TEMA 10 Callery H.A PIDANwdawnwandawA.pptx

DirgaGunk 6 views 15 slides Sep 23, 2025
Slide 1
Slide 1 of 15
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15

About This Presentation

technology and law


Slide Content

KRITIK & SARAN TERHADAP UU ITE YANG TERBARU NAMA : CALLERY WAISYE MANDAGIE NIM : 2221008 TEMA 10 UNIVERSITAS ATMA JAYA MAKASSAR 2025

Analisis Kritis Problematika UU ITE 1. Identifikasi Permasalahan Fundamental Analisis Yuridis Pasal-Pasal Bermasalah Yurisprudensi dan Dampak Implementasi Topik pembahasan Rekomendasi Reformasi dan Perbaikan Regulasi 1. Usulan Reformulasi Pasal Bermasalah Rekomendasi Kebijakan Strategis Langkah-Langkah Perbaikan Komprehensif Panorama dan Dasar Hukum UU ITE 2024 Studi Komparatif dan Perspektif Stakeholder Panorama Perubahan UU ITE 2024 Dasar Hukum dan Asas-Asas Terkait Perbandingan dengan Negara Lain Pandangan Ahli dan Lembaga Internasional 01 03. 02. 04

SUBSTANSI PERUBAHAN UU ITE 2024 Modifikasi Signifikan dalam UU No. 1/2024: Penghapusan Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik Pembentukan Dewan Kebijakan Nasional Perlindungan Data Pribadi Pengalihan yurisdiksi pencemaran nama baik ke KUHP Penguatan regulasi transaksi elektronik dan perlindungan konsumen Regulasi Pendukung : PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Permen Kominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Platform Digital 01

DASAR HUKUM DAN ASAS – ASAS FUNDAMENTAL ASAS – ASAS HUKUM SIBER ( PASAL 3 UU ITE ) : HIERARKI PERATURAT TERKAIT : UU No. 1 Tahun 2024 ( Perubahan Kedua UU ITE) UU No. 19 Tahun 2016 ( Perubahan Pertama UU ITE) UU No. 11 Tahun 2008 (UU ITE Asli) UU No. 1 Tahun 2023 (KUHP Baru) Asas Kepastian Hukum - memberikan landasan hukum yang jelas Asas Manfaat - memberikan manfaat sebesar-besarnya Asas Kehati-hatian - mitigasi risiko penyelenggaraan sistem elektronik Asas Iktikad Baik - tidak merugikan orang lain Asas Kebebasan Memilih Teknologi - tidak diskriminatif terhadap pemanfaatan teknologi

K RITIK FUNDAMENTAL – PROBLEMATIKA PERSISTEN Persistensi Pasal Multitafsir Pasal 28 tentang ujaran kebencian tetap mengandung norma kabur Mahkamah Konstitusi telah membatasi keberlakuan Pasal 28 ayat (2) Definisi " kebencian " dan " kerusuhan " masih bersifat abstrak 2. Fenomena Displacement Hukum Pencemaran nama baik dialihkan ke KUHP tanpa reformasi substansial Bukan solusi fundamental, melainkan redistribusi masalah Pasal- pasal bermasalah tetap mengancam kebebasan berekspresi 3. Overcriminalization yang Berlanjut Potensi kriminalisasi berlebihan terhadap aktivitas digital yang seharusnya dilindungi Sumber : Indonesia Corruption Watch, 2024; ICJR Policy Brief, 2024

A nalisis yuridis pasal bermasalah Sumber : Putusan MK No. 76/PUU-XV/2017; Jurnal Konstitusi , 2024 Pasal 28 Ayat (2) UU ITE: Rumusan : " Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku , agama, ras , dan antargolongan (SARA)“ Problematika Yuridis : Vague norm yang melanggar asas lex certa Frasa " menimbulkan rasa kebencian " bersifat subjektif Tidak ada parameter objektif untuk mengukur " kebencian " Berpontensi menimbulkan arbitrary enforcement I mplikasi Konstitusional : Bertentangan dengan Pasal 28E UUD 1945 tentang kebebasan berekspresi

Yurisprudensi dan putusan pengadilan Putusan pengadilan lainnya: Pertimbangan hukum utama: PN Jakarta Selatan dalam kasus pencemaran nama baik via medsos PT DKI Jakarta tentang interpretasi hate speech berbasis SARA Mahkamah Agung dalam kasus penyebaran hoax COVID-19 Penerapan clear and present danger test Pembatasan harus memenuhi proportionality principle Perlunya balancing test antara kebebasan dan ketertiban Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XV/2017: Ratio Decidendi: Pasal 28 ayat (2) UU ITE inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak memenuhi unsur " permusuhan " atau " kekerasan " Sumber : Putusan MK No. 76/PUU-XV/2017; Database Mahkamah Agung

Dampak empiris implementasi uu ite Data Implementasi 2019-2024: Total kasus dilaporkan : 45.323 kasus Yang diproses hukum : 12.442 kasus (27%) Kasus pencemaran nama baik : 67% dari total kasus Vonis bebas : 17% dari yang diproses Fenomena di Lapangan : Disparitas Penegakan Hukum - ketimpangan akses keadilan Chilling Effect - pembatasan ruang diskusi publik Instrumentalisasi Hukum - penggunaan untuk tujuan non- yuridis Dampak terhadap Demokrasi Digital: Pembatasan partisipasi demokratis dalam ruang siber Indonesia Sumber : Bareskrim Polri , 2024; Survey Netizen Indonesia, 2023

Tinjauan perbandingan internasional Pendekatan Negara Lain: Negara Regulasi Utama Pendekatan Karakteristik Singapura Computer Misuse Act Teknokratis Jelas & spesifik Malaysia Computer Crimes Act Balancing Fleksibel namun enforcement lemah Jerman NetzDG 2017 Rights-based Lindungi HAM dengan prosedur ketat Perjanjian Internasional Terkait : Budapest Convention on Cybercrime (Indonesia belum ratifikasi ) ASEAN Digital Masterplan 2025 MoU Indonesia-Australia Cyber Security 2017 Lesson Learned: Negara demokratis cenderung mengutamakan procedural safeguards sebelum menjatuhkan sanksi

Pandangan ahli dan lembaga Kritik Lembaga Internasional: Amnesty International: UU ITE digunakan untuk membungkam kritik Human Rights Watch: Ketentuan kabur memungkinkan penegakan sewenang-wenang UN Special Rapporteur: Rekomendasi dekriminalisasi pencemaran nama baik Rekomendasi Akademisi : Revisi UU ITE harus mempersempit ruang multitafsir melalui kejelasan definisi normatif Pandangan Prof. Laksanto Utomo (Pakar Hukum Telematika ): UU ITE sebagai "draconian laws" yang implementasinya dapat " dimulurkan atau dipendekan " sesuai kepentingan politik Sumber : Seminar Nasional Hukum Siber UGM, 2023; Amnesty International Report, 2025

Rekomendasi reformasi legislatif Pembentukan institusi pengawas Digital Rights Commission sebagai lembaga independen Multi-stakeholder governance dalam pengawasan Judicial review berkala terhadap implementasi Reformulasi norma hukum Adopsi prinsip ultima ratio Redefinisi komprehensif istilah-istilah yang multitafsir Penghapusan total pasal-pasal dengan vague norm Kodifikasi guideline penegakan yang objektif Hukum pidana sebagai upaya terakhir (last resort) Prioritas pada mekanisme alternatif penyelesaian sengketa Depenalisasi untuk pelanggaran kategori ringan Sumber : Analisis komparatif regulasi internasional ; Best practices EU

Usulan konkret perbaikan pasal Justifikasi Akademis : Spesifik dan terukur - menghindari subjektivitas Proporsional - sesuai dengan harm principle Konstitusional - sejalan dengan putusan MK Mekanisme Tambahan : Graduated response system sebelum sanksi pidana Right to reply mechanism untuk korban Reformulasi Pasal 28 Ayat (2): Rumusan Lama: " Informasi yang menimbulkan kebencian berdasarkan SARA" Usulan Reformulasi : " Informasi yang secara eksplisit menghasut tindakan kekerasan fisik terhadap kelompok tertentu dengan memenuhi kriteria imminent lawless action test " Sumber : Brandenburg v. Ohio (AS); Regulasi hate speech Uni Eropa

Rekomendasi kebijakan strategis Untuk Eksekutif : Moratorium sementara penegakan pasal kontroversial Konsultasi publik yang komprehensif dan inklusif Regulatory impact assessment untuk setiap revisi Untuk Yudikatif : Standardisasi interpretasi pasal-pasal UU ITE Training berkelanjutan untuk hakim tentang digital rights Prioritas pada pendekatan restorative justice Untuk Legislatif (DPR): Hearing publik dengan stakeholder civil society Benchmarking dengan praktik terbaik negara demokratis Sunset clause untuk pasal-pasal eksperimental Sumber : Rekomendasi OECD Digital Government; Best practice demokratisasi digital

Kesimpu lan Hasil Analisis UU ITE 2024: UU No. 1 Tahun 2024 membawa perubahan signifikan namun masalah fundamental masih tersisa Permasalahan Utama: Pasal 28 masih mengandung norma kabur Displacement masalah ke KUHP tanpa reformasi substansial Chilling effect terhadap kebebasan berekspresi berlanjut 67% kasus masih pencemaran nama baik Saran : Reformulasi Pasal 28 dengan kriteria objektif Penerapan ultima ratio dalam penegakan Pembentukan institusi pengawas independen Adopsi best practices negara demokratis Urgensi : Reformasi komprehensif diperlukan untuk menjamin keseimbangan ketertiban siber dan perlindungan hak digital

Thank you ! "Reformasi hukum yang berkelanjutan memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam membangun tatanan hukum yang berkeadilan "