Review Bagian 1: Politik Birokrasi Bagian 1 dari buku *The Value of Bureaucracy* menyajikan pembahasan kritis mengenai politik birokrasi dengan menghadirkan tiga tokoh utama : Charles T. Goodsell, Paul du Gay, dan Thomas Armbrüster. Ketiga pemikir ini memberikan landasan konseptual yang berbeda mengenai bagaimana birokrasi harus dipahami , dihargai , dan dikritisi dalam konteks tata kelola modern. Review ini bertujuan untuk memperluas pemahaman mengenai perdebatan seputar birokrasi dengan menghubungkan pemikiran mereka pada kerangka administrasi publik , filsafat politik , serta relevansinya dalam praktik pemerintahan kontemporer . Ulasan ini diharapkan dapat menjadi materi presentasi yang mendalam dalam kuliah S2 Ilmu Administrasi , serta memicu diskusi akademik mengenai posisi birokrasi di tengah tuntutan demokrasi , kebebasan , dan kebutuhan efisiensi . 1. Biro sebagai Unit Tata Kelola (Charles T. Goodsell) Charles T. Goodsell berangkat dari kritik terhadap narasi dominan yang menggambarkan birokrasi sebagai beban bagi pemerintahan modern. Menurut Goodsell, citra birokrasi yang kaku , lamban , dan penuh aturan prosedural adalah stereotip yang tidak sepenuhnya benar . Sebaliknya , birokrasi harus dipahami sebagai unit tata kelola yang berperan sentral dalam menghubungkan berbagai aktor politik , sosial , dan administratif . Goodsell menekankan bahwa biro adalah simpul institusional yang mampu menyatukan kebijakan publik yang terfragmentasi . Ia melihat birokrasi sebagai struktur yang tidak hanya menjalankan keputusan politik , tetapi juga mengolahnya menjadi program yang konsisten dan dapat diimplementasikan . Tanpa birokrasi , pemerintahan akan kesulitan menjaga kontinuitas , stabilitas , dan akuntabilitas . Penelitian Goodsell di Amerika Serikat menunjukkan bahwa birokrasi publik lebih efektif dan efisien daripada yang sering dipersepsikan publik . Ia juga menekankan peran moral birokrasi : sebagai pelindung kebebasan melalui aturan yang konsisten dan sebagai penjaga integritas pemerintahan . Dalam pandangannya , birokrasi bukan hanya alat teknis , melainkan sarana normatif yang membangun kepercayaan masyarakat terhadap negara. Goodsell kemudian menegaskan pentingnya mengubah perspektif terhadap birokrasi . Alih- alih terus menerus dikritik sebagai organisasi yang usang , birokrasi perlu dipandang sebagai fondasi yang memungkinkan demokrasi berfungsi dengan baik . Birokrasi , menurutnya , adalah mediator antara kepentingan politik jangka pendek dan kebutuhan publik jangka panjang . 2. Birokrasi dan Kebebasan : Negara, Otoritas , dan Kebebasan (Paul du Gay) Paul du Gay menyoroti perdebatan klasik mengenai hubungan antara birokrasi dan kebebasan . Kritik terhadap birokrasi sering kali datang dari tradisi pemikiran liberal, yang memandang kebebasan sebagai hak otonom individu yang harus dilindungi dari intervensi negara. Dalam kerangka ini , birokrasi dipandang sebagai ancaman karena dianggap membatasi ruang gerak individu dengan aturan-aturan yang ketat . Namun , du Gay mengajukan argumen yang berbeda . Menurutnya , kebebasan justru tidak mungkin dipertahankan tanpa adanya birokrasi . Birokrasi menyediakan struktur institusional yang memastikan bahwa kebebasan dijalankan secara adil dan setara . Tanpa birokrasi , kebebasan dapat berubah menjadi anarki atau dominasi kelompok tertentu atas yang lain. Dalam konteks ini , birokrasi adalah mekanisme yang memungkinkan negara menjaga keseimbangan antara otoritas dan kebebasan . Du Gay juga mengkritik wacana anti- birokrasi yang berkembang dalam reformasi sektor publik , khususnya dalam gerakan New Public Management (NPM). Gerakan ini menekankan efisiensi , fleksibilitas , dan logika pasar, tetapi sering kali mengabaikan nilai-nilai demokratis dan etis yang melekat pada birokrasi Weberian. Menurut du Gay, birokrasi bukanlah sekadar 'monster dingin ' yang menghambat kreativitas , melainkan institusi yang melindungi warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakpastian pasar.