Lahan merupakan salah satu sumberdaya yang sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk menopang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya . Mengingat pentingnya sumberdaya lahan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya , maka sumberdaya lahan ini perlu selalu dijaga dan dilindungi , baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya . Permasalahan sumberdaya lahan memiliki cakupan yang sangat luas . Permasalahanpermasalahan tersebut meliputi : degradasi dan kerusakan lahan, konversi lahan pertanian produktif ke penggunaan non-pertanian, disparitas serta fragmentasi penguasaan / pemilikan lahan ( Arsyad dan Rustiadi , 2008). Salah satu permasalahan yang paling rawan terkait dengan dengan sumberdaya lahan adalah mengenai degradasi lahan. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang sifatnya sementara maupun tetap ( Dariah , 2004). Dalam dasawarsa terakhir ini, muncul berbagai permasalahan lingkungan hidup yang terkait dengan sumberdaya lahan. Fakta menunjukkan bahwa laju degradasi sumberdaya lahan dan penurunan kualitas lingkungan hidup di Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat dan tidak menunjukkan gejala penurunan . Terjadinya degradasi sumberdaya lahan dan kualitas lingkungan hidup tersebut perlu mendapatkan penanganan yang serius, agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan yang semakin serius. Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan prinsip pembangunan yang berkelanjutan ( suistainable develompment ) di Indonesia, prinsip dasar yang berkaitan dengan sumberdaya lahan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan lahan secara memadai bagi seluruh penduduk Indonesia dan seluruh sektor pembangunan dengan mempertimbangkan aspek daya dukung dan asas-asas konservasi lahan. Berdasarkan UndangUndang Nomor 26 Tahun Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan tentang Penataan Ruang juga dijelaskan, salah satu aspek penting dalam penataan ruang adalah amanat untuk memperhatikan masalah daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya .(Undang-Undang No. 23 Tahun 1997). Pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan daya dukung lingkungan hidup karena sumberdaya alam tergantung pada kemampuan , ketersediaan, dan kebutuhan lahan dan air. Daya dukung lahan suatu wilayah merupakan parameter yang memperlihatkan perbandingan antara kebutuhan dan kemampuan lahan. Dinamika pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan akan mengakibatkan menurunnnya kualitas lahan (land degradation). Apabila daya dukung lahan dilampaui , maka akan terjadi degradasi lahan atau penurunan kualitas lahan, dan apabila degradasi atau penurunan kualitas . lahan tersebut berlangsung secara terus menerus maka akan menimbulkan permasalahan lingkungan yang sangat serius. Dinamika daya dukung wilayah merupakan fungsi keseimbangan sumberdaya wilayah dengan jumlah penduduk pada tingkat hidup layah dengan segala implikasinya . Oleh karena itu berbagai metode telah dikembangkan untuk penentuan daya dukung wilayah, mengingat luasnya konsep tentang daya dukung . Daya dukung lingkungan hidup dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa pendekatan antara lain: kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang, perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan, serta perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Alokasi pemanfaatan ruang harus memperhatikan kemampuan lahan agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup dan sumberdayanya . Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan serta perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air di suatu wilayah menunjukkan keadaan surplus atau defisit lahan di daerah tersebut untuk mendukung kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur melalui penataan ruang wilayah. Analisis Daya Dukung (Carrying Capacity Ratio/ CCR) merupakan suatu alat perencanaan pembangunan yang memberikan gambaran mengenai hubungan antara penduduk , penggunaan lahan, dan lingkungan ( Muta’ali , 2012: 47). Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis daya dukung (Carrying Capacity Ratio/CCR) mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang ( Muta’ali , 2012: 17). Konsep daya dukung lahan berasal dari pengelolaan hewan dan satwa liar yang menunjukkan besarnya kemampuan lahan untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan luas lahan ( Soemarwoto (1997) dalam Muta’ali (2012: 17). Daya dukung lingkungan hidup terdiri dari 2 (dua) komponen , yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan , ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan . Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009 pendekatan tersebut antara lain: Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang. Kemampuan lahan adalah karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah (fisik dan kimia ), topografi , drainase , dan kondisi lingkungan lain. Metode kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang menjelaskan cara mengetahui alokasi pemanfaatan ruang yang tepat berdasarkan kemampuan lahan untuk pertanian yang dikategorikan dalam bentuk kelas dan subkelas . Dengan metode ini dapat diketahui lahan yang sesuai untuk pertanian, lahan yang harus dilindungi , dan lahan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan lainnya . Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan. Metode perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan adalah untuk mengetahui daya dukung lahan suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat disuatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati diwilayah tersebut, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati wilayah tersebut. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air menunjukkan cara perhitungan daya dukung air disuatu wilayah, dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air bagi penduduk yang hidup diwilayah itu. Metode ini menunjukkan sumberdaya air disuatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan air di suatu wilayah tercukupi , sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan air. Analisis daya dukung dapat digunakan untuk menilai tingkat kemampuan lahan pertanian dalam mendukung aktivitas manusia terutama dalam penyediaan kebutuhan pangan . Moniaga (2011: 62) juga berpendapat bahwa analisis daya dukung lahan pertanian perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan lahan untuk menyediakan pangan bagi pemenuhan kebutuhan penduduk di suatu daerah dan waktu tertentu . Analisis daya dukung lahan juga dapat digunakan untuk menilai besarnya tekanan penduduk yang terjadi di suatu daerah akibat besarnya jumlah penduduk yang menyebabkan luas lahan garapan cenderung semakin kecil . Soemarwoto (1989) dalam Muta’ali (2012: 11) mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat di perdesaan akan berakibat menambah tekanan penduduk dan menurunkan nisbah lahan pertanian terhadap penduduk . Dalam rangka penyusunan tata ruang wilayah, mengingat Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan mempunyai fungsi penting sebagai salah satu penyangga stock pangan stock pangan baik bagi Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional maka perlu dilakukan analisis perubahan secara spasial dan temporal daya dukung lahan dan produktivitas lahannya . Hal tersebut penting dilakukan , mengingat dinamisnya aktivitas penggunaan lahan di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan. Daya dukung lingkungan digunakan untuk menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pemerintah mengaturnya dalam Undang-Undang No. 26 Tahun Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan, yang menyebutkan bahwa pemerintah harus menyusun rencana tata ruang wilayah nasional (Pasal 19 Ayat 5), pemerintah daerah provinsi harus menyusun rencana tata ruang wilayah provinsi (Pasal 22 Ayat 4), dan pemerintah daerah kabupaten harus menyusun rencana tata ruang wilayah kabupaten (Pasal 25 Ayat 4), dengan memperhatikan daya dukung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan memerlukan perhatian yang merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan . Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan yang berorientasi pada lingkungan dan mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan . Saat ini banyak pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan hidup dapat ditentukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumberdaya untuk mendukung kegiatan manusia/ penduduk yang menggunakan ruang untuk kelangsungan hidup. Keadaan dan karakteristik sumberdaya pada ruang tersebut mempengaruhi kapasitas lingkungan alam tersebut. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Pendekatan metodologi spasial pada lahan pertanian umumnya menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan penginderaan jauh untuk menganalisis dan memodelkan data keruangan lahan. Tujuannya adalah memahami distribusi , pola , dan kesesuaian lahan untuk pertanian, memprediksi perubahan penggunaan lahan, serta mendukung perencanaan tata ruang dan pengelolaan pertanian berkelanjutan . Elemen Kunci dalam Pendekatan Spasial Sistem Informasi Geografis (SIG): Alat utama untuk mengintegrasikan , mengelola , dan menganalisis data spasial dari berbagai sumber seperti peta , citra satelit , dan data lapangan. Penginderaan Jauh: Memanfaatkan citra satelit untuk menghasilkan informasi spasial yang detail tentang kondisi lahan pertanian, seperti penutup lahan dan luas wilayah produksi . Data Spasial: Data yang memiliki komponen lokasi, termasuk data fisik ( topografi , jenis tanah ), data sosial-ekonomi , data kependudukan , dan data produksi pertanian. Analisis Spasial: Teknik analisis yang mempertimbangkan dimensi keruangan dan ekologi untuk memahami hubungan antara aktivitas manusia, kondisi lingkungan, dan fitur fisik lahan. Tahapan Umum Analisis Spasial Lahan Pertanian Pengumpulan Data: Mengumpulkan data spasial ( peta analog, citra satelit , data lapangan) dan data atribut ( sosial-ekonomi , kependudukan ). Pemrosesan Data: Memasukkan dan mengintegrasikan data ke dalam sistem SIG. Analisis Data Spasial: Melakukan analisis seperti pemetaan lahan, analisis kesesuaian lahan, prediksi perubahan penggunaan lahan, dan pemodelan pola keruangan . Pemanfaatan Hasil Analisis : Menggunakan informasi yang dihasilkan untuk: Perencanaan Tata Ruang: Mengarahkan pembangunan dan pemanfaatan lahan secara tepat . Pengelolaan Pertanian Berkelanjutan : Mengelola lahan secara efisien untuk ketahanan pangan . Pengambilan Keputusan: Mendukung pembuatan kebijakan dan keputusan terkait alih fungsi lahan. Contoh Aplikasi Membuat peta alokasi lahan pertanian berdasarkan data penutup lahan dan analisis kesesuaian lahan. Memprediksi penutup lahan pertanian di masa depan menggunakan model seperti Cellular Automata - Markov Chain . Menganalisis dampak pertumbuhan populasi dan pembangunan terhadap perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi area terbangun . Beberapa pendekatan metodologi yang umum digunakan dalam data spasial pertanian meliputi : Pengumpulan Data Spasial: Penginderaan Jauh: Memanfaatkan citra satelit dan pesawat nirawak (drone) untuk memetakan penutup lahan, kondisi tanaman , dan perubahan lahan dari waktu ke waktu. GPS (Global Positioning System): Digunakan untuk menentukan koordinat geografis lokasi pertanian, seperti batas lahan, titik pengambilan sampel , atau lokasi fasilitas pertanian. Survei Lapangan: Pengumpulan data lapangan untuk memvalidasi data penginderaan jauh, mengumpulkan data atribut ( seperti jenis tanaman , hasil panen , kondisi tanah ), dan melakukan observasi langsung. Analisis Data Spasial: Analisis Overlay: Menggabungkan beberapa lapisan data spasial ( misalnya , peta tanah , peta curah hujan, peta kemiringan lahan) untuk mengidentifikasi area yang paling sesuai untuk jenis tanaman tertentu . Analisis Buffer: Membuat zona di sekitar fitur spasial ( misalnya , sungai , jalan) untuk menganalisis pengaruhnya terhadap kegiatan pertanian. Analisis Spasial Statistik : Menggunakan metode statistik untuk mengidentifikasi pola spasial, hubungan antar variabel , dan tren dalam data pertanian. Pemodelan Spasial: Mengembangkan model matematika untuk memprediksi hasil panen , potensi lahan, atau dampak perubahan iklim terhadap pertanian. Visualisasi Data Spasial: Pemetaan Tematik : Membuat peta tematik yang menunjukkan distribusi spasial data pertanian, seperti peta sebaran komoditas , peta produktivitas , atau peta risiko bencana . Peta Interaktif : Menggunakan aplikasi SIG untuk membuat peta interaktif yang memungkinkan pengguna untuk menjelajahi data spasial dan melakukan analisis sendiri. Integrasi Data Spasial dengan Data Non-Spasial: Menggabungkan data spasial dengan data atribut (data non-spasial) seperti data hasil panen , data harga, atau data petani untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kondisi pertanian. Memanfaatkan basis data spasial untuk menyimpan dan mengelola data pertanian, memungkinkan akses dan analisis yang efisien . Penerapan data spasial dalam pertanian dapat memberikan berbagai manfaat , antara lain: Perencanaan Pertanian yang Lebih Efisien : Membantu dalam pemilihan lokasi tanam yang optimal, perencanaan irigasi , dan pengelolaan sumber daya lahan. Peningkatan Produktivitas Pertanian: Memungkinkan deteksi dini masalah seperti serangan hama atau penyakit, dan membantu dalam penerapan praktik pertanian yang lebih baik. Pengambilan Keputusan yang Lebih Tepat : Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan terkait kebijakan pertanian dan program pembangunan . Pemantauan Pertanian yang Lebih Efektif : Memungkinkan pemantauan real-time kondisi tanaman , perubahan lahan, dan dampak perubahan iklim terhadap pertanian. Peningkatan Ketahanan Pangan : Dengan penggunaan data spasial yang efektif , diharapkan dapat mendukung upaya peningkatan produksi pangan dan ketahanan pangan . Bentuk penelitian adalah diskriptif spasial, dengan satuan lahan sebagai unit analisis atau unit pemetaan. Dalam diskriptif spasial, hasil penelitian akan didiskripsikan dan ditampilkan dalam bentuk peta . Dalam penelitian ini, akan didiskripsikan secara spasial dan temporal penggunaan lahan, tutupan lahan dan daya dukung lahan daerah penelitian . Analisis yang digunakan adalah analisis spasial yang pengolahannya dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis , dengan luaran berupa peta berupa Peta Penggunaan Lahan, Peta Tutupan Lahan, Peta Perubahan Penggunaan Lahan, Peta Perubahan Tutupan Lahan, Peta Daya Dukung Lahan, dan Peta Arahan Penataan Ruang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Dalam penelitian ini survey dilakukan untuk memperoleh data lapangan melalui pengamatan , pengukuran , dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang terjadi pada obyek penelitian yang berupa data kondisi fisik daerah penelitian yang akan digunakan untuk analisis penggunaan lahan dan tutupan lahan beserta perubahannya , analisis daya dukung lahan dan arahan penataan ruang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi lapangan, wawancara , telaah dokumentasi dan interpretasi citra dan peta . Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : tahap pra -lapangan, tahap lapangan, dan tahap pasca lapangan. Tahap Pra Lapangan Tahap pra lapangan terdiri dari tahap persiapan, yang, merupakan langkah awal penelitian . Pada tahap pra lapangan ini diperrsiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana penelitian . Kegiatan pada tahap persiapan meliputi : studi pustaka yang berkaitan dengan tema dan tujuan penelitian , mempersiapkan bahan dan peralatan penelitian , dan melakukan orientasi lapangan untuk mengetahui gambaran secara keseluruhan daerah penelitian . Pada tahap pra lapangan ini juga dilakukan interpretasi citra untuk memperoleh informasi penggunaan lahan dan tutupan lahan wilayah penelitian , serta penyusunan peta dasar dan peta satuan lahan tentatif sebagai unit analisis atau unit pemetaan. Penggunaan satuan lahan sebagai unit analisis atau satuan pemetaan didasarkan pada pertimbangan bahwa satu satuan lahan mempunyai karakteristik atau sifat fisik yang sama menyangkut topografi , jenis tanah , kondisi geologi , dan penggunaan lahannya . Tahap Kerja Lapangan Kerja lapangan dilakukan untuk memperoleh data-data kondisi fisik wilayah seperti kemiringan lereng , batuan , tekstur tanah , solum tanah , kondisi perakaran , tingkat erosi dan bahaya erosi , penggunaan lahan, fungsi lahan, kerapatan aliran , produksi dan produktivitas lahan, dan data fisik lain yang diperlukan untuk analisis penggunaan lahan dan tutupan lahan beserta perubahannya , analisis daya dukung lahan dan arahan penataan ruang. Kerja lapangan juga dilakukan untuk pengumpulan data sekunder seperti data monografi penduduk , peta wilayah penelitian seperti peta RBI, peta geologi , peta macam tanah , peta lereng , serta data yang berkaitan dengan penggunaan lahan, tutupan lahan dan daya dukung lahan. Tahap Pasca Lapangan Dalam tahap pasca lapangan, akan dilakukan pengolahan dan analisis data yang yang sudah diperoleh . Analisis yang digunakan dalam penelitian , adalah: Analisis Spasial Temporal Daya Dukung Lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan, sumber data utama adalah hasil interpretasi citra satelit multitemporal (Citra IKONOS dan Landsat ETM), pengolahannya menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Untuk analisis spasial dilakukan dengan overlay ( tumpangsusun ) peta daya dukung lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan Analisis Spasial Temporal Produktivitas Lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan, sumber data utama adalah hasil interpretasi citra satelit multitemporal (Citra IKONOS dan Landsat ETM), pengolahannya menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Untuk analisis spasial temporal tutupan lahan, dilakukan dengan overlay ( tumpangsusun ) peta tutupan lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan Analisis Spasial Temporal Daya Dukung Lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan, dilakukan dengan cara sebagai berikut : Menentukan daya dukung lingkungan hidup di DAS Jlantah menggunakan model/ pendekatan kemampuan lahan dengan satuan lahan sebagai unit analisis . Satuan lahan diperoleh dari tumpangsusun (overlay) peta lereng , peta tanah , peta geologi , dan peta penggunaan lahan Melakukan analisis spasial temporal daya dukung lahan, dilakukan dengan overlay ( tumpangsusun ) peta daya dukung lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan Analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan terhadap daya dukung lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan, dilakukan dengan overlay ( tumpangsusun ) peta penggunaan lahan dan peta tutupan lahan dengan peta daya dukung lahan Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan yang pengolahannya dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Penentuan arahan penggunaan lahan dilakukan melalui evaluasi kesesuaian penggunaan lahan yang diperoleh dari tumpangsusun (overlay) peta kemampuan lahan dengan peta penggunaan lahan, Berdasarkan evaluasi tersebut, akan dapat diketahui apakah penggunaan lahan ( pemanfaatan ruang) saat ini sesuai dengan kemampuan lahannya Penentuan arahan tutupan lahan dilakukan melalui evaluasi tutupan lahan eksisting , sehingga akan dapat diketahui arahan tutupan lahan sesuai dengan kemampuan lahannya Penentuan arahan penataan ruang dilakukan melalui evaluasi perubahan penggunaan lahan dan daya dukung lahan. Berdasarkan evaluasi tersebut, akan dapat ditentukan rekomendasi arahan penataan wilayah Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Selatan.