sarana penyampaian dakwah dengan perkataan

indrirustiandam 9 views 15 slides Apr 18, 2025
Slide 1
Slide 1 of 15
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15

About This Presentation

menjelaskan tentang sarana penyampaian dakwah


Slide Content

MAKALAH
Sarana Penyampaian Dakwah Dengan Perkataan
Disususn Untuk Memenuhi Tugas Kuliah
Mata Kuliah: Fiqh Dakwah
Dosen Pembimbing:
Ahmad Jiyad, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Dhawiyah Rahma
Indri Rustidiana
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ISLAM ASY-SYUKRIYYAH
TAHUN 2023

KATA PENGANTAR
  Puji syukur kehadirat Allah SWT,yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah pembelajaran Fiqh Dakwah yang berjudul
Sarana Penyampaian Dakwah Dengan Perkataan.Yang bertujuan agar mampu
menjelaskan dan memaparkan apa saja materi apa saja yang akan dijelaskan untuk
memenui tugas dari ustadz Ahmad Jiyad, M.Pd dalam mata kuliah pembelajaran Fiqh
Dakwah.Kami susun guna memenuhi tugas yang senantiasa mendampingi kami untuk
menimba ilmu.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dalam mata kuliah ini karena dengan tugas
yang diberikan dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang ditekuni.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak,sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Dalam penyusunan makalah ini semoga
dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Tangerang,10 November 2023
Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................................
A. Latar Belakang...................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................
A. Urgensi
B. Contoh
C. Etika berdiskusi, berdialog,dan berdebat
D. amar ma'ruf nahi munkar...................................................2
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................................
A. Kesimpulan........................................................................3
B. Saran..................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong
pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan
kemunduran umat Islam, sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang
dilakukannya. Berdakwah adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim dengan
segala bentuknya. Penyampaian ajaran Allah dan Rasul-Nya kepada orang lain
(alMaidah: 67), dengan menjalankan segala perintahNya mengajak kepada
seluruh umat manusia untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan
(ali Imran: 104). Baik dengan cara memberikan washiyah atau nasihat ataupun
dengan jalan berjuang demi menegakkan agama Allah (at Taubah : 88).
Sebaliknya, azabnya akan turun kepada siapa saja yang enggan melakukan
kegiatan dakwah (al Maidah: 79). Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat
Ali ‘Imran ayat 104 yang berbunyi:
Artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”(Q.S Ali Imran: 104).
Selain itu disebutkan juga dalam al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 67 yang
berbunyi:
Artinya:
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu
tidak menyampaikan amanatNya.Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang
kafir.” (Q.S al Maidah : 67).
Dari ayat-ayat tersebut dijelaskan, bahwa setiap muslim
diwajibkan menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh umat manusia dengan
ber-amar makruf nahi munkar, berjihad, memberi nasihat dan sebagainya. Agama
Islam berfungsi sebagai rahmat dan nikmat bagi manusia seluruhnya, maka Allah
mewahyukan agama ini sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya yang
meliputi aspekaspek dasar tentang dunia dan akhirat, yang mana dapat
membimbing manusia kepada kebahagiaan lahir batin di dunia dan akhirat. Hal
ini semua bisa tercapai salah satunya dengan adanya dakwah Dakwah merupakan
bagian integral dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim.
Kewajiban ini tercermin dari konsep amar ma’ruf dan nahi mungkar; yakni
perintah untuk mengajak masyarakat melakukan perilaku positif-konstruktif
sekaligus mengajak mereka untuk meninggalkan dan menjauhkan diri dari
perilaku negatifdestruktif. Konsep ini mengandung dua implikasi makna
sekaligus, yakni prinsip perjuangan menegakkan kebenaran dalam Islam serta
upaya mengaktualisasikan kebenaran Islam tersebut dalam kehidupan sosial guna
menyelamatkan mereka dan lingkungannya dari kerusakan (al-fasad). Pada
hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang
dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang

kemasyarakatan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir,
bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan
sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam
semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu. Mengingat fungsi dan
peran dakwah yang demikian penting dan menentukan, maka pengertian dakwah
dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, harus dipahami secara tepat dan
benar, sejalan dengan ketentuan al-Qur`an, sunnah rasul, dan sirah nabawiyah
yang berisikan petunjuk bagaimana dakwah itu dilakukan, sehingga menghasilkan
pribadi-pribadi yang istiqamah dan tangguh; dan melahirkan tatanan kehidupan
masyarakat yang Islami. Masyarakat sebagai obyek dakwah atau sasaran dakwah
merupakan salah satu unsur penting.
B.Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
a.Urgensi
b.Contoh
c.Etika berdiskusi, berdialog,dan berdebat
d.Amar ma'ruf nahi munkar

BAB II
PEMBAHASAN
A.Urgensi
Kalau dilihat dari aspek bahasa, kata dakwah adalah ism al-mashdar dari
da’â-yad’û-da’wan-wa da’watan (ةوعدو -اوعد-وعدي-اعد (. Asalnya adalah da’wah
(dengan huruf ‘ain), kemudian di-Indonesiakan dengan dakwah (dengan
memakai huruf k). Menurut Ibn Faris, asal makna kata da’â adalah
memalingkan sesuatu kepada diri kita melalui suara atau pembicaraan.
Ibrahim Anis memaknainya dengan menuntut kehadiran sesuatu atau
mengharapkan kebaikan. Di dalam bahasa Indonesia, kata da’â dimaknai
dengan berseru, menyeru, memohon, atau berdo’a. Sedangkan dakwah, berarti
mengajak orang kepada kebaikan (da’watun nâs ila al-khayr). Orang yang
mengajak atau berdo’a disebut dengan dâ’i.
Kata da’wah disebut sebanyak enam kali dalam al-Qur’an. Sementara
kata dâ’I sebanyak tiga kali, seperti surat al-Baqarah ayat 186; beerkaitan
dengan pernyataan Tuhan, bahwa Dia sangat dekat dengan hamba-Nya dan
akan mengabulkan permohonan orang yang berdo’a hanya kepada-Nya. Dan
al-Qamar ayat 6, yang berkaitan keadaan hari Kiamat.
Kemudian, terkait dengan tugas dakwah tersebut, di dalam al-Qur’an
Allah Swt. telah menjelaskan beberapa metode yang harus diterapkan. Hal ini
telah cukup jelas dalam surat al-Nahl ayat 125, Allah Swt. berfirman:
َّ
لَVVض ْنَمِب ُمَلْع
َ
أ َوVVُه َكَّبَر َّنِإ ُنَVVسْح
َ
أ َيِه يِتَّلاVVِب ْمُهْلِداVVَجَو ِةَنَسَحْلا ِةَظِعْوَمْلاَو ِةَمْكِحْلاِب َكِّبَر ِليِبَس ىَلِإ ُعْدا
َ
نيِدَتْهُمْلاِب ُمَلْع
َ
أ َوُهَو ِهِليِبَس ْنَع
Surat al-Nahl di atas juga menggambarkan, bahwa selain dengan cara
yang persuasif dan mendidik atau nasehat yang baik (al-maw’idzatul
hasanah) juga lewat diskusi yang elegan (mujâdalah hasanah, tukar pikiran
yang dialogis). Dengan metode yang persuasif, materi dakwah akan dapat
diharapkan lebih signifikan dibanding dengan kekerasan.
Seorang pendakwah harus terlebih dahulu berperang dengan musuh
yang bersarang dalam dirinya melalui jihad bi al-nafs sebelum berhadapan
dengan musuh lain. Untuk memeperoleh keberhasilan yang gemilang,
seorang pendakwah juga perlu mempersiapkan beberapa hal, seperti:
wawasan yang luas terutama dalam bidang agama, memahami kandungan al-
Qur’an, iman yamg kuat, sabar, optimis dan rela berkorban, baik waktu,
pikiran dan tenaga maupun harta. Tidak kalah pentingnya, yaitu semangat
yang tinggi dalam mencapai tujuan, menyiapkan diri bekerja secara terus
menerus, teratur dan berkesinambungan.
Selanjutnya, apa pentingnya berdakwah,Secara lahiriyah dapat diketahui
harus ada sekelompok orang yang terorganisir dan terkordinir untuk
mengajak orang lain kepada berbuat baik dan menegakkan kebenaran di
tengah-tengah masyarakat. Secara formal tugas mengajak lebih tepat apabila
diemban oleh para ilmuwan (Ulama). Sedangkan untuk mencegah
kemunkaran tersebut lebih signifikan apabila ditangani pihak berwenang

(penegak hukum, seperti Polri, Jaksa dan Hakim).Kemudian, tidak kalah
pentingnya supaya dakwah dapat berjalan efektif adalah dengan
memperhatikan sasaran dakwah (audiens) itu sendiri, baik dari aspek budaya
maupun karakter dan wawasannya.
Urgensi dakwah dalam Islam sangat penting dan memiliki banyak aspek
yang relevan. Berikut adalah beberapa poin yang menyoroti urgensi dakwah:
1. Menyebarkan Ajaran Islam : Dakwah adalah upaya untuk
menyebarkan ajaran Islam kepada individu lain, sehingga mereka dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan baik.
2. Penyelamatan Rohani : Dakwah bertujuan untuk menyelamatkan
rohani individu dari dosa, kesesatan, dan akibat buruk di akhirat. Ini adalah
langkah yang sangat penting untuk keselamatan abadi.
3. Kewajiban Agama : Dalam Islam, dakwah adalah kewajiban bagi
setiap Muslim untuk membantu orang lain memahami ajaran agama dan
menjalankannya.
4. Mengajak Kepada Kebaikan : Dakwah adalah cara untuk mengajak
orang lain untuk melakukan kebaikan, meninggalkan perilaku buruk, dan
berkontribusi pada perbaikan sosial.
5. Mengatasi Kesalahpahaman : Dakwah membantu mengatasi
kesalahpahaman dan stereotip negatif tentang Islam yang dapat muncul
dalam masyarakat.
6. Dialog Antaragama : Dakwah juga dapat membantu mempromosikan
dialog antaragama dan pemahaman yang lebih baik antara umat beragama
yang berbeda.
7. Kesempatan Pahala : Setiap upaya dakwah yang dilakukan dengan
niat baik dan kepedulian akan mendatangkan pahala bagi individu yang
melakukannya.
Penting untuk menjalankan dakwah dengan bijak, rasa hormat, dan toleransi
terhadap pandangan orang lain, serta dengan pemahaman kontekstual
terhadap audiens yang dituju. Dakwah adalah cara untuk membagikan pesan
Islam dengan tujuan membawa manfaat dan keselamatan kepada orang lain.
B.Contoh
Terdapat banyak contoh penyampaian dakwah dengan perkataan, berikut
beberapa contoh konkret:

1. Khutbah Jumat: Seorang khatib di masjid memberikan khutbah Jumat
untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada jemaah,memberikan
nasehat, dan mengingatkan tentang prinsip-prinsip agama.
2. Ceramah Agama: Seorang ulama atau pemuka agama memberikan
ceramah di berbagai acara seperti acara pengajian, peringatan
keagamaan, atau seminar agama.
3. Bimbingan Rohani: Seorang pendeta atau guru rohani memberikan
bimbingan pribadi kepada individu yang membutuhkan nasihat agama.
4. Pengajian Rutin: Seorang ustadz atau muballigh mengadakan pengajian
rutin di masjid, rumah, atau tempat-tempat lain untuk mengajarkan
ajaran agama kepada masyarakat.
5. Penerbitan Buku atau Artikel: Menulis buku, artikel, atau blog tentang
nilai-nilai agama, moral, dan pandangan hidup yang dapat diakses oleh
banyak orang.
6. Media Sosial: Menggunakan platform media sosial seperti Facebook,
Twitter, atau YouTube untuk berbagi video ceramah, kutipan agama,
atau nasihat agama.
7. Diskusi dan Dialog: Mengadakan diskusi dan dialog dengan kelompok
yang berbeda keyakinan untuk memahami perbedaan-perbedaan dan
berbagi pandangan agama.
8. Pemberian Nasehat Pribadi: Berbicara secara pribadi dengan teman,
keluarga, atau rekan kerja tentang nilai-nilai agama dan memberikan
nasehat jika diperlukan.
Setiap cara penyampaian dakwah ini memiliki keunggulan dan relevansi
tersendiri tergantung pada situasi dan audiens yang dituju. Tujuannya
adalah untuk menyebarkan pesan agama dengan cara yang sesuai dan
efektif.
C.Etika Berdiskusi, Berdialog dan Berdebat
I.Pengertian Berdialog
Sebuah perbedaan merupakan salah satu ketetapan Allah yang
menjadikan kehidupan di dunia ini semakin beragam. Perbedaan
pendapat, keyakinan, dan perilaku manusia merupakan sebuah keniscayaan,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah,

َۙنْيِفِلَتْخُم َنْوُلاَزَيلَاَّو ًةَدِحاَّو ًةَّمُا َساَّنلا َلَعَجَل َكُّبَر َءاَۤش ْوَلَو

Artinya : Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia
umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat)-(QS.Hud :
188)
Pada ayat ini, makna berselisih pendapat diungkapkan dengan
lafadz
َنْيِفِلَتْخُم َنْوُلاَزَيلَاَّو
, dengan menggunakan fi’il mudori’ yang
mengindikasikan bahwa setiap perselisihan akan terus berlangsung pada
masa kini dan masa mendatang.
Setiap perbedaan dalam kehidupan manusia disinyalir sudah
menjadi lazim ketika dilihat dari sudut pandang siklus kehidupan yang
mengharuskan adanya interaksi dan kompetisi. Dalam hal ini, sebuah
jembatan penghubung untuk sebuah perbedaan sangat diperlukan guna
membangun kehidupan yang layak dan menjunjung nilai-nilai
keharmonisan. Salah satu cara untuk saling memahami dan
mempertemukan setiap perbedaan antar sesama adalah berdikusi,
berdialog dan berdebat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diskusi diartikan sebagai
perundingan untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.
Sementara berdiskusi artinya mengadakan diskusi; bertukar pikiran.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dialog diartikan percakapan.
Berdialog artinya bersoal jawab secara langsung; bercakapcakap. Sedangkan
dialogis artinya bersifat terbuka dan komunikatif.
Islam memberikan perhatian khusus terhadap pembicaraan, bahkan
dipandang salah satu perkara yang akan menyelamatkan manusia, baik
didunia dan diakhirat. Pembicaraan dimaksud adalah pembicaraan yang
beretika, sehingga proses dialog tersebut bisa berjalan dengan baik serta
terjalin hubungan yang harmonis diantara orang yang berdialog maupun
berdebat tersebut.
Menurut Abuddin Nata diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat
hal yaitu ;
a.Dari segi pembahasannya, etika berusaha membahas yang dilakukan
oleh manusia.
b.Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat.
c.Dilihat dari fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu
apakah perbuatan manusia tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,
terhormat, dan sebagainya.
d.Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif, yakni berubah-ubah
sesuai dengan tantangan zaman.
II.Etika Berdialog Menurut Beberapa Pendapat
a)Etika dialog menurut Yunahar Ilyas, mempunyai ciri-ciri tersendiri yang
membedakannya dengan etika lain. Etika ini sekurang-kurangnya
mempunyai lima ciri utama, yaitu:

1)Rabbani,
Ciri Rabbani menegaskan bahwa etika ini adalah etika yang
membimbing manusia kearah yang benar, jalan yang lurus, atau
sirathal mustaqim.
2) Manusiawi,
Ciri manusiawi berarti etika untuk memperhatikan dan memenuhi
fitrah manusia serta menuntun manusia agar memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
3)Universal,
Ciri universal adalah etika untuk membawa misi kasih sayang kepada
umat manusia diseluruh dunia menegakkan kedamaian, menciptakan
keamanan dan ketenangan baik secara individual maupun komunal.
4)Keseimbangan,
Ciri keseimbangan artinya etika untuk mengajarkan manusia agar
memperhatikan kepentingan duniawi namun tidak melupakan
kepentingan ukhrawi, mememnuhi keperluan jasmani tanpa
mengabaikan keperluan rohani.
5)Realistik.
Ciri Realistik adalah etika untuk memperhatikan kenyataan hidup
manusia. Al-Qur’an memberikan kesempatan kepada setiap orang
untuk menjalankan kewajiban dan sekaligus memberikan keringanan
(rukhshah) bagi yang tidak mampu melakukannya
b)Menurut Abuddin Nata etika dialog adalah:
1)Mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik
dan menjauhkan dari tingkah laku yang buruk.
2)Menetapkan bahwa yang menjadi sumber ajaran Allah Swt dan Rasul-
Nya (al-Qur’an dan as-Sunnah).
3)Bersifat Universal dan Komprehensif, dapat diterima oleh seluruh
manusia disegala temapat dan waktu.
4)Dengan ajaran-ajaran yang praktis dan tepat, cocok dengan fitrahnya
dan akal fikiran manusia, maka etika Islam dapat dijadikan pedoman
oleh seluruh manusia.
5)Mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang jujur dan
meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk
Allah Swt, menuju keridlaan-Nya
III.Etika Dialog dalam al Qur'an

Bagaimanapun bentuk lawan bicara harus dihadapi dengan bantahan
yang baik, namun pada sisi lain ada orang yang tidak mau menerima
kebenaran, karena memang hatinya sudah dikunci oleh Allah swt. Orang
yang demikian harus dibantah dengan bantahan yang tegas dan lugas demi
mematahkan pendapat lawan. Oleh karena itu, al Qur'an mengajarkan agar
dalam bermujadalah selalu dilandasi dengan etika yang benar agar dialog
dapat terarah dan berhasil dengan baik. Berikut ini beberapa landasan dan
etika berdialog menurut Islam (Misrawai dan Zamroni, 2001:18).
1)Niat Yang Tulus dan Benar
Tulusnya niat seseorang dalam berdiskusi atau berdebat sangat
menentukan hasil yang akan dicapai. Dalam hal ini, seseorang harus
menjauhi sifat pamer kemampuan (riya’), merasa keras kepala,
membanggakan diri (‘ujub), serta mengejar pujian dan popularitas,
sehingga menghalalkan segala cara. Al-Imam al-Ghazali memberi
peringatan untuk menjauhi sifat-sifat tersebut karena merupakan embrio
penyakit hati yang akan menjalar dan mempengaruhi timbulnya sifat-sifat
tercela lainnya.
Dengan demikian, semua perbuatan mengharuskan sebuah niat. Niat
yang tulus sangat penting dilakukan karena setiap perbuatan bergantung
pada apa yang diniatkan. Pun juga dalam berdiskusi, niat tulus dan bersih
dari hal-hal yang dapat membuat diskusi tidak berjalan kondusif harus
dihindari, karena hal demikian hanya dapat membekukan diskusi antar
pihak, dan hanya membuang-buang waktu semata tanpa mendapatkan
kebenaran yang bersifat deduktif.
2)Memperhatikan dan Mendengarkan Lawan Bicara dengan Baik
Diskusi merupakan arena tukar pikiran, bukan sekedar mengirim
pesan oleh satu pihak ke pihak yang lain. Oleh karena itu, masing-masing
pihak harus mau memperhatikan dan mendengarkan argumentasi atau
pandangan pihak lain.
memperhatikan dan mendengarkan orang lain serta memberikannya
kesempatan sampai ia menyelesaikan pembicaraan. Jika ada yang keliru
dalam ucapan lawan bicara, maka harus tetap mendengarkannya tanpa
menyanggah atau memotong pembicaraanya. Diskusi semacam ini dapat
dikatakan sebagai seni mendengarkan orang lain, bukan memonopoli
pembicaraan.
3)Berbekal Ilmu dan Argumentasi yang Kuat-Akurat
Menguasai materi diskusi sangat penting bagi setiap peserta demi
berlangsungnya diskusi yang konstruktif. Beberapa ayat al-Qur’an telah
memperingatkan agar tidak berdiskusi tanpa berbekal ilmu, sebab akan
mudah tergelincir kepada jalan yang menyimpang dan mengikuti bisikan
setan, sebagaimana terungkap dalam QS. al-H{ajj (22): 3 sebagai berikut:

ٍۙدْيِرَّم ٍنٰطْيَش َّلُك ُعِبَّتَيَّو ٍمْلِع ِرْيَغِب ِاللّٰه ىِف ُلِداَجُّي ْنَم ِساَّنلا َنِمَو
Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu
dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat.
Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa ada beberapa kelompok
manusia yang berdiskusi tanpa ilmu dan argumentasi yang kuat. Setiap
pihak yang terlibat dalam diskusi hendaknya mengajukan argumentasi dan
bukti akurat yang dimilikinya. Adanya sikap emosional dan egoistis akan
berdampak kontra-produktif dalam diskusi, sehingga tidak diperkenankan
dalam berdiskusi bagi mereka yang tidak memiliki ilmu dan tidak
menguasai materi.
4)Menggunakan Retorika yang Jelas-Lugas dan Lemah-Lembut
Diskusi yang hidup dan baik akan berlangsung dengan pembicaraan
yang jelas, tegas dan lugas. Memperpanjang pembicaraan yang tidak
menentu arahnya akan membuat suasana diskusi menjadi tidak berarah. Pun
juga dengan kata yang baik dan diucapkan dengan penuh lemah-lembut
akan membuat suasana diskusi berlangsung tenang dan dingin. Berbeda
dengan ucapan menggunakan kata-kata keras dan kotor yang menyinggung
perasaan pihak lain, sehingga berakibat munculnya luapan emosi antar
peserta diskusi.
Dengan demikian, berdiskusi yang paling baik dengan lawan bicara
merupakan suatu keharusan dan menyampaikan kata-katanya harus dengan
lemahlembut, santun, halus, serta mengenakkan.
5)Bersikap Adil dan Objektif
Setiap orang yang berdiskusi harus memahami tujuan daripada
diskusi itu sendiri, saling bertukar pikiran, bukan membunuh karakter
lawan bicara. Adanya perbedaan harus disikapi dengan sebatas pemikiran
atau pandangan, tidak sampai pada kepribadian. Argumentasi yang baik dan
benar harus diterima dan dipuji, siapa pun yang menyampaikannya,
sebaliknya yang keliru juga harus diluruskan terlepas dari siapa
penyampainya.
Dalam berdiskusi, menganggap argumentasi yang paling benar hanya
pada dirinya harus ditinggalkan. Demikian pula kesetujuan dan kecintaan
berlebihan pada argumentasi orang lain yang dapat menimbulkan fanatisme
juga harus dijauhi, karena dapat menyebabkan tidak bisa berlaku adil
kepada selain orang yang ia cintai. Ia tidak bisa melihat kesalahan orang
yang ia cintai sebagai sebuah argumentasi yang keliru, sehingga sering
membela kekeliruannya. Sebaliknya, terkadang ketidaksetujuan
argumentasi dan kebencian yang berlebihan kepada seseorang dapat
menyebabkan ia melihat kebenaran orang yang ia benci tetap sebagai
sebuah kekeliruan, sehingga ia memaksakan dirinya untuk selalu berusaha
membantah dan mementahkan kebenaran argumentasi orang tersebut dan

mengarahkannya pada kekeliruan. Hal ini sejalan dengan apa yang
disampaikan Ibn Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa, ia menyatakan:
Mayoritas manusia jika mengenal seseorang dengan apa yang
dicintainya dengan cinta secara absolut, maka ia akan menolak kesalahan-
kesalahan dari orang tersebut. Sebaliknya, jika ia mengenal seseorang
dengan apa yang dibencinya dengan benci secara absolut, maka ia akan
menolak kebaikkan-kebaikkannya”.
Apa yang disampaikan Ibn Taymiyah ini, nampaknya, sangat tepat
untuk tidak dijadikan sebagai pedoman dalam forum diskusi agar asas
netralitas tetap terjunjung secara objektif. Asas netralitas ini di samping
merupakan sebuah keharusan bagi setiap pihak yang terlibat dalam diskusi,
ia juga menuntut agar setiap pihak diletakkan dalam posisi yang sama,
supaya mereka dapat ber-argumentasi dan memilih apa yang benar dengan
penuh kesadaran, bukan paksaan. Dengan demikian, adanya sikap adil dan
objektif dalam forum diskusi akan menghadirkan sebuah keharmonisan dan
ukhuwah yang kuat antar pihak yang terlibat di dalamnya
6)Bersikap Kooperatif dan Siap Kembali pada Kebenaran
Perbedaan argumentasi dalam forum diskusi merupakan sebuah
keniscayaan yang dapat menimbulkan keragaman. Berbagai pihak silih
berganti mengajukan argumentasinya demi mendapatkan sebuah tujuan
yang ingin dicapai dan meraih kebenaran. Namun diskusi akan menjadi
rancu dan kacau manakala salah satu pihak berlarut-larut dalam kesalahan
dan kekeliruan serta tidak mau kembali pada argumentasi yang sudah jelas
kebenarannya. Bilamana salah satu pihak peserta diskusi terbukti keliru, ia
harus menarik argumentasinya untuk kembali pada kebenaran yang
terpampang secara gamblang di hadapannya. Hal ini menunjukkan sebuah
keharusan bersikap kooperatif demi membangun kemashlahatan bersama
dalam berdiskusi, yakni mencari argumentasi yang benar sesuai dengan
persoalan yang sedang di hadapi.
7)Menghindari Sikap Ngeyel (tidak mau mengalah dan ingin
menang sendiri)
Sikap rendah hati dalam berdiskusi akan dapat membaut suasana
menjadi kondusif dan teratur. Diskusi sejatinya dapat menghilangkan sifat
merasa lebih hebat dari orang lain, dan ini bisa dicapai dengan sikap rendah
hati untuk menerima kebenaran. Oleh karenanya sikap mengeyel hanya
akan berujung pada debat-kusir yang tidak bermanfaat dan hanya
membuang-buang waktu semata.
D.Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Menurut Sayyid Quthub, ma’ruf adalah kebaikan, keutamaan, kebenaran dan
keadilan. Sedangkan munkar adalah kejahatan, kehinaan, kebatilan dan
kezhaliman. Imam Mahmud al-Nasafi mendefinisikan ma’ruf dengan sesuatu
yang dipandang baik oleh syara’ (agama) dan akal sehat. Sedangkan munkar
menurutnya adalah sesuatu yang dipandang buruk atau jelek oleh syara’ dan akal

sehat. Jumhur ulama telah menyepakati bahwa hukum amar ma’ruf nahi munkar
adalah fardu kifayah. Di antara contoh perbuatan ma’ruf menurut al-Nasafi adalah
keimanan, taat menjalankan perintah Allah dan RasulNya serta mengerjakan
kebaikan. Sedangkan perbuatan munkar dalam pandangannya meliputi syirik,
kufur, zhalim dan semua yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Contoh-contoh
perbuatan ma’ruf yang dikemukakan al-Nasafi hanya terbatas pada apa yang telah
diperintahkan oleh agama. Demikian juga sebaliknya, ia memberi contoh-contoh
munkar dengan sesuatu yang dilarang dalam agama.
Pada hakikatnya amar ma’ruf nahi munkar merupakan bagian dari upaya
menegakkan agama dan kemaslahatan di tengah-tengah umat. Secara spesifik
amar ma’ruf nahi munkar lebih dititiktekankan dalam mengantisipasi maupun
menghilangkan kemunkaran, dengan tujuan utamanya menjauhkan setiap hal
negatif di tengah masyarakat tanpa menimbulkan dampak negatif yang lebih
besar.
Syekh an-Nawawi Banten di dalam kitab beliau, Tafsir Munir berkata, “Amar
ma’ruf nahi munkar termasuk fardlu kifayah. Amar ma’ruf nahi munkar tidak
boleh dilakukan kecuali oleh orang yang tahu betul keadaan dan siasat
bermasyarakat agar ia tidak tambah menjerumuskan orang yang diperintah atau
orang yang dilarang dalam perbuatan dosa yang lebih parah. Karena
sesungguhnya orang yang bodoh terkadang malah mengajak kepada perkara yang
batil, memerintahkan perkara yang munkar, melarang perkara yang ma’ruf,
terkadang bersikap keras di tempat yang seharusnya bersikap halus dan bersikap
halus di dalam tempat yang seharusnya bersikap keras.” (Syekh an-Nawawi al-
Jawi, Tafsir Munir, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2005, cetakan ketiga,  jilid
II, halaman 59)
Rukun-Rukun Amar Ma‘Ruf Nahi Munkar Dalam melakukan perintah amar
ma„ruf nahi munkar terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi, di antara rukun
tersebut:
1.Muhtasib
rang yang diamanahkan pemerintah untuk melaksanakan amar ma„ruf
nahi munkar), syaratnya adalah:
a)Mukallaf
b)Beriman.
c)Adil
d)Harus mendapat izin dari pemerintah setempat.
e)Mampu dalam melaksanakan perintah amar ma’ruf nahi munkar.
2.Muhtasab ‘alaih (pelaku yang melakukan kemungkaran)
3.Muhtasab fih (bentuk kemungkaran)
4.Nafsu al-ihtisab (proses amar ma’ruf nahi munkar)
Syarat-Syarat Amar Ma‘Ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf nahi munkar adalah misi yang sangat bernilai tinggi bagi orang
Islam, di dalamnya terdapat beberapa syarat-syarat untuk menjadi pelaksana amar
ma’ruf nahi munkar adalah sebagai berikut:
1)Tujuan al-ma’ruf yang akan dituju harus jelas benarbenar terjadi sesuatu
kemungkaran yang harus segera diselesaikan. Kemudian harus

mengetahuai bahwa al-ma„ruf adalah perkara yang sangat baik jika
ditegakkan, sedangkan mungkar adalah perkara yang sagat buruk tidak
boleh dikerjakan. Syarat pertama ini harus didukung dan diperlukan
sebuah verifikasi.
2)Setiap terjadi peristiwa kemungkaran harus jelas dan di dukung dengan
bukti yang nyata, bahwa peristiwa tersebut memang benar-benar sedang
terjadi. Bukti tersebut dapat diketahui melalaui berbagai macam peralatan
yang digunakan untuk melakukan kemaksiatan seperti, botol minuman
keras, alat perjudian, narkoba, ganja dan sejenisnya. Dengan bukti tersebut
menimbulkan keyakina
3)Harus mengetahui dan mengantisipasi sebelum menegakkan amar ma„ruf
nahi munkar, harus menghindari dari menyebabkan kerusakan atau resiko
yang sangat besar, sehingga berdampak bagi mereka yang tidak membuat
kemungkaran. Sebagai contoh, ketika terjadi kemungkaran berupa pesta
minuman keras atau narkoba dan yang lainnya, jangan sampai melibatkan
Muslim lainnya yang mengakibatkan terjadinya bentrokan masal apalagi
sampai saling bunuh membunuh karena hal tersebut sangat dilarang keras
oleh agama. Abd al-Jabbar menegaskan kembali bahwa perbuatan yang
baik seperti amar ma„ruf nahi munkar yang menimbulkan anarkisme
adalah sesuatu yang buruk hal tersebut wajib dijahui.
4)Harus meyakini dengan sepenuhnya bagi mereka yang menegakkan amar
ma„ruf nahi munkar bahwa apa yang akan dilakukannya akan memberi
dampak positiv dan memberi pengaruh perubahan yang sangat besar bagi
masyarakat, sehingga tidak ada lagi yang berbuat kemugkaran. Jika tidak
ada keyakinan tentang hal itu maka amar ma„ruf nahi munkar menjadi
tidak wajib dan menjadi hal yang sangat sia-sia.
5)Harus menganalisa terlebih dahulu pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar
tidak akan membahayakan bagi dirinya, keluarganya dan orang lain.
Syarat kelima ini tidak berlaku secara mutlak, ada beberapa perkecualian
yang diberikan oleh Abd al Jabbar. Perkecualian tersebut disandarkan
pada objek dakwah. Jika objek tersebut tidak membahyakan dirinya maka
hal tersebut sangat di anjurkan.
Tags