BAB I “CERMINAN DAN NILAI MULIA AL-ASMĀ` AL-ḤUSNA” Oleh : Lailatul Fitri , S.Pd
BAB 1 MUNCULNYA ALIRAN KALAM DALAM PERISTIWA TAHKIM
KOMPETENSI INTI Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur , disiplin , tanggung jawab , peduli (gotong royong, kerja sama , toleran , damai ), santun , responsif , dan pro- aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia Memahami , menerapkan , menganalisis pengetahuan faktual , konseptual , prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan , teknologi , seni , budaya , dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan , kebangsaan , kenegaraan , dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian , serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah Mengolah , menalar , dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri , dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
KOMPETENSI DASAR Mengamalkan keluhuran budi saling memaafkan dan peduli sebagai cermin yang terkandung dalam al- Asmā ` al- Ḥusna ; al-‘ Afuww , al- Rozzāq , al-Malik, al- Hasīb , alHādi , al- Khālik dan al- Hakīm Menganalisis makna dan upaya meneladani al- Asmā ` al- Ḥusna ; al-‘ Afuww , alRozzāq , al-Malik, al- Hasīb , al- Hādi , al- Khālik dan al- Hakīm Menyajikan hasil analisis tentang makna dan upaya meneladani al- Asmā ` al- Ḥusna ; al-` Afuww , al- Rozzāq , al-Malik, al- Hasīb , al- Hādi , al- Khālik dan al- Hakīm 1.1. Menghayati nilai-nilai munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
2.1. Mengamalkan sikap teguh pendirian, berfikir kritis dan toleran dalam menghadapi
perbedaan dalam aliran-aliran kalam.
3.1. Menganalisis latar belakang munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
4.1. Menyajikan hasil analisis tentang latar belakang munculnya aliran-aliran kalam dan
peristiwa tahkīm. 1.1. Menghayati nilai-nilai munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
2.1. Mengamalkan sikap teguh pendirian, berfikir kritis dan toleran dalam menghadapi perbedaan dalam aliran- aliran kalam.
3.1. Menganalisis latar belakang munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
4.1. Menyajikan hasil analisis tentang latar belakang munculnya aliran-aliran kalam dan peristiwa tahkīm .
INDIKATOR Mengimani kebenaran dan kebesaran Allah yang terkandung dalam al- Asmā ` alḤusna Membentuk pendapat yang mendukung kebenaran dan kebesaran Allah dalam alAsmā ` al- Ḥusna Membiasakan diri dengan sikap yang mencerminkan sifat-sifat Allah dalam al- Asmā ` al- Ḥusna Menceritakan peristiwa yang mencerminkan sifat-sifat Allah dalam al- Asmā ` alḤusna Menganalisis peristiwa yang mencerminkan sifat-sifat Allah dalam al- Asmā ` alḤusna Menganimasi lafal al- Asmā ` al- Ḥusna Menyajikan analisis tentang sikap yang mencerminkan sifat-sifat Allah dalam alAsmā ` al- Ḥusna 1.1.1. Memperjelas nilai-nilai munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
2.1.1. Membiasakan sikap teguh pendirian, berfikir kritis dan toleran dalam menghadapi perbedaan dalam aliran-aliran kalam.
3.1.1. Membandingkan perkembangan akidah pada masa Rasulullah Saw. sampai dengan munculnya peristiwa tahkīm.
3.1.2. Menganalisis latar belakang munculnya tahkīm.
3.1.3. Mengidentifikasi aliran-aliran kalam yang muncul setelah peristiwa tahkīm.
3.1.4. Mengkritisi latar belakang munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
4.1.1. Menunjukkan hasil analisis tentang latar belakang munculnya aliran-aliran kalam dan peristiwa tahkīm.
· 1. Aqidah Islam Pada Masa Nabi Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu, belum ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman t erhadap suatu persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat mematuhinya.Para sahabat dilarang oleh Rasulullah Saw. memperdebatkan sesuatu yang dapat memicu perpecahan, misalnya tentang qadar. Sehingga pada masa ini, corak aqidah bersifat monopolitik, yaitu hanya ada satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Para sahabat yang mendatangi Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang A. SEJARAH ILMU KALAM 1. Aqidah Islam Pada Masa Nabi Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu, belum ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman t erhadap suatu persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat mematuhinya.Para sahabat dilarang oleh Rasulullah Saw. memperdebatkan sesuatu yang dapat memicu perpecahan, misalnya tentang qadar. Sehingga pada masa ini, corak aqidah bersifat monopolitik, yaitu hanya ada satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Para sahabat yang mendatangi Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang 1. Aqidah Islam Pada Masa Nabi
Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu, belum ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman terhadap suatu persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat mematuhinya . Para sahabat dilarang oleh Rasulullah Saw. memperdebatkan sesuatu yang dapat memicu perpecahan, misalnya tentang qadar. Sehingga pada masa ini, corak aqidah bersifat monopolitik, yaitu hanya ada satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Para sahabat yang mendatangi Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang
2. Aqidah Islam Pada Masa Khulafa ar-Rasyidin
Pada masa Khulafa ar-Rasyidin, khususnya pada masa pemerintahan Abu Bakar (11-13 H), dan Umar bin Khattab (13-23 H) persatuan umat Islam masih bisa dipertahankan, biarpun pada awal masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Ṣiddiq sempat muncul beberapa nabi palsu dan keengganan sebagian umat Islam membayar zakat, namun semua permasalahan tersebut dapat diatasi oleh Abu Bakar ash-Ṣiddiq.
Benih-benih perpecahan mulai muncul pada akhir masa pemerintahan
Corak pemerintahan yang represif dari beberapa khalifah Bani Umayyah menyebabkan sebagian umat Islam bersikap apatis. Mereka beranggapan bahwa apa yang selama ini dialami oleh umat Islam pada hakikatnya sudah menjadi suratan taqdir. Pada akhirnya ada reaksi dari sebagian umat Islam yang menginginkan adanya perubahan. Mereka menandingi paham Jabariyah dengan memunculkan konsep teologi baru. Pada masa Daulah Umayyah ini juga muncul pemikir yang cerdas yaitu Hasan al-Baṣri yang kemudian dijadikan rujukan oleh mayoritas Umat Islam dengan pendapatnya bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dipandangnya sebagai orang fasik, tidak keluar dari golongan mu’min. Corak pemerintahan yang represif dari beberapa khalifah Bani Umayyah
menyebabkan sebagian umat Islam bersikap apatis. Mereka beranggapan bahwa apa yang selama ini dialami oleh umat Islam pada hakikatnya sudah menjadi suratan taqdir.
Pada akhirnya ada reaksi dari sebagian umat Islam yang menginginkan adanya perubahan. Mereka menandingi paham Jabariyah dengan memunculkan konsep teologi baru.
Pada masa Daulah Umayyah ini juga muncul pemikir yang cerdas yaitu Hasan al-Baṣri yang kemudian dijadikan rujukan oleh mayoritas Umat Islam dengan pendapatnya bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dipandangnya sebagai orang fasik, tidak keluar dari golongan mu’min. 3. Aqidah Islam Pada Masa Bani Umayyah Pada masa ini, perdebatan di bidang aqidah sudah sangat tajam. Kondisi ini terjadi karena kedaulatan Islam sudah mulai kokoh, sehingga umat Islam semakin leluasa untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya tidak disentuh. Masuknya pemeluk Islam yang berasal dari berbagai daerah yang masih membawa alam pikiran dari keyakinan sebelum memeluk Islam juga menjadi faktor perkembangan pemikiran kalam. Umat Islam mulai tertarik untuk mendiskusikan masalah qadar, begitu juga masalah istiṭa’ah.
F. Maha Pencipta (Al- Khāliq ) Pengertian Al- Khāliq Nama al- Khāliq merupakan nama ke-12 dari 99 al- Asmā ` al- Ḥusnā . Kata alKhāliq berakar kata dari huruf kha’, lam, dan qaf berarti mengukur dan menghapus . Makna ini lalu mengalami perluasan antara lain dengan arti menciptakan dari tiada dan menciptakan tanpa suatu contoh terlebih dahulu . Nama al- Khāliq memiliki makna bahwa Allah Mahapencipta segala sesuatu . Allah Swt . berfirman : اَللّٰهُ خَا لِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۙ وَّ هُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ وَّكِيْلٌ “Allah Pencipta segala sesuatu dan Dia Mahapemelihara atas segala sesuatu ”. (QS. az-Zumar : 62) 2. Teladan dari nama baik Al- Khāliq a. Meyakini bahwa Allah menciptakan sesuatu dengan sebaik-baiknya Sebagai umat Islam, kita harus meyakini bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya . Tidak ada ciptaan Allah yang tidak sempurna kecuali makhluk -Nya menganggap dirinya tidak sempurna . Anggapan tentang ketidaksempurnaan ciptaan Allah merupakan suatu wujud ketidaksyukuran terhadap ciptaan Allah. Kita sebagai ciptaan Allah harus mensyukuri segala hal yang Allah tetapkan kepada kita dan kita harus yakin bahwa pasti ada hikmah dari ciptaan Allah tersebut . 1. Aqidah Islam Pada Masa Nabi Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu, belum ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman t erhadap suatu persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat mematuhinya.Para sahabat dilarang oleh Rasulullah Saw. memperdebatkan sesuatu yang dapat memicu perpecahan, misalnya tentang qadar. Sehingga pada masa ini, corak aqidah bersifat monopolitik, yaitu hanya ada satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Para sahabat yang mendatangi Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang A. Sejarah Ilmu Kalam
1. Aqidah Islam Pada Masa Nabi
Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu,
belum ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman terhadap suatu
persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk
Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat
mematuhinya. 1. Aqidah Islam Pada Masa Nabi Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu, belum ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman t erhadap suatu persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat mematuhinya.Para sahabat dilarang oleh Rasulullah Saw. memperdebatkan sesuatu yang dapat memicu perpecahan, misalnya tentang qadar. Sehingga pada masa ini, corak aqidah bersifat monopolitik, yaitu hanya ada satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Para sahabat yang mendatangi Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang Corak pemerintahan yang represif dari beberapa khalifah Bani Umayyah menyebabkan sebagian umat Islam bersikap apatis. Mereka beranggapan bahwa apa yang selama ini dialami oleh umat Islam pada hakikatnya sudah menjadi suratan taqdir. Pada akhirnya ada reaksi dari sebagian umat Islam yang menginginkan adanya perubahan. Mereka menandingi paham Jabariyah dengan memunculkan konsep teologi baru. Pada masa Daulah Umayyah ini juga muncul pemikir yang cerdas yaitu Hasan al-Baṣri yang kemudian dijadikan rujukan oleh mayoritas Umat Islam dengan pendapatnya bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dipandangnya sebagai orang fasik, tidak keluar dari golongan mu’min. Corak pemerintahan yang represif dari beberapa khalifah Bani Umayyah menyebabkan sebagian umat Islam bersikap apatis. Mereka beranggapan bahwa apa yang selama ini dialami oleh umat Islam pada hakikatnya sudah menjadi suratan taqdir.
Pada akhirnya ada reaksi dari sebagian umat Islam yang menginginkan adanya perubahan. Mereka menandingi paham Jabariyah dengan memunculkan konsep teologi baru.
Pada masa Daulah Umayyah ini juga muncul pemikir yang cerdas yaitu Hasan al-Baṣri yang kemudian dijadikan rujukan oleh mayoritas Umat Islam dengan pendapatnya bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dipandangnya sebagai orang fasik, tidak keluar dari golongan mu’min.
Pengertian Ar-Razzāq Nama ar-Razzāq merupakan nama ke-18 dari 99 al- Asmā ` al- Ḥusnā . Kata ArRazzāq terambil dari akar kata ra`, za`, dan qaf , berarti rezeki atau penghidupan . Dalam KBBI, rezeki berarti sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan , dapat berupa makanan , nafkah , dan hal-hal lain. Imam Ghazali menjelaskan kata ar-Razzāq adalah Dia yang menciptakan rezeki dan menciptakan yang memberi rezeki , serta Dia pula yang mengantarnya kepada mereka dan menciptakan sebab-sebab sehingga mereka dapat menikmatinya . Dalam al-Qur`an, ayat-ayat yang menggunakan akar kata razaqa banyak ditemukan . Akan tetapi ayat yang mengandung kata ar-Razzāq hanya ditemukan pada Surah ad- Dzāriyāt [51]: 58: اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّا قُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ Sesungguhnya Allah adalah Ar-Razzāq ( Maha Pemberi Rezeki ) yang memiliki kekuatan yang kukuh ”. (QS. ad- Dzāriyāt [51]: 58) 2. Teladan dari sifat Ar-Razzāq a. Meyakini bahwa Allah menjamin rezeki setiap makhluk -Nya serta berusaha mendapatkan rezeki Sebagai makhluk Allah, kita harus meyakini bahwa Dia telah menjamin rezeki makhluk-makhluknya . Tidak ada makhluk -Nya yang dibiarkan terlunta-lunta kecuali karena perbuatan pengerusakan dari makhluk -Nya sendiri . B. Maha Pemberi Rezeki ( Ar-Razzāq ) 4. Aqidah Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Pada masa ini, hubungan antara bangsa Arab dengan bangsa Ajam mencapai puncaknya. Komunikasi yang intens ini melahirkan corak pemikiran yang baru di dunia Islam. Corak pemikiran baru ini kemudian dikembangkan oleh para pemikir Islam dalam disiplin ilmu yang dikenal dengan Ilmu kalam.
Para mutakallimin mulai menulis karya pemikiran mereka dalam bentuk kitab-kitab yang sistematis.
Antusiasme para pemikir Ilmu kalam semakin berkembang pesat pada masa pemerintahan al-Ma’mun. Ilmu Kalam menjadi disiplin ilmu yang mandiri yang memisahkan diri al-fiqhu fi-ilmi (ilmu hukum), yang sebelumnya masih termasuk dalam dalam al-Fiqhu al-Akbar.
Dengan jaminan rezeki yang Allah berikan ini , kita harus senantiasa berdoa kepada -Nya untuk diberikan petunjuk atas letak rezeki -Nya dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan rezeki yang telah dijamin oleh Allah. Allah Swt . Berfirman : هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَـكُمُ الْاَ رْضَ ذَلُوْلًا فَا مْشُوْا فِيْ مَنَا كِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖ ۗ وَاِ لَيْهِ النُّشُوْرُ “ Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi , maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki -Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu ( kembali setelah ) dibangkitkan . (QS. Al-Mulk [67]: 15) Allah menjamin rezeki makhluknya dengan menjadikan bumi ini sebagai bahagian dari rezeki -Nya. Allah menjadikan bumi ini kaya akan sumber daya alam yang dapat dikelola oleh manusia . Oleh karena itu , kita harus jeli melihat peluang rezeki dalam bumi yang kaya ini . Agar jeli melihat peluang ini , kita harus melewati tiga syarat yaitu : 1) Berusaha dengan maksimal dengan cara yang baik ; 2) Yakin bahwa keberhasilan akan diraih dengan usaha maksimal ; 3) Memasrahkan diri atas hasil apapun yang telah didapatkan . b. Saling berbagi rezeki kepada makhluk lain Sebahagian dari cerminan nilai Ar-Razzāq dalam kehidupan di dunia ialah dengan senang hati membagikan rezeki dari Allah kepada setiap makhluk -Nya. Sikap membagikan rezeki kepada setiap makhluk Allah merupakan wujud dari perantara sampainya rezeki Allah. Sebagaimana Allah Swt . berfirman : “Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka ” (QS. Al- An’ām [6]: 151) 5. Aqidah Islam Sesudah Bani Abbasiyah
Pada masa ini, paham Asy’ariyah dan Maturidiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menjadi paham mayoritas umat Islam. Corak pemikiran yang wasaṭiyah yang mudah dipahami, dan mampu mengkolaborasikan antara dalil naqli/nash dan pendekatan akal/filsafat menjadikan aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah menjadi aliran yang banyak diikuti oleh umat Islam. Aliran ini kemudian dikenal dengan sebutan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dan menjadi paham mayoritas umat Islam.
Pada permulaan abad ke-8 H, muncul Taqiyyudin Ibnu Taimiyah di Damaskus yang berusaha membongkar beberapa pemikiran Asy’ariyah yang dianggapnya tidak murni bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadiś.
1 . Pengertian Al- Ḥasīb Nama al- Ḥasīb merupakan nama ke-41 dari 99 al- Asmā ` al- Ḥusnā . Kata alḤasīb berakar kata dari huruf ḥa `, sin, dan ba ` mempunyai arti menghitung dan mencukupkan . Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa al- Ḥasīb merupakan Dia yang mencukupi siapa yang mengandalkannya . Sifat ini tidak disandang kecuali Allah sendiri , karena Allah saja lah yang dapat mencukupi dan diandalkan oleh semua makhluk . Dalam al-Qur`an kata al- Ḥasīb dapat ditemukan pada empat ayat dengan rincian tiga ayat merujuk pada Allah, sedang satu ayat merujuk kepada manusia . Tiga ayat yang merujuk kepada Allah dapat ditemukan pada Surah an- Nisā ` [4]: 6, 86 dan Surah al- Aḥzāb [33]: 39. وَا بْتَلُوا الْيَتٰمٰى حَتّٰۤى اِذَا بَلَغُوا النِّكَا حَ ۚ فَاِ نْ اٰنَسْتُمْ مِّنْهُمْ رُشْدًا فَا دْفَعُوْۤا اِلَيْهِمْ اَمْوَا لَهُمْ ۚ وَلَا تَأْكُلُوْهَاۤ اِسْرَا فًا وَّبِدَا رًا اَنْ يَّكْبَرُوْا ۗ وَمَنْ كَا نَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۚ وَمَنْ كَا نَ فَقِيْرًا فَلْيَأْكُلْ بِا لْمَعْرُوْفِ ۗ فَاِ ذَا دَفَعْتُمْ اِلَيْهِمْ اَمْوَا لَهُمْ فَاَ شْهِدُوْا عَلَيْهِمْ ۗ وَكَفٰى بِا للّٰهِ حَسِيْبًا “dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin . Kemudian jika menurut B. PERISTIWA TAHKIM Ali bin Abi Ṭālib menerima estafet kepemimpinan dalam yang sulit. Peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan menjadi beban yang sangat berat untuk diselesaikan. Mu’awiyah yang merasa representasi keluarga Utsman bin Affan mengajukan tuntutan agar Ali bin Abi Ṭālib memprioritaskan pengusutan pembunuhan Utsman bin Affan. Sebenarnya Ali bin Abi Ṭālib sudah bersungguh-sungguh berupaya membongkar kasus pembunuhan Utsman tersebut, tetapi belum berhasil.
aumatul Jandal adalah lokasi yang disepakati untuk dijadikan tempat perundingan. Peristiwa perundingan antara pihak Ali bin Abi Ṭālib dan pihak Mu’awiyah inilah kemudian dikenal dengan sebutan tahkīm/arbitrase. ‘Amr bin ‘Ash meminta kepada Abu Musa al-Asy’ari untuk menyampaikan hasil kesepakatan lebih dulu baru kemudian dirinya. Amr bin ‘Ash yang mempersilakan lebih dahulu kepada Abu Musa al-Asy’ari untuk menyampaikan hasil musyawarah tersebut, ternyata hanyalah sebuah strategi untuk memenangkan diplomasi, yang tidak diantisipasi oleh Abu Musa alAsy’ari. Sebelum Abu Musa al-Asy’ari menyampaikan pidatonya, Ibnu Abbas yang merupakan salah satu delegasi dari pihak Ali bin Abi Ṭālib, mencoba menasehati Abu Musa al-Asy’ari dengan mengatakan, “’Amr bin ’Ash telah menipumu, Namun Abu Musa al-Asy’ari menolak permintaan Ibnu Abbas. Dan berpidatolah Abu Musa al-Asy’ari aumatul Jandal adalah lokasi yang disepakati untuk dijadikan tempat perundingan. Peristiwa perundingan antara pihak Ali bin Abi Ṭālib dan pihak Mu’awiyah inilah kemudian dikenal dengan sebutan tahkīm/arbitrase. ‘Amr bin ‘Ash meminta kepada Abu Musa al-Asy’ari untuk menyampaikan hasil kesepakatan lebih dulu baru kemudian dirinya. Amr bin ‘Ash yang mempersilakan lebih dahulu kepada Abu Musa al-Asy’ari untuk menyampaikan hasil musyawarah tersebut, ternyata hanyalah sebuah strategi untuk memenangkan diplomasi, yang tidak diantisipasi oleh Abu Musa alAsy’ari.
pendapatmu mereka telah cerdas ( pandai memelihara harta ), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya . dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan ( janganlah kamu ) tergesa-gesa ( membelanjakannya ) sebelum mereka dewasa . barang siapa (di antara pemelihara itu ) mampu , Maka hendaklah ia menahan diri ( dari memakan harta anak yatim itu ) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut . kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka , Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi ( tentang penyerahan itu ) bagi mereka . dan cukuplah Allah sebagai Pengawas ( atas persaksian itu ). 2. Teladan dari nama baik Al- Ḥasīb a. Meyakini bahwa hanya Allah yang memberi kecukupan dan membuat perhitungan Sebagai umat Islam, kita diharuskan untuk mempercayai bahwa Allah Maha Mencukupi setiap makhluk -Nya. Karena setiap makhluk -Nya butuh kepada Allah secara sadar maupun tidak sadar , maka mereka pun merasa tercukupkan dengan adanya Allah semata . Selain itu , kita harus mempercayai bahwa Allah akan melakukan perhitungan amal baik dan buruk secara teliti dan cepat karena Allah Maha Membuat Perhitungan . Sebelum Abu Musa al-Asy’ari menyampaikan pidatonya, Ibnu Abbas yang merupakan salah satu delegasi dari pihak Ali bin Abi Ṭālib, mencoba menasehati Abu Musa al-Asy’ari dengan mengatakan, “’Amr bin ’Ash telah menipumu, Namun Abu Musa al-Asy’ari menolak permintaan Ibnu Abbas. Dan berpidatolah Abu Musa al-Asy’ari Dan seperti yang diduga Ibnu Abbas, ketika ‘Amr bin ‘Ash berbicara di depan
semua delegasi, dia berkata, “Kalian telah mendengarkan sendiri, Abu Musa alAsy’ari.Mu’awiyah adalah pelanjut kekuasaan Utsman bin Affan dan lebih berhak menggantikannya”.
Pengertian Al- Hādi Nama al- Hādi merupakan nama ke-94 dari 99 al- Asmā ` al- Ḥusnā . Kata alHādi berakar kata dari huruf ha`, dal, dan ya ` berarti tampil ke depan untuk memberi petunjuk dan menyampaikan dengan lemah lembut . Imam al-Ghazali menjelaskan makna al- Hādi berarti Dia yang Maha memberikan petunjuk kepada makhluk -Nya untuk mengenal diri -Nya. Kata al- Hādi tidak pernah disebutkan sama sekali dalam al-Qur`an. Akan tetapi dengan padanan kata hādi dan hād ( tanpa alif dan lam), kata tersebut dapat ditemukan dalam al-Qur`an. Kata tersebut ditemukan sebanyak sepuluh kali dalam alQur`an . Seperti firman Allah Swt : وَكَذٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِّنَ الْمُجْرِمِيْنَ ۗ وَكَفٰى بِرَبِّكَ هَا دِيًا وَّنَصِيْرً “Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong .” (QS. al- Furqān [25]: 31) 2. Teladan dari nama baik Al- Hādi a. Meyakini bahwa petunjuk Allah adalah petunjuk paling sempurna Sebagai umat Islam, kita harus mempercayai bahwa Allah merupakan Dzat Yang Maha Memberi Petunjuk . E. Maha Pemberi Petunjuk (Al- Hādi ) Saya mau bilang apa lagi, tidak ada yang bisa saya lakukan, ‘Amr bin ‘Ash telah menipuku", dan kemudian mulai mencaci dengan mengatakan, “Wahai ‘Amr bin ‘Ash, celaka kamu, kamu telah menipu dan berbuat jahat”.Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya dan gaduhnya suasana di Daumatul Jandal pada saat itu. Setelah kejadian aneh dan kacau itu, Abu Musa al-Asy’ari meninggalkan kota Daumatul Jandal menuju Makkah. Sementara ‘Amr bin ‘Ash dan anggota delegasinya meninggalkan Daumatul Jandal untuk menemui dan memberitahu Mu’awiyah tentang hasil tahkīm dan sekaligus mengucapkan selamat kepada Mu’awiyah sebagai khalifah.
Dan petunjuk Allah merupakan Petunjuk yang paling sempurna . Allah Swt . Berfirman : وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَآءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَـكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka . Katakanlah , ‘ Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya )’. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu ( kebenaran ) sampai kepadamu , tidak akan ada begimu pelindung dan penolong dari Allah” (QS. al-Baqarah [2]: 120) Makna petunjuk Allah sempurna berarti Allah memberikan petunjuk secara dinamis dan bertingkat-tingkat sesuai dengan manusia sendiri . Ada empat tingkatan yang diberikan Allah kepada manusia yaitu , 1) Potensi naluriah , contohnya tangisan bayi menunjukkan kebutuhan bayi akan ASI, 2) Panca Indera , contohnya melihat indahnya handphone terbaru di media sosial meskipun pada Dampak dari peristiwa tahkīm tersebut, maka
umat Islam terpecah menjadi tiga faksi, yaitu:
1. Kelompok yang tetap setia kepada Ali bin Abi Ṭālib, yang kemudian menjadi embrio kelompok Syi’ah.
2. Pecahan kelompok Ali bin Abi Ṭālib, yang kemudian dikenal dengan sebutan Khawārij.
3. Kelompok yang mendukung Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān.
realitanya handphone tersebut ada banyak cacatnya , 3) Akal, contohnya setelah melihat wujud nyata handphone terbaru , seorang pembeli melakukan pengecekan baik spesifikasi maupun kualitas dari handphone tersebut , 4) Agama, contohnya setelah memberikan penganalisaan handphone dengan akal , seorang pembeli memberikan analisis secara keagamaan seperti apakah membeli handphone ini baik untuk dirinya padahal ia masih memiliki handphone lama? b. Membagikan petunjuk kepada orang lain dengan sungguh-sungguh dan tanpa pamrih Keempat tingkatan petunjuk Allah menunjukkan betapa luas petunjuk Allah atas makhluk -Nya. Sedangkan manusia merupakan makhluk yang penuh keterbatasan . Banyak manusia yang masih mendapati dan memahami petunjuk naluri atau pun panca indera namun belum mendapati petunjuk akal dan agama. Apapun alasannya , manusia memiliki tingkatan pemahaman dan kepekaan yang berbeda . Oleh karenanya , seseorang yang masih dalam tingkatan naluri dan panca indera dianjurkan memiliki sikap berani bertanya kepada seseorang yang lebih mengetahuinya . Dan sebaliknya seseorang yang lebih mengetahui dianjurkan untuk peka terhadap kebutuhan masyarakat sekitarnya . Pada awalnya, aliran Khawārij hanya memperdebatkan persoalan politik, namun kemudian menjalar ke persoalan teologi/akidah. Misalnya sikap mereka terhadap Utsman, Ali bin Abi Ṭālib dan Mu’awiyah yang dinilainya sebagai kafir karena dianggap mencampuradukkan antara yang benar (haq)
dengan yang palsu (bāṭil). Rencana pembunuhan tersebut dirancang dengan matang. Ibnu Muljam ditugaskan untuk membunuh Ali bin Abi Ṭālib di Kufah. Hajjaj bin Abdullah ditugaskan untuk membunuh Mu’awiyah di Damaskus. ‘Namun pada akhirnya yang berhasil dibunuh hanyalah Ali bin
Abi Ṭālib. Sedangkan Mu’awiyah hanya mengalami luka-luka.
b. Motivasi berkreasi dan inovasi Setelah kita meyakini bahwa Allah menciptakan sesuatu dengan sebaikbaiknya , maka perilaku yang dapat menunjukkan cerminan terhadap al- Khāliq ialah kreatif dan inovatif . Kreatif berarti memiliki daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan . setiap orang mampu menciptakan sesuatu yang berada dalam dirinya . Contohnya mobil esemka yang dibuat oleh anak-anak Indonesia. Dan inovatif berarti memperkenalkan sesuatu yang bersifat pembaharuan atau kreasi baru . Inovasi di sini menunjukkan bahwa adanya upgrade pada bagian-bagian kreasi sebelumnya menjadi kreasi baru . Contohnya lampu-lampu jalan yang dulunya dialiri listrik dari PLN, sekarang banyak dialiri oleh energi surya . Jadi, dengan mendalami nama al- Khāliq , kita seyogyanya lebih mengeksplorasi dunia sehingga muncul ide-ide dan aksi kreatif juga inovatif . G. Maha Bijaksana (Al- Ḥakīm ) Pengertian Al- Ḥakīm Nama al- Ḥakīm merupakan nama ke-47 dari 99 al- Asmā ` al- Ḥusnā . Kata alḤakīm berakar dari huruf ḥa `, kaf, dan mīm berarti bijaksana . Nama al- Ḥakīm menunjukkan bahwa Allah Mahabijaksana atas segala sesuatu . Dengan kebijaksanaan -Nya, Allah memberikan manfaat dan kemudahan makhluk -Nya atau menghalangi dan menghindarkan terjadinya kesulitan bagi makhluk -Nya. Tidak ada keraguan dan kebimbangan dalam segala perintah dan larangan -Nya, dan tak satu pun makhluk yang dapat menghalangi terlaksananya kebijaksanaan atau hikmah-Nya RANGKUMAN 1. Pada masa awal perkembangan Islam sampai dengan akhir masa kepemimpinan Utsman bin Affan, keadaan umat Islam masih dalam satu corak pemahaman akidah. Kasus terbunuhnya Utsman bin Affan, yang dikenal dengan al-fitnah al-kubra
menjadi tonggak munculnya kelompok-kelompok dalam Islam.
2. Khalifah Ali Ali bin Abi Ṭālib yang menggantikan kekhalifahan Utsman bin Affan
menerima estafet kepemimpinan dalam suasana kekacauan politik. Pertikaian antar umat Islam yang memicu peperangan tidak dapat dihindarkan.
.
3. Upaya Khalifah Ali bin Abi Ṭālib untuk menyatukan umat Islam yang diselesaikan
dengan memerangi kelompok yang tidak tunduk kepada kekhalifahannya justru membuat friksi-friksi dalam Islam semakin mengkristal, akhirnya terjadilah perang
Jamal dan perang Ṣiffin.
4. Tahkīm yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan, justru berakhir mengecewakan dan memunculkan kelompok baru di luar pendukung Ali bin Abi Ṭālib dan Mu’awiyah yaitu Khawārīj.
5. Walaupun yang memicu munculnya aliran-aliran dalam Islam adalah masalah politik, namun pada akhirnya berkembang ke masalah akidah atau teologi. Dari sinilah, akhirnya muncul berbagai firqah/aliran dalam I