PENDAHULUAN Anestesi spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid Anestesi spinal diindikasikan terutama untuk bedah ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum dan perineum, bedah obstetri dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan operasi ortopedi ekstremitas inferior 1
Indikasi anestesi spinal Bedah ekstremitas bawah Bedah panggul Tindakan sekitar rektum dan perineum Bedah obstetri dan ginekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi dengan anestesi umum ringan.
Kontraindikasi anestesi spinal Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relative Pasien menolak Infeksi sistemik (sepsis, bakterimia ) Infeksi pada tempat suntikan Infeksi sekitar tempat suntikan Hipovolemia berat atau syok Hipovolemia ringan Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan Kelainan neurologis dan kelainan psikis Tekanan intrakranial meninggi Bedah lama Fasilitas resusitasi minim Penyakit jantung Kurang pengalaman Nyeri punggung kronis
Komplikasi tindakan Hipotensi Bradikardia Hipoventilasi Trauma pembuluh darah Trauma saraf Mual dan muntah Gangguan pendengaran
Komplikasi pasca tindakan Nyeri tempat suntikan Nyeri punggung Nyeri kepala karena kebocoran likuor Retensio urin Meningitis
TINJAUAN PUSTAKA Kolumna vertebralis berjumlah 33 vertebra 7 servikal 12 thorakal 5 lumbal 5 sakral dan 5 koksigeal yang bersatu Kolumna vertebralis mempunyai 4 lekukan Saraf spinal berjumlah 31 pasang 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co)
Anatomi
Ujung medula spinalis pada dewasa L1, anak-anak L3. Ruang subarachnoid berakhir pada pinggir bawah corpus vertebra S2. Tempat anestesi spinal aman bila di bawah L2.
Where Spinal Cord Ends
Pembedahan Ketinggian segmen dermatom kulit Tungkai bawah T12 Panggul T10 Uterus-vagina T10 Buli-buli, prostat T10 Testis ovarium T8 Intraabdomen bawah T6 Intraabdomen atas T4 Paha dan tungkai bawah L1 Tabel 1. Ketinggian segmen dermatom dalam anestesi spinal untuk prosedur pembedahan 4,14
Dermatomes Figure 13.12
Tekhnik Anestesi Spinal PERSIAPAN Bertujuan sebagai antisipasi perubahan mendadak tekanan darah , laju nadi atau masalah oksigenasi HARUS sudah ada akses intravena dan alat monitor (pulse oxymetri , EKG, tekanan darah , suhu ) Tersedia dan siap pakai : Mesin anestesi , sungkup muka , sumber O2, suction, obat-obatan sedasi , induksi , emergensi dan pelumpuh otot , perlengkapan manajemen jalan napas lengkap
Tekhnik Anestesi Spinal POSISI PASIEN Ada 3 posisi : Lateral decubitus, duduk dan tengkurap Menjamin keberhasilan tindakan anestesi
Tekhnik Anestesi Spinal Posisi Lateral decubitus Posisi yang sering dipilih Penderita tidur miring diatas meja operasi membelakangi ahli anestesiologi , pinggul dan lutut di fleksi maksimal dan dada serta leher di fleksikan mendekat ke arah lutut Biasa dipilih pada pasien yang tidak dapat duduk ( contoh : cedera /fraktur pinggul dan kaki) Digunakan pada prosedur pembedahan unilateral
Spinal Anaesthesia
Holding for Spinal
SITTING / LYING
Tekhnik Anestesi Spinal Posisi duduk Anatomi vertebra lebih mudah dipalpasi Baik dipilih pada pasien obesitas dan untuk operasi lumbar bawah atau sakral Dengan bantuan asisten , pasien diminta duduk sambal memeluk bantal , diposisikan dengan punggung belakang di fleksikan maksimal ( membungkuk ) dan kedua kaki menggantung atau lurus di atas meja operasi Pasien sebaiknya tetap berada pada posisi duduk selama sekitar 5 menit setelah tindakan atau dapat langsung diminta berbaring telentang
Posisi duduk
Tekhnik Anestesi Spinal Posisi telungkup (prone) Dapat dilakukan pada prosedur pembedahan anorektal Dengan posisi jack-knife
Flexion
Structures Pierced
100% Sterile
Perlengkapan Jarum Spinal dan Penuntun ( Introducer ) Jarum spinal yang baik , permukaan ujungnya tertutup dan bentuknya sesuai serta mudah dipindah-pindahkan posisinya Ukuran tersedia dalam Gauce 16-30 Jarum spinal ada beberapa bentuk , yaitu : Standard cutting/ quincke needle Directional Tuohy needle Pencil-point needle Greene Whitacre Sprotte
Spinal Needle
Tekhnik Anestesi Spinal Beberapa panduan yang dapat digunakan , antara lain dengan berpatokan bahwa garis khayal stinggi krista iliaka dianggap setinggi L4-L5. garis khayal setinggi margo inferior scapula sesuai dengan ketinggian T7 dan Prosesus Spinosus yang paling menonjol di dasar leher sesuai dengan Vertebrae C7 Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan adalah midline approach, pendekatan paramedian, The Taylor’s Approach
Prosedur Pasang monitor EKG, tekanan darah , dan saturasi O2 Site landmark yang biasa digunakan untuk anestesi spinal : celah intervertebra L2-3, L3-4, or L4-5 Disinfeksi area kulit yang akan dilakukan tindakan dengan larutan antiseptik Cek stylet jarum Buat skin wheal dengan 1% lidocaine dan jarum 25-G di lokasi yang akan dispinal
Pendekatan Midline Midline Jarum masuk menembus kulit hingga two “pops” are felt First pop : penetration of ligamentum flavum Second pop : penetration dura -arachnoid membrane Dural puncture berhasil free flow LCS 7 yang ditembus : cutis, subcutis , jaringan lemak , ligamentum supraspinosus , ligamentum intraspinosus , ligamentum flavum , membrane arachnoid
Paramedian Pada pasien tidak bisa fleksi secara adekuat Posisikan jarum spinal 1.5 cm lateral dan sedikit caudal (~1 cm) ke arah titik tengah dari interspace. Arahkan jarum ke medial dan sedikit cephalad , melewati lateral dari ligamentum supraspinous . Jika mengenai lamina, arahkan ulang jarumnya ke medial and cephalad Pendekatan Paramedian
If correctly angled ( A ), it will enter the interspinous ligament, ligamentum flavum , and epidural space. If bone is contacted, it may be the inferior spinous process ( B ), and cephalad redirection will identify the correct path. If angling cephalad causes contact with bone again at a shallower depth ( C ), it is probably the superior spinous process. If bone is encountered at the same depth after several attempts at redirection (not shown), the needle is most likely on the lamina lateral to the interspace, and the position of the true midline should be reassessed.(From Mulroy MF. Regional anesthesia: an illustrated procedural guide , 2nd ed. Boston: Little, Brown and Company, 1996:79, with permission.)
Penempatan jarum Setelah jarum masuk ke lokasi yang benar , lepaskan stylet dan amati aliran LCS yang keluar . Rotasikan jarum 90° Pemberian anestesi Hubungkan syringe dengan jarum barbotase pelan-pelan dan konfirmasi free-flow masukkan obat perlahan-lahan barbotase kembali menjelang akhir untuk konfirmasi lokasi jarum setelah obat habis , cabut jarum dan posisikan pasien Monitoring post spinal ( tiap 60-90 detik ) tekanan darah , nadi , respirasi selama 10-15 menit . Tentukan derajat ketinggian blok dengan gentle pinprick/alcohol swab. Stabilisasi tingkat ketinggian anestesi lokal butuh waktu lebih kurang 20 menit .
Anestesi Spinal Anestesia spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid di region antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5 dengan tujuan untuk mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan blokade saraf simpatis
Farmakologi Obat Anestetik Lokal Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Ada dua golongan : ester dan amida
Jenis Anestesi lokal Prokain Lidokain Bupivakain Golongan Ester Amida Amida Mula kerja 2 menit 5 menit 15 menit Lama kerja 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam Metabolisme Plasma Hepar Hepar Dosis maksimal (mg/kgBB) 12 6 2 Potensi 1 3 15 Toksisitas 1 2 10
Anestetik lokal yang paling sering digunakan Anestetik lokal Berat jenis Sifat Dosis Lidokain 2% plain 1.006 Isobarik 20-100 mg (2-5 ml) 5% dalam dekstrosa 7,5% 1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml) Bupivakain 0.5% dalam air 1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml) 0.5% dalam dekstrosa 8.25% 1.027 Hiperbarik 5-15 mg (-3 ml)
Farmakokinetik dalam plasma Absorpsi Lokasi injeksi vasokontriksi Agen anestesi lokal Distribusi Perfusi jaringan-organ Koefisien partisi jaringan/darah Massa jaringan—otot
Farmakokinetik dalam plasma Fiksasi Anestetik lokal yang tidak berikatan dengan protein lebih mudah berdifusi ke dalam jaringan . Metabolisme dan ekskresi - Golongan ester: metabolisme oleh enzim pseudokolinetserase . Hidrolisis sangat cepat . Dieksresikan lewat urin . - Golongan amida : oleh enzim hati . Diekskresikan lewat urin .
Farmakokinetik dalam cairan serebrospinal P enyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid P roses difusi obat ke dalam cairan serebrospinal sebelum menuju target lokal sel saraf O bat akan diabsorbsi ke dalam sel saraf (akar saraf spinal dan medulla spinalis)
E mpat faktor yang mempengaruhi absorbsi anestetik lokal di ruang subarakhnoid : konsentrasi anestetik lokal luas permukaan saraf lapisan lemak pada serabut saraf aliran darah ke sel saraf
M ekanisme absorbsi anestetik lokal ke medula spinalis difusi dari dairan serbrospinal ke pia meter lalu masuk ke medulla spinalis absorbsi terjadi ruang Virchow-Robin, dimana daerah piameter banyak dikelilingi oleh pembuluh darah yang berpenetrasi ke sistem saraf pusat.
Distribusi di ruang subarachnoid Faktor utama : Berat jenis atau barisitas dan posisi pasien Dosis dan volume anestetik lokal Faktor tambahan Umur Tinggi badan Berat badan Tekanan intraabdomen Anatomi kolumna vertebralis Arah penyuntikkan Barbotase atau kecepatan penyuntikkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan bupivakain hiperbarik pada Anestesi spinal : Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan bupivakain hiperbarik pada Anestesi spinal : 1. Gravitasi : Cairan serebrospinal pada suhu 37°C mempunyai BJ 1,003-1,008. Jika larutan hiperbarik yang diberikan kedalam cairan serebrospinal akan bergerak oleh gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah , sedangkan larutan hipobarik akan bergerak berlawanan arah dengan gravitasi seperti menggantung dan jika larutan isobarik akan tetap dan sesuai dengan tempat injeksi .
2. Postur tubuh : Makin tinggi tubuh seseorang , makin panjang medula spinalisnya dan volume dari cairan serebrospinal di bawah L2 makin banyak sehingga penderita yang lebih tinggi memerlukan dosis yang lebih banyak dari pada yang pendek . 3. Tekanan intra abdomen : Peningkatan tekanan intra abdomen menyebabkan bendungan saluran pembuluh darah vena abdomen dan juga pelebaran saluran-saluran vena di ruang epidural bawah , sehingga ruang epidural akan menyempit dan akhirnya akan menyebabkan penekanan ke ruang subarakhnoid sehingga cepat terjadi penyebaran obat anestesi lokal ke kranial . Perlu pengurangan dosis pada keadaan seperti ini .
4. Anatomi kolumna vertebralis : Anatomi kolumna vertebralis akan mempengaruhi lekukan-lekukan saluran serebrospinal , yang akhirnya akan mempengaruhi tinggi anestesi spinal pada penggunaan anestesi lokal jenis hiperbarik . 5. Tempat penyuntikan : Makin tinggi tempat penyuntikan , maka analgesia yang dihasilkan makin tinggi . Penyuntikan pada daerah L2-3 lebih memudahkan penyebaran obat ke kranial dari pada penyuntikan pada L4-5. 6. Manuver valsava : Setelah obat disuntikkan penyebaran obat akan lebih besar jika tekanan dalam cairan serebrospinal meningkat yaitu dengan cara mengedan . 7. Volume obat : Efek volume larutan bupivakain hiperbarik pada suatu percobaan yang dilakukan oleh Anellson , 1984, dikatakan bahwa penyebaran maksimal obat kearah sefalad dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit pada semua jenis volume obat ( 1,5 cc, 2 cc, 3 cc dan 4 cc). Mula kerja untuk tercapainya blok motorik akan bertambah pendek waktunya dengan bertambahnya volume. Makin besar volume obat makin tinggi level blok sensoriknya .
8. Konsentrasi obat : Dengan volume obat yang sama ternyata bupivakain 0,75% hiperbarik akan menghasilkan penyebaran obat ke arah sefalad lebih tinggi beberapa segmen dibandingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik (WA Chamber, 1981). Lama kerja obat akan lebih panjang secara bermakna pada penambahan volume bupivakain 0,75%. Demikian pula perubahan kardiovaskuler akan berbeda bermakna pada bupivakain 0,75% hiperbarik . 9. Posisi tubuh : Dalam suatu percobaan oleh J.A.W. Wildsmith dikatakan tidak ada pengaruh penyebaran obat jenis obat larutan isobarik pada tubuh , sedangkan pada jenis larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh . Pada larutan hiperbarik posisi terlentang bisa mencapai level blok T4, pada posisi duduk hanya mencapai T8 10. Lateralisasi : Lateralisasi pada larutan dengan posisi berbaring miring (lateral dekubitus ). Pada percobaan oleh J.A.W. Wildsmith disimpulkan bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat penyebaran obat pada sisi tubuh sebelah bawah mencapai T menit setelah obat disuntikkan , penyebaran obat pada sisi bawah mencapai T6, sedangkan pada sisi atas mencapai T7
Eliminasi Eliminasi anestetik lokal melalui absorbsi pembuluh darah di ruang subarachnoid dan ruang epidural.
Farmakodinamik Mekanisme aksi obat anestesi lokal adalah mencegah transmisi impuls saraf atau blokade konduksi dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membran saraf blokade saluran natrium, hambatan konduksi natrium, penurunan kecepatan dan derajat fase depolarisasi aksi potensial, dan terjadi blokade saraf
Obat anestesi lokal juga memblok kanal kalsium dan potasium dan reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA) dengan derajat berbeda-beda Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal dan derajat mielinisasi serta berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain
Urutan blokade saraf oleh anestetik lokal: otonom, sensorik dan motorik. Blokade simpatis 2-3 segmen lebih tinggi dari blokade sensorik Blokade sensorik 2-3 segmen lebih tinggi dari blokade motorik. Urutan kembalinya fungsi sel saraf setelah anestesi spinal: motorik, sensoris, otonom.
Perbandingan golongan ester dan golongan amida Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja Toksisitas Ester Prokain 1 ( rendah ) Cepat 45-60 Rendah Kloroprokain 3-4 (tinggi) Sangat cepat 30-45 Sangat rendah Tetrakain 8-16 (tinggi) Lambat 60-180 Sedang Amida Lidokain 1-2 (sedang) Cepat 60-120 Sedang Etidokain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Sedang Prilokain 1-8 (rendah) Lambat 60-120 Sedang Mepivakain 1-5 (sedang) Sedang 90-180 Tinggi Bupivakain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah Ropivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah Levobupivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480
Patofisiologi Lapisan yang ditembus: kulit, subkutis, ligamen supraspinosum, ligamen interspinosum, lgamen flavum, ruang epidural, durameter, arachoid, ruang subarakhnoid. Lokal anestetik yang dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid akan memblok impuls autonom , sensorik, dan motorik pada serabut saraf anterior dan posterior yang melewati cairan serebrospinal
Blokade Somatik Blok sensori menghambat stimulus nyeri baik pada somatik dan viseral, sedangkan blokade motorik menghasilkan relaksasi otot rangka. Pengaruh anestesi lokal pada serabut saraf bervariasi sesuai dengan ukuran serabut saraf, apakah itu bermielin, konsentrasi yang dicapai dan lama kontak.
B lokade O tonom Respon fisiologi dari anestesi ini adalah menurunkan kerja simpatis Blok neuroaksial tipikal menyebabkan penurunan tekanan darah yang disertai dengan penurunan detak jantung dan kontraktilitas jantung. Blokade saraf simpatis T5-L1 menurunnya tonus vasomotor Vasodilatasi vena penurunan pengisian darah dan aliran balik vena ke jantung. Vasodilatasi arteri penurunan resistensi pembuluh darah sistemik.
Efek samping Sistem kardiovaskular Sistem pernafasan Sistem pencernaan Sistem saraf pusat Imunologi Ginjal dan hepar Endokrin dan metabolisme
Dampak Patofisiologis Sistem Kardiovaskular Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan penghantaran (supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata. Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok simpatis , makin banyak segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan tekanan darah . Untuk menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang hebat , sebelum dilakukan anestesi spinal diberikan cairan elektrolit NaC1 fisiologis atau ringer laktat 10-20 ml/ kgbb . Pada Anestesi spinal yang mencapai T4 dapat terjadi penurunan frekwensi nadi dan penurunan tekanan darah dikarenakan terjadinya blok saraf simpatis yang bersifat akselerator jantung
Sistem pernafasan : Pada anestesi spinal blok motorik yang terjadi 2-3 segmen di bawah blok sensorik , sehingga umumnya pada keadaan istirahat pernafasan tidak banyak dipengaruhi . Tetapi apabila blok yang terjadi mencapai saraf frenikus yang mempersarafi diafragma , dapat terjadi apnea
Sistem pencernaan : Oleh karena terjadi blok serabut simpatis preganglionik yang kerjanya menghambat aktifitas saluran pencernaan (T4-5), maka aktifitas serabut saraf parasimpatis menjadi lebih dominan , tetapi walapun demikian pada umumnya peristaltik usus dan relaksasi spingter masih normal. Pada anestesi spinal bisa terjadi mual dan muntah yang disebabkan karena hipoksia serebri akibat dari hipotensi mendadak , atau tarikan pada pleksus terutama yang melalui saraf vagus
Reason For the Pathophysiological Changes Blockade of the Sympathetic Systems