LANDASAN HUKUM PENGADAAN OBAT DENGAN PENJELASANNYA

novithalatumahina1 1 views 16 slides Oct 14, 2025
Slide 1
Slide 1 of 16
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16

About This Presentation

Landasan Hukum Pengadaan Obat, Manajemen Logistik


Slide Content

PENGADAAN OBAT OLEH: YOGA SAEPUL HAQ 20230000028 LANDASAN HUKUM LELA NURLAELA 20240000090 NOVITHA A. 20240000115

UU No. 5 Tahun 1997 Undang-Undang ini mengatur tentang pengawasan, pengendalian, peredaran, dan penggunaan psikotropika untuk: Menjamin penggunaan psikotropika hanya untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Mencegah penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika. Melindungi masyarakat dari dampak negatif psikotropika. Perpres No. 4 Tahun 2015 diterbitkan sebagai upaya penyempurnaan dan percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah agar lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Perpres ini merupakan perubahan keempat atas Perpres No. 54 Tahun 2010 yang menjadi dasar hukum pengadaan barang/jasa pemerintah. Perpres No. 4 Tahun 2015

UU No. 5 Tahun 1997 Ruang Lingkup Definisi Psikotropika (Pasal 1) Golongan Psikotropika (Pasal 2) Pengadaan dan Distribusi Psikotropika (Pasal 14 - Pasal 25) Penggunaan Psikotropika (Pasal 26 - Pasal 29) Pengawasan dan Pelaporan (Pasal 30 - Pasal 37) Larangan dan Sanksi Pidana Perpres No. 4 Tahun 2015 Jenis pengadaan yang diatur Proses pengadaan yang diatur Pelaku Pengadaan Metode Pengadaan yang Diatur Pengadaan dalam kondisi khusus Pengadaan Secara Elektronik Pengawasan dan Evaluasi

UU No. 36 Tahun 2009 Poin Penting Terkait pengadaan obat Ketersediaan dan Pemerataan Obat (Pasal 106–108) Sistem Pengadaan (Pasal 107 ayat 2) Pengawasan dan Regulasi Peran Pemerintah Daerah Adanya Sanksi Perpres No. 4 Tahun 2015 Pengadaan obat dengan pengadaan langsung Pengadaan obat melalui e-Purchasing Pengadaan obat dalam kondisi darurat Implikasi praktis bagi Rumah Sakit dan Instansi Kesehatan

UU No. 5 Tahun 1997 1. Definisi Psikotropika (Pasal 1) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika, yang mempengaruhi susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 2. Pengadaan dan Distribusi Psikotropika (Pasal 14 - Pasal 25) Pengadaan hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memiliki izin resmi dari Menteri Kesehatan. Psikotropika hanya dapat diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang berizin. Proses pengadaan harus tercatat, terdokumentasi, dan dilaporkan secara berkala. Distribusi psikotropika harus terjaga dengan rantai pengawasan ketat dari produsen, distributor, hingga fasilitas kesehatan. Dilarang mengalihkan, menjual, atau menggunakan psikotropika tanpa izin. 2. Persyaratan Pengadaan Pengadaan psikotropika harus memenuhi ketentuan: Dilakukan oleh pihak yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan. Harus didasarkan pada perencanaan kebutuhan yang jelas, berdasarkan: Data konsumsi periode sebelumnya Standar pengobatan Perkiraan kebutuhan pelayanan Harus ada dokumen resmi dalam setiap proses pengadaan, seperti : Surat Pesanan, Surat Jalan, Faktur, Berita Acara Penerimaan Barang.

lanjutan... 4. Penggunaan Psikotropika (Pasal 26 - Pasal 29) Hanya untuk keperluan pengobatan dan ilmu pengetahuan. Penggunaan di pelayanan kesehatan harus berdasarkan resep dokter. Dokter, apoteker, dan fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan. Penggunaan psikotropika tanpa izin atau di luar prosedur hukum dianggap sebagai tindak pidana. 5. Pengawasan dan Pelaporan (Pasal 30 - Pasal 37) Pemerintah bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan ketat terhadap: Produksi Peredaran Penggunaan psikotropika Pengguna, apotek, rumah sakit, dan distributor wajib melaporkan data pengadaan, distribusi, dan penggunaan psikotropika kepada Dinas Kesehatan. Pemeriksaan dan pengawasan lapangan dilakukan secara rutin dan insidental. 6. Larangan dan Sanksi Pidana Larangan: Memproduksi, mengedarkan, menyimpan, menggunakan psikotropika tanpa izin. Sanksi: Penjara maksimal 15 tahun. Denda maksimal Rp 500 juta. Penutupan usaha. Pencabutan izin.

Implikasi Bagi Pengadaan di Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menerapkan sistem pengadaan psikotropika yang sesuai UU No. 5 Tahun 1997. Harus ada koordinasi dengan PBF resmi yang juga memiliki izin psikotropika. Proses perencanaan kebutuhan psikotropika harus dilakukan secara hati-hati, sesuai pola penyakit dan kebutuhan riil. Stok pengaman (safety stock) untuk psikotropika juga harus diperhitungkan secara akurat untuk mencegah kekosongan tanpa berlebihan yang berisiko penyalahgunaan.

Analisa Kelompok KEKUATAN KELEMAHAN Pengelompokan Psikotropika yang Jelas Psikotropika dibagi dalam 4 golongan berdasarkan tingkat potensi ketergantungan dan manfaat terapinya. Pengelompokan ini memudahkan pengawasan, distribusi, dan penggunaan sesuai kategori risiko. Kurangnya Penyesuaian terhadap Dinamika Global UU ini terbit tahun 1997, sementara perkembangan zat psikotropika baru (New Psychoactive Substances/NPS) sangat pesat. Regulasi belum sepenuhnya adaptif terhadap kemunculan jenis-jenis baru zat psikoaktif sintetis. Pengaturan Komprehensif UU mengatur mulai dari produksi, pengadaan, distribusi, penggunaan hingga pengawasan dan sanksi. Tidak hanya aspek kesehatan, tapi juga aspek perizinan, administrasi, dan pidana. Pengawasan di Lapangan Masih Lemah Di beberapa daerah, pengawasan terhadap pengadaan dan penggunaan psikotropika masih longgar. Potensi penyimpangan di tingkat apotek, rumah sakit, atau oknum tidak sepenuhnya terkontrol. Penguatan Peran Pemerintah Memberikan kewenangan kepada pemerintah (Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepolisian) untuk melakukan pengawasan intensif. Menegaskan pentingnya pelaporan berkala oleh fasilitas kesehatan, distributor, dan pihak terkait. Sistem Pelaporan Belum Terintegrasi Nasional Belum semua fasilitas kesehatan memiliki sistem pelaporan psikotropika yang digital, akurat, dan terintegrasi. Hal ini menyulitkan analisis nasional terkait tren penggunaan dan potensi penyalahgunaan. Sanksi Tegas Ancaman pidana yang berat untuk mencegah peredaran gelap dan penyalahgunaan. Sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha. Penegakan Hukum Belum Konsisten Masih ditemukan kasus peredaran gelap psikotropika, baik dari luar negeri maupun dari penyimpangan distribusi legal di dalam negeri. Penindakan terhadap pelanggaran administratif (seperti pencatatan stok yang tidak sesuai) belum optimal. Kekuatan dan Kelemahan Undang-undang No.5 Tahun 1997

Perpres No. 4 Tahun 2015 1. Tujuan Utama Mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional. Memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan. Memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam pengadaan barang/jasa. 2. Jenis Pengadaan yang Diatur Pengadaan yang bersumber dari: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dengan jenis pengadaan meliputi: Barang, Pekerjaan Konstruksi, Jasa Konsultansi, Jasa Lainnya 3. Proses Pengadaan yang Diatur Seluruh tahapan pengadaan mulai dari: Perencanaan pengadaan, Persiapan pengadaan, Pelaksanaan pemilihan penyedia, Pelaksanaan kontrak, Pengawasan dan evaluasi, Penyelesaian sengketa (jika terjadi). 4. Pelaku Pengadaan : Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia/Pejabat Pengadaan, Unit Layanan Pengadaan (ULP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Penyedia Barang/Jasa, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). 5. Metode Pengadaan yang Diatur : Tender/Seleksi, Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, E-Purchasing, Pengadaan Darurat.

6. Pengadaan Obat Melalui E-Purchasing E-Catalogue LKPP menjadi instrumen penting pengadaan obat. Pengadaan obat yang tercantum dalam e-Catalogue dapat dilakukan melalui E-Purchasing, yaitu pembelian langsung secara elektronik tanpa proses tender. Sistem ini: Menjamin transparansi, Mempermudah proses administrasi, Memastikan harga yang kompetitif, Mempercepat pengadaan. 7. Pengadaan Obat dengan pengadaan langsung Perpres ini menaikkan batas nilai Pengadaan Langsung untuk barang, termasuk obat-obatan, menjadi maksimal Rp 200 juta, sehingga: Untuk kebutuhan obat dengan nilai maksimal Rp 200 juta, pengadaan dapat dilakukan secara langsung tanpa proses tender. Hal ini mempercepat proses pemenuhan kebutuhan obat, khususnya untuk: Obat-obatan yang dibutuhkan segera, Kebutuhan rutin dalam jumlah kecil di puskesmas atau rumah sakit daerah. 8. Pengawasan dan Evaluasi Pengawasan internal oleh APIP Evaluasi pelaksanaan pengadaan oleh instansi terkait Peran LKPP dalam pembinaan teknis dan pengembangan sistem pengadaan lanjutan...

Implikasi Praktis bagi Rumah Sakit dan Instansi Kesehatan Pengadaan rutin obat dengan nilai kecil bisa menggunakan Pengadaan Langsung. Pengadaan obat besar atau obat-obatan strategis tetap harus melalui tender atau e-Purchasing. Situasi darurat memungkinkan fleksibilitas untuk memenuhi kebutuhan obat dengan cepat. Pengadaan obat harus selalu mengacu pada regulasi tambahan khusus terkait obat, seperti: UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Peraturan Menteri Kesehatan terkait pengelolaan oba

Analisa Kelompok Tata Cara Pengadaan Obat diatur melalui: Pengadaan Langsung untuk kebutuhan obat dengan nilai ≤ Rp 200 juta. Tender/Ulp untuk pengadaan obat dengan nilai di atas Rp 200 juta. E-Purchasing melalui e-Catalogue untuk obat yang sudah terdaftar dalam sistem LKPP. Pengadaan dalam keadaan darurat, seperti saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau bencana. Perpres menjadi dasar untuk: Perencanaan kebutuhan obat berdasarkan standar pengadaan barang pemerintah. Pelaksanaan proses pengadaan yang transparan dan akuntabel. Pengawasan, evaluasi, dan pelaporan sesuai prosedur resmi pemerintah. Relevansi Perpres terhadap Pengadaan Obat yang Spesifik Beberapa jenis obat memiliki pengaturan tambahan, seperti: Obat Psikotropika: Tetap tunduk pada UU No. 5 Tahun 1997, namun proses administrasi pengadaannya mengacu ke Perpres No. 4 Tahun 2015. Obat Program Pemerintah (contoh: vaksin, obat TB, ARV): Pengadaannya sering melalui sistem centralized procurement atau e-Purchasing berbasis e-Catalogue LKPP, yang berlandaskan Perpres ini. Kaitan Langsung Perpres dengan Pengadaan Obat

KESIMPULAN UU No. 5 Tahun 1997 menjadi dasar hukum dalam pencegahan dan penindakan terhadap narkotika dan psikotropika di Indonesia. Penting bagi masyarakat untuk memahami klasifikasi zat serta sanksi yang berlaku agar terhindar dari penyalahgunaan. Selain penindakan hukum, upaya rehabilitasi juga menjadi pendekatan utama yang diberikan kepada korban penyalahgunaan agar mereka dapat pulih dan kembali berfungsi di masyarakat. Pengadaan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pihak berizin untuk pendistribusi dan penggunaan psikotropika wajib dicatat dan diawasi secara ketat. serta terdapat sanksi pidana berat bagi pelanggaran, khususnya terkait peredaran ilegal dan penyalahgunaan. pengadaan psikotropika harus dilakukan secara legal, terencana, diawasi, dan dilaporkan dengan ketat untuk menjamin: Ketersediaan bagi pasien yang membutuhkan Mencegah penyalahgunaan dan peredaran ilegal Kepatuhan terhadap peraturan kesehatan nasional

Ruang lingkup Perpres No. 4 Tahun 2015 mencakup seluruh proses pengadaan barang/jasa pemerintah, dari tahap perencanaan hingga pengawasan, termasuk penyesuaian kebijakan untuk percepatan, efisiensi, dan peningkatan transparansi, serta pengaturan khusus untuk pengadaan dalam kondisi darurat atau strategis nasional. Perpres No. 4 Tahun 2015 memberikan dasar hukum dan fleksibilitas untuk percepatan dan efisiensi pengadaan obat oleh pemerintah, terutama melalui: Batasan pengadaan langsung yang lebih besar Pemanfaatan e-Catalogue untuk e-Purchasing obat Mekanisme khusus untuk pengadaan obat dalam keadaan darurat Namun, semua itu tetap harus dijalankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan sesuai regulasi spesifik tentang obat-obatan. lanjutan...

DAFTAR PUSTAKA Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10. Jakarta: Sekretariat Negara. Diakses dari: https://peraturan.bpk.go.id/Details/45926/uu-no-5-tahun-1997 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Psikotropika. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Diakses dari: https://peraturan.bpk.go.id/Details/172111/permenkes-no-30-tahun-2013 Pemerintah Republik Indonesia. (2015). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Sekretariat Negara. Diakses dari: https://peraturan.bpk.go.id/Details/41722/perpres-no-4-tahun-2015 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Diakses dari: https://peraturan.bpk.go.id/Details/38778/uu-no-36-tahun-2009 LKPP. (2022). E-Katalog LKPP: Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan melalui Sistem Elektronik. Diakses dari: https://e-katalog.lkpp.go.id

TERIMA KASIH
Tags