Materi PPK dan Anti perundungan SPOK FKIP 2025.pptx
2225230094
0 views
44 slides
Oct 06, 2025
Slide 1 of 44
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
About This Presentation
Perundungan adalah isu paling sering terdengar masyarakat saat di kampus dan lingkungan kerja karena itulah kita harus mencegahnya dengan langkah langkah yang baik dan benar
Size: 11.87 MB
Language: none
Added: Oct 06, 2025
Slides: 44 pages
Slide Content
Pedoman Akademik FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN AGUSTUS 2025 PPK dan Anti Perundungan
Meningkatnya kasus kekerasan dalam berbagai bentuk yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi, serta untuk menjamin penyelenggaraan tridharma yang ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari kekerasan, perlu upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dengan memperluas bentuk kekerasan. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum, sehingga perlu diganti. LATAR BELAKANG LAHIRNYA PERMENDIKBUDRISTEK NOMOR 55 TAHUN 2024
Oleh karena itu dengan adanya Permendikbudristek N omor 55 tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT), maka: Mencegah terjadinya berbagai jenis kekerasan di perguruan tinggi Membantu dan memperkuat perguruan tinggi dalam menangani kasus-kasus kekerasan Menciptakan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi yang inklusif, berkebinekaan dan aman bagi semua
PASAL 2 Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan Perguruan Tinggi dimaksudkan untuk: melindungi Warga Kampus dan Mitra Perguruan Tinggi dari Kekerasan dalam pelaksanaan Tridharma; mencegah Warga Kampus, Perguruan Tinggi, dan Mitra Perguruan Tinggi melakukan Kekerasan dalam pelaksanaan Tridharma; dan menciptakan pelaksanaan Tridharma yang ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari Kekerasan
SASARAN Warga Kampus Mitra Perguruan Tinggi Pemimpin Perguruan Tinggi Warga Kampus adalah dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa yang terlibat dalam penyelenggaraan Tridharma Mitra Perguruan Tinggi adalah badan hukum atau perseorangan yang bekerja sama dengan Perguruan Tinggi dalam pelaksanaan Tridharma Pemimpin Perguruan Tinggi adalah rektor pada universitas dan institut, ketua pada sekolah tinggi, direktur pada politeknik, akademi, dan akademi komunitas PASAL 5
Warga Kampus, Pemimpin Perguruan Tinggi, dan Mitra Perguruan Tinggi dilarang melakukan Kekerasan dalam pelaksanaan Tridharma pada lokasi di dalam atau di luar Perguruan Tinggi Pasal 7 ayat (1) Warga Kampus, Pemimpin Perguruan Tinggi, dan Mitra Perguruan Tinggi dilarang melakukan Kekerasan dalam pelaksanaan Tridharma pada lokasi di dalam atau di luar Perguruan Tinggi
Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan kekuatan fisik yang menimbulkan bahaya bagi badan atau nyawa, mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis, dan merampas kemerdekaan, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. PENGERTIAN KEKERASAN Pasal 1 angka 1
BENTUK-BENTUK KEKERASAN KEKERASAN FISIK (Pasal 9 ayat (1) dan (2)) KEKERASAN PSIKIS (Pasal 10 ayat (1) dan (2)) PERUNDUNGAN (Pasal 11) KEKERASAN SEKSUAL (Pasal 12 ayat (1), (2), (3) dan (4) DISKRIMINASI DAN INTOLERANSI (Pasal 13 ayat (1) (2)) KEBIJAKAN YANG MENGANDUNG KEKERASAN (Pasal 14 ayat (1), (2), (3) dan (4)) Pasal 7 ayat (2)
PERUNDUNGAN (Pasal 11) Perundungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c merupakan pola perilaku berupa Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dan/atau Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) yang dilakukan secara berulang dan adanya ketimpangan relasi kuasa
KEKERASAN FISIK (Pasal 9 ayat (1) dan (2)) Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat huruf a merupakan setiap perbuatan dengan kontak fisik yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: tawuran; penganiayaan; perkelahian; eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi Pelaku; pembunuhan; dan/atau perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
KEKERASAN PSIKIS (Pasal 10 ayat (1) dan (2)) Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b merupakan setiap perbuatan nonfisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, dan/atau membuat perasaan tidak nyaman. Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: pengucilan; penolakan; pengabaian; penghinaan; penyebaran rumor; panggilan yang mengejek; intimidasi; teror; perbuatan mempermalukan di depan umum; pemerasan; dan/atau perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan psikis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketimpangan Relasi Kuasa dan/atau Gender yang selanjutnya disebut Ketimpangan Relasi adalah kondisi Terlapor menyalahgunakan sumber daya pengetahuan, ekonomi dan/atau penerimaan masyarakat, atau wewenang dan status sosialnya untuk mengendalikan Korban dan/atau saksi. RELASI KUASA
PERUNDUNGAN Berasal dari kata dasar " rundung ", yang berarti " menggertak ", " mengusik ", atau " mengganggu orang yang lemah “ BULLYING Berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Bullying adalah bentuk- bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang . Perundungan di lingkungan kampus kerap tersembunyi di balik dalih seperti " tradisi ", " pembentukan karakter ", atau bahkan sekadar " candaan senior ". Padahal, realitas di baliknya adalah luka batin mendalam yang bisa mengganggu kesejahteraan psikologis mahasiswa baru.
Terlihat Depresi Orang-orang yang tampak stres berat, cemas, atau memiliki kepercayaan diri yang rendah biasanya akan lebih mudah di- bully dan ditindas. Memiliki Sedikit Teman Kalau ada orang yang terlihat punya sedikit teman atau bahkan tidak punya sama sekali, biasanya ialah yang menjadi korban. Tidak Dapat Bersosialisasi dengan Baik Serupa dengan mereka tidak punya banyak teman, orang yang sulit bersosialisasi biasanya juga sering sendirian. Karena dianggap berbeda, ia pun rentan menjadi target bullying . Terlihat Lemah Korban bullying juga biasanya tampak lemah dan tidak dapat membela diri sendiri. Ingat, bullying melibatkan tingkatan superior dan inferior Terlihat Berbeda dari Teman-Teman Lain Orang yang tampak berbeda dari orang kebanyakan biasanya rentan di- bully . Misalnya, memiliki berat badan berlebih atau justru kurang, memiliki penampilan rambut yang berbeda, menggunakan pakaian yang unik atau tak biasa, dan berasal dari ras, etnis, ataupun agama berbeda. Meski begitu, berbeda yang dimaksud bukan berarti selalu “buruk rupa”. Terkadang, orang yang terlampau cantik atau tampan juga dapat menjadi sasaran bully 3 1 2 4 5 TIPE ORANG RENTAN KORBAN BULLYING
Pelaku bullying yaitu seseorang, sekelompok orang, dan atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Pelaku melakukan bullying untuk meningkatkan popularitasnya dikalangan teman sepermainnya ( peergroup ). Diantara pelaku bullying, dulunya pernah menjadi korban bullying. Pelaku merasa senior yang lebih menguasai lingkungan di kampus maupun tempat bermain. Jika senior berkata atau bertindak, maka yunior hanya dapat menuruti serta mengikuiti peraturan tersebut. FAKTOR ORANG MELAKUKAN BULLYING
MACAM-MACAM PERUNDUNGAN “BULLYING”
Verbal bullying ( bullying lisan) Verbal bullying dapat berbentuk memberi nama julukan, memanggil nama orang tua, ejekan, meremehkan, kritikan yang kejam, fitnah personal, menghina ras, bersifat seksual, atau ucapan yang kasar
Physical bullying ( bullying fisik) Bentuk ini meliputi menampar, memukul, mencekik, mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi, merusak pakaian atau barang dari korban.
Relational bullying ( bullying secara hubungan) Relational bullying adalah bentuk bullying yang berfokus pada hubungan antara individu dan orang lain. Dalam relational bullying , korban mengalami pengurangan perasaan diri melalui tindakan-tindakan seperti pengabaian, pengisolasian, pengeluaran, dan penghindaran.
Merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain melalui penggunaan komputer (jejaring sosial dunia maya), telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya. CYBER BULLYING BENTUK CYBER BULLYING: Mengirimkan email/ WA berisi hinaan/ ancaman Menyebarkan gosip yang tidak benar/ tidak menyenangkan lewat reels, stories, live, email, komentar di jejaring sosial (Tiktok, Instagram, Facebook, twitter) 🡪 HOAX Pencuri Identitas Online (membuat profile palsu kemudian melakukan aktivitas yang merusak nama baik seseorang) Berbagi gambar pribadi tanpa ijin Menggugah informasi atau video pribadi tanpa ijin Membuat blog/Meme berisi keburukan terhadap seseorang
Bullying berdampak menurunkan kecerdasan dan kemampuan analisis bagi korban. Bullying juga berhubungan berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal dibandingkan dengan yang tidak melakukan Bullying. Korban biasanya akan merasakan berbagai emosi negatif, seperti marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, merasa tidak nyaman, terancam, tetapi tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan tidak berharga. Bahkan, tak jarang ada ingin keluar dan pindah kampus lain. Dan apabila korban bertahan di kampusnya, pada umumnya korban akan terganggu konsentrasi dan prestasi belajarnya atau sering tidak masuk kuliah. Dampak psikologis yang kebih berat adalah kemungkinan timbulnya masalah pada korban, seperti rasa cemas berlebihan, selalui mempunyai rasa takut, depresi bahkan ingin bunuh diri. DAMPAK BULLYING BAGI KORBAN
Perbanyak teman dan hindari sifat penyendiri Memiliki circle pertemanan yang positif serta saling support tentu akan meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa di dalam pergaulan. Teman-teman yang suportif akan saling melindungi kita di saat sedang menghadapi kesulitan. Sebagai mahasiswa, kita akan menemui teman-teman dari berbagai kalangan yang akan menciptakan iklim pertemanan yang kondusif sehingga para pem-bully dapat dikesampingkan secara langsung maupun tidak langsung Tidak takut untuk melaporkan tindakan bullying ke pihak kampus Mahasiswa yang mendapat perlakuan perundungan bisa langsung melaporkan ke Satgas PPKS Untirta ini untuk bisa ditindak lanjuti. Terkadang bullying ini terjadi karena korban selalu bungkam dan tidak melaporkan kejadian yang diterima ke pihak-pihak yang berwenang untuk mengatasinya. Mahasiswa tidak perlu takut melapor karena pihak kampus akan dengan tegas menindak segala bentuk bullying sesuai dengan peraturan yang berlaku Tanamkan pola pikir anti bullying pada diri masing-masing B ullying terjadi karena korbannya lebih banyak membiarkan hal ini terjadi. Mahasiswa sedari dini harus menentukan secara gamblang mengenai batas tegas perbuatan mana yang masuk batas toleransi dan perbuatan mana yang perlu untuk ditindak lanjuti secara serius CARA MENGHENTIKAN BULLYING 1 2 3
Mengetahui akar permasalahan terjadinya bullying. Dalam mengatasi perilaku bullying, harus melihat berbagai alasan mengapa pembully tersebut melakukan perilaku bullying dan menjadi korban bullying, dalam mengatasi perilaku bullying harus terlebih dahulu mengetahui dan mengidentifikasi berbagai alasan yang dilakukan oleh pembully dalam melakukan bullying ke korban. Memberikan hukuman ( punishment ) Hukuman ( punishment ). Hukuman atau punishment sebagai upaya peningkatan kedisiplinan diri, memotivasi belajar dan perbaikan perilaku. Pemberian punishment tidak sebatas pada menjatuhkan hukuman karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran, melainkan juga untuk peningkatan kedisiplinan, memotivasi belajar dan perbaikan perilaku (moralitas). Hukuman (punishment) yang diberikan juga bertujuan agar pelaku bullying merasa jera sehingga dia tidak melakukan perilaku bullying secara terus menerus. Memberikan layanan dari konselor/psikolog/psikiatris kepada pembully dan korban bullying serta kepada warga kampus yang berpotensi sebagai korban dan pelaku bullying. Melakukan sosialisasi/penyuluhan/seminar/FGD/Pelatihan sehingga menumbuhkan kesadaran, respek, empati, membangun komitmen bersama dan tanggung jawab Bersama dalam mewujudkan kampus yang AMAN dan AMAN dari segala bentuk kekerasan, termasuk Bullying/Perundungan. STRATEGI PENCEGAHAN PERUNDUNGAN/BULLYING
KEKERASAN SEKSUAL (Pasal 12 ayat (1), (2), (3) dan (4)
Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual (Pasal 12) Kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: menyampaikan ujaran yeng mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban; memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban; menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksua pada korban; menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman; mengirimkan pesan, lelucon, gambra, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban; mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi; Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan atau/menggosokkan bagian tubuhnya pada korban tanpa persetujuan korban Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban; Memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; Mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi Memaksa atau memperdayai korban untuk hamil Pemaksaan sterilisasi Penyiksaan seksual Eksploitasi seksual Perbudakan seksual Tindak Pidana Perdagangan Orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual Pembiaran terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja; dan/atau Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan seksual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Pasal 12 ayat (3) “Setiap perbuatan kekerasan dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang dilakukan terhadap Anak dan/atau Penyandang Disabilitas merupakan bentuk Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Ayat (2)”.
Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Pasal 12 ayat (4) Ketentuan mengenai tanpa persetujuan Korban dalam bentuk Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m tidak berlaku pada Korban usia dewasa yang dalam kondisi: Mengalami situasi dimana Pelaku mengancam, memaksa dan/atau menyalahgunakan kedudukannya Mengalami kondisi dibawah pengaruh obat-obatan, alcohol dan/atau narkoba Mengalami sakit, tidak sadar, tidak berdaya atau tertidur Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan Mengalami kelumpuhan atau hambatan motorik sementara, dan/atau Mengalami kondisi terguncang
K B G O REVENGE PORN (konten porno balas dendam) GROOMING Seolah-olah peduli dan penjaga hati bagi anak, yang akhirnya anak sebagai sasaran kekerasan seksual (Dewasa ke anak) CATCALLING Panggilan yag bernuansa seksual dengan konten-konten yang tidak senonoh SLUT SHAMING Seorang Wanita dicap negatif karena sering ganti pasangan dan menjadi bullying nitizen BAIT (umpan/prank) Menyamar jadi laki-laki/perempuan yang dilakukan oleh orang asing.Merekam aktivitas seksual
Menurut Myrtati D Artaria mengutip Dzeich&Weiner, jenis-jenis pelecehan seksual antara lain: Berperan sebagai figur Ibu/Bapak , pelaku pelecehan mencoba untuk membuat hubungan seperti mentor dengan korbannya, sementara itu intensi seksualnya ditutupi dengan pretensi berkaitan dengan atensi akademik, profesional, atau personal. Ini digunakan oleh guru yang melecehkan muridnya. Confidante , yaitu pelaku yang suka mengarang cerita untuk menimbulkan simpati dan rasa percaya diri korban. Sebagai contoh, korban mula-mula terbawa perasaan karena pelaku membawa korban pada situasi dimana si korban dipaksa untuk menjadi pelipur lara atas penderitaan yang diceritakannya. Lingkungan , yaitu dianggap sexualized environment, lingkungan yang mengandung gurauan-gurauan berbau seks, gratifiti yang eksplisit menampilkan hal-hal yang seksual dan sebagainya. Biasanya hal ini tidak ditujukan secara personal pada seseorang, tetapi bisa menyebabkan lingkungan yang ofensif terhadap orang tertentu. Anggota Kelompok (geng) , dianggap sebagai anggota dari suatu kelompok tertentu. Misalnya, pelecehan dilakukan pada seseorang yang ingin dianggap sebagai anggota kelompok tertentu, dilakukan oleh anggota-anggota kelompok yang lebih senior.
Pemain-kekuasaan atau “ liqud pro quo ”, dimana pelaku melakukan pelecehan ditukar dengan benefit yang bisa mereka berikan karena posisi (sosial)nya, misalnya dalam memperoleh atau mempertahankan pekerjaan, mendapatkan nilai bagus, rekomendasi, proyek, promosi, order, dan kesempatan lain. Groper , pelaku yang suka memegang-megang anggota tubuh korban. Aksi memegang-megang tubuh ini dapat dilakukan di tempat umum atau tempar yang sepi. Pelecehan di tempat tertutup , pelecehan ini dilakukan oleh pelaku secara tersembunyi, dengan tidak ingin terlihat oleh siapapun, sehingga tidak ada saksi. Incompetent , yaitu orang yang secara sosial tidak kompeten dan ingin mendapatkan perhatian dan seseorang yang tidak mempunyai perasaan yang sama terhadap pelaku pelecehan, kemudian setelah ditolak, pelaku balas dendam dengan cara melecehkan si penolak. Opurtunis , yaitu pelaku mencari kesempatan adanya kemungkinan untuk melakukan pelecehan. Misalnya di tempat umum yang penuh sesak, pelaku akan mempunyai kesempatan mendaratkan tangannya di bagian-bagian tubuh tertentu korban.
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) 🡪 “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi meliputi: Penguatan Tata Kelola Healthy, Integrated, Smart and Green (HITS and Green) University !!!! #Lindungidiri #LindungiBersama #StopKekerasanSeksual Edukasi Penyediaan sarana dan prasarana
Penguatan Tata Kelola Perguruan Tinggi melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan melalui penguatan tata kelola dengan cara: menyusun dan menetapkan kebijakan dan pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan; menjalankan kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan yang ditetapkan oleh Kementerian; Merencanakan dan melaksanakan program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan; mengalokasikan pendanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan dalam anggaran Perguruan Tinggi; membentuk Satuan Tugas; memfasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, hak dan wewenang Satuan Tugas; memastikan kerja sama dengan Mitra Perguruan Tinggi dalam melaksanakan Tridharma yang memuat komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan; memberikan pendampingan, pelindungan, dan/atau pemulihan Korban atau Saksi Kekerasan; melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan; Mengenakan sanksi administratif sesuai kewenangannya terhadap Pelaku yang terbukti melakukan Kekerasan berdasarkan tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini; melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan ke Kementerian. PASAL 16
Edukasi Perguruan Tinggi melakukan Pencegahan dan Penanganan melalui edukasi dengan cara: melakukan sosialisasi kebijakan dan program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan secara berkala dalam pelaksanaan Tridharma; mempromosikan dan menerapkan budaya dan nilai anti Kekerasan, inklusivitas, kesetaraan gender, dan kolaborasi dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan dalam pelaksanaan Tridharma; dan menyelenggarakan pelatihan mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan. PASAL 18
Penyediaan sarana dan prasarana Perguruan Tinggi melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan melalui penyediaan sarana dan prasarana meliputi: kanal pelaporan; ruang pemeriksaan; komunikasi, informasi, dan edukasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan; akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus; dan bangunan, toilet, kantin, laboratorium, ruang publik, dan fasilitas lain yang aman dan nyaman bagi Warga Kampus. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat paling sedikit: penyediaan layanan pelaporan Kekerasan; dan peringatan bahwa Perguruan Tinggi tidak menoleransi Kekerasan. PASAL 20
Penanganan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 yang dinyatakan penanganan adalah tindakan/cara/ proses untuk menangani Kekerasan di Perguruan Tinggi. Berdasarkan Pasal 48, Penanganan dilakukan dengan tahapan: PELAPORAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PEMERIKSAAN TINDAK LANJUT PENYUSUNAN KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYUSUNAN KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pasal 48-Pasal 52 Pasal 53-Pasal 56 Pasal 57-Pasal 65 Pasal 66-Pasal 70 Pasal 71-Pasal 72
Laporan/ Pengaduan (Korban/Saksi Pelapor Layanan Pengaduan (Mengisi Formulir Pengaduan) Kelengkapan Administrasi (KTP/identitas pendukung lainnya) LENGKAP TIDAK LENGKAP EKSPOSE KASUS Penetapan Tindaklanjut Pemenuhan Layanan Korban P E N D A M P I N G A N Pemeriksaan BIMBINGAN SOSIAL/ROHANI LAYAYAN KONSELING LAYANAN KESEHATAN BANTUAN HUKUM PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI PELINDUNGAN REKOMENDASI SANKSI RINGAN SANKSI SEDANG SANKSI BERAT SATGAS PPKS PEMPINAN PERGURUAN TINGGI PENANGANAN PERKARA PEMULIHAN KORBAN Pemanggilan Terlapor ADVOKASI TINDAKAN PENCEGAHAN KEBERULANGAN PEMERIKSAAN ULANG PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAPOR LAYAYAN PSIKOLOGIS
PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI NON ASN DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Sanksi Ringan Sanksi Sedang Sanksi Berat Teguran tertulis; atau Pernyataan permohonan maaf secara tertulis dari Pelaku kepada Korban Penurunan jenjang jabatan akademik dosen atau penurunan jenjang jabatan fungsional tenaga kependidikan selama 12 (dua belas) bulan Sanksi administratif tingkat berat bagi dosen dan tenaga kependidikan non ASN Pelaku Kekerasan berupa pemberhentian tetap sebagai dosen dan tenaga kependidikan. Dalam hal sanksi administratif yang dikenakan merupakan sanksi tingkat berat, Pemimpin Perguruan Tinggi mengajukan permohonan penonaktifan nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan melalui sistem informasi yang dikelola Kementerian Pasal 74 Pengenaan sanksi administratif bagi dosen dan tenaga kependidikan ASN Pelaku Kekerasan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI MAHASISWA Sanksi Ringan Sanksi Sedang Sanksi Berat Teguran tertulis; atau Pernyataan permohonan maaf secara tertulis dari Pelaku kepada Korban Penundaan mengikuti perkuliahan; Pencabutan beasiswa;atau Pengurangan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pemberhentian tetap sebagai mahasiswa Pasal 75