Makalah_PDA_ppt follow the asset dan follow the money.pptx

RiniA5 0 views 24 slides Sep 30, 2025
Slide 1
Slide 1 of 24
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24

About This Presentation

Makalah_PDA_ppt follow the asset dan follow the money


Slide Content

PENDEKATAN FOLLOW THE ASSET DAN FOLLOW THE MONEY MELALUI DEFERRED PROSECUTION AGREEMENT DALAM PENANGANAN PERKARA PIDANA Oleh: Alvi Syahrin Guru Besar Hukum Pidana / Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan Disampaikan pada Seminar Ilmiah Dalam Rangka Peringatan Hari Lahir Kejaksaan ke-80 Pada Hari Selasa, Tanggal 26 Agustus 2025, bertempat di Gedung Aula Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Konsep Deferred Prosecution Agreement (DPA) digunakan oleh negara-negara common law system Jaksa diberikan sebuah kewenangan dalam melakukan penuntutan sepakat untuk menunda kemudian tidak melakukan penuntutan dengan berbagai syarat dan kriteria tertentu diterapkan dengan orientasi paradigma restorative justice pemidanaan bertujuan untuk: menjaga nilai-nilai kebaikan mengurangi kemampuan pelaku melakukan tindak pidana mencegah orang lain yang berpikir melakukan kejahatan, digunakan untuk menjaga hubungan kekuasaan dalam masyarakat, mengeliminasi ancaman tertib sosial yang berlaku, berfungsi untuk rehabilitasi dan penangkalan terhadap pelaku maupun orang lain untuk tidak melakukan kejahatan yang sama

DPA merupakan kesepakatan JPU dengan terdakwa untuk mengalihkan penuntutan dan proses peradilan atau untuk menangani kesalahan terdakwa melalui proses pemulihan administrasi atau sipil. terdakwa menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang merupakan konsekuensi dari tindak pidana yang dilakukannya. Kewajiban tersebut dapat berupa: pengakuan atas perbuatan yang dilakukan, pembayaran denda, penunjukan auditor independen sebagai pengawas dalam jangka waktu tertentu, pelaksanaan program pemenuhan kepatuhan, melakukan upaya perbaikan/rehabilitasi atas akibat yang ditimbulkan, kewajiban lainnya sebagaimana yang telah disepakati

Negara modern: di dalamnya terdapat tiga pilar penting yang senantiasa berinteraksi satu sama lainnya, masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan rule of law . Untuk menyejahterakan masyarakat diperlukan pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan nasional dengan ditopang oleh hukum.

Jaksa melakukan model integratif dalam penegakan hukum tidak hanya memadukan antara proses pidana dan perdata, tetapi juga menjalankan penegakan hukum yang secara komprehensif bertolak dari paradigma restorative justice , korektif dan rehabilitatif.

Jaksa tidak semata-mata bertolak pada aspek penghukuman ( repressive ) semata, namun juga memperhatikan perbaikan tata kelola dan kepatuhan korporasi, baik sebelum terjadinya pelanggaran ( preventive ), pada saat terjadinya kejahatan ( corrective ) dan setelah terjadinya pelanggaran ( rehabilitative ). Perjanjian yang dilakukan Jaksa dan Korporasi dalam DPA juga memperhatikan penyelamatan aset perusahaan ( follow the asset ), nasib karyawan, masyarakat konsumen serta berbagai efek domino terhadap penerimaan negara ( follow the money ) dan perekonomian nasional mengubah perilaku ( rehabilitation ), pencegahan ( deterrence ), menyadarkan para pihak akan pentingnya norma yang dilanggar ( reinforcement of norm ), dan memungkinkan pemulihan korbannya melalui pemberian ganti rugi (restitusi).

Korporasi yang di tunda penuntutannya (mendapatkan DPA) selayaknya korporasi yang: memiliki nama dan reputasi besar ditingkat nasional maupun global memiliki jaringan bisnis yang luas di berbagai negara, penyimpangan yang dilakukan: tidak berkaitan dengan keuangan negara, merupakan kejahatan korporasi dan kejahatan bisnis, adanya suap di bidang perizinan, oleh korporasi memiliki aset yang banyak dan tersebar, korporasi memiliki jumlah pekerja yang banyak, dalam lingkup kegiatan korporasi berimplikasi luas terhadap perekonomian daerah/nasional, aktivitas korporasi bersinggungan dengan masyarakat banyak .

Pendekatan dalam investigasi keuangan untuk mengungkap tindak pidana (terutama dalam TPPU) dilakukan dengan “ follow the asset ” dan “ follow the money ”.

Follow the asset menelusuri keberadaan aset-aset yang diperoleh dari tindak pidana, lebih terfokus kepada “apa” yang diperoleh pelaku. Penyelidik akan mencari aset yang dibeli yang diperoleh dari dana tersebut misalnya rumah mewah, kenderaan atas nama anggota keluarga atau kerabat lainnya

follow the money berfokus melacak aliran dana hasil tindak pidana untuk menemukan sumber dan tujuan akhirnya menelusuri aliran transaksi keuangan secara kronologis untuk mengidentifikasi pelaku, sumber dana dan tujuan dana tersebut Seperti mengikuti jejak uang yang dicuci. Penyelidik akan melacak uang tersebut dari rekening satu ke rekening lainnya bahkan ke lembaga keuangan yang berbeda.

follow the money menelusuri proses penyembunyian asal usul dana hasil kejahatan akan dapat mengungkap: siapa pelakunya, jenis tindak pidana, di mana tempat dan jumlah harta kekayaan disembunyikan, atas nama siapa uang dan/atau aset tersebut, untuk mengetahui orang atau lembaga yang membantu pelaku TPPU mendahulukan mencari uang dan harta kekayaan hasil tindak pidana, kemudian mencari pelakunya

Penggunaan DPA untuk kejahatan korporasi dan merugikan keuangan negara serta ada keterkaitannya dengan perekonomian negara dilakukan dengan tiga tahapan adanya negosiasi dari kedua pihak, dimana sebelumnya terdapat pengakuan dari pelaku, atau telah ditemukannya fakta-fakta bahwa ia sebagai pelaku. hasil dari negosiasi tersebut akan dimintakan penilaian pengadilan terkait pemenuhan keadilan, rasional dan proporsional. pelaksanaan DPA yang diberlakukan, dimana jaksa dapat melakukan tuntutan kepada pelaku jika pelaku tidak mematuhi isi kesepakatan DPA yang disepakati menghadirkan peran lembaga pengadilan hakim yang bersifat aktif dalam menentukan hasil negosiasi apakah akan dilanjutkan ke tahap penuntutan atau sampai DPA. hakim nantinya akan memberikan putusan berupa penuntutan lanjutan terhadap kasus tersebut apabila negosiasi yang disepakati gagal dipenuhi oleh pihak yang melakukan tindak pidana tersebut.

Penerapan DPA merupakan alternatif berupa ius contituendum pemidanaan korporasi yang telah melakukan tindak pidana, merugikan negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak, di dasarkan kepada beberapa alasan, antara lain: Indonesia telah meratifikasi konvensi korupsi Internasional yaitu UNCAC Pasal 26 menyebutkan tentang pertanggungjawaban badan hukum (korporasi) dapat ditempuh melalui sanksi diluar pidana yang efektif dan proporsional. adanya asas dominus litis yang diberikan kepada Jaksa didukung dengan asas oportunitas (Pasal 35 ayat (1) huruf c UU Kejaksaan) Jaksa Agung dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. - didasari karena dampak kerugian sudah seharusnya dijadikan fokus pemerintah untuk mengembalikan kerugian negara agar nantinya tercapai kepentingan Bersama. KUHP Indonesia mengenal afdoening buiten process (penyelesaian perkara diluar pengadilan) sebagai dasar gugurnya tuntutan waluapun hanya bagi pelanggar. Konsep DPA merupakan implementasi dari asas hukum acara pidana, yaitu asas cepat dan sederhana.

tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan DPA sebagai pembaharuan hukum di Indonesia adanya perbedaan antara sistem hukum yang digunakan Indonesia yakni sistem hukum civil law system sedangkan negara-negara yang berhasil menggunakan DPA sebagai alternatif pemidanaan korupsi adalah negara-negara common law system ; perlunya meratifikasi konsep DPA dalam suatu peraturan perundang-undangan dari negara common law yang menggunakan DPA sebagai alternatif pemidanaan, agar Indonesia memiliki code of conduct atau code of practice sebagai langkah penerapan DPA; kesiapan aparat penegak hukum dalam penerapan DPA ditingkatkan, agar dapat mencegah kerawan terjadinya ketidakadilan dalam penerapan DPA; merubah pandangan masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki ketidakpuasan jika pelaku tindak pidana tidak dihukum penjara .

Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana (DIM RUU-KUHAP) angka 27 DIM RUU-KUHAP Perjanjian Penundaan Penuntutan ( Deferred Prosecution Agreement ) adalah mekanisme hukum bagi penuntut umum untuk menunda penuntutan terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana oleh korporasi . angka 339 – 341 DIM RUU-KUHAP redaksional Pasal 61 huruf j RUU KUHAP, yang pada mulanya berbunyi: “j. melakukan penyelesaian perkara melalui Mekanisme Keadilan Restoratif ; dan”, redaksinya di ubah menjadi: “j. melakukan penyelesaian perkara melalui Mekanisme Keadilan Restoratif : j1. melakukan Perjanjian Penundaan Penuntutan; j2. menerima Pengakuan Bersalah; dan “.

angka 1591 dan 1592 DIM RUU KUHAP usulan norma pada BAB XVIA: Korporasi , pada Bagian Ketiga Ketiga : Perjanjian Penundaan Penuntutan , di atur mengenai PDA pada Pasal 309C RUU KUHAP Bunyi Pasal 309C RUU KUHAP: “(1) Perjanjian penundaan Penuntutan bertujuan untuk kepatuhan hukum, pemulihan kerugian akibat tindak pidana, serta efisiensi dalam peradilan pidana. (2) Perjanjian penundaan Penuntutan hanya dapat diterapkan pada tindak pidana oleh korporasi. (3) Permohonan perjanjian penundaan Penuntutan dapat diajukan oleh Tersangka, Terdakwa, atau Advokat kepada Penuntut Umum sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan. (4) Penuntut Umum dapat menerima atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan pertimbangan keadilan, korban, dan kepatuhan Tersangka terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam hal Penuntut Umum menerima permohonan, Penuntut Umum wajib memberitahukan kepada pengadilan terkait akan dilaksanakan proses perjanjian penundaan Penuntutan dan dicatat dalam berita acara.

(6) Hasil kesepakatan perjanjian penundaan penuntutan wajib disampaikan oleh Penuntut Umum kepada pengadilan paling lama 7 (tujuh) Hari setelah kesepakatan ditandatangani oleh para pihak. (7) Pengadilan wajib mengadakan sidang pemeriksaan untuk menilai kelayakan dan keabsahan perjanjian penundaan Penuntutan sebelum disahkan. (8) Dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) Hakim wajib mempertimbangkan: a. kesesuaian syarat dalam perjanjian penundaan Penuntutan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. proporsionalitas sanksi administrasi atau kewajiban lain yang diberikan kepada Tersangka atau Terdakwa; c. dampak terhadap korban, masyarakat, lingkungan hidup, perekonomian negara, dan sistem peradilan pidana; dan d. kemampuan Tersangka atau Terdakwa dalam memenuhi syarat yang ditetapkan. (9) Dalam memeriksa perjanjian penundaan Penuntutan Hakim dapat meminta tambahan informasi atau klarifikasi dari Penuntut Umum, Tersangka , terdakwa , atau pihak lain yang berkepentingan . Pasal 309C RUU KUHAP

(10) Dalam hal Hakim menyetujui perjanjian penundaan Penuntutan maka pengesahan dituangkan dalam penetapan pengadilan dan perkara ditangguhkan sesuai dengan kesepakatan. (11) Dalam hal Hakim menolak perjanjian penundaan Penuntutan maka perkara dilanjutkan ke persidangan dengan acara pemeriksaan biasa. (12) Syarat dalam Perjanjian Penundaan Penuntutan dapat berupa: a. pembayaran ganti kerugian atau restitusi kepada korban; b. pelaksanaan program kepatuhan hukum atau perbaikan tata Kelola korporasi yang anti-korupsi; c. kewajiban pelaporan dan kerja sama dengan penegak hukum selama proses penundaan penuntutan; atau d. tindakan korektif lainnya yang dianggap perlu oleh Penuntut Umum. (13) Dalam hal Tersangka atau Terdakwa memenuhi semua kewajiban dalam perjanjian penundaan Penuntutan selama jangka waktu yang ditentukan maka perkara dapat dihentikan tanpa Penuntutan lebih lanjut dengan penetapan pengadilan . Pasal 309C RUU KUHAP

(14) Pengadilan berwenang untuk memantau pelaksanaan perjanjian penundaan Penuntutan sesuai waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. (15) Dalam hal Tersangka atau Terdakwa gagal memenuhi kewajiban dalam kesepakatan perjanjian penundaan Penuntutan, Penuntut Umum berwenang melanjutkan proses Penuntutan tanpa memerlukan persetujuan tambahan. (16) Setiap perjanjian penundaan Penuntutan dicatat secara resmi dan disampaikan kepada Hakim untuk dicatat dalam berita acara di pengadilan. (17) Pelanggaran terhadap prosedur perjanjian penundaan Penuntutan dapat berakibat batal demi hukum dan menjadi dasar bagi Tersangka atau Terdakwa untuk mengajukan keberatan atau perlawanan.” Pasal 309C RUU KUHAP

mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) tetap dengan persetujuan hakim. Hakim yang akan memutuskan apakah DPA diterima atau tidak . DPA merupakan jalur damai khusus untuk perkara korporasi , juga bisa diselesaikan bila korporasi itu membayar kerugian negara atas tindakan pidana yang dilakukan . Perjanjian penundaan penuntutan DPA merupakan mekanisme hukum bagi penuntut umum untuk menunda penuntutan terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana korporasi . Sebagai contoh : dalam hal korporasi melakukan tindak pidana lingkungan hidup , dan perbuatan tersebut berdampak terhadap masyarakat , terhadap kelestarian fungsi lingkungan , kemudian korporasi tersebut bersedia untuk memberikan Ganti rugi dan telah melakukan perbaikan terhadap dan yang ditimbulkan , maka dengan adanya DPA maka ini dapat dijadikan alasan untuk tidak melakukan penuntutan .

Untuk keadilan – pro justisia Demi Keadilan dan Kebenaran Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Ingat !

DEMI KEADILAN DAN KEBENARAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA DEMI KEADILAN DAN KEBENARAN KETUHANAN YANG MAHA ESA BERDASARKAN BERSUMPAH JAKSA PENUNTUT UMUM Surat Dakwaan AMANAH ≠ KEKUASAAN Hasil Penyidikan Polisi/PPNS Surat Tuntutan Ingat !

? Integrated criminal justice system

Terima kasih
Tags