PERTEMUAN PERTAMA PPT HUKUM PAJAK TENTANG SEJARAH HUKUM

Efrianza1 12 views 17 slides Sep 16, 2025
Slide 1
Slide 1 of 17
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17

About This Presentation

Hukum pajak


Slide Content

HUKUM PAJAK DOSEN PENGAMPU: EFRIANZA, S.H., M.KN PERTEMUAN PERTAMA Sejarah Hukum di Indonesia: Menelaah sejarah pajak sebelum masehi dan perkembangan pajak di Indonesia

PENGANTAR Pengantar Pajak merupakan salah satu instrumen hukum dan ekonomi yang sudah ada sejak peradaban kuno . Dalam berbagai peradaban awal , pajak muncul sebagai bentuk kontribusi rakyat kepada penguasa untuk mendukung kepentingan bersama . Konsep ini terus berkembang dan menyesuaikan dengan kebutuhan setiap zaman . Pajak sudah dikenal sejak peradaban kuno Sejak masa Mesopotamia, Mesir , hingga Romawi , masyarakat sudah terbiasa memberikan sebagian hasil pertanian , ternak , atau harta benda kepada raja atau pemerintah . Tujuan utamanya adalah mendukung kebutuhan negara seperti pembangunan infrastruktur , upacara keagamaan , hingga pembiayaan perang .

LANJUTAN Pajak sebagai instrumen penting dalam pembangunan , pertahanan , dan administrasi Pembangunan: Pajak digunakan untuk membiayai infrastruktur publik , misalnya saluran irigasi di Mesir atau jalan di Romawi . Pertahanan : Pajak membantu menyediakan anggaran bagi tentara , peralatan , dan operasi militer . Administrasi : Pajak menopang jalannya birokrasi , gaji pejabat , serta sistem hukum agar pemerintahan berjalan stabil . Perkembangan di Indonesia dipengaruhi masa kerajaan , kolonial , dan kemerdekaan Masa Kerajaan : Pajak hadir dalam bentuk upeti kepada raja atau kerajaan , biasanya berupa hasil bumi , ternak , atau tenaga kerja . Masa Kolonial : Sistem pajak diperketat dan dijadikan alat eksploitasi rakyat oleh penjajah , seperti landrent dan cultuurstelsel . Masa Kemerdekaan : Indonesia membangun sistem perpajakan nasional yang terus mengalami reformasi hingga era modern, menjadikan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara .

SEJARAH PAJAK Pajak sudah dikenal sejak peradaban kuno . Di Indonesia, pajak berkembang dari sistem kerajaan → kolonial → modern. Reformasi memperkuat peran pajak dalam pembangunan nasional . Pajak adalah kewajiban sekaligus wujud partisipasi warga negara .

Pajak Sebelum Masehi Mesopotamia (± 3000 SM) Pajak dipungut dalam bentuk hasil bumi ( gandum , jelai ) atau ternak . Raja sebagai pusat kekuasaan menerima pajak untuk membiayai pemerintahan dan upacara keagamaan . Catatan administrasi pajak sudah ditemukan dalam bentuk prasasti tanah liat ( cuneiform tablets ). Pajak dianggap sebagai bentuk loyalitas rakyat kepada penguasa . Mesir Kuno (± 2500 SM ) Pajak dipungut untuk mendukung proyek besar seperti pembangunan piramida , bendungan , dan saluran irigasi di Sungai Nil . Bentuk pajak berupa hasil pertanian , karena masyarakat Mesir sangat bergantung pada kesuburan tanah di sekitar Sungai Nil . Ada pejabat khusus bernama “ scribes ” yang bertugas mencatat pajak . Pajak dipandang sebagai kontribusi masyarakat untuk kepentingan negara dan agama.

LANJUTAN… Romawi Kuno (± 500 SM – 476 M ) Pajak menjadi instrumen utama dalam pembiayaan militer karena Romawi sering berperang untuk ekspansi wilayah.Jenis pajak : Tributum soli ( pajak tanah ). Tributum capitis ( pajak kepala ). Pajak perdagangan dan bea cukai dari jalur dagang . Pajak digunakan untuk membayar tentara , membangun jalan , jembatan , dan mendukung administrasi pemerintahan.Dalam masa Kekaisaran , pajak semakin terorganisir dan menjadi tulang punggung kekuatan Romawi . Karakteristik Pajak Sebelum Masehi Bersifat memaksa , rakyat wajib membayar kepada penguasa . Lebih mirip upeti atau tanda kesetiaan , bukan sistem pajak modern dengan aturan hukum tertulis . Digunakan untuk kepentingan penguasa dan negara , meskipun rakyat tidak selalu merasakan manfaat langsung.Sudah ada unsur administrasi pajak , meskipun masih sederhana ( prasasti , catatan , pejabat khusus ).

LANJUTAN… Mesopotamia (± 3000 SM) Pajak dipungut dalam bentuk hasil bumi ( gandum , jelai ) atau ternak . Raja sebagai pusat kekuasaan menerima pajak untuk membiayai pemerintahan dan upacara keagamaan . Catatan administrasi pajak sudah ditemukan dalam bentuk prasasti tanah liat (cuneiform tablets). Pajak dianggap sebagai bentuk loyalitas rakyat kepada penguasa . Mesir Kuno (± 2500 SM) Pajak dipungut untuk mendukung proyek besar seperti pembangunan piramida , bendungan , dan saluran irigasi di Sungai Nil. Bentuk pajak berupa hasil pertanian , karena masyarakat Mesir sangat bergantung pada kesuburan tanah di sekitar Sungai Nil. Ada pejabat khusus bernama “scribes” yang bertugas mencatat pajak . Pajak dipandang sebagai kontribusi masyarakat untuk kepentingan negara dan agama . Romawi Kuno (± 500 SM – 476 M) Pajak menjadi instrumen utama dalam pembiayaan militer karena Romawi sering berperang untuk ekspansi wilayah . Jenis pajak : Tributum soli ( pajak tanah ). Tributum capitis ( pajak kepala ). Pajak perdagangan dan bea cukai dari jalur dagang . Pajak digunakan untuk membayar tentara , membangun jalan , jembatan , dan mendukung administrasi pemerintahan . Dalam masa Kekaisaran , pajak semakin terorganisir dan menjadi tulang punggung kekuatan Romawi . Karakteristik Pajak Sebelum Masehi Bersifat memaksa , rakyat wajib membayar kepada penguasa . Lebih mirip upeti atau tanda kesetiaan , bukan sistem pajak modern dengan aturan hukum tertulis . Digunakan untuk kepentingan penguasa dan negara , meskipun rakyat tidak selalu merasakan manfaat langsung . Sudah ada unsur administrasi pajak , meskipun masih sederhana ( prasasti , catatan , pejabat khusus ).

Pajak di Nusantara Kerajaan Kutai (± 400 M) Salah satu kerajaan tertua di Nusantara, di Kalimantan Timur . Pajak atau pungutan dilakukan dalam bentuk hasil bumi ( misalnya beras , hasil pertanian , atau hasil hutan ). Fungsi utama pajak adalah untuk membiayai upacara adat dan keagamaan , karena pada masa itu kehidupan kerajaan sangat kental dengan ritual kepercayaan Hindu. Pajak dipandang sebagai bentuk pengabdian masyarakat kepada raja yang dianggap wakil dewa di bumi . Kerajaan Mataram Kuno (± 700–900 M) Berpusat di Jawa Tengah dan Jawa Timur . Rakyat wajib menyerahkan upeti berupa hasil sawah , ternak , atau barang berharga . Sistem pajak ini biasanya berbentuk kewajiban desa kepada kerajaan , misalnya untuk membiayai pembangunan candi , lumbung kerajaan , atau irigasi . Pajak juga berfungsi sebagai tanda bahwa desa atau wilayah tertentu berada di bawah kekuasaan raja Mataram . Kerajaan Majapahit (± 1293–1500 M) Memiliki sistem pemerintahan yang lebih terstruktur dan birokratis . Pajak dipungut dari berbagai sektor , seperti : Hasil pertanian dan perdagangan . Pajak pelabuhan dan perdagangan antar pulau . Tenaga kerja ( kerja rodi ) untuk proyek kerajaan .

Pajak digunakan untuk membiayai istana , tentara , administrasi kerajaan , serta perdagangan internasional . Pajak juga memperkuat posisi Majapahit sebagai kerajaan maritim dengan wilayah kekuasaan luas . Karakteristik Pajak di Nusantara Pajak bersifat wajib sebagai bentuk ketaatan rakyat kepada raja.Lebih dikenal sebagai upeti ( bukti kesetiaan dan pengakuan kekuasaan raja). Manfaat pajak lebih terasa dalam pembangunan keagamaan , pertanian , dan pertahanan kerajaan.Sistem pajak mulai berkembang dari sekadar ritual ( Kutai ) → kebutuhan kerajaan ( Mataram ) → sistem birokrasi dan ekonomi yang terstruktur ( Majapahit ).

Tabel Perbandingan Pajak di Nusantara Kerajaan Bentuk Pajak / Upeti Tujuan Pemungutan Pajak Karakteristik Utama Kutai (±400 M) Hasil bumi ( beras , hasil pertanian , hasil hutan ) Membiayai upacara adat & keagamaan Hindu Pajak sederhana, berbasis ritual, pengabdian kepada raja Mataram Kuno (±700–900 M) Upeti berupa hasil sawah, ternak, barang berharga Pembangunan candi , irigasi , serta lumbung kerajaan Pajak sebagai tanda wilayah tunduk pada kekuasaan raja Majapahit (±1293–1500 M) Pajak pertanian, perdagangan, pelabuhan, kerja rodi Membiayai istana, tentara, administrasi, & perdagangan internasional Sistem pajak terstruktur , mendukung kekuatan ekonomi dan militer

Pajak pada Masa Kolonial Masa Raffles (1811–1816) Saat Inggris menguasai Jawa , Thomas Stamford Raffles memperkenalkan sistem pajak tanah ( Landrent ) . Dalam sistem ini , tanah dianggap milik negara ( pemerintah kolonial ), sedangkan rakyat hanya sebagai penyewa . Rakyat wajib membayar pajak tanah dengan uang atau hasil bumi sebesar 2/5 dari hasil panen . Sistem ini menimbulkan beban berat bagi petani , karena panen sering tidak menentu , tetapi pajak tetap harus dibayar . Cultuurstelsel (1830) Setelah Belanda kembali berkuasa , Gubernur Jenderal Van den Bosch memperkenalkan Cultuurstelsel ( Sistem Tanam Paksa ) . Rakyat diwajibkan : Menyediakan 1/5 tanah pertanian untuk ditanami tanaman ekspor (kopi, tebu , nila , teh , tembakau , dsb ). Bekerja secara paksa bila tidak memiliki tanah ( kerja rodi ). Hasil tanaman ekspor dijual ke pemerintah kolonial dengan harga rendah , lalu dijual kembali ke pasar Eropa dengan keuntungan besar . Sistem ini menyebabkan kesengsaraan rakyat , bahkan banyak terjadi kelaparan di beberapa daerah ( misalnya di Jawa Tengah).

Fungsi Pajak dan Hasilnya Pajak dan hasil tanam paksa digunakan untuk : Membiayai VOC ( Vereenigde Oostindische Compagnie ) dan penerusnya . Mendukung administrasi pemerintahan kolonial . Menutup utang Belanda yang besar setelah perang . Keuntungan besar justru dinikmati oleh Belanda , bukan rakyat pribumi . Karakteristik Pajak pada Masa Kolonial Bersifat eksploitasi → pajak dan kerja paksa lebih menguntungkan penjajah . Memberatkan rakyat → rakyat kehilangan hak atas tanahnya , dipaksa bekerja , dan sering mengalami kelaparan . Tidak adil → pajak tidak kembali dalam bentuk kesejahteraan , melainkan untuk memperkaya Belanda . 👉 Dengan demikian , pada masa kolonial pajak bukan sekadar kewajiban negara , melainkan alat penindasan ekonomi yang menjerat rakyat Indonesia demi kepentingan penjajah .

Pajak Pasca Kemerdekaan 1945 – 1947: Pembentukan Sistem Perpajakan Nasional Setelah Indonesia merdeka , pemerintah mulai membangun sistem perpajakan sendiri yang terlepas dari pengaruh kolonial . Pajak diposisikan sebagai sumber penerimaan utama negara untuk membiayai jalannya pemerintahan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan . Pada 1947 , lahirlah Undang-Undang Pajak pertama di Indonesia sebagai dasar hukum pemungutan pajak secara nasional . Meski kondisi ekonomi masih sulit , pajak mulai diarahkan untuk mendukung pembangunan . 1983: Reformasi Pajak Dilakukan reformasi besar-besaran dalam sistem perpajakan . Muncul sistem self-assessment , yaitu wajib pajak menghitung , membayar , dan melaporkan sendiri pajaknya . Reformasi ini menggantikan sistem sebelumnya yang official-assessment ( ditentukan sepenuhnya oleh fiskus / petugas pajak ). Tujuan reformasi : meningkatkan kesadaran pajak masyarakat , memperluas basis pajak , dan mengurangi praktik penyalahgunaan wewenang . 2000-an: Modernisasi & Digitalisasi Pajak Pemerintah melanjutkan reformasi dengan modernisasi administrasi pajak . Layanan pajak mulai berbasis teknologi : NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak ) nasional . E-filing untuk laporan pajak . E-billing & e-payment untuk pembayaran pajak . Pengawasan dan transparansi semakin diperkuat agar penerimaan pajak lebih optimal. Pajak semakin dipandang sebagai instrumen pembangunan nasional . Pajak sebagai Sumber Utama Penerimaan Negara Hingga saat ini , pajak menjadi tulang punggung APBN , menyumbang lebih dari 70% penerimaan negara . Pajak dipakai untuk : Pendidikan , kesehatan , dan infrastruktur . Membiayai aparatur negara . Program kesejahteraan sosial dan pembangunan ekonomi . Pajak kini bukan hanya kewajiban , tetapi juga wujud partisipasi warga negara dalam pembangunan .

Kesimpulan … Pajak sudah dikenal sejak peradaban kuno Sejak zaman Mesopotamia, Mesir , hingga Romawi , pajak sudah hadir dalam bentuk hasil bumi , ternak , atau tenaga kerja . Fungsinya digunakan untuk pembangunan , perang , dan administrasi pemerintahan . Hal ini menunjukkan bahwa pajak merupakan konsep universal yang melekat dalam kehidupan bernegara . Perkembangan Pajak di Indonesia Masa Kerajaan : Pajak dikenal sebagai upeti berupa hasil bumi atau tenaga kerja , simbol kesetiaan rakyat kepada raja. Masa Kolonial : Pajak berubah menjadi instrumen eksploitasi , seperti landrent dan cultuurstelsel , yang lebih menguntungkan penjajah . Masa Modern/ Kemerdekaan : Pajak dibangun kembali sebagai sistem nasional , mengalami reformasi , dan menjadi dasar pembangunan negara .

Kesimpulan … Reformasi memperkuat peran pajak dalam pembangunan nasional Reformasi 1983 memperkenalkan sistem self-assessment . Era 2000-an membawa modernisasi dan digitalisasi pajak . Pajak kini lebih transparan , adil , dan efektif sebagai sumber utama APBN . Pajak sebagai kewajiban dan partisipasi warga negara Membayar pajak adalah kewajiban hukum yang diatur dalam undang-undang . Pajak juga merupakan wujud partisipasi aktif rakyat dalam membiayai pembangunan , meningkatkan kesejahteraan , dan memperkuat kedaulatan negara . Dengan membayar pajak , rakyat ikut serta dalam membangun Indonesia . 👉 Jadi , pajak bukan hanya instrumen ekonomi , melainkan juga pilar hukum dan politik yang mengikat hubungan antara negara dan warganya sejak zaman kuno hingga sekarang .

Kesimpulan … “Dari perjalanan sejarah yang kita bahas , jelas bahwa pajak bukanlah hal baru . Sejak peradaban kuno hingga era modern, pajak selalu hadir sebagai bagian penting dalam kehidupan bernegara . Di Indonesia sendiri , pajak berkembang dari masa kerajaan yang sederhana , masa kolonial yang penuh eksploitasi , hingga menjadi sistem modern yang transparan dan berbasis teknologi . Reformasi pajak yang dilakukan membuktikan bahwa negara semakin serius menjadikan pajak sebagai tulang punggung pembangunan nasional . Karena itu , membayar pajak bukan hanya kewajiban hukum , tetapi juga bentuk nyata partisipasi kita sebagai warga negara dalam membangun Indonesia yang lebih maju , adil , dan sejahtera . Dengan pajak , kita ikut berkontribusi bagi generasi sekarang dan masa depan bangsa .”

ANY QUESTION? THANK YOU
Tags