Klp 1 Fisiologi reproduksi.pptx universitas andalas bio s2

WahyuDwisaputra9 1 views 43 slides Oct 28, 2025
Slide 1
Slide 1 of 43
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43

About This Presentation

fisiologi reproduksi universitas andalas


Slide Content

Fisiologi Reproduksi Tumbuhan Yona Afriani (1810422015) Iga Permata Hany (1810422011) Dosen : Dr. Zozy Aneloi Noli

Karakteristik Reproduksi Tumbuhan

THALLOPHYTA (Tak berpembuluh) Thallophyta (tumbuhan talus) adalah tumbuhan yang belum dapat dibedakan akar, batang dan daun sehingga dikatakan dengan tumbuhan talus. Tubuh yang berupa talus itu mempunyai struktur dan bentuk dengan variasi yang sangat besar, dari yang terdiri atas satu sel berbentuk bulat sampai yang terdiri atas banyak sel dengan bentuk yang kadang-kadang telah mirip dengan kormusnya tumbuhan tingkat tinggi. Contoh tumbuhan Thallopyta adalah Alga.

Alga/Ganggang Karakteristik A. Sruktur Tubuh Sel Alga (Ganggang) Bentuk tubuh ada yang bulat, filament, lembaran, dan ada yang menyerupai tumbuhan tinggi, misalnya bryopsis. Sel Sel-sel ganggang hijau mempunyai khloroplas yang berwarna hijau, dan mengandung khlorofil a dan b serta karetinoid. Pada chloroplas terdapat perenoid. Hasil asimilasi berupa tepung dan lemak, terdiri dari sel-sel yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang, hidupnya ada yang diair tawar, air laut dan juga pada tanah yang lembab atau yang basah.

B. Reproduksi Alga Reproduksi alga akan menghasilkan dua sel anakan yang masingmasing akan menjadi individu baru, terjadi pada ganggang bersel tunggal. Sedangkan ganggang yang membentuk koloni tanpa filament, taupun koloni yang berupa filament, reproduksi melalui fragmentasi. Fragmentasia dalah terpecah – pecahnya koloni menjadi beberapa bagian . Perkembangbiakan alga ada dua macam yaitu secara aseksual dan seksul. Secara aseksual terjadi pada alga hijau dan alga pirang dimana perkembangbiakan dilakukan dengan cara membentuk zoospora yang dilengkapi flagel berambut. Sedangkan perkembangbiakan alga hijau adalah anisogami dimana gamet jantan selalu bergerak mendekati gamet betina dengan cara kemotaksis. Perkembangbiakan seksual pada alga pirang dengan isogami dan anisogami

Reproduksi Seksual dan Aseksual pada Alga

Jenis-jenis Alga Chlorophyta Reproduksi mempunyai stadia berbuluk cambuk, seksual dan aseksual. Mengandung khlorofil a dan b, beta, gamma karoten dan santhofil. Berwarna hijau Persediaan (cadangan) makanan berupa kanji dan lemak. Dalam dinding selnya terdapat selulosa, sylan dan mannan . Phaeophyta Hidup di pantai, warna coklat karena adanya pigmen fikosantin (coklat), klorofil a, klorofil b dan xantofil. Tubuh berbentuk seperti benang atau lembaran yang dapat mencapai puluhan meter. Reproduksi vegetatif dengan fragmentasi, sedangkan generatif dengan isogami dan oogami

Rhodophyta Dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia gamet berbulu cambuk Reproduksi seksual denga karpogonia dan spermatia Pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel diujung thallus) dan multikasial (banyak sel diujung thallus). Alat perekat (Holdfast) terdiri dari perakan sel tunggal atau sel banyak. Memilki persediaan makanan berupa kanji (Floridean starch). Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carragean, porpiran dan fulselaran Chrysophyta Ganggang keemasan hidup secara fotoautotrof, artinya dapat mensintesis makanan sendiri dengan memiliki klorofil untuk berfotosintesis . Reproduksi aseksual dengan membentuk auksospora dan pembelahan diri, sedangkan reproduksi seksual dengan oogami Cyanophyta Bersel tunggal (Uniseluler), ada pula yang berkoloni. Memiliki klorofil, karotenoid serta pigmen fikobilin yang terdiri dari fikosianin dan fikoeritrin. Dinding sel mengandung peptida, hemiselulosa dan selulose, kadang-kadang berlendir.

Lumut (Bryophyta) Karakteristik: T erdapat Gametangia (alat-alat kelamin) yaitu : Alat kelamin jantan disebut Anteridium yang menghasilkan Spermtozoid. Alat kelamin betina disebut Arkegonium yang menghasilkan ovum Jika kedua gametangia terdapat dalam satu individu disebut berumah satu (Monoesius). Jika terpisah pada dua individu disebut berumah dua (Dioesius). Gerakan spermatozoid ke arah ovum berupakan Gerak Kemotaksis, karena adanya rangsangan zat kimia berupa lendir yang dihasilkna oleh sel telur. Sporogonium adalah badan penghasil spora, dengan bagian bagian :– Vaginula (kaki) – Seta (tangkai) – Apofisis (ujung seta yang melebar) – Kotak Spora : Kaliptra (tudung) dan Kolumela (jaringan dalam kotak spora yang tidak ikut membentuk spora). Spora lumut bersifat haploid Jenis-jenis lumut: Chlorophyta Anthocerophyta Marchantiophyta Bryophyta

CORMOPHYTA (Berpembuluh) Merupakan kelompok tumbuhan yang dengan nyata meperlihatkan perbedaan antara akar (radix), batang (caulis), dan daun (folium). C ontonya : pada tumbuhan paku (pteridophyta ) tumbuhan biji (spermatophyta ).

Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Merupakan golongan tumbuhan yang telah berkosmus (mempunyai akar , batang dan daun). Karakteristik Paku: Memiliki 4 struktur penting,yaitu lapisan pelindung sel (jaket steril)yang terdapat disekeliling organ reproduksi, embrio multiseluler yang terdapat dalam arkegonium , kutikula pada bagian luar , sistem transport internal yang mengangkut air dan zat makanan dari dalam tanah. Sistem transport ini sama baiknya seperti pengorganisasian transport air dan zat makanan pada tumbuhan tingkat tinggi. Struktur Paku

Ditinjau dari fungsinya , daun tumbuhan paku dibedakan atas : Tropofil Merupakan daun yang khusus untuk fotosintesis. Sporofil Daun ini berfungsi untuk menghasilkan spora. Tetapi daun ini juga dapat melakukan fotosintesis, sehingga disebut pula sebagai troposporofil.

Ditinjau dari macam spora yang dihasilkan , tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi tiga golongan seperti berikut ini . Paku Homospora ( isospora ). Menghasilkan satu jenis spora , misalnya Lycopodium (paku kawat) Paku Heterospora . Menghasilkan dua jenis spora yang berlainan; yaitu mikrospora berkelamin jantan dan makrospora (mega spora) berkelamin betina, misalnya : Marsilea (semanggi), Selaginella (paku rane). Paku Peralihan . Paku ini merupakan peralihan antara homospora dengan heterospora, yaitu paku yang menghasilkan spora yang bentuk dan ukurannya sama tetapi berbeda jenis kelaminnya, satu berjenis kelamin jantan dan lainnya berjenis kelamin betina, misalnya Equisetum debile (paku ekor kuda ) Dibagi menjadi 4 subdivisi, yaitu: Psilophyta Lycophyta Sphenophyta Pterophyta

Reproduksi Paku Reproduksi tumbuhan ini dapat secara aseksual (vegetative), yakni dengan stolon yang menghasilkan gemma (tunas).Gemma adalah anakan pada tulang daun atau kaki daun yang mengandung spora. Reproduksi secara seksual (generative)melalui pembentukan sel kelamin jantan dan betina oleh alat – alat kelamin (gametogonium). Gametogonium jantan (anteredium) menghasilkan spermatozoid dan gametogonium betina menghasilkan sel telur (ovum ). S epertihalnya tumbuhan lumut , tumbuhan paku mengalami metagenesis (pergiliran keturunan).

Tumbuhan Biji (Spermatophyta) Tumbuhan biji terbuka adalah tumbuhan yang bijinya tidak ditutup oleh bakal buah. A. Tumbuhan biji terbuka Karakteristik : Pada umumnya perdu atau pohon, tidak ada yang berupa herba Batang dan akar berkambium sehingga dapat tumbuh membesar Bentuk perakaran tunggang Daun sempit, tebal dan kaku Tulang daun tidak beraneka ragam Tidak memiliki bunga sejati Alat perkembangbiakannya berbentuk kerucut yang disebut strobilus atau runjung. Alat kelamin terpisah, serbuk sari terdapat dalam strobilus jantan dan sel telur terdapat dalam strobilus betina . Macam – macam tumbuhan biji terbuka: Cycadales Ginkgoales Coniferales Gnetales

B. Tumbuhan Biji Tertutup (Angiospermae ) Karakteristik : Hidup sebagai pohon, perdu, semak, merambat atau herba/terna Daun pipih dan lebar dengan susunan tulang daun menyirip, menjari, melengkung atau sejajar Memiliki bunga sejati dengan perhiasan bunga berupa kelopak dan mahkota bunga dan alat perkembangbiakannya berupa putik dan benang sari Tumbuhan biji dibagi menjadi dua kelas berdasarkan jumlah keping bijinya, yaitu: Tumbuhan berkeping biji satu (Monocotyledonae) Tumbuhan berkeping biji dua (Dicotyledonae)

Tumbuhan Berkeping Biji Satu / Monokotil (Monocotyledonae ) memiliki satu daun lembaga (satu kotiledon) umumnya berupa herba atau terma, namun ada yang berupa pohon batang bagian atas tidak bercabang atau bercabang sedikit, ruas-ruas batang terlihat jelas daun biasanya berpelepah, berupa daun tunggal memiliki daun sejajar atau melengkung jaringan berpembuluh xylem dan floem tersebar dan tidak berkambium mahkota bunganya memiliki bagian-bagian dengan kelipatan tiga, bentuk tidak beraturan dan warna tidak mencolok m emiliki system akar serabut Suku-suku berikut jenis-jenis tumbuhan monokotil diantaranya: Suku rumput-rumputan (Graminae), misalnya: padi, jagung, bambu, rumput, tebu, gandum Suku pinang-pinangan (Palmae), misalnya: kelapa, rotan, kelapa sawit, aren, salak Suku jahe-jahean (Zingiberaceae), misalnya: kunyit, jahe, lengkuas Suku nanas- nanasan ( Bromeliaceae ), misalnya : nanas Suku pisang-pisangan (Musaseae), misalnya: pisang ambon, pisang kipas, pisang hias Suku anggrek-anggrekan (Orcidaceae), misalnya: anggrek bulan, anggrek macan, anggrek yang tumbuh di hutan papua

Tumbuhan Berkeping Biji Dua / Dikotil (Dicotyledonae ) Karakteristik: memiliki dua daun lembaga (dua kotiledon) batang pada umumya bercabang tulang daun menjari atau menyirip jaringan pembuluh xylem dan floem pada batang terusun dalam lingkaran dan memiliki cambium, sehingga akar dan batang dapat tumbuh membesar Bunga memiliki bagian-bagian dengan kelipatan 4 atau 5, bentuk beraturan dengan warna mencolok Memiliki system akar tunggang Suku-suku berikut jenis-jenis tumbuhan dikotil diantaranya : Suku getah-getahan (Euhorbiaceae), misalnya: singkong, jarak, karet, puring Suku polong-polongan (Leguminosae), misalnya: putri malu, petai, flamboyan, kembang merak, kacang kedelai, kacang tanah Suku terung-terungan (Solanaceae), misalnya: kentang, terong, tomat, cabai, kecubung Suku jeruk-jerukan (Rutaceae), misalnya: jeruk manis, jeruk bali Suku kapas-kapasan (Malvaceae), misalnya: kembang sepatu Suku jambu-jambuan (Mirtaceae), misalnya: cengkih, jambu biji, jambu air, jambu monyet, jamblang Suku komposit (Compositae), misalnya: bunga matahari, bunga dahlia, bunga krisan

Fase Reproduksi Reproduksi generatif/ seksual Reproduksi vegetatif/ aseksual

Reproduksi Generatif Reproduksi generatif sangat penting untuk memastikan variasi dan kelangsungan organisme. Pada tumbuhan berbunga, proses reproduksi dicapai dalam empat fase utama. Fase pertama meliputi perkembangan dan organisasi bunga F ase kedua memastikan penyerbukan F ase ketiga meliputi peristiwa yang mengarah pada pembuahan dan pembentukan benih F ase keempat ditentukan oleh penyebaran benih dan perekrutannya dalam populasi.

Fenologi Berbunga Pembunggaan merupakan peristiwa penting dalam sejarah kehidupan tanaman, dipengaruhi oleh faktor: Lingkungan: Fotoperiode Urutan penampilan daun sebelum atau sesudah berbunga dapat mempengaruhi cara di mana bunga disajikan untuk meningkatkan visibilitas dan aksesibilitas . Sinkroni pembungaan di antara tanaman dalam suatu populasi V ariasi genetik yang melekat di antara individu-individu dalam suatu populasi

Bagian bunga Gambar 1. Bagian bunga

Gambar 2. Stigma basah Gambar 3. Stigma kering Bagian Pistil Stigma Stilus Ovari

( a) Bagian memanjang dari stilus padat dengan untaian jaringan transmisi yang berkesinambungan. (b, c) Potongan melintang dan membujur dari suatu bagian dari jaringan transmisi untuk menunjukkan ruang antar sel masif yang diisi dengan matriks ekstraseluler. Sel-sel memanjang terhubung melalui plasmodesmata di dinding melintang tetapi tidak di sepanjang dinding memanjang. Tabung serbuk sari (ditunjukkan dalam warna merah) jelas dalam matriks ekstraseluler. (d) Penampang memanjang dari stilus berongga dengan saluran stilar yang menerus. (e, f) Bagian melintang dari stilus menunjukkan lapisan sel saluran. Pada E, kutikula yang berbatasan dengan kanalis stilaris terganggu, dan kanalis diisi dengan matriks ekstraseluler. Pada F, kutikula tetap utuh, dan matriks terakumulasi antara sel saluran dan kutikula. Tabung serbuk sari direpresentasikan sebagai bercak merah.

Gambar 4. Ovule dan EmbrioSac

Polinasi Merupakan tahapan yang sebagian besar dipengaruhi beberapa faktor Salah satu polinasi yang sering terjadi adalah Entomophily: Peyerbukan dibantu serangga. Cth: Lebah Efisiensi penyerbukan dipengaruhi oleh kualitas , kuantitas, dan lokasi bunga ; dan isyarat ketertarikan (visual serta penciuman ) Seleksi yang dimediasi penyerbuk didorong melalui mosaik geografis lanskap penyerbukan, yang membentang di seluruh rentang distribusi suatu spesies Transisi dalam sifat-sifat reproduksi (misalnya warna bunga, sindrom penyerbukan, mode penyerbukan biotik dan abiotik, ketidakcocokan diri dan sistem seksual) disertai dengan modifikasi dalam sistem genetik

Karakteristik bunga berdasarkan jenis penyerbukannya 1. Penyerbukan oleh angin (Anemofili) Bunganya kecil, tanpa warna, nektar, dan aroma. Bunga menghasilkan sejumlah besar serbuk sari untuk memungkinkan pemborosan ketika serbuk sari dibawa oleh angin ke bunga lain. Butir serbuk sari kecil, ringan dan terkadang dilengkapi dengan 'Sayap'. Stigma relatif besar, menonjol dan terkadang berbulu, hingga menjebak serbuk sari dari angin misalnya rumput dan beberapa kaktus.

a. Bunga dari tanaman tersebut menarik hewan dengan warna cerah, ukuran, dan aroma untuk menarik perhatian. Contoh burung matahari, menyerbuki bunga Canna, dan gladioli, dan Tupai membantu menyerbuki bunga dari pohon kapas sutra. 2. Penyerbukan oleh Hewan (Zoophily) (Zoon : hewan) 1. Bungan biasana besar, berwarna dan mencolok untuk menarik serangga 2. Beberapa bungan mengeluarkan nektar 3. Penyerbukan oleh serangga (Entomophily )

4. Penyerbukan oleh Air ( Hydrophily ) Ini terjadi pada tanaman air. (i) Butir polen diproduksi dalam jumlah besar. (ii) Butir serbuk sari mengapung di permukaan air sampai mendarat di kepala putik betina bunga misalnya Hydrilla, Vallisnaria

Pembentukan biji melalui reproduksi a seksual a tau b iji b erkembang d alam o vari d ari e mbrio t anpa   melalui p enyatuan i nti s perma d engan s el t elur . Apomiksis m rpk suatu b entuk p elarian t anaman d ari s terilitas u ntuk m empertahankan p opulasi   sehingga t dk p unah . 1. Apomiksis Reproduksi Vegetatif

Apomiksis terbagi 2 Apomiksis   obligat;  Reproduksi tumbuhan semata-mata melalui pembentukan biji apomik (aseksual saja ). Apomiksis   fakultatif;  Disamping reproduksinya melalui pembentukan biji apomik juga dapat melalui pembentukan biji hasil fertilisasi. Dipengaruhi oleh faktor lingkungan misalnya Fotoperiod (panjang pencahayaan).

MEKANISME APOMIKSIS Embrio d an e ndosperm b erkembang dari k antung e mbrio yang tidak tereduksi dari Sel-sel Sel i nduk m egaspora tidak sempurna m embelah membentuk tetrad m egaspora linier Selama tahap ini, s atu a tau beberapa s el s omatis dalam ovul d an Intinya mulai membesar seperti sel i nduk megaspora Megaspora atau k antung e mbrio s eksual m uda a khirnya g ugur d an d igantikan o leh k antung apospori Inti pada beberapa sel a pospori m engalami s atu Atau lebih p embelahan m itosisi d an s el tersebut membesar Pada tahap k antung e mbrio m atang , ovul m emiliki 1 atau beberapa s el a pospori yang membesar Katung e mbrio m irip dengan kantung e mbrio s eksual , tetapi tidak memiliki antipodal Umumnya t erjadi pada rumput-rumputan APOSPORI

Embrio d an e ndosperm b erkembang dari kantung e mbrio yang tidak tereduksi d ihasilkan dari s el Induk Megaspora Sel i nduk megaspora B berdiferensiasi seperti pada ovul s eksual tetapi Intinya tidak m engalami meiosis Inti m embelah secara m itosis d an s el m embesar t anpa membelah Setelah pembelahan i nti p ertama , Inti bermigrasi k e kutub s el berlawanan, seperti tahap binukleat dari k antung e mbrio seksual Umumnya terjadi pada Spesies “Crop” DIPLOSPORI Embrio b erkembang dari kantung e mbrio dalam sel-sel s omatis dari ovul , Integumen, Atau dari ovari Inisiasinya sebagai s truktur seperti tunas Tidak a da k antung e mbrio yang d itemukan , pada tahap a wal p erkembangan s truktur e mbrio m enyerupai tunas a tau m enyerupai t ahap g lobular pada proembrio yang sedang berkembang Embrio adventif merupakan mekanisme dari a pomiksis Pd  Citrus EMBRIO ADVENTIF

Pembentukan buah tanpa melalui fertilisasi. Ovari berkembang menjadi buah  tanpa diikuti oleh perkembangan ovul (Bakal Biji ) menjadi biji PARTENOKARPI Faktor Pemicu Partenokarpi Hormon tumbuh Perkembangan ovari m enjadi b uah t anpa m elalui f ertilisasi d iindukasi o leh h ormon tumbuh. a uksin d an g ibberalin e ndogen d alam j aringan o vari m emicu p erkembangan d an p embentukan buah. Konsentrasi h ormon tumbuh tersebut menentukan ukuran b uah (Ukuran Sel & Volume Sel) dan b erat b uah (Berat Bsah & Berat Kering ) Embrio partenokarpi berkembang langsung dari inti yang tereduksi dalam kantung embrio seksual tanpa fertilisasi tidak dapat diiidentifikasi secara sitologi dan terdeteksi dengan adanya tanaman haploid, partenogenesis secara normal jarang terjadi, bersifat acak dan spontan. Umumnya terjadi padajagung dan kapas

Kajian Referensi

Abstrak Hibridisasi merupakan salah satu cara untuk menghasilkan Hibiscus rosa-sinensis L. yang memiliki bentuk dan warna bunga yang bervariasi. Namun hal tersebut terkendala oleh kemungkinan inkompatibilitas diri pada Hibiscus rosa-sinensis L. Untuk mengidentifikasi inkompatibilitas diri pada Hibiscus rosa-sinensis L. digunakan metode yang paling sederhana yaitu dengan mengamati morfologi dan anatomi perkembangan buah yang dilanjutkan dengan deskriptif. analisa dari data yang sudah didapatkan. Hasil analisis persilangan penyerbukan buatan pada 103 kuntum bunga tunggal berwarna merah muda Hibiscus rosasinensis L. menunjukkan bahwa buah bertahan hidup sampai hari ke 7 setelah penyerbukan. Selanjutnya, data menunjukkan bahwa tidak ada perkembangan buah, biji, dan embrio. Memang buahnya menguning dan akhirnya luruh. Tetapi penyerbukan buatan sendiri menunjukkan bahwa 35 biji berkembang dari 96 penyerbukan. Benih yang lebih panjang, yaitu 13 hari setelah penyerbukan, tumbuh. Embrio globular dapat ditemukan pada set buah 3 DAP (hari setelah penyerbukan), dan set buah 9 DAP menunjukkan perkembangan bentuk hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena inkompatibilitas diri pada Hibiscus rosa sinensis L. diduga sebagai inkompatibilitas diri postzigotik.

METODE Polinasi Buatan pada Hibiscus rosa- sinensis L . Identifikasi fenomena self-incompatibility pada Hibiscus rosa-sinensis L. dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan pengamatan karakter morfologi dan anatomi bunga maupun buah serta biji. Obyek pengamatan adalah bunga H.rosa-sinensis L. single pink dari 8 tanaman . Polinasi buatan dilakukan pada pagi hari dengan memberikan perlakuan berupa pengambilan polen Hibiscus rosa-sinensis L. dengan tusuk gigi selanjutnya menempelkannya pada stigma dengan metode cross pollination dan self pollination. Hasil dari polinasi yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat perkembangan yang terjadi . Pengamatan struktur anatomi biji Hibiscus rosa-sinensis L. Pengamatan struktur dan perkembangan buah Hibiscus rosa-sinensis L. dilakukan melalui pengamatan morfologi serta anatomi. Buah yang terbentuk melalui polinasi buatan diambil dengan variasi waktu perkembangan dengan satuan hari setelah panen (HSP). Pengamatan morfologi dilakukan secara langsung di lapangan sedangkan pengamatan anatomi dilakukan dengan mikroskop berdasarkan seri preparat perkembangan .

HASIL DAN PEMBAHASAN Polinasi Buatan pada Hibiscus rosa- sinensis L. Polinasi buatan Hibiscus rosa-sinensis L. dilakukan dengan metode self pollination pada 96 bunga dan cross pollination dalam spesies bunga yang sama pada 103 bunga. Polinasi dinyatakan kompatibel dan berlanjut dengan fertilisasi sebab setelah bunga gugur tidak terjadi perubahan warna menguning pada ovarium. Hasil yang diperoleh dari proses tersebut adalah terbentuknya buah dengan karakteristik sebagaimana disebutkan oleh (Upadhyay & Upadhyay, 2011). Buah Hibiscus rosa-sinensis L. mulai terbentuk pada hari kedua setelah proses polinasi namun baru dapat diamati dengan jelas strukturnya pada hari ke tiga setelah polinasi dilakukan . Secara morfologis perkembangan buah Hibiscus rosa-sinensis L. dimulai dari proses yang umumnya terjadi sebagaimana bunga tanpa polinasi, yaitu gugurnya corolla tanpa disertai luruhnya ovarium. Hal ini menyebabkan sulitnya identifikasi keberhasilan polinasi apabila hanya didasarkan pada pengamatan buah pada hari ke- 2 setelah polinasi, karena buah tersebut masih sama struktur dan ukurannya dengan ovarium pada bunga yang tidak mengalami polinasi. Proses layu dan luruhnya corolla tersebut terkait dengan peningkatan etilen pada saat bunga mulai mengalami absisi (Valdoz et al., 2017) serta distribusi beberapa mineral dalam sel, antara lain gula tereduksi, P, Mg, K, Ca untuk digunakan dalam perkembangan proses reproduksi

Gambar 1. Perkembangan Ovarium Hibiscus rosa-sinensis L. pada 0 sampai 13 Hari Setelah Terjadi Polinasi Buatan dengan Sumber Polen dari Bunga yang Sama. Bagian Kaliks Telah Dihilangkan, Menyisakan Epikaliks sehingga Ovarium atau Buah Terlihat Jelas.

Perkembangan buah terjadi beriringan dengan pengembangan biji khususnya struktur embrio dan endosperm hasil fertilisasi. Pada prezygotic self-incompatibility meskipun terjadi polinasi dan perkembangan pollen tube dengan ritme lambat, fenomena tersebut tidak menyebabkan terjadinya fertilisasi bahkan perkembangan embrio dan endosperm. Hal ini disebabkan terjadi penghambatan pertumbuhan pollen tube pada permukaan stigma maupun di dalam jaringan stilus. Kondisi ini berbeda dengan postzygotic self-incompatibility , yaitu embrio gagal berkembang normal meskipun telah mengalami diferensiasi sehingga ciri yang mudah dijumpai adalah gugurnya buah daklam fase perkembangan (Ashari, 2002). Pada penelitian ini buah Hibiscus rosa-sinensis L. terbentuk meskipun dengan tingkat keberhasilan rendah, yaitu 31 buah dengan umur terlama 13 HSP dari 96 kali polinasi buatan self pollination . Sedangkan pada polinasi buatan dengan cross pollination , dari 103 polinasi diperoleh 35 buah yang bertahan sampai dengan 6 HSP dan menyisakan 1 butir buah yang luruh pada umur 7 HSP. Self-incompatibility pada Brassicace menunjukkan bahwa pollen tube yang melalui tahap pemanjangan dapat menembus jaringan stilus sehingga pada saat yang sama bakal buah juga mengalami perkembangan. Meskipun pada akhirnya pollen tube akan rusak dan terdegenerasi, perkembangan awal pada ovarium mulai terjadi (Lersten, 2004). Sedangkan pada Pseudowintera axillaris , mekanisme self-incompatibility khususnya tipe postzygotic menghambat perkembangan kantung embrio meskipun fertilisasi telah terjadi.

Gambar 2. Perkembangan embrio Hibiscus rosa sinensis L. A. Perkembangan embrio (em) pada 2 HSP, tampak 2 endosperm nuklear (en) di sekitarnya, B. Perkembangan embrio disertai suspensor (s) pada 3 HSP, C. Embrio globuler pada 7 HSP, D Embrio fase globuler menuju fase heart (9 HSP).

Pada beberapa tumbuhan kecepatan pembentukan embrio maupun endosperm dapat saling mendahului, bergantian maupun tumpang tindih. Hal ini sebagaimana disebutkan (Lersten, 2004) bahwa waktu yang diperlukan zigot untuk membelah pertama kali setelah fertilisasi berkaitan dengan waktu yang diperlukan sel endosperm primer untuk membelah paska terjadinya fertilisasi. Durasi pembelahan zigot maupun endosperm cukup beragam antara spesies satu dengan yang lain. Meskipun demikian umumnya pembentukan endosperm pada beberapa spesies berjalan lebih cepat daripada pembentukan embrio.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa self-incompatibility pada Hibiscus rosa sinensis L. belum sepenuhnya dapat diidentifikasi. Perkembangan embrio teramati sebagaimana pada biji tanaman genus Hibiscus lain, sehingga fenomena incompatibility yang terjadi bukan tipe prezygotic self-incompatibility namun diprediksi sebagai postzygotic self-incompatibility .
Tags