Mendidik tanggung jawab pada anak adalah proses penting yang harus dimulai sejak dini, karena anak masih memiliki masa depan panjang dan sejarah hidup yang terus berjalan. Orang tua perlu kompak dalam visi, menjadi teladan, serta membangun aturan di rumah, seperti penggunaan gadget, family time, pem...
Mendidik tanggung jawab pada anak adalah proses penting yang harus dimulai sejak dini, karena anak masih memiliki masa depan panjang dan sejarah hidup yang terus berjalan. Orang tua perlu kompak dalam visi, menjadi teladan, serta membangun aturan di rumah, seperti penggunaan gadget, family time, pembagian tugas, tanggung jawab pribadi, dan pengelolaan keuangan. Pendidikan anak harus dilandasi cinta kasih, komunikasi positif, dan pendampingan penuh. Orang tua juga sebaiknya menjadi sahabat yang mendengarkan keluhan anak, khususnya di masa remaja. Kata-kata positif sejak dalam kandungan hingga dewasa sangat berpengaruh, karena pikiran, ucapan, dan pengulangan membentuk kepribadian anak. Sebaliknya, kekerasan verbal meninggalkan luka psikologis jangka panjang dan melahirkan subkepribadian negatif seperti “si bodoh” atau “anak pungut”. Oleh karena itu, orang tua wajib menjaga lisan, menanamkan afirmasi positif, serta mendidik dengan teladan, cinta, dan konsistensi agar anak tumbuh percaya diri, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia.
Size: 3.02 MB
Language: none
Added: Aug 29, 2025
Slides: 43 pages
Slide Content
Mendidik Tanggung Jawab P ada Anak Cahyadi Takariawan Jogja Family Center (JFC)
Kita Hidup di Zaman Cyber
Mencetak Sejarah Sejarah Anak Kita Belum Selesai Jangan Menghentikan Sejarah Anak Kita Pada Kondisinya yang Sekarang Mereka Masih Memiliki Masa Depan yang Panjang
1. Harus Kompak Bersama Pasangan
Menjadi Pasangan yang Kompak Jadilah sahabat bagi pasangan agar bisa kompak mendidik anak Kompak bersama pasangan untuk menyamakan VISI, menyatukan PERSEPSI, juga mendiskusikan serta mencari SOLUSI atas berbagai problematika dalam mendidik anak .
Orang Tua adalah Teladan Jika tidak kompak dengan pasangan kita , bagaimana kita akan mendidik anak ? Orang tua adalah TELADAN bagi anak , maka harus selalu berusaha memberikan keteladanan terbaik untuk mereka
2. Membuat Aturan di Rumah
Contoh 1: Aturan Penggunaan Gadget Gunakan Gadget hanya untuk Kebaikan Batasan usia Batasi fungsinya Tidak merahasiakan akun dan password Terapkan batasan waktu
Contoh 2 : Aturan Family Time Masing-masing meluangkan waktu untuk bersama keluarga Semua terlibat dalam pembicaraan dan aktivitas keluarga Membiasakan komunikasi positif dengan semua anggota keluarga
Contoh 3 : Pembagian Tugas Setiap anak diberikan tugas kerumahtanggaan untuk dilaksanakan setiap hari . Bisa selalu dievaluasi menyesuaikan perkembangan situasi dan kondisi
Contoh 4 : Tanggung Jawab Pribadi Setiap anak harus bertanggung jawab atas hal yang melekat pada dirinya masing-masing , seperti membersihkan kamar tidur , membersihkan piring dan gelas , mengurus sepeda / motor, dan lain lain
Contoh 5 : Pengelolaan Keuangan Anak diajari tanggung jawab atas pengelolaan uang , termasuk laporan penggunaannya .
3. Didiklah Anak dengan Cinta Kasih
Mendidik Anak dengan Cinta Orang tua harus mendidik , mengarahkan , dan membersamai anak menuju nilai-nilai kebenaran dan kebaikan . Pendidikan di rumah oleh orang tua adalah pondasi yang sangat kokoh bagi kehidupan anak-anak hingga mereka dewasa .
4- Jadilah Sahabat yang Baik untuk Anak
Menjadi Sahabat yang Baik Menjadi sahabat yang baik , artinya selalu siap mendengarkan keluhan dan cerita anak-anak . Terlebih ketika mereka sudah menginjak remaja . Berikan respon yang positif saat anak-anak bercerita atau tengah curhat
5 - Memilih KATA-KATA POSITIF
KATA-KATA POSITIF SEJAK DALAM KANDUNGAN Anak sejak dalam kandungan bisa berinteraksi dengan dunia luar Maka kata-kata positif , doa , dzikir dan ayat-ayat Al Qur’an harus lebih banyak diperdengarkan pada janin
Abu Rafi’ meriwayatkan , “ Ketika Fatimah melahirkan putranya , Hasan bin Ali, aku melihat Rasulullah SAW mengumandangkan adzan pada telinga Hasan bin Ali“ ( Riwayat Ahmad, Abu Dawud , dan Tirmidzi .) KATA-KATA POSITIF SEJAK LAHIR
KALIMAT TAUHID Imam Ibnul Qayyim menjelaskan , ” Rahasia kenapa ketika seorang bayi baru lahir harus dikumandangkan adzan pada telinganya adalah – wallahu a’lam - agar suara yang pertama kali masuk ke telinga si anak adalah kalimat-kalimat yang mengandung makna akan kebesaran dan keagungan Allah swt . Dan dua kalimat syahadat yang digunakan sebagai kunci pintu masuk Islam.
Kekuatan Pikiran Pikiran adalah kekuatan paling dahsyat . Begitu pula dalam dunia anak . Segala bentuk pikiran yang terlintas dalam pikiran mereka setiap hari akan mempengaruhi semua aspek kehidupan mereka . Sikap , pilihan , kepribadian dan siapa mereka sebagai individu , adalah produk dari pikiran-pikiran tersebut . John Kehoe & Nancy Fischer : Mind Power for Children, 2002.
Kata-kata Adalah Lukisan Verbal dari Pikiran Kata-kata adalah lukisan verbal dari pikiran dan perasaan . Kesan yang ditangkap anak-anak dari kata-kata yang kita ucapkan akan diolah sedemikian rupa oleh otak mereka . (John Kehoe & Nancy Fischer : Mind Power for Children, 2002).
Anak-anak ternyata lebih fokus pada kata terakhir yang mereka dengar , dibandingkan dengan uraian kalimat panjang lebar yang disampaikan orang tua , betapapun penting maksud kalimat tersebut . John Kehoe & Nancy Fischer : Mind Power for Children, 2002.
Biasakan Menggunakan Kalimat Positif Hendaknya orang tua berbicara dengan anak selalu menggunakan kalimat positif , karena dampaknya akan positif bagi orang tua dan juga bagi anak tersebut . Jika terbiasa menggunakan kalimat negatif , akan berdampak negatif pula bagi orang tua dan anaknya .
Pembiasaan dan Latihan Ini memerlukan latihan dan pembiasaan , mengingat kalimat negatif lebih mudah diucapkan spontan dibandingkan dengan kalimat positif . Mengapa lebih mudah mengucapkan kalimat negatif ? Karena kalimat ini merupakan respon sesaat atas kondisi yang dilihat dari anak , yang tidak dikehendaki orang tuanya .
Kekuatan Kata-kata Imam Al Ghazali menceritakan dalam kitab Ihya ‘ Ulumuddin dialog antara Sahal bin Abullah At Tustari dan pamannya Muhammad Ibnu Siwar . “ Ketika aku berusia tiga tahun , aku selalu bangun malam . Aku melihat shalat pamanku , Muhammad Ibnu Siwar . Pada suatu hari ia berkata kepadaku , apakah engkau tidak ingat kepada Allah yang telah menciptakan kamu ?” “ Bagaimana aku mengingatnya ?” Pamanku berkata , “ Katakan di dalam hatimu ketika kamu berbolak-balik di atas tempat tidurmu , tiga kali, tanpa menggerakkan lidahmu : Allah bersamaku , Allah mengawasiku , Allah menyaksikan aku ”.
Kekuatan Pengulangan Dan aku kerjakan itu lalu aku laporkan kepadanya . ” Ucapkan setiap malam tujuh kali “, kata paman . Aku kerjakan kemudian aku laporkan kepadanya . ” Ucapkan itu setiap malam sebelas kali”. Akupun laksanakan pesan tersebut , maka aku merasakan rasa nyaman dalam kalbuku . Setelah satu tahun berlalu , pamanku berkata , “ Peliharalah apa yang telah aku ajarkan kepadamu , dan tetapkan mengerjakannya hingga kamu masuk kubur . Karena sesungguhnya yang demikian itu bermanfaat untuk kamu di dunia dan di akhirat ”. Dalam beberapa tahun , aku terus mengerjakannya , maka aku dapatkan rasa nyaman dalam kesunyianku .
Kekuatan Afirmasi Kemudian pamanku berkata padaku , ” Wahai Sahal , barangsiapa merasa Allah bersamanya , melihat dan menyaksikannya , apakah ia akan mendurhakai-Nya . Janganlah sekali -kali kamu durhaka .”
KEKERASAN VERBAL Dr. Susan Forward dalam bukunya Toxic Parents (2002) menjelaskan , kekerasan secara verbal terhadap anak bisa terjadi melalui dua gaya . Pertama , secara langsung Kedua , secara tidak langsung
LANGSUNG Pertama menyerang anak secara langsung , terbuka , dan secara jahat merendahkan si anak . Contohnya adalah memberikan julukan-julukan seperti si bodoh , si dungu , tak berguna , menyesal telah melahirkannya .
TIDAK LANGSUNG Kedua , kekerasan verbal secara tidak langsung . Ungkapan yang disampaikan orang tua bersifat tidak langsung kepada diri si anak , tetapi sangat menghina dan melecehkan mereka . Misalnya ucapan " Lihat tuh ada si jelek yang lagi berulah ... Dia kan dipungut dari panti asuhan . Kalau anak Mama Papa pasti nggak kayak gitu “
DAMPAK JANGKA PANJANG Semua itu akan berdampak jangka panjang terhadap perasaan anak , dan memengaruhi citra diri mereka di saat dewasa . Bahkan sebagian berkembang menjadi gejala SUB PERSONALITY ( Subkepribadian ) yang sangat merugikan bagi si anak di masa dewasanya
Piero Ferrucci ( dalam Rueffler , 2006) melihat subkepribadian sebagai ” satelit-satelit psikologis yang secara simultan hadir sebagai tumpukan-tumpukan kehidupan yang beragam . Setiap subkepribadian mempunyai gayanya sendiri , dan motivasinya sendiri yang berbeda satu dengan lainnya .” Virginia Satir ( dalam Rueffler , 2006), menyebut subkepribadian sebagai ” Wajah Saya yang Beragam ” dan melihat mereka sebagai bagian-bagian dari kepribadian kita yang saling bergantung satu sama lainnya . SEKILAS TENTANG SUBKEPRIBADIAN
Suatu subkepribadian memiliki : ciri sendiri , kebutuhan untuk eksis dan memenuhi kebutuhan dari kemauan , keinginan , dan kebutuhan pribadi . Jenis-jenis subkepribadian yang eksis di dalam diri dapat memiliki keragaman , seperti “ si pencemas ," " korban ," “ tulang punggung ," " si penakut ," “yang terbuang ”, “ si bodoh ”, “ tak berguna ”, dll . EKSISTENSI SUBKEPRIBADIAN
Organisasi subkepribadian adalah amat nyata dan kadang-kadang mengejutkan , mengherankan atau menakutkan ( Roberto Assagioli , dalam : Sorensen , 2006 ). Seseorang menemukan perbedaan sifat yang kuat dan seringkali amat berlawanan yang ditampilkan dalam peran-peran yang berbeda . ( Roberto Assagioli , dalam : Sorensen, 2006 ). SUBKEPRIBADIAN BERSIFAT SANGAT NYATA
Menurut Rueffler (2006) asal muasal subkepribadian , tidak dapat dilepaskan dari lingkungan psikologis dan perkembangan diri pada masa kanakkanak . BENTUKAN SEJAK MASA KANAK-KANAK
Gretschen Sliker ( dalam Rueffler , 2006); subkepribadian berawal dari bulan-bulan pertama awal masa kanak-kanak , dimana pada usia 1 – 2 tahun , struktur-struktur psikologis anak sudah terbentuk , perilakunya berciri tertentu berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan tertentu pula. Dengan berjalannya waktu , pengalaman dan ingatan yang terbangun , subkepribadian tersebut menjadi multidimensi dan kian kompleks . MAKIN LAMA MAKIN KOMPLEKS
KONFLIK ANTAR SUBKEPRIBADIAN Tidak jarang terjadi konflik antar subkepribadian . Setiap subkepribadian dipaksa untuk mengekspresikan dan menyadari kualitas-kualitasnya , apakah bersifat destruktif atau konstruktif . Proses seperti itu seringkali terjadi tanpa kita sadari dan membuat kita berada pada suatu fenomena yang sangat kita kenal , seperti ekspresi ini : ” Aku tidak ingin melakukannya , tapi ternyata aku melakukannya lagi ”.
Subkepribadian : Si Jelek Contoh 1 : Bunga , wanita (37 th ), konsultan , emosi meledak-ledak Bunga memiliki trauma berupa perkosaan yang dilakukan oleh ayahnya ketika masih amat belia . Ia selalu menyalahkan ibunya karena memintanya menemani ayahnya bekerja di luar kota . Subkepribadian ini manifes dalam alamat email yang dibuat dalam bahasa asing yang artinya ” setan kecil ”. Bunga memiliki jenis subkepribadian lain yaitu : si pelompat dan terbuang . Si pelompat membuat nya singgah dan tinggal di beberapa negara , karena ketidaknyamanan dengan rumah ( negara ) nya . Perasaan ” terbuang ” yang ada dalam dirinya dimanifestasikan pada topik skripsi , tesis dan disertasinya yakni “orang-orang yang terbuang ”.
Subkepribadian : Anak Pungut Anggrek , wanita (24 th ), selalu menolak pria yang akan menikahinya Anggrek melaporkan bahwa sejak kecil ia dianggap seperti ” anak yang ditemukan di pinggir jalan ”. Hal ini diperolehnya ketika ia seringkali mendengarkan ” nyanyian ” dalam gendongan orangtuanya tentang topik tersebut . Ketika dewasa , ia ” tanpa sadar ” menolak pria idamannya sendiri karena merasa dirinya jelek .
Subkepribadian : Ditolak Dahlia , wanita (42 th ), karyawati , sulit jodoh Dahlia melaporkan bahwa sejak kecil ia selalu ditolak oleh orangtuanya . Seberapa tinggi prestasi akademik yang diraihnya , selalu dikatakan bodoh . Jerih payahnya tidak pernah diakui orang tuanya . Akibatnya ia juga merasa menderita ( jenis subkepribadian yang lain). Setiap kali dekat dengan laki-laki , selalu menolak ketika diajak untuk menikah . Demikian juga dalam pekerjaan , dimana orang lain selalu ” menolak ” pekerjaannya .