenyataan yang ada dilapangan.
Memperdalam dan meningkatkan keterampilan kerja sesuai dengan ilmu yang dimiliki
Dapat mempersiapkan langkah-langkah yang di perlukan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan kerja di masa mendatang.
Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman mahasiswa untuk siap terjun
langsung ke masyarakat khususnya dilingkungan kerja

1.3.2 Bagi Universitas
Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana program atau
kurikulum yang telah di terapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat guna sebagai
lulusan program studi ilmu administrasi publik, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik.
1.3.3 Bagi Instansi
Merupakan sarana penghubung antara instansi dengan lembaga perguruan tinggi
khususnya program studi Ilmu Administrasi Publik, fakultas ilmu politik dan ilmu sosial
Universitas tribhuwana tunggadewi.
Sebagai sarana untuk merekrut tenaga kerja yang profersional dan kompetensi dibidang
keahlian masing-masing.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi
2.1.1 Pengertian Implementasi
Pemahaman tentang implementasi dapat dihubungkan dengan suatu peratuiran
atau kebijakan yang berorientasi pada kepentingan khalayak ramai atau masyarakat.
Suatu kebijakan akan terlihat kemanfaatannya apabila telah dilakukan implementasi
terhadap kebijakan tersebut. Implementasi merupakan kegiatan yang penting dari
keseluruhan proses perencanaan peraturan atau kebijakan, dan adapun pengertian
implementasi tersebut adalah sebagai berikut.
- Menurut Oktasari (2015:1340), Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to
implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan
sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap
sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat
berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang
dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
- Implementasi menurut teori Jones (Mulyadi, 2015:45): “Those Activities directed
toward putting a program into effect” (proses mewujudkan program hingga
memperlihatkan hasilnya), sedangkan menurut Horn dan Meter: “Those actions by
public and private individual (or group) that are achievement or objectives set forth in
prior policy” (tindakan yang dilakukan pemerintah). Jadi implementasi adalah tindakan
yang dilakukan setelah suatu kebijakan ditetapkan. Implementasi merupakan cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
- Meter dan Horn (Ratri, 2014:4), menyatakan implementasi kebijakan publik sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah
maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan
dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Dimana berarti bahwa proses
implementasi tidak akan terlaksana sebelum undang-undang atau peraturan ditetapkan
serta dana disediakan guna membiayai proses implementasi kebijakan tersebut. Disisi
lain implementasi kebijakan dianggap sebagai fenomena yang kompleks yang mungkin
dapat dipahami sebagai proses, output maupun sebagai hasil

Grindle (Mulyadi, 2015:47) menyatakan, “implementasi merupakan proses
umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu”.
Sementara itu menurut Webster Dictionary (Syahida, 2014:8) mengenai
pengertian implementasi menyatakan bahwa: “Implementasi yang merupakan
terjemahan dari kata “implementation”, berasal dari kata kerja “to implement”, kata to
implement berasal dari bahasa latin “implementatum” dari asal kata “impere”
dimaksudkan “to fill up”, “to fill in” yang artinya mengisi penuh, melengkapi,
sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu mengisi. Selanjutnya kata “to implement”
dimaksudkan sebagai: “(1) to carry into effect, to fulfill, accomplish. (2) to provide with
the means for carrying out into effect or fullfling, to gift pratical effect to. (3) to provide
or equip with implement. Pertama, to implement dimaksudkan “membawa ke suatu
hasil (akibat), melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, to implement dimaksudkan
“menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang
bersifat praktis terhadap sesuatu”. Ketiga, to implement dimaksudkan menyediakan atau
melengkapi dengan alat.
Sedangkan menurut Horn (Tahir, 2014:55), “mengartikan implementasi sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh baik individu-individu/pejabat-pejabat atau
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian
tujuantujuan yang telah digariskan dalam kebijakan”. Kemudian menurut Jones
(Sutojo, 2015:3), “implementasi sebagai “a process of getting additional resources so as
to be figure out of to be done”. Implementasi dalam hal ini diartikan sebagai suatu
proses mendapatkan sumber daya tambahan, dapat menghitung apa yang dapat
dikerjakan”. Selanjutnya
menurut Mulyadi (2015:12), implementasi mengacu pada tindakan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini
berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional
serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah
diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya
pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan. Dalam tataran
praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri
atas beberapa tahapan yakni:
1.Tahapan pengesahan peraturan perundangan.
2.Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.
3.Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.
4.Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak
5.Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.

6.Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan
Lester dan Stewart (Nastia, 2014:201) menyatakan, “bahwa implementasi
sebagai suatu proses dan suatu hasil (output) keberhasilan suatu implementasi
kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir
(output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih”.
Menurut Mazmanian dan Sabatier (Sutojo, 2015:3) menyatakan,
“implementasi artinya memahami yang senyatanya sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan yang mencakup usaha-usaha untuk
mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian”.
Gordon (Mulyadi, 2015:24) menyatakan, “implementasi berkenaan
dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program.”
Selanjutnya menurut Pressman dan Wildavsky (Syahida, 2014:8-9)
mengemukakan bahwa: “Implementation as to carry out, acoumplish, fulfill,
produce, complete” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi,
menghasilkan, melengkapi. Jadi secara etimologis implementasi itu dapat
dimaksudkan sebagai suatu aktifitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu
pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil”.
Kemudian menurut Widodo (Sutojo, 2015:4) mengatakan bahwa,
“implementasi adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber-sumber
daya yang didalamnya termasuk manusia, dana dan kemampuan operasional,
oleh pemerintah maupun Program Pascasarjana Ilmu Manajemen swasta
(indivudu maupun kelompok) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh pembuat kebijakan”.
Menurut Kapioru (2014:105), ada empat faktor yang mempengaruhi
kinerja implementasi, yaitu:
1. Kondisi lingkungan (environmental conditions).
2. Hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship).
3. Sumberdaya (resources).
4. Karakter institusi implementor (characteristic implementing agencies).
Sedangkan menurut William (Taufik dan Isril, 2013:136), “dengan lebih
ringkas menyebutkan dalam bentuk lebih umum, penelitian dalam implementasi
menetapkan apakah organisasi dapat membawa bersama jumlah orang dan
material dalam unit organisasi secara kohesif dan material dalam unit organisasi
secara kohesif dan mendorong mereka mencari cara untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan”.
Menurut Wahyu (Mulyadi, 2015:50), studi implementasi merupakan
studi untuk mengetahui proses implementasi, tujuan utama proses implementasi

itu sendiri untuk memberi umpan balik pada pelaksanaan kebijakan dan juga
untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan telah sesuai dengan rencana atau
standar yang telah ditetapkan, selanjutnya untuk mengetahui hambatan dan
problem yang muncul dalam proses implementasi.
Gunn dan Hoogwood (Tahir, 2014:55) menyatakan, “implementasi
merupakan sesuatu yang sangat esensial dari suatu teknik atau masalah
manajerial”.
Menurut Lane (Akib, 2010:2), “bahwa implementasi sebagai konsep
dapat dibagi ke dalam dua bagian yakni implementasi merupakan persamaan
fungsi dari maksud dari output dan outcome”.
Sedangkan menurut Mazmanian dan Sebatier (Waluyo, 2007:49), bahwa
implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusankeputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya,
keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan
berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya.
Kemudian menurut Purwanto (Syahida, 2014:13), beberapa faktor yang
menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses implementasi yaitu:
1.Kualitas kebijakan itu sendiri.
2. Kecukupan input kebijakan (terutama anggaran).
3.Ketepatan instrumen yang dipakai untuk mencapai tujuan kebijakan
(pelayanan, subsidi, hibah, dan lainnya).
4.Kapasitas implementor (struktur organisasi, dukungan SDM, koordinasi,
pengawasan, dan sebagainya).
5.Karakteristik dan dukungan kelompok sasaran (apakah kelompok sasaran
adalah individu atau kelompok, laki-laki atau perempuan, terdidik atau tidak)
6. Kondisi lingkungan geografi, sosial, ekonomi, dan politik dimana
implementasi tersebut dilakukanProgram
Menurut Salusu (Tahir, 2014:55-56), “implementasi sebagai operasionalisasi
dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu dan menyentuh seluruh
jajaran manajemen mulai dari manajemen puncak sampai pada karyawan terbawah”.
Pada dasarnya implementasi menurut Syaukani dkk (Pratama, 2015:229),
“merupakan salah satu tahap dalam proses kebijaksanaan publik dalam sebuah negara.
Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan
tujuan yang jelas, termasuk tujuan jangka pendek, menengah dan panjang”.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas tersebut dapat diketahui bahwa
pengertian implementasi merupakan suatu proses yang berkaitan dengan kebijakan dan

program-program yang akan diterapkan oleh suatu organisasi atau institusi, khususnya
yang berkaitan dengan institusi negara dan menyertakan sarana dan prasarana untuk
mendukung program-program yang akan dijalankan tersebut
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan pemerintah, ada dua
pilihan yaitu :
1)Langsung mengimplementasikan dalam bentuk program.
2)Melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tersebut.
Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai
dari program, yang kemudian diturunkan menjadi proyek dan kegiatan. Kebijakan
diturunkan berupa program, yang kemudian diturunkan menjadi proyek,dan akhirnya
berwujud pada kegiatan-kegiatan,baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat yang saling bekerja sama.
Pendekatan model implementasi kebijakan, perkembangan implementasi
kebijakan telah memasuki generasi ketiga, dimana generasi pertama memperkenalkan
pendekatan top-down. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa implementasi kebijakan
dimulai dengan keputusan yang di buat olah pemerintah sehingga pelaksanaannya pun
bersifat tersentralisasi. Atau kata lain pendekata top-down bertitik tolak dari perspektif
bahwa keputusan-keputusan atau kebijakan yang telah ditetapkan oleh aktor pembuat
kebijakan harus dilaksanakan oleh aparatur, administratur, atau birokrat disemua
tingkatan terutama pada tingkat bawah.
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah direncanakan sebelumnya terhadap pengambilan keputusan.
Implementasi kebijakan publik adalah tahapan penting dalam realisasi kebijakan publik
secara komprehensif. Dan dalam bagian ini akan disajikan beberapa pendapat mengenai
implementasi kebijakan publik.
Menurut Cleaves (Waluyo, 2007:49), “implementasi kebijakan dianggap
sebagai suatu proses tindakan administrasi dan politik (a proces of moving to ward a
policy objective by mean admnistrative and political steps)”
Menurut Hamdi (2014:97), “pelaksanaan atau implementasi kebijakan
bersangkut paut dengan ikhtiar-ikhtiar untuk mencapai tujuan dari ditetapkannya suatu
kebijakan tertentu”. Kemudian menurut Wibawa (Tahir, 2014:58), tujuan implementasi
kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat

direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Keseluruhan proses penetapan
kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah
diperinci, program telah dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk
mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut.
Nugroho (2014:657) menyatakan, “implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya”.
Selanjutnya menurut Grindle (Waluyo, 2007:49), “implementasi kebijakan
sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran
birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa
yang memperoleh apa dari suatu kebijakan”. Kemudian menurut Mulyadi
(2015:26), “implementasi suatu kebijakan pada dasarnya adalah suatu perubahan atau
transformasi yang bersifat multiorganisasi, dimana perubahan yang diterapkan melalui
strategi implementasi kebijakan ini mengaitkan berbagai lapisan masyarakat”.
Menurut Anderson (Tahir, 2014:56-57), menyatakan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
1.Siapa yang dilibatkan dalam implementasi,
2.Hakikat proses administrasi,
3.Kepatuhan atas suatu kebijakan, dan
4. Efek atau dampak dari implementasi.
Menurut Matland (Hamdi, 2014:98), “implementasi kebijakan secara umum
terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari atas (topdown)
dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up)”.
Sedangkan menurut Jones (Waluyo, 2007:50), “dalam membahas implementasi
kebijakan terdapat 2 (dua) aktor yang terlibat, yaitu:
1.Beberapa orang di luar birokrat-birokrat yang mungkin terlibat dalam aktivitas-
aktivitas implementasi seperti legislatif, hakim, dan lain-lain,
2.Birokrat-birokrat itu sendiri yang terlibat dalam aktivitas fungsional, didamping
implementasi
Selanjutnya menurut Edward III (Mulyadi, 2015:47), “tanpa implementasi yang efektif
maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi
kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari
suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau
outcome bagi mayarakat”.

Kemudian menurut Mazmanian dan Sebastier (Waluyo, 2007:50), bahwa peran
penting dari analisis implementasi kebijakan publik, adalah mengidentifikasi variabel-
variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
implementasi antara lain meliput:
a.Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.
b.Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses
implementasi.
c.Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan
bagi tujuan yang termaut dalam keputusan kebijakan tersebut.
Mazmanian dan Sebastier (Tahir, 2014:56) menambahkan, “implementasi
kebijakan dipahami melalui tiga perspektif yang berbeda, yaitu pembuat kebijakan,
pejabat pelaksana di lapangan dan aktor individu selaku kelompok target”.
Menurut Udoji (Mulyadi, 2015:46), “pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu
yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-
kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi
dalam arsip jika tidak dapat diimplementasikan”
Menurut Widodo (Pratama, 2013:230), bahwa implementasi kebijakan publik
merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik (public policy proces)
sekaligus studi yang sangat crusial. Bersifat crusial karena bagaimanapun baiknya suatu
kebijakan, kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan secara baik dalam
implementasinya, maka tujuan kebijakan tidak akan bisa diwujudkan, begitu pula
sebaliknya. Dengan demikian, kalau menghendaki tujuan kebijakan dapat dicapai
dengan baik, maka bukan saja pada tahap implementasi yang harus dipersiapkan dan
direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuatan kebijakan
juga telah diantisipasi untuk dapat diimplementasikan
Kemudian menurut Tachjan (Tahir, 2014:53), “implementasi kebijakan publik,
disamping dapat dipahami sebagai salah satu aktivitas dari administrasi publik sebagai
institusi (birokrasi) dalam proses kebijakan publik, dapat dipahami pula sebagai salah
lapangan studi administrasi publik sebagai ilmu”.
Menurut Meter dan Horn (Naditya dkk, 2013:1088), mendefinisikan
implementasi kebijakan publik sebagai: Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usahausaha
untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam
kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusankeputusan
kebijakan.
2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik
Pendekatan model implementasi kebijakan, perkembangan implementasi
kebijakan telah memasuki generasi ketiga, dimana generasi pertama memperkenalkan
pendekatan top-down. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa implementasi kebijakan
dimulai dengan keputusan yang di buat olah pemerintah sehingga pelaksanaannya pun
bersifat tersentralisasi. Atau kata lain pendekata top-down bertitik tolak dari perspektif
bahwa keputusan-keputusan atau kebijakan yang telah ditetapkan oleh aktor pembuat
kebijakan harus dilaksanakan oleh aparatur, administratur, atau birokrat disemua
tingkatan terutama pada tingkat bawah.
Implementasi kebijakan publik memiliki beberapa model yang menjadi acuan
dalam merancang dan melaksanakan kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan akan
mempengaruhi terhadap unsur-unsur yang terlibat didalamnya, baik aparatur maupun
masyarakat. Adapun model-model implementasi kebijakan publik yang telah adalah
secara teori adalah sebagai berikut
Menurut Matland (Hamdi, 2014:98), literatur mengenai implementasi kebijakan
secara umum terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari
atas (top-down) dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up). Kelompok
dengan pendekatan top-down melihat perancang kebijakan sebagai aktor sentral dalam
implementasi kebijakan. Kelompok top-down juga memusatkan perhatiannya faktor-
faktor yang dapat dimanipulasi pada tingkat sentral atau pada variabel yang bersifat
makro. Kelompok bottom-up menekankan pada dua hal, yakni kelompok-kelompok
sasaran dan para penyedia layanan. Kelompok bottom-up berfokus pada variabel yang
bersifat mikro
Model implementasi kebijakan publik adalah konsep yang memahami
bagaimana kebijakan pemerintah dapat diterapkan dan diwujudkan dalam praksis.
Berikut adalah beberapa model implementasi kebijakan yang umum digunakan:
1.Model El More, Lipsky, Hjem & David O'Porter:
a.Tujuan Kebijakan dibuat sesuai dengan harapan, keinginan publik yang menjadi
target.

b.Implementasi: Kebijakan diterapkan melalui prakarsa masyarakat secara
langsung atau melalui Lembaga Swadaya Masyarakat.
c.Isi Kebijakan Kepentingan yang terpengaruh, jenis manfaat yang akan
dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan,
pelaksana program, dan sumber data yang dikerahkan.
d.Konteks Implementasi Kekuasaan, strategi aktor terlibat, karakteristik lembaga
dan penguasa, kepatuhan, dan daya tanggap.
2.Model Jan Merse Merse:
a.Faktor-faktor: Informasi, isi kebijakan, dukungan masyarakat (fisik dan
nonfisik), dan pembagian potensi.
b.Implementasi: Kebijakan efektif jika masyarakat berpartisipasi aktif dan
memiliki sumber daya yang cukup.
3.Model George C. Edwards III:
a.Variabel: Idealized policy, target groups, implementing organization, and
environmental factors.
b.Implementasi: Kebijakan efektif jika isi kebijakan, target, pelaksana, dan
lingkungan sesuai.
4.Model Mazmanian dan Sabatier:
a.Faktor-faktor: Isi kebijakan, konteks implementasi, kekuasaan, kepentingan,
strategi aktor, dan kepatuhan.
b.Implementasi: Kebijakan efektif jika isi kebijakan dan konteks implementasi
sesuai.
5.Model T.B. Smith:
a.Variabel: Idealized policy, target groups, implementing organization, and
environmental factors.
b.Implementasi: Kebijakan efektif jika isi kebijakan, target, pelaksana, dan
lingkungan sesuai.
6. Model Van Meter dan Van Horn:
a.Faktor-faktor: Isi kebijakan, konteks implementasi, kekuasaan, kepentingan,
strategi aktor, dan kepatuhan.
b.Implementasi: Kebijakan efektif jika isi kebijakan dan konteks implementasi
sesuai.
. Model Implementasi Kebijakan Model Hoogwood & Gun Model Brian W.
Hoogwood dan Lewis A Gun (Tahir, 2014:82), mengetengahkan bahwa: untuk

melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat yaitu: 1) Syarat
pertama berkenan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh
lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah yang besar. 2) Syarat
kedua apakah untuk melaksanakannya tersedia sumberdaya yang memadai, termasuk
sumberdaya waktu. 3) Syarat ketiga apakah perpaduan sumbersumber yang diperlukan
benar-benar ada. 4) Syarat keempat apakah kebijakan yang akan diimplementasikan
didasari hubungan kausal yang andal. 5) Syarat kelima adalah seberapa hubungan
kausalitas yang terjadi. Asumsinya semakin sedikit hubungan “sebab akibat”, semakin
tinggi pula hasil yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dicapai. 6) Syarat keenam
adalah apakah hubungan saling ketergantungan kecil. Asumsinya adalah jika
hubungan saling ketergantungan tinggi, justru implementasinya tidak akan berjalan
secara efektif. 7) Syarat ketujuh adalah pemahaman yang mendalam dan kesepakatan
terhadap tujuan. 8) Syarat kedelapan adalah bahwa tugastugas telah dirinci
ditempatkan dalam urutan yang beanar. 9) Syarat kesembilan adalah komunikasi dan
koordinasi sempurna. 10) Syarat kesepuluh adalah pihak-pihak yang memiliki
wewenang kekuasan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Menurut Model El More, Lipsky, Hjem & David O’Porter Model implementasi
kebijakan ini didasari kepada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat
untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau masih melibatkan pejabat
pemerintah, namun hanya di tataran bawah. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat
harus sesuai dengan harapan, keinginan publik yang menjadi target atau kliennya
sesuai pula dengan pejabat eselon rendah yang menjadi pelaksananya
2.2 Kebijakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kebijakan adalah rangkaian konsep
dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada
pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan
berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang
suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak
penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan.
Menurut Holwet dan M. Ramesh (Subarsono, 2005: 13) berpendapat bahwa proses
kebijakan publik terdiri atats lima tahapan yaitu sebagai berikut :
1)Penyusunan agenda, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat
perhatian dari pemerintah.

2)Formulasi kebijakan, yakni proses penyusunan pilihan-pilihan kebijakan oleh
pemerintah.
3)Pembuatan kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan
suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4)Implementasi kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar
mencapai hasil.
5)Evaluasi kebijakan, yakni proses memonitor dan memilih kerja atau hasil
kebijakan.
2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Wibawa (dalam Setyawan 2017:17-18), mengemukakan pendapat bahwa
kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh pemerintah baik dari
tingkat pusat maupun tingkat terendah atau babab atau lembaga atau organ supra –
negara, pemerintah yang dimaksudkan ialah negara, provinsi, kabupaten-kota, desa,
RW, dan RT. Supra-negara yang dimaksud disini seperti ASEAN, EU, PBB, dan WTO,
karena semua itu juga merupakan sistem politik. Kebijakan publik senantiasa
berhubungan dengan penggunaan suber daya publik, baik hubungannya secara positif
atau aktif (dikerakannya sumber daya untuk suatu isu) maupun negative atau pasif
(tidak dikerahkannya sumber daya untuk suatu isu, agar tersedia dan dapat digunakan
untuk isu lainnya). Dari pandangan ini, wibawa juga menengaskan bahwa Negara
dalam konteks ini bukan harus diidentikkan dengan wilayah yang memiliki pemerintah
yang didalamnya terjadi pengaturan untuk hidup bersama.
Sedangkan Nugroho (dalam Setyawan 2017:18), secara sederhana mengatakan bahwa
kebijakan publik merupakan segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan
pemerintah, rumusan tentang kebijakan publik tersebut memiliki penjabaran yang luas.
Kata “setiap sesuatu” mencerminkan bahwa kebijakan publik berkenaan setiap aturan
main dalam berbagai lini kehidupan sehari-hari, baik hubungan antar warga Negara
maupun warga Negara dengan pemerintah. Sedangkan kata “dikerjakan atau tidak
dikerjakan”yang kata asalnya adalah kerja sudah merangkum proses pra kerja dan
pascakerja. Artinya bagaimana pekerjaan tersebut dirumuskan, diterapkan, dan
evaluasi hasilnya. Kata “kerja” juga merupakan kata yang bersikap aktif dan memaksa
karena kata kuncinya adalah keputusan. Kata “dikerjakan atau tidak dikerjakan” sama-
sama
merupakan keputusan yang dipilih untuk menyikapi suatu objek tertentu. Dalam
konteks ini, kebijakan publik harus dibuat oleh administratur negara atau administrasi
publik, sehinggah kebijakan pulik yang ada dapat berlaku universal.
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-

masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu
biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan
yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang memikat dan memaksa.
2.3 Program Keluarga Harapan (PKH)
2.3.1 Pengertian Pkh
Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program bentukan Pemerintah
untuk menyalurkan bantuan tunai bersyarat bagi masyarakat atau keluarga sangat
miskin (KSM). PKH merupakan satu strategi Pemerintah Pusat untuk mendorong
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui Dinas Sosial masing-masing dalam
menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. PKH bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia (SDM) sehingga dapat mendorong perubahan hidup
masyarakat berkaitan dengan layanan bidang pendidikan dan kesehatan. Sasarannya
adalah ibu hamil, ibu menyusui, memiliki anak balita dan anak usia Sekolah Dasar (SD)
sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), disabilitas berat dan juga lanjut usia
umur 60 tahun ke atas (Peraturan Menteri Sosial No. 1 Tahun 2018 tentang Program
Keluarga Harapan).
Pelayanan secara umum menjadi faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan
hak dasar warga suatu negara, khsususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Urgensitas pelayanan ini kemudian menjadi salah satu agenda penting reformasi
birokrasi hingga saat ini. Pelayanan masih menjadi salah satu yang dikeluhkan
mayarakat karena kelambanan, berbelit dan masih harus melewati banyak meja. Di
samping karena masih terjangkitnya stigma lama yang kurang baik, pelayanan juga
masih mengalami masalah tentang kualitas SDM yang masih awam dalam
mengimbangi perkembangan teknologi (Rohman & Hardianto 2019). Sejalan juga
dengan pendapat (Dwiyanto, 2018) tentang pelayanan bahwa diantara pekerjaan rumah
Pemerintah Indonesia, salah satunya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara maksimal dan profesional. Dari dua pandangan tersebut memberikan gambaran
bahwa untuk memperbaiki pelayanan, maka salah satu aspek pentinya adalah
memperbaiki kualitas SDM baik penerima layanan khususnya penyelenggara
pelayanan. Berdasarkan Undang-Undang No. 25 2009 tentang Pelayanan Publik
menyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan dengan sebaik-
baiknya kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Pelayanan yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut ialah pelayanan
yang baik, tidak berbelibelit, murah, cepat dan terukur.
Pelayanan dalam bidang pendidikan dan kesehatan yang diberikan pemerintah
salah satunya melalui PKH. Dalam implementasinya, PKH tentunya dilaksanakan
sesuai dengan peraturan dan pedoman yang ada serta melihat prinsippripsip pelayanan.

Dengan menggunakan sistem dan mekanisme yang telah diatur dalam Pedoman Umum
PKH 2007, Pemerintah Daerah dapat melanjutkan program ini terhadap Keluarga
Penerima Manfaat (KPM) peserta PKH apabila pendapatanya masih di bawah rata-rata
dan berada pada garis kemiskinan. Pemerintah Daerah juga dapat memperluas
jangkauan pelayanan PKH Keluarga Penerima Manfaat (KPM) agar lepas dari masalah
kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup dan mensejahterakan masyarakat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batu 2020 bahwa penduduk
kota Batu berjumlah 205.788 jiwa pada tahun 2018 dengan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 103.518 dan perempuan sebanyak 102.270 jiwa. Padatahun 2019 jumlah
penduduk kota Batu sebanyak 207.490 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 104.414
dan perempuan sebanyak 103.076. Sementara jumlah penduduk miskin sebanyak 7.980
orang pada tahun 2018 atau 4,31% dari total jumlah penduduk Kota Batu dan menurun
menjadi 7.890 orang pada tahun 2019 atau 3.89% dari total jumlah penduduk Kota
Batu. Berdasrkan data tersebut, di kota Batu ada 7.890 jiwa yang berhak menerima PKH
apabila memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
PKH merupakan program yang sangat membantu kesejahteraan masyarakat.
Namun dalam implementasinya dana bantuan PKH masih banyak yang disalahgunakan.
Dana bantuan PKH masih ditemukan digunakan bukan untuk kepentingan pendidikan
dan kesehatan, melainkan untuk foya-foya atau hal yang tidak semestinya dan tidak
sesuai dengan tujuan PKH. Sehingga dibutuhkan pendampingan yang intensif bagi
masyarakat penerima bantuan PKH agar bantuan yang diterima benar-benar digunakan
sebagaimana mestinya (Liahati & Larasati 2018). Permasalahan yang mempengaruhi
tidak tepatnya penggunaan bantuan PKH oleh peserta penerima PKH dipengaruhi oleh
pendamping PKH yang tidak tinggal di lokasi peserta penerima PKH yang tidak paham
tentang tujuan dan sasaran PKH (Kalsum; Ati; Hayat 2019). Dari dua hasil penelitian
tersebut, perlu dievaluasi tentang penentuan pendamping PKH. Tidak hanya melihat
pada sisi kulaitas SDM pendamping, tetapi juga harus dilihat dari profesionalitasnya
dalam melaksanakan tugas serta kekonsistenannya dalam mendapingi penerima PKH.
Dalam penggunaan bantuan PKH, penerima bantuan menggunanakannya untuk
konsumsi sehari-hari dan biaya pendidikan. Sedangkan di bidang kesehatan cenderung
tidak dialokasikan dan tidak digunakan secara maksimal (Prakoso, Albertus Bayu &
Handoyo 2016). Selain itu, masyarakat penerima bantuan PKH masih ada yang belum
berkomitmen menjalankan kewajiban, misalnya ibu hamil dan anak balita umur 0-6
tahun harus menghadiri kegiatan posyandu, PKH tidak digunakan untuk pendidikan,
tidak datang dalam pertemuan kelompok (Zahrawati & Muchtar 2018).

Hasil penelitian Tirani (2019) melihat implementasi PKH dari empat faktor,
yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada faktor komunikasi terkait PKH belum berjalan sebagaimana
mestinya. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih banyaknya peserta penerima PKH
yang belum paham penggunaan dana PKH. Dari faktor disposisi juga dinilai masih
belum baik karena dalam pelaksanaannya, pendamping PKH seringkali tidak
mendapatkan biaya operasional sehingga masih menggunakan uang pribadi dari gaji
yang diterimanya.
Permasalahan lainnya dalam pelaksanaan PKH yaitu ketidak singkronan data
yang ada dengan realita di lapangan karena data yang digunakan menggunakan data
lama yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sehingga bantuan PKH
menjadi tidak tepat sasaran dan tidak merata. Dari sisi sarana dan prasarana, hambatan
pencaiaran dana bantuan PKH karena tempat pencairan dilakukan di Pusat Kecamatan,
sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat penerima PKH yang berada di plosok desa
(Damayanti, 2016). 101 Referensi : Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Vol. 8, No.2,
2020. Hal 98-111 Dari hasil kajian di atas menunjukkan bahwa program PKH masih
Dari hasil kajian di atas menunjukkan bahwa program PKH masih menyisakan
beberapa persoalan serius, baik dari pemerintah maunpun dari masyarakat itu sendiri.
Dari sisi pemerintah, penentuan pendamping PKH harus lebih detail dan hati-hati,
sehingga penentuan pendamping diberdasarkan pada berbagai kriteria, termasuk
kualitas, fasilitas, domisili dan konsistensi dalam pendampingan. Selain itu, dari sisi
kevalidan data juga menjadi hal yang perlu diperhatikan, sehingga PKH tidak salah
sasaran sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari sisi masyarakat penerima PKH,
kualitas SDM juga menjadi perhatian, pemahaman tentang pemanfaatan dana bantuan
PKH perlu dimaksimalkan serta adanya pengawasan antar masyarakat.
Dalam Peraturan Menteri Sosial No. 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga
Harapan Pasal 7 yang mengatur keluarga penerima manfaat PKH berkewajiban untuk
memeriksa kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan protokol
kesehatan bagi ibu hamil/menyusui dan anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam)
tahun. Dalam Pasal 9 juga dijelaskan apabila keluarga penerima manfaat tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan 8 dikenakan sanksi.
Sanksi dimaksud berupa penangguhan atau penghentian bantuan sosial PKH. Sebagai
uaya menghindari penyalahgunaan dana bantuan PKH seperti digunakan untuk jalan-
jalan, belanja, ke salon, dan sebagainya, maka dibutuhkan pendamping untuk
membimbing dan mengawasi pemanfaatan dana bantuan PKH. Berdasarkan hal
tersebut, nampak jelas pemerintah sangat serius dalam memerangi kemiskinan dan
ketimpangan. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan anggaran bantuan sosial

maupun perluasan target sasaran. Kebijakan peningkatang anggaran PKH dari 5,6 triliun
pada tahun 2014 menjadi 34,4 triliun pada tahun 2019. Hal ini juga menjadi bukti nyata
komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya
masyarakat di lapisan bawah (Liputan6.com, 2019).
Dari paparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana
implementasi pelayanan PKH dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta apa
yang menjadi faktor pendukung dan penghambatnya. Tujuan yang diharapkan adalah
mengetahui tentang bagaimana implementasi PKH, faktor yang mempengaruhi serta
apakah PKH dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam pengembangan ilmu
pengetahuan serta menjadi referensi pemecahan masalah dan pengambilan kebijakan
terkait Program Keluarga Harapan (PKH).
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
3.1 Tempat Dan Waktu Intrensip
Lokasi pelaksanaan Internship ini dilaksanakan di Desa Giripurno, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu, dengan waktu pelaksanaa selama 1 bulan yaitu dimulai dari
Tanggal 22 Juli sampai dengan 24 Agustus 2024.
3.2 Metode Pengambilan Data Internship
Metode pengambilan data yang digunakan adalah kualitatif dimana metode ini
mencakup wawancara, observasi dan dokumentasi:
1. Observasi
Observasi Dalam Metode Kualitatif, Observasi Atau Pengamatan Adalah
Pengamatan Pengoptimalkan Kemampuan Praktek Dari Segi Motif, Kepercayaan,
Perhatian, Perilaku Taksadar, Kebiasaan, Dan Sebagainya.
Pengamatan Atau Observasi Memungkinkan Pengamat Atau Peneliti Melihat Sekaligus
Merasakan Fenomena Yang Terjadi Di Lapangan, Moleong (2017:175).
2. Wawancara
Wawancara Adalah Percakapan Yang Dilakukan Oleh Kedua Belah Pihak
(Interview) Yaitu Pewawancara (Interviewer) Yang Mengajukan Pertanyaan Dan
Terwawancara (Interviewe) Yang Memberikan Jawaban Atas Pertanyaan Itu, Dalam
Praktek Internship Data Diperoleh Dari Informas Mengenai Objek Yang Akan Di Tinjau

Dari Informan Atau Responden Yang Sudah Di Tetapkan Sebagai Sumber Informasi
(Moleong 2017:186).
3. Dokumentasi
Metode Dokumentasi Adalah Salah Satu Metode Pengumpulan Data Yang
Digunakan Untuk Menelusuri Data Historis. Data Historis Yang Tersedia Biasanya
Seperti Arsip, Dokumen Pribadi, Dokumen Resmi, Foto Dan Beberapa Informasi
Penting Yang Dipercayai Keberadaannya (Moleong 2017:216).
DAFTAR PUSTAKA
Linawati, A. (2016). Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Upaya
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Lampung Timur. Universitas
Lampung
Nugroho, Riant D. 2004.Analisis Kebijakan. Jakarta:
Rafii, A., Indarajaya, K., Hikmah, N., Sos, S., & AP, M. (2020). IMPLEMENTASI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA (Studi Pada Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Di Desa
Bintang Ninggi II Kecamatan Teweh Selatan Kabupaten Barito Utara). Jurnal
Administrasi Publik (JAP), 6(1), 10-15.
Rahmawati, I. (2021). Implementasi Kebijakan Graduasi dalam Mewujudkan
Sustainable Development Goals (SDGs) (Studi Kasus pada PKH di Desa
Gedung Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Waykanan Tahun 2021).
Universitas Lampung
Sasmito, C., & Nawangsari, E. R. (2019). Implementasi Program Keluarga Harapan
Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Di Kota Batu. JPSI (Journal of

Public Sector Innovations), 3(2), 68–74.
https://doi.org/10.26740/jpsi.v3n2.p68-74
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tahir. 2014. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Daerah. Bandung:
Alfabeta
Waluyo. 2007. Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi, Dan Implementasi) Dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung: Mandar maju.
Widodo, Joko. 2013. Analisis Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Malang : Bayumedia.