KB-4 Design Thinking dan Computasional Thnking06112024

MuhammadHelmyGuntar 81 views 19 slides Nov 06, 2024
Slide 1
Slide 1 of 19
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19

About This Presentation

KB-4 Design Thinking dan Computasional Thnking


Slide Content

1












Capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini dideskripsikan sebagai berikut:
1. Memahami dan menginternalisasi pola pikir serta prinsip Design thinking
dalam pembelajaran;
2. Memahami dan menginternalisasi pola pikir serta prinsip Computational
thinking dalam pembelajaran.





Tujuan pembelajaran pada kegiatan belajar ini dideskripsikan sebagai berikut:

1. Memahami dan Menjelaskan konsep design thinking dalam pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik;
2. Mendesain dan memodifikasi pembelajaran berbasis teknik design thinking;
3. Memahami dan Menjelaskan konsep computational thinking dalam
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik;
4. Mendesain dan memodifikasi pembelajaran berbasis teknik computational
thinking






Ruang Lingkup Materi Pembelajaran ini dideskripsikan sebagai berikut:

1. Konsep Design Thinking dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta didik;
2. Desain pembelajaran berbasis teknik Design Thinking;
3. Konsep Computational Thinking;



KEGIATAN BELAJAR 4
DESIGN THINKING DAN COMPUTATIONAL THINKING
Capaian Pembelajaran (CP)

Tujuan Pembelajaran (CP)

Ruang Lingkup Materi

2

4. Desain pembelajaran berbasis teknik Computational Thinking.






A. Konsep Design Thinking Dalam Pembelajaran Yang Berpusat Pada Peserta
Didik

Konsep Design Thinking adalah proses berulang dimana kita berusaha
memahami pengguna, menantang asumsi, dan mendefinisikan kembali masalah
dalam upaya mengidentifikasi strategi dan solusi alternatif yang mungkin tidak
langsung terlihat dengan tingkat awal pemahaman kita. Pada saat yang sama,
Design Thinking menyediakan pendekatan berbasis solusi untuk menyelesaikan
masalah. Ini adalah cara berpikir dan bekerja serta kumpulan metode langsung.
Design Thinking sangat berguna dalam mengatasi masalah dengan melakukan
reframing masalah dengan cara-cara yang berpusat pada manusia, menciptakan
banyak ide dalam brainstorming, dan mengadopsi pendekatan langsung dalam
pembuatan prototype dan testing. Design Thinking juga melibatkan eksperimen
yang sedang berjalan, membuat sketsa, membuat prototype, testing, dan mencoba
berbagai konsep dan ide.
Menurut (Brown, 2008) Design Thinking merupakan suatu pendekatan
yang terpusat pada manusia dengan inovasi yang diambil dari perangkat
perancang untuk mengintegrasikan kebutuhan manusia, dapat berupa teknologi
untuk kesuksesan bisnis. Pola pikir ini berfokus pada orientasi tindakan. Hal ini
berbeda dengan pola pikir konvensional karena pola pikir ini mengeksplorasi
banyak kemungkinan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang dirasa tepat.
Design Thinking dideskripsikan sebagai cara berpikir atau proses kognitif
yang diwujudkan dalam tindakan merancang proses pemikiran. Design Thinking
juga didefinisikan sebagai proses kognitif yang digunakan oleh pendidik sebagai
suatu usaha perancangan mengenai proses pembelajaran dan perancangan yang
memungkinkan para peserta didik belajar secara multi disiplin. Sebagai
pendekatan proses pemecahan masalah, Design Thinking telah terbukti dapat
diterapkan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial sehari-hari yang
kompleks yang sulit dipecahkan.
Design Thinking menyediakan struktur yang fleksibel dan mudah diakses
untuk memandu para pendidik, dan untuk meningkatkan kreativitas mereka
dalam menangani masalah-masalah praktis. Meski memiliki banyak arti, ada
empat karakteristik yang ditemui dalam Design Thinking.

Uraian Materi

3

1. Berbasis Solusi atau People Centered
Kepentingan manusia sebagai pengguna adalah fokus paling utama dalam
metode Design Thinking. Makanya, Design Thinking berperan
mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi manusia dan menjawab
masalah tersebut dengan solusi yang berguna dan efektif bagi mereka. Dengan
kata lain, Design Thinking sangat mengandalkan solusi untuk menjawab
kebutuhan tersebut. Pendekatan semacam ini akan menuntut seseorang untuk
memunculkan sesuatu yang konstruktif demi mengatasi sebuah masalah.
Pemikiran berbasis solusi disimpulkan dalam penelitian Bryan Lawson,
Profesor Arsitektur di Universitas Sheffield yang membandingkan proses
pemecahan masalah oleh kelompok ilmuwan vs kelompok desainer. Lawson
mengatakan bahwa kelompok ilmuwan cenderung mengidentifikasi masalah
(problem-based), sementara kelompok desainer lebih mengutamakan solusi
masalah (solution-based). Jadi, solution-based dilakukan secara eksperimental
demi menemukan solusi yang tepat.

2. Hands-On
Salah satu tahapan yang dilakukan dalam Design Thinking adalah
prototipe menuangkan ide menjadi produk nyata. Tahap ini memungkinkan
pengujian langsung dari tim desain terhadap produk setengah jadi.

3. Highly Creative
Ada yang mengatakan kalau kreatif berarti dapat menciptakan sesuatu
yang baru. Ada pula yang berpendapat bahwa seseorang yang kreatif dapat
menghubungkan hal-hal yang tadinya tidak berhubungan. Kalau dilihat,
intinya sama saja, bahwa kreativitas menuntut kebaruan. Karakteristik ini erat
kaitannya dengan Design Thinking. Memecahkan masalah dan menjawabnya
dengan solusi memang tujuan utama dari Design Thinking.

4. Dilakukan Secara Berulang atau Iterative
Design Thinking selalu dimulai dengan mencari masalah. Kenapa harus
repot-repot mencari masalah? Ini karena perilaku dan keinginan pengguna
terus berubah. Tak hanya itu, faktanya, pengguna tak benar-benar tahu apa
yang diinginkan.

B. Desain Pembelajaran Berbasis Teknik Design Thinking

1. Mulai dari Diri
Design Thinking adalah sebuah metodologi, juga sebuah pola pikir,
untuk memunculkan potensi kreatif yang ada dalam diri setiap orang. Berawal

4

dari dunia desain dan industri kreatif, Design Thinking kemudian meluas ke
berbagai ranah termasuk di antaranya ranah pendidikan. Sebagai pola pikir,
Design Thinking memberikan keluasan ruang untuk mencoba, melakukan
kesalahan, dan belajar dari kesalahan tersebut berkali-kali sehingga produk
yang tercipta adalah hasil dari proses pembelajaran terus-menerus. Dalam pola
pikir Design Thinking, “evolusi” lebih penting dari “kesempurnaan”, dan
evolusi tersebut selalu berarah pada pemenuhan kebutuhan pengguna/user.
Ketika mengembangkan solusi atau produk menggunakan Design
Thinking, dikenal istilah user-centered design atau “rancangan yang berpusat
pada pengguna”. Solusi atau produk yang dirancang dengan memperhatikan
penggunanya, baik dari segi kebutuhan maupun kara kteristik, akan
memberikan pengalaman positif pada pengguna tersebut. Hal yang sama
berlaku dalam konteks pendidikan. Pengalaman pengguna layanan
pendidikan (artinya, pengalaman belajar peserta didik) dapat menjadi
indikator seberapa jauh proses pembelajaran tersebut sudah berpusat pada
peserta didik. Berdasarkan pertimbangan tersebut, mengenali pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik sebenarnya dapat dimulai dari refleksi
terhadap pengalaman belajar kita sendiri.

2. Eksplorasi Konsep
David Kelley, pendiri dari IDEO dan Stanford School of Design Thinking
(d.school), membagi proses Design Thinking menjadi 5 fase:
a. Empathize - Membangun Empati
Pada fase ini, perancang perlu membentuk pemahaman mendalam
terhadap karakteristik dan kebutuhan pengguna produknya.
Pemahaman tersebut dibentuk melalui cara-cara empatis seperti
bertanya dan mendengarkan, menggali pengalaman pengguna, serta
menempatkan kebutuhan/aspirasi pengguna sebagai tujuan utama
perancangan.
b. Define - Merumuskan Tujuan

Gambar 1 Fase Design Thinking

5

Setelah mendapatkan pemahaman mengenai kebutuhan spesifik
pengguna, fase selanjutnya adalah merumuskan tujuan perancangan.
Teknik perumusan tujuan dalam Design Thinking juga menggunakan
prinsip empatis; di mana pengguna dan aspirasi/kebutuhannya
dinyatakan secara spesifik dalam rumusan. Misalnya: “Bagaimana kita
bisa merancang bangku sekolah yang nyaman (pengalaman pengguna)
bagi anak-anak Sekolah Dasar (pengguna), sehingga mereka dapat
berkonsentrasi lebih lama (tujuan spesifik) dalam kegiatan belajar di
kelas?”

c. Ideate - Ideas, Menciptakan Solusi
Berangkat dari rumusan tujuan yang telah dibuat, pada fase ini
perancang akan mencipta ide-ide solusi. Proses mencipta ide dalam
Design Thinking dibuat sedemikian rupa untuk memunculkan
sebanyak mungkin ide solusi (baik secara jumlah maupun variasi), serta
menunda pemikiran kritis-analitis yang cenderung ‘membunuh’ ide-ide
baru yang berpotensi menjadi inovasi.
d. Prototype - Mengembangkan Prototipe
Fase prototipe merupakan waktu bagi perancang untuk
mewujudkan ide dalam bentuk model yang menunjukkan fitur-fitur
dari solusi. Model ini, yang disebut sebagai prototipe, dapat digunakan
untuk menguji dan memvalidasi ide secara cepat serta murah sehingga
perancang dapat melakukan perbaikan terhadap produknya sebelum
benar-benar diproduksi. Prototipe yang baik perlu cukup mudah dibuat
(tidak membutuhkan upaya besar dalam pembuatannya), namun cukup
representatif untuk diujicobakan kepada pengguna.
e. Test / Evaluate - Menguji coba Prototipe
Uji coba adalah fase penting dalam Design Thinking, karena
disinilah ide solusi perancang (yang sudah berwujud prototipe)
diperiksa efektivitasnya. Uji coba memungkinkan perancang
menemukan kekuatan dan kelemahan dari idenya, juga mendapatkan
umpan balik dari pengguna rancangannya. Dalam uji coba prototipe,
berlaku prinsip “tunjukkan, jangan jelaskan”: prototipe tersebut yang
akan menjelaskan (atau tidak cukup menjelaskan) ide yang digagas
perancang. Dalam uji coba, perancang cukup berdiri di tepi dan
mengamati bagaimana pengguna berinteraksi dengan prototipe idenya.
Dari pengamatan itulah perancang akan mendapatkan insight
(pemahaman) yang berguna untuk pengembangan dan
penyempurnaan rancangannya.

6

Kelima fase ini tidak harus dilakukan secara berurutan;
sebaliknya perancang dapat memulai dari fase manapun, bergerak
maju, mundur, bahkan melompati fase sesuai kebutuhan proses.

Menurut Ray (2020) menyarankan bahwa bekerja dalam kelompok kecil
terdiri atas 6 langkah berikut:
a. Identifikasi peluang
Langkah ini dapat dilakukan sebagai kegiatan di kelas, atau sebagai
kerja kelompok. Selama tahap ini siswa harus mengidentifikasi kebutuhan
masalah yang akan dipecahkan, serta siapa saja yang akan mendapat manfaat
dari solusi tersebut. Kemudian siswa memilih beberapa orang yang
terpengaruh oleh masalah tersebut, untuk berbagai pengalamannya. Siswa
harus mewawancarai mereka. Ini bisa dilakukan secara pribadi, melibatkan
kegiatan diluar kelas, sebagai alternatif, orang-orang ini dapat diundang untuk
berpartisipasi dalam pelajaran atau wawancara dapat diselenggarakan melalui
platform daring.
b. Desain
Selama fase ini, siswa mengulas hasil wawancara yang diperoleh pada
langkah 1, dan mencari berbagai alternatif solusi. Salah satu cara yang dapat
ditempuh pada langkah ini memanfaatkan pulpen dan sticky-note warna-
warni, dan membiarkan mereka melakukan brainstorming solusi.
c. Membuat Prototype
Selanjutnya, tim melakukan diskusi untuk membahas ide-ide yang
berhasil dikumpulkan dan memilih satu prototype. Prototype yang dipilih ini
harus dapat menyelesaikan satu aspek dari masalah. Pada titik ini, siswa akan
fokus pada satu solusi yang ditawarkan untuk memecahkan aspek tertentu
dari masalah yang diberikan. Kemudian siswa memilih aspek masalah
berikutnya dan mendekatinya dengan cara yang sama secara berulang. Untuk
memvisualisasikan proses berpikir, disarankan untuk menggambar dalam
bentuk diagram atau grafik yang menunjukkan proses ini.
d. Mendapatkan umpan balik
Dalam tahap ini, tim mempresentasikan solusi mereka kepada pihak
eksternal atau tim-tim yang lain untuk mendapatkan umpan balik. Disarankan
untuk memiliki setidaknya dua pakar atau guru yang memiliki minat terhadap
masalah yang sedang dipecahkan.
e. Scale and spread
Selama tahap ini siswa bekerja dalam tim untuk menemukan solusi
terbaik dari umpan balik yang diterima dari tahap sebelumnya. Dalam proses
ini, bantuan guru dalam membimbing ide-ide siswa sangat diperlukan untuk
mempertajam hasil yang diperoleh. Jika tim tersebut menerima banyak

7

pandangan dari pakar atau guru, kelompok tersebut dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil, dengan masing-masing mengerjakan satu masalah.
Sub kelompok kemudian dapat berkumpul dan menyepakati hasil akhirnya
untuk presentasi.
f. Presentasi
Tim mempresentasikan solusi mereka untuk masalah yang
diselesaikannya. Sesi presentasi ini dapat menghadirkan para pemangku
kepentingan yang diwawancarai siswa selama tahap ini.

3. Ruang Kolaborasi
Sesuai dengan karakteristik Design Thinking yang empatik dan berpusat
pada pengguna, alangkah baik jika kita memulai mengenali Design Thinking
dengan mengalami sendiri prosesnya.

4. Demonstrasi Kontekstual
Setelah mengalami satu siklus Design Thinking, kini saatnya Anda
membagikan pengalaman dan hasil kerja kelompok Anda pada rekan -rekan
sekelas. Dalam presentasi, sampaikan hal-hal berikut:
Tunjukkan rancangan awal dan rancangan akhir kelompok Anda, dan
proses berubahnya rancangan tersebut. Setelah berbagi dan menyimak presentasi
kelompok lain, diskusikan pertanyaan- pertanyaan berikut:
Adakah benang merah dari pengalaman setiap kelompok? Apa saja?
Berdasarkan benang merah tersebut, kesimpulan apa yang dapat Anda
tarik mengenai Design Thinking sebagai metodologi?
Jika diterapkan dalam ranah pendidikan, bagaimana Design Thinking
dapat membantu menciptakan pembelajaran yang lebih berpusat pada peserta
didik?

5. Elaborasi Pemahaman

Gambar 2

8

Mari diskusikan bersama rekan kelompok Anda. Apa perbedaan dua ruang kelas
ini? Untuk mendapatkan gambaran tentang salah satu bentuk penggunaan
Design Thinking dalam aktivitas belajar, analisislah gambar diatas Bersama rekan
kelompok, identifikasi fase-fase Design Thinking di dalam gambar tersebut.

EMPATHIZE :
DEFINE :
IDEATE :
PROTOTYPE :
EVALUATE (TEST):

6. Koneksi Antara Materi
Setelah memahami konsep Design Thinking, coba temukan keterkaitan
antara Design Thinking, Social-Emotional Learning (SEL) serta Pemahaman
Siswa dan Pembelajarannya.


7. Tugas mandiri: personal essay
Sejauh ini Anda telah berkenalan dengan Design Thinking dalam dunia
pendidikan. Mari internalisasi pola pikir Design Thinking dengan menuliskan
keprihatinan pribadi Anda terkait dunia pendidikan. Tulisan Anda perlu
mencakup hal-hal berikut:
Apa yang Anda ketahui tentang peserta didik pada jenjang pendidikan yang
Anda ampu? Apa kekhawatiran/keprihatinan pribadi Anda terhadap mereka?
Hal apa tentang mereka yang belum Anda pahami dan ingin Anda ketahui?

B. Konsep Computational Thinking
Saat ini, kebutuhan akan Artificial Intelligence dan Big Data terus
meningkat, terutama untuk mengisi kebutuhan kerja. Kebutuhan lainnya yang
dihadapi saat ini adalah kebutuhan akan system thinking, karena semakin
meningkatnya kompleksitas dari persoalan. Salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan di atas adalah dengan memposisikan Computational Thinking (CT)
atau berfikir secara komputasi pada semua jenjang pendidikan, di semua bidang
mata pelajaran. Dengan bekal ini, kelak guru yang mengajar di berbagai bidang
dan di berbagai jenjang pendidikan, dapat mengajar dengan pembelajaran yang
berbasis pada CT.
Istilah Computational Thinking (CT) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1980 dan 1996 oleh Seymour Papert, kemudian Jeanette Wing
memperkenalkan kembali istilah berpikir komputasional dalam ilmu komputer

9

pada Maret 2006. Pada tahun 2011, Jeannette memperkenalkan definisi baru di
mana Computational Thinking adalah proses berpikir yang diperlukan untuk
merumuskan masalah dan solusi agar solusi tersebut dapat menjadi agen
pengolah informasi yang efektif dalam pemecahan masalah. Dua aspek dari
definisi ini adalah:
1. Pemikiran komputasional adalah proses berpikir yang tidak bergantung
pada teknologi.
2. Pemikiran komputasional adalah metode pemecahan masalah yang
dirancang untuk dipecahkan dan dilakukan oleh orang, komputer, atau
keduanya.
Computational Thinking (CT) adalah proses berpikir yang melibatkan proses
merumuskan masalah sehingga solusi mereka dapat direpresentasikan sebagai
langkah-langkah komputasi dan algoritma, yang sering mencakup dekomposisi
masalah dan penalaran abstrak. Karena teknologi komputasi menjadi bagian
yang lebih integral dari kehidupan dan tenaga kerja kita, penting bagi siswa
untuk mengembangkan keterampilan CT ini sejak dini dan dengan kesempatan
yang sama untuk mempersiapkan mereka untuk karir masa depan mereka.
Mengajar CT di kelas memiliki keuntungan untuk mencegah efek bias seleksi
hadir yang muncul pada program elektif setelah sekolah. Namun, ini menantang
guru secara efektif agar dapat memahami konsep CT, mengidentifikasi
komponen CT dalam pelajaran mereka, dan menumbuhkan pola pikir CT di
antara siswa mereka.
Computational Thinking (CT) didefinisikan sebagai landasan konseptual
diperlukan untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah dunia nyata
menggunakan metode algoritmik untuk mencapai solusi yang dapat ditransfer
dan diperlukan untuk berbagai konteks dan disiplin ilmu. CT dipahami untuk
membantu dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem
solving) dan meningkatkan kemampuan berpikir dan teknik untuk mengekstrak
pengetahuan yang tersembunyi dalam data. Banyak platform pembelajaran
berbasis komputer mendukung pengembangan keterampilan CT, tetapi terlepas
dari kontribusi platform ini, penelitian sejauh ini difokuskan terutama pada
pendekatan kualitatif dan volume data yang terbatas (Israel-Fishelson et al., 2020)
Computational Thinking (CT) merupakan merupakan suatu kemampuan
berpikir secara efektif dalam memformulasikan permasalahan dan menemukan
solusinya (Research Notebook: Computational Thinking--What and Why? | Carnegie
Mellon School of Computer Science, n.d.). Berpikir komputasional pada prosesnya
dapat melibatkan aspek pemikiran yang juga mengacu pada metodenya, yakni

10

berpikir logis, berpikir algoritmis, efisiensi, dan berpikir inovatif dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Berpikir Logis
Bagian paling penting dari berpikir komputasional tampaknya adalah
berpikir logis. Berpikir logis dalam hal ini mengarah pada kesimpulan atau
proses menebak berdasarkan informasi yang dimiliki. Aspek logisnya
adalah dalam membentuk kesimpulan -kesimpulan yang nyata, tidak
memperoleh asumsi-asumsi yang tepat secara kebetulan saja.
2. Berpikir Algoritmik
Di ilmu komputer, algoritma berperan dalam pemecahan masalah, terutama
yang terjadi secara berulang. Oleh karena itu, berpikir algoritmik dapat
meningkatkan efisiensi saat memecahkan masalah yang serupa. Berpikir
algoritmik juga berarti berpikir strategis atau proses langkah demi langkah.
3. Efisiensi
Efisiensi dalam ilmu komputer adalah meminimalkan sumber yang
diperlukan oleh suatu algoritma untuk menyelesaikan masalah. Ada dua
sumber yang signifikan dalam menyelesaikan masalah, yaitu waktu dan
kapasitas memori yang diperlukan. Dengan begitu, memecahkan suatu
masalah dengan berpikir komputasional saat menciptakan algoritma harus
didesain dengan baik yang mana menggunakan langkah-langkah yang
paling sedikit untuk menyelesaikan masalah.
4. Berpikir Inovatif
Inovatif berarti bersifat pembaruan. Setiap masalah yang dihadapi akan
melatih kemampuan berpikir seseorang untuk mencari celah dari hal-hal
yang sudah ada. Akhirnya, seseorang mampu menemukan hal baru atau
dapat berpikir dari sudut pandang lainnya (out of the box).
Jadi, Computational Thinking merupakan keterampilan dasar yang harus
dimiliki tiap individu di era digital dimana keterkaitannya sebagai pendekatan
dalam memecahkan masalah. Jika seseorang memiliki kemampuan memecahkan
masalah dari yang sederhana hingga kompleks dengan langkah yang sistematis
dan mutakhir, ia tergolong sebagai individu yang mampu bersaing dan memiliki
kecakapan hidup.

D. Desain Pembelajaran Berbasis Teknik Computational Thinking
Perkembangan dunia melalui Industri 4.0, VUCA, dan Society 5.0
berdampak pada berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang
pendidikan. Salah satunya adalah perubahan pada lingkungan pembelajaran
yang berubah menjadi lingkungan digital yang menggunakan Internet of Things
(IoT), Artificial Intelligence (AI), big data, dan lain-lain. Hal ini membuat
informasi menjadi lebih mudah untuk diperoleh oleh siswa. Proses pembelajaran

11

menjadi lebih berpusat pada siswa, karena guru tidak lagi menjadi sumber
informasi utama. Peran guru adalah sebagai fasilitator dalam proses belajar siswa.
CT saat ini sudah menjadi literasi dan menjadi bagian Kurikulum Merdeka.
Karena itu, Guru harus mampu mengimplementasikan CT ke dalam mata
pelajaran yang diajarkan, dengan harapan siswa terbiasa menghadapi
permasalahan dan menyelesaikan persoalan dengan me nggunakan CT.
Mengimplementasikan CT ke dalam mata pelajaran bukan berarti menjabarkan
fondasi CT pada mata pelajaran tersebut, tetapi menularkan cara berpikir CT
melalui cara guru memecahkan persoalan.
Karena sudah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka
bentuk pembelajaran yang sifatnya hanya ceramah, di mana siswa hanya sekedar
menjadi pendengar, sudah tidaklah relevan. Bentuk pembelajaran yang cocok
untuk era ini adalah bentuk pembelajaran seperti problem-based atau project-
based learning. Karena CT adalah proses berpikir, maka CT akan sangat cocok
untuk diintegrasikan kedua bentuk pembelajaran ini. Penerapan computational
thinking dalam proses pembelajaran sebagai problem solving dilakukan dengan
menggunakan 4 tahapan yaitu sebagai berikut (Anderson, 2016):
1. Decomposition, Dekomposisi adalah menguraikan masalah ke dalam
bagian-bagian yang lebih mudah diselesaikan.
2. Pattern recognition, menemukan pola yang terbentuk dalam suatu
permasalahan sebagai bagian dari upaya menemukan solusi dari
permasalahan yang lain secara efisien.
3. Abstraction, Abstraksi adalah proses eliminasi bagian-bagian yang tidak
relevan dari suatu persoalan. Dengan abstraksi, dapat dibuat suatu
blueprint penyelesaian persoalan yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan sejenis.
4. Algorithm, Algoritma melakukan serangkaian tindakan sistematis untuk
memperoleh solusi permasalahan.

Gambar 2. Dimensi Computational Thinking

12


Empat tahap CT diatas tidak harus dilakukan secara keseluruhan, bisa
menggunakan salah satu tahap untuk memecahkan masalah dalam sebuah soal
sesuai kebutuhan proses.
Penerapan computational thinking dalam pembelajaran adalah
pendekatan yang mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan
berpikir yang serupa dengan cara komputer memproses informasi. Ini melibatkan
pemecahan masalah, analisis data, pemodelan, abstraksi, dan pemahaman
algoritma. Penerapan computational thinking dalam pembelajaran dapat
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis, pemecahan
masalah, dan kreativitas yang dapat digunakan dalam berbagai konteks. Berikut
detail penerapan computational thinking dalam pembelajaran:
1. Dekomposisi (Decomposition):
● Penjelasan: Dekomposisi adalah proses memecah masalah yang
kompleks menjadi masalah yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola.
Ini memungkinkan seseorang untuk fokus pada setiap bagian masalah
secara terpisah.
● Contoh dalam Pembelajaran: Ketika mengajarkan matematika,
misalnya, dekomposisi dapat digunakan untuk memecahkan masalah
matematika yang kompleks menjadi serangkaian langkah-langkah
sederhana yang lebih mudah dimengerti.
2. Algoritma (Algorithm):
● Penjelasan: Algoritma adalah langkah-langkah atau instruksi yang
terstruktur untuk menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Algoritma
adalah panduan yang sangat spesifik untuk mencapai suatu tujuan.
● Contoh dalam Pembelajaran: Siswa dapat belajar membuat algoritma
untuk menyelesaikan tugas sehari-hari, seperti merancang algoritma
untuk membuat secangkir teh atau algoritma untuk mengikuti rute
menuju sekolah, dll.
3. Abstraksi (Abstraction):
● Penjelasan: Abstraksi melibatkan penyederhanaan suatu konsep atau
masalah dengan cara mengabaikan detail yang tidak relevan. Ini
memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang inti dari masalah
tersebut.
● Contoh dalam Pembelajaran: Dalam mempelajari Sejarah Islam,
abstraksi dapat digunakan untuk mengekstraksi pola-pola perubahan
sosial, perkembangan agama, dan dampak historis penting, daripada
mengingat setiap detail tanggal dan peristiwa.

13

4. Mencari Pola (Pattern Recognation):
● Penjelasan: Pola melibatkan mengidentifikasi pola-pola yang berulang
dalam data atau masalah. Ini membantu dalam pengambilan keputusan
dan meramalkan hasil berdasarkan pengalaman sebelumnya.
● Contoh dalam Pembelajaran : Saat mempelajari matematika,
pengenalan pola dapat membantu siswa dalam mengidentifikasi aturan
dalam deret angka atau mengenali hubungan antara berbagai bentuk
geometri.

Penerapan computational thinking dalam pembelajaran tidak hanya
relevan untuk mata pelajaran komputer atau teknologi, tetapi juga dapat
digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, seperti matematika, ilmu sosial, ilmu
agama, ilmu Bahasa, ilmu alam, dan seni. Ini membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
karier mereka di masa depan, cara penerapan CT dalam pembelajaran bisa
dilakukan dengan Langkah-langkah berikut:
1. Mulailah dari yang sederhana: Jangan mencoba untuk mengajarkan semua
konsep CT sekaligus. Mulailah dengan konsep-konsep dasar dan tingkatkan
kompleksitasnya seiring kemajuan siswa.
2. Hubungkan CT dengan kehidupan sehari-hari: Berikan contoh-contoh nyata
dari bagaimana CT digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan
membantu siswa memahami pentingnya CT.
3. Gunakan berbagai metode pembelajaran: Gunakan berbagai metode
pembelajaran untuk membuat pembelajaran CT lebih menarik dan
bermakna contohnya dengan menggunakan PjBL dan PBL.
4. Dukung siswa: Berikan dukungan kepada siswa saat mereka belajar CT. Ini
dapat dilakukan dengan memberikan umpan balik, bantuan, dan sumber
daya.

Dengan CT, Guru akan terbiasa berpikir sistematis dan menemukan solusi
yang efektif, efisien, dan optimal saat menghadapi persoalan sederhana maupun
kompleks. Kemampuan memecahkan persoalan adalah kemampuan yang sangat
dibutuhkan. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhadapan dengan
persoalan dan perlu memutuskan solusi yang akan diambil dari berbagai solusi
yang mungkin ada. Desain pembelajaran dengan menerapkan metode
Computational Thinking mengajak anak untuk mempertanyakan:
1. Apakah masalah ini dapat diselesaikan lebih baik atau lebih mudah
diselesaikan dengan bantuan komputer atau oleh manusia?
2. Apakah ada pola tertentu yang membentuk persoalan ini serupa dengan
persoalan lain yang sudah pernah dipecahkan sebelumnya?

14

3. Bagaimana data dapat diorganisir untuk memecahkan masalah?
4. Bagaimana saya dapat membuat solusi umum yang bisa berlaku di berbagai
masukan?
5. Apa langkah-langkah sistematis yang dapat saya artikulasi untuk
memecahkan persoalan tersebut?
6. Strategi komputasi apa yang mungkin dapat digunakan?
7. Apa batasan, resiko kendala yang berkaitan dengan pemecahan masalah
tersebut?

Dengan menggunakan CT dalam memecahkan masalah (problem solving)
pada setiap mata pelajaran maka akan tumbuh pada peserta didik sikap-sikap
berikut:
1. Menghadapi Keraguan dengan Percaya Diri
Ketika menyelesaikan masalah, pasti akan ada masa seseorang menjadi
ragu. Menyikapi keraguan dengan percaya diri adalah hal yang tepat.
Penyebabnya, percaya diri akan mencegah munculnya rasa
ketidakmampuan atau keengganan. Perasaan tersebut dapat
menumbuhkan kesadaran bahwa untuk bertumbuh harus berani
mengambil risiko yang ada.
2. Tangguh
Bagaimanapun, suatu masalah akan terus muncul. Pengulangan langkah
dan eksperimen yang terus dilakukan dalam menghadapi masalah
membuat seseorang yang memiliki keterampilan berpikir menjadi lebih
tangguh.
3. Mampu Bekerja Sama
Penyelesaian masalah biasanya juga dilakukan secara berkelompok. Pada
prosesnya, mampu bekerja sama dan berdiskusi penting dilakukan agar
dapat tercipta solusi yang tepat. Terlebih lagi pada masa kini,
berkembangnya teknologi memungkinkan kita untuk bertemu dengan
banyak orang yang dengan berbagai latar belakang. Diharapkan juga sikap
kerja sama tidak hanya dilakukan dengan manusia, tetapi juga program atau
teknologi yang ada.
4. Aktif Mencari Tahu
Makin kompleks masalah yang dihadapi, makin membutuhkan banyak
informasi maupun sumber daya untuk mengatasinya. Sikap aktif mencari
tahu akan muncul demi memperoleh solusi yang tepat dalam metode
memecahkan masalah dengan pendekatan cara berpikir ini.

15

5. Tidak Pernah Berhenti Belajar
Menemui banyak permasalahan akan membuat seseorang untuk terus
meningkatkan kemampuannya dengan tidak berhenti belajar agar mampu
menentukan solusi yang tepat.

Berikut disampaikan contoh desain implementasi CT dalam pembelajaran,
contoh ini bukanlah contoh mutlak tetapi guru bisa mengembangkan soal
berbasis dimensi CT sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.

Contoh Soal 1
Bidang ilmu soal : Implementasi CT untuk problem solving Mapel PAI / Al-Qur’an
Hadits
Tipe pertanyaan : Problem solving, reflektif
Bentuk soal : Pilihan Ganda
Referensi : Bebras Indonesia, Bahan Belajar Computational Thinking 2018


-Kunci jawaban: b
-Fondasi CT yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah Pattern
Recognition
- Pattern Recognition / mencari pola, biasanya di dalam sebuah masalah terdapat pola pola
tertentu untuk memecahkannya disitu kita dituntut mengetahui sendiri bagaimana pola
tersebut

16



Contoh Soal 2
Bidang ilmu soal : Implementasi CT untuk problem solving Mapel Bahasa Arab
Tipe pertanyaan : Problem solving, reflektif
Bentuk soal : Pilihan Ganda
Referensi : Bebras Indonesia, Bahan Belajar Computational Thinking 2019

-Kunci jawaban: C
-Fondasi CT yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah Algoritma
Algoritma berarti mengembangkan petunjuk pemecahan masalah yang sama secara
step-by-step, langkah demi langkah, tahapan demi tahapan sehingga orang lain dapat
menggunakan langkah/informasi tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang
sama.

17




Contoh Soal 3
Bidang ilmu soal : Implementasi CT untuk GKRA (mengenal warna dan angka)
Tipe pertanyaan : Problem solving, reflektif
Bentuk soal : Pilihan Ganda
Referensi : Bebras Indonesia, Bahan Belajar Computational Thinking 2018

-Kunci jawaban: C
-Fondasi CT yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah Pattern
Recognition
- Pattern Recognition / mencari pola, biasanya di dalam sebuah masalah terdapat pola
pola tertentu untuk memecahkannya disitu kita dituntut mengetahui sendiri
bagaimana pola tersebut

18


Contoh Soal 4

Bidang ilmu soal : Implementasi CT untuk Mapel Matematika
Tipe pertanyaan : Problem solving, reflektif
Bentuk soal : Pilihan Ganda
Referensi : Bebras Indonesia, Bahan Belajar Computational Thinking
2017

Kunci Jawaban: D
-Fondasi CT yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah Algorithm
- Algoritma mengembangkan petunjuk pemecahan masalah yang sama secara
step-by-step, langkah demi langkah, tahapan demi tahapan sehingga orang lain
dapat menggunakan langkah/informasi tersebut untuk menyelesaikan
permasalahan yang sama.

Detail pembahasan:
Ada 64 apel di setiap kardus (8 kantong, 8 apel di setiap kantong). Berang-berang
memetik 275 apel yang memerlukan 4 kardus (275/64=4.296875). 4 kardus
tersebut diisi oleh total 64*4=256 apel.
Karena setiap kantong bisa diisi oleh 8 apel, sisa 275-256=19 apel bisa dimasukkan
ke 2 kantong (19/8=2.375). 2 kantong ini berisi 16 apel, jadi sisanya adalah 3 apel.

Untuk menganalisis pilihan jawaban yang lain:
Jawaban a) jumlah total apel adalah 4*64 + 1*8 +6 = 270 apel.
Jawaban b) jumlah total apel adalah 3*64 +5*8 +1 = 233 apel.
Jawaban c) jumlah total apel adalah 3*64 +7*8 +7 = 255 apel.

19






Sekarwulan, Kandi. (2022). Design Thinking Mata Kuliah Pilihan Pendidikan Profesi
Guru Prajabatan Tahun 2022; Direktorat Pendidikan Profesi Guru, Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan , Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Ray, B. (2020). Design Thinking: Lessons for the Classroom. Edutopia.
Azhari, Imam. Penerapan Design Thinking dalam Pendidikan dan Tantangannya.
Program Studi Sistem Informasi Fakultas Sains dan teknologi Terapan
Universitas Ahmad Dahlan
Brown, T. (2008). Design Thinking , Harvard Business Review, 6, 84-92
Kelley, D., Kelley, T. (2022). Creative Confidence: Unleashing the Creative Potential
Within Us All. IDEO.
Pratiwi, Fina Maulidya. Jurnal: Pentingnya Pembelajaran Berbasis Design Thinking
Pada Anak Usia Remaja
Yadav, A., Gretter, S., Good, J., & McLean, T. (2017). Computational Thinking in
Teacher Education. Emerging Research, Practice, and Policy on
Computational Thinking, 205–220. https://doi.org/10.1007/978-3-319-52691-
1_13
M. Salehudin, Yunita Noor Azizah, Anwaril Hamidy, Fathur Rahman. (2022)
Learning ICT With Computational Thinking Approach To Improve Problem Solving
Ability In Junior High School Students. Presented on International Conference
and Technology Informatics 2022
Peters-Burton, E. E., Cleary, T. J., & Kitsantas, A. (2018). Computational Thinking in
the Context of Science and Engineering Practices: A Self-Regulated Learning
Approach. Digital Technologies: Sustainable Innovations for Improving
Teaching and Learning, 223–240. https://doi.org/10.1007/978-3-319-73417-
0_13
Wing, J. M. (2006). Computational thinking. Communications of the ACM, 49(3), 33–
35. https://doi.org/10.1145/1118178.1118215
Modul Mata Kuliah Pilihan Computational Thinking, PPG Prajabatan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Bahan Pelatihan Computational Thinking, Bebras Indonesia Biro UIN Sultan Aji
Muhammad Idris Samarinda
https://latihanbebras.ipb.ac.id.
https://bebras.or.id
Buku Latihan CT (termasuk kunci jawaban): http://bebras.or.id/v3/pembahasan-
soal/
Referensi
Tags