219-1328-1-PB (2).pdfcmvbm;lfmb;lmfdlkbmlgkbb

hemodialisiscitrahus 8 views 8 slides Nov 22, 2024
Slide 1
Slide 1 of 8
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8

About This Presentation

lkflkmdfkmm


Slide Content

2
1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Kesimpulan: Seseorang yang menderita hipertensi mempunyai peluang 3,14 kali (95% CI: 1,527-6,453; p-value = 0,002) untuk menderita PGK
dibandingkan dengan seseorang yang tidak menderita hipertensi setelah dikontrol oleh variabel pengganggu yaitu usia.
Kata kunci: penyakit ginjal kronik, hipertensi, DKI Jakarta, Riset Kesehatan Dasar 2018
biaya yang dikeluarkan BPJS untuk penyakit ginjal pada tahun 2015,
dan merupakan pembiayaan BPJS terbesar kedua). Saat ini lebih dari
2 juta orang di seluruh dunia menjalani pengobatan CKD dengan
melakukan dialisis atau transplantasi ginjal untuk tetap hidup.1,2
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Ginjal Indonesia (BPJS)
Registrasi pada tahun 2018, jumlah pasien baru dan pasien aktif yang
menjalani hemodialisis kronis pada tahun 2016-2018 mengalami
peningkatan.3
Bahan dan metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi analitik cross-sectional. Sumber data yang digunakan
adalah data sekunder yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) 2018. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
sebanyak 7.141 orang.
Hasil: Proporsi penyakit ginjal kronik dan hipertensi pada penduduk usia ÿ18 tahun di Provinsi DKI Jakarta masing-masing sebesar 0,5% dan 16,6%.
Terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan penyakit ginjal kronik dengan nilai odds ratio (POR) sebesar 3,140 (95% CI:
1,527-6,453) setelah disesuaikan dengan variabel usia. Beberapa karakteristik lain seperti usia (POR = 3,912; 95% CI: 1,932-7,918), diabetes
melitus (POR = 3,412; 95% CI: 1,405-8,285), penyakit jantung (POR = 7,323; 95% CI: 3,158-16,982), dan aktivitas fisik (POR = 2,324; 95% CI:
1,148-4,703) juga berhubungan secara signifikan dengan kejadian penyakit ginjal kronik.
Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global, dikarenakan prevalensi dan insiden gagal ginjal
yang terus meningkat, prognosis yang buruk, serta biaya pengobatan yang tinggi. Hipertensi sebagai faktor risiko dominan PGK juga memiliki
prevalensi yang tinggi dan terus meningkat di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan insiden PGK
pada penduduk usia ÿ18 tahun di Provinsi DKI Jakarta.
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan
masyarakat global, dikarenakan prevalensi dan insiden gagal ginjal
yang semakin meningkat, prognosis yang buruk yang mengakibatkan
lebih dari 1 juta orang di dunia setiap tahunnya meninggal akibat gagal
ginjal yang tidak tertangani, serta memerlukan biaya yang tinggi untuk
pengobatannya (di Indonesia, biaya pelayanan kesehatan sebesar 2,68 triliun rupiah).
Helda2
Perkenalan
Bahasa Indonesia:Rizka Ramadhanti1
137
MCBS
Penduduk Usia ÿ18 Tahun
Hubungan Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronis pada Pasien
ARTIKEL PENELITIAN
Nomor Induk Kependudukan: 10.21705/mcbs.v5i3.219
sel tanah
Jurnal Biomedis Mol Sel 2021; 5(3): 137-44
Surel: [email protected]
Pondok Cina, Kecamatan Beji, Depok 12345, Indonesia
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Jurnal Biomedik Molekuler dan Seluler, Vol.5 No.3, November 2021, hal.137-44
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Nomor Induk Kependudukan: 10.21705/mcbs.v5i3.219
Penulis Koresponden:
Rizka Ramadhanti
ISSN cetak: 2527-4384, ISSN online: 2527-3442
Diterima untuk dipublikasikan: 22 September 2021
Terakhir Direvisi: 22 September 2021
Lembaga
Biofarmasi
Tanggal penyerahan: 3 September 2021
Machine Translated by Google

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara hipertensi dengan kejadian PGK pada penduduk usia ÿ18 tahun
di Provinsi DKI Jakarta.
Kriteria Pengambilan Sampel
prevalensi hipertensi di Provinsi DKI Jakarta.
mengetahui apakah ada hubungan dengan peningkatan
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko dominan atau utama
terhadap kejadian PGK. Penelitian sebelumnya juga
seluruh penduduk usia 18 tahun di Provinsi DKI Jakarta yang menjadi
responden Riskesdas 2018. Penelitian ini telah mendapat persetujuan
Etik Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia (Nomor: 460/UN2.F10.D11/
PPM.00.02/2021).
Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang mengalami
peningkatan prevalensi PGK pada penduduk usia 15 tahun pada
Riskesdas 2018 (0,45%) jika dibandingkan dengan tahun 2013 (0,1%).4,5
Peningkatan prevalensi PGK ini juga sejalan dengan peningkatan
prevalensi hipertensi. Peningkatan prevalensi dan buruknya dampak
serta prognosis PGK ini juga telah menggugah minat para peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai penyakit hipertensi.
Selain hipertensi, ada pula beberapa faktor lain yang memengaruhi
kejadian PGK, seperti bertambahnya usia, jenis kelamin laki-laki,
seseorang yang mengidap penyakit diabetes melitus (DM), penyakit
jantung, kegemukan, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, konsumsi minuman berenergi, konsumsi minuman
berkarbonasi, serta seseorang yang kurang beraktivitas fisik.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) 2018, prevalensi
PGK mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013.
Pada tahun 2013, prevalensi PGK di Indonesia berdasarkan diagnosis
dokter pada penduduk usia 15 tahun sebesar 0,2%, dan meningkat
menjadi 0,38% pada tahun 2018.4,5
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi analitik cross-sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Padang.
Pada penelitian ini variabel penyakit ginjal kronik, hipertensi, DM,
dan penyakit jantung dinyatakan berdasarkan diagnosis dokter. Status
obesitas (IMT ÿ27) diperoleh berdasarkan hasil perhitungan berat badan
dan tinggi badan responden pada saat survei. Status kebiasaan merokok
diperoleh berdasarkan riwayat konsumsi rokok semasa hidup responden
sampai wawancara dilakukan. Status konsumsi alkohol, minuman
berenergi, dan minuman berkarbonasi diperoleh berdasarkan frekuensi
konsumsi dalam sebulan terakhir sampai wawancara dilakukan.
Sedangkan status aktivitas fisik diperoleh berdasarkan rata-rata lama
dan frekuensi aktivitas fisik yang dilakukan dalam satu minggu.
Desain Studi
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis univariat,
bivariat, dan multivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan
uji chi square untuk data kategorik, dengan interval kepercayaan (CI)
95%. Selain itu, pengukuran
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari hasil Riskesdas 2018 melalui Laboratorium
Pengelolaan Data, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dapat diakses dengan
persyaratan dan prosedur tertentu melalui www.litbang.kemkes.go.id.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah kejadian
PGK, hipertensi, usia, jenis kelamin, DM, penyakit jantung, obesitas,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, minuman berenergi, minuman
bersoda, dan aktivitas fisik.
Pengumpulan Data
Analisis Statistik
menemukan adanya hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan
kejadian PGK, dimana seseorang dengan hipertensi memiliki risiko 4,1
kali lebih besar untuk mengalami PGK dibandingkan dengan yang tidak
hipertensi (OR=4,10; 95% CI: 2,94-5,72).6 Hipertensi merupakan
ancaman kesehatan masyarakat karena berisiko menimbulkan berbagai
komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal.7 Di
Indonesia, prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk usia 18 tahun pada Riskesdas 2007 sebesar 7,2%.8 Angka
tersebut meningkat pada tahun 2013 menjadi 9,4%, kemudian sedikit
menurun pada tahun 2018 menjadi 8,36%.4,5 Namun demikian,
prevalensi hipertensi di Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan
dari 9,5% pada tahun 2007, menjadi 10% pada tahun 2013, dan menjadi
10,17% pada tahun 2018.4,5,8
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode Total Sampling,
dimana seluruh responden Riskesdas 2018 yang berusia 18 tahun di
Provinsi DKI Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi menjadi
sampel dalam penelitian. Kriteria sampel penelitian adalah responden
yang berusia 18 tahun yang berdomisili di Provinsi DKI Jakarta dan tidak
sedang hamil, dengan cara mengeksklusi responden yang data
variabelnya tidak lengkap pada Riskesdas 2018. Sehingga terdapat
7.141 responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian ini.
Bahan dan metode
Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronis pada Penduduk Usia ÿ18 TahunRamadhanti R, dkk.
138
Machine Translated by Google

2.785
2.3
TIDAK
32.1
6
250
TIDAK
tahun 201
Memadai
99.5
3.3
Karakteristik
34
Perempuan
Konsumsi alkohol
Konsumsi minuman berenergi
55.8
83.4
Frekuensi
Kegemukan
2.426 orang
16.6
96.5
6.715 orang
TIDAK
TIDAK
6.979 tahun
Ya
3.051
4.090
Ya
TIDAK
Lebih sedikit
>50 tahun 18-50
tahun
42.7
66
ÿ3 kali per minggu <3 kali
per minggu 6.904 orang
(%)
TIDAK
Pria
61
97.2
44.2
3.5
2.8
3.985
5.959 tahun
Ya
426
Ya
162
Penyakit Ginjal Kronis (PGK)
2.290
4.851
0.5
Persentase
Usia
TIDAK
34
39
Konsumsi minuman berkarbonasi
237
Ya
Seks
Hipertensi
67.9
94
6.891 tahun
6.940 orang
3.156 orang
Penyakit jantung
1.182 orang
Kebiasaan merokok
57.3
Aktivitas fisik
7.107 orang
Penyakit diabetes melitus
Ya
96.7
ÿ3 kali per minggu <3 kali
per minggu
(N)
Ya
4.715 tahun
4.356 orang
97.7
Hasil
Berdasarkan hasil analisis bivariat yang dapat dilihat pada Tabel
2, faktor yang berhubungan dengan kejadian PGK antara lain adalah
menderita hipertensi (POR=4,529; 95% CI: 2,303-8,907), berusia >50
tahun (POR=3,912; 95% CI: 1,932-
4.703).
7.918), menderita DM (POR=3.412; 95% CI: 1.405-8.285), menderita
penyakit jantung (POR=7.323; 95% CI: 3.158-16.986), dan kurang
aktivitas fisik (POR=2.324; 95% CI: 1.148-
Analisis multivariat dimulai dengan melakukan model lengkap.
Analisis dilakukan pada semua variabel termasuk variabel utama, semua
variabel pengganggu kandidat, dan variabel interaksi kandidat. Interaksi
dilakukan antara variabel independen utama dan semua variabel
pengganggu kandidat.9 Setelah analisis, hasil pemodelan lengkap
diperoleh pada Tabel 3.
Statistik 22 (IBM Corporation, New York, Armonk, AS).
Berdasarkan Tabel 1, didapatkan bahwa hanya sebagian kecil responden
(0,5%) yang mengalami PGK, sedangkan yang mengalami hipertensi
sebanyak 16,6%. Berdasarkan karakteristik, responden yang berusia
>50 tahun sebanyak 32,1%, laki-laki sebanyak 42,7%, DM sebanyak
6%, penyakit jantung sebanyak 3,5%, obesitas sebanyak 34%, kebiasaan
merokok sebanyak 39%, kebiasaan mengonsumsi alkohol sebanyak
2,8%, mengonsumsi minuman berenergi sebanyak 2,3% 3 kali seminggu,
minuman berkarbonasi sebanyak 3 kali seminggu sebanyak 3,3%, dan
aktivitas fisik kurang sebanyak 44,2%.
Tabel 1. Karakteristik subjek.
asosiasi yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan independen dalam penelitian ini adalah Prevalence Odds
Ratio (POR). Sedangkan jenis analisis multivariat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi logistik berganda dengan model faktor risiko.
Analisis akan dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences)
dimasukkan kembali dan tetap berada dalam model.9 Setelah melakukan
penilaian faktor pengganggu, hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.
Setelah diperoleh hasil model secara lengkap, dilakukan penilaian
interaksi dengan melakukan uji homogenitas berdasarkan nilai p. Jika
variabel memiliki nilai p<0,05, maka terjadi interaksi. Setelah dilakukan
penilaian interaksi, ternyata tidak terdapat variabel interaksi, sehingga
analisis dilanjutkan ke tahap penilaian confounding.
Penilaian confounding dilakukan dengan cara mengeluarkan
calon variabel confounding dari model satu per satu secara berurutan
mulai dari variabel yang memiliki nilai p terbesar. Jika perubahan nilai
POR variabel independen utama >10% ketika calon variabel confounding
dikeluarkan, maka variabel tersebut merupakan variabel confounding,
sehingga harus
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa variabel independen
utama, hipertensi, mengalami perubahan nilai POR >10% setelah
variabel usia dikeluarkan dari model. Dengan demikian, variabel usia
harus dimasukkan kembali ke dalam model dan merupakan variabel
pengganggu.
Nomor Induk Kependudukan: 10.21705/mcbs.v5i3.219
ISSN cetak: 2527-4384, ISSN online: 2527-3442
Jurnal Biomedik Molekuler dan Seluler, Vol.5 No.3, November 2021, hal.137-44
139
Machine Translated by Google

1
0,699 (0,326-1,499)
201 (2,8%)
6.906 (97,2%)
22 (64,7%)
dan 12 (35,3%)
Ya
Usia
Penyakit jantung
Ya
0,025
1 (2,9%)
33 (97,1%)
1
Ya
4.529 (2.303-8.907)
9 (26,5%)
25 (73,5%)
1
Ya
1
1.166 (16,4%)
5.941 (83,6%)
nilai p
0,167
angka 0
POR (95%CI)
1
1
angka 0
TIDAK
1.307 (0,178-9,617)
2.770 (39%)
4.337 (61%)
16 (47,1%)
18 (52,9%)
Kebiasaan merokok
angka 0
1
Konsumsi alkohol
Perempuan
420 (5,9%)
6.687 (94,1%)
Konsumsi minuman berkarbonasi
0,014 tahun
1
Hipertensi
7 (20,6%)
27 (79,4%)
3.134 (44,1%)
3.973 (55,9%)
1.236 (0.627-2.437)
Kegemukan
. 1
1.702 (0.864-3.356)
Memadai
Karakteristik
3.912 (1.932-7.918)
22 (64,7%)
dan 12 (35,3%)
1
Ya
Aktivitas fisik
TIDAK
2.417 (34%)
4.690 (66%)
0 (0,00%)
34 (100%)
Pria
3.032 (42,7%)
4.075 (57,3%)
TIDAK
1
ÿ3 kali per minggu <3
kali per minggu
0.457
0,882 (0,120-6,478)
6 (17,6%)
28 (82,4%)
TIDAK
236 (3,3%)
6.871 (96,7%)
19 (55,9%)
dan 15 (44,1%)
Ya
161 (2,3%)
6.946 (97,7%)
TIDAK
TIDAK
Lebih sedikit
1 (2,9%)
33 (97,1%)
Penyakit Ginjal Kronis (PGK)
Penyakit diabetes melitus
243 (3,4%)
6.864 (96,6%)
>50 tahun 18-50
tahun
7.323 (3.158-16.986)
1
15 (44,1%)
dan 19 (55,9%)
TIDAK
0.662
ÿ3 kali per minggu <3
kali per minggu
Konsumsi minuman berenergi
2.324 (1.148-4.703)
2.268 (31,9%)
4.839 (68,1%)
Ya
3.412 (1.405-8.285)
Seks
0.543
1
DiskusiModel akhir hubungan hipertensi dengan kejadian CKD
berdasarkan hasil penelitian
Analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 5, dimana seseorang dengan
hipertensi memiliki peluang 3,14 kali (POR = 3,140; 95% CI: 1,527-6,453)
untuk menderita PGK jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak
memiliki hipertensi setelah dikontrol oleh variabel pengganggu yaitu usia.
Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan yang signifikan
antara hipertensi, usia, DM, penyakit jantung, dan aktivitas fisik terhadap
CKD. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, minuman
berenergi, dan minuman berkarbonasi terhadap CKD.
Tabel 2. Hubungan hipertensi dan karakteristik subjek lain yang berhubungan dengan CKD.
Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronis pada Penduduk Usia ÿ18 TahunRamadhanti R, dkk.
140
Machine Translated by Google

Konsumsi minuman berkarbonasi
Hipertensi*Konsumsi minuman berkarbonasi
3,472 (0,552-21,839)
2,355 (0,876-6,334)
0,955 (0,251-3,629)
3,211 (0,857-12,033)
1,820 (0,231-14,331)
0,678 (0,219-2,092)
0,959 (0,252-3,654)
4,626 (0,578-37,016)
0,000 (0,000-.)
2,698 (0,991-7,345)
0,669 (0,127-3,536)
3,488 (0,553-21,985)
0,292 (0,045-1,903)
2,699 (0,260-27,970)
0,893 (0,185-4,305)
0,669 (0,108-4,137)
0,000 (0,000-.)
28081317.154 (0,000-.)
0,586 (0.137-2.515)
0,888
0.499
Penyakit Diabetes Melitus
Hipertensi*Usia
Hipertensi*Diabetes Melitus
Hipertensi*Obesitas
0,998
POR (95%CI)
0,149
Kegemukan
Hipertensi*Konsumsi minuman berenergi
0,052
0,185
0,947 tahun
0.473
Konsumsi minuman berenergi
Aktivitas fisik
0.183
0.57
0.405
Seks
Usia
Hipertensi*Aktivitas fisik
Hipertensi*Seks
Penyakit jantung
0,951
Variabel
0,665 tahun
Hipertensi*Penyakit jantung
Kebiasaan merokok
0,995
0,995
nilai p
Hipertensi*Kebiasaan merokok
Hipertensi
0,09
0,083 tahun
0.198
0.636
Gangguan ginjal.11 Penuaan atau bertambahnya usia dikaitkan
dengan perubahan aktivitas dan respons terhadap rangsangan
vasoaktif, sehingga respons terhadap rangsangan vasokonstriktor
meningkat dan respons vasodilatasi terganggu. Perubahan ini
kemudian dapat menyebabkan cedera ginjal akut, termasuk
nefropati iskemik normotensif, dan CKD progresif.12
Seseorang yang menderita DM memiliki peluang 3,4 kali
lebih besar untuk menderita CKD dibandingkan dengan seseorang yang tidak menderita DM.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menemukan
Seseorang yang berusia >50 tahun memiliki peluang 3,9 kali
untuk menderita PGK dibandingkan dengan seseorang yang berusia
18-50 tahun. Penelitian lain menemukan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan kejadian PGK, seseorang yang
berusia 49-65 tahun memiliki peluang 13,57 kali (OR=13,57; 95%
CI: 4,73-38,97) untuk menderita PGK dibandingkan dengan
seseorang yang berusia 25-48 tahun.10 Fungsi ginjal menurun
seiring bertambahnya usia, baik pada pria maupun wanita. Populasi
lanjut usia lebih berisiko mengalami PGK setelah berbagai operasi ginjal.
Tabel 3. Analisis model lengkap hubungan antara hipertensi dan CKD.
Tabel 4. Hasil penilaian perancu hubungan antara hipertensi dan CKD.
Nomor Induk Kependudukan: 10.21705/mcbs.v5i3.219
ISSN cetak: 2527-4384, ISSN online: 2527-3442
Jurnal Biomedik Molekuler dan Seluler, Vol.5 No.3, November 2021, hal.137-44
141
Hipertensi ATAU
Tanpa Konsumsi Minuman Energi Variabel
7,31%
Tanpa Kebiasaan Merokok Variabel
24,13%
7,89%
Tanpa Konsumsi Minuman Berkarbonasi Variabel
Variabel Usia yang Dimasukkan Kembali dan Tanpa Variabel Penyakit Jantung
.
8,54%
Tanpa Variabel Usia
2.926 (1.348-6.352)
2.924 (1.347-6.349)
2.944 (1.358-6.383)
2.943 (1.358-6.377)
3.041 (1.410-6.560)
2.845 (1.335-6.063)
2.676 (1.262-5.676)
2.695 (1.281-5.670)
3.632 (1.792-7.361)
3.140 (1.527-6.453)
2,77%
3,93%
Model Penuh tanpa Variabel Interaksi
Tanpa Aktivitas Fisik Variabel
Tanpa Variabel Jenis Kelamin
ÿ Hipertensi ATAU
0,58%
0,62%
Model
Tanpa Variabel Obesitas
Tanpa Diabetes Melitus Variabel
(IK 95%)
0,07%
Machine Translated by Google

nilai p
0,008
POR (95%CI)
3.140 (1.527-6.453)Hipertensi 0,002
Usia
Variabel
2.768 (1.306-5.867)
Seseorang yang mempunyai kebiasaan aktivitas fisik kurang
memiliki peluang 2,3 kali untuk menderita PGK dibandingkan dengan
seseorang yang mempunyai kebiasaan aktivitas fisik cukup.
Besarnya dampak hipertensi terhadap ginjal bergantung pada
tingkat keparahan dan lamanya hipertensi yang dialami. Semakin tinggi
tekanan darah dan semakin lama hipertensi diderita, maka semakin
parah pula komplikasi yang dapat ditimbulkannya.10 Ginjal berperan
dalam menyaring zat sisa dan cairan berlebih dari darah. Nefron pada
ginjal disuplai dengan jaringan pembuluh darah yang padat dan aliran
darah yang besar. Seiring berjalannya waktu, hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan arteri di sekitar ginjal menyempit,
melemah, atau mengeras. Arteri yang rusak ini juga tidak mampu lagi
memasok darah yang cukup ke jaringan ginjal. Ketika pembuluh darah
ini rusak, nefron yang menyaring darah tidak mampu lagi menerima
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkannya untuk berfungsi dengan baik.19
Hipertensi yang tidak terkontrol secara terus-menerus dan dalam
jangka waktu yang lama juga dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intraglomerulus, sehingga dapat menyebabkan glomerulus
mengalami gangguan struktural dan fungsional, yang selanjutnya akan
memengaruhi filtrasi glomerulus dan mengakibatkan terjadinya
mikroalbuminuria bahkan proteinuria.20,21
Seseorang yang memiliki penyakit jantung memiliki peluang 7,3
kali lebih besar untuk menderita PGK dibandingkan dengan seseorang
yang tidak memiliki penyakit jantung. Penelitian lain menunjukkan hasil
serupa, yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara penyakit kardiovaskular dengan kejadian PGK, yaitu seseorang
dengan penyakit kardiovaskular memiliki peluang 2,3 kali lebih besar
(OR=2,35; 95% CI: 2,07–2,67) untuk menderita PGK dibandingkan
dengan orang yang tidak memiliki penyakit kardiovaskular.14 Ketika
seseorang memiliki penyakit jantung, jantung tidak dapat melakukan
tugasnya untuk memompa darah dengan baik. Kemudian jantung yang
terlalu penuh darah dapat semakin menekan pembuluh darah utama
yang terhubung ke ginjal, yang dapat menyebabkan penyumbatan dan
mengurangi pasokan darah kaya oksigen ke ginjal. Hal ini pada
gilirannya dapat menyebabkan penyakit ginjal.15
Berdasarkan hasil analisis bivariat juga didapatkan bahwa
seseorang yang mengalami hipertensi memiliki peluang 4,5 kali untuk
menderita PGK dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengalami
hipertensi. Sementara itu, berdasarkan hasil analisis multivariat
didapatkan bahwa seseorang yang mengalami hipertensi memiliki
peluang 3,14 kali untuk menderita PGK jika dibandingkan dengan
seseorang yang tidak mengalami hipertensi setelah dikontrol oleh
variabel pengganggu yaitu usia. Seluruh penelitian terdahulu yang
ditemukan juga menyatakan hasil yang serupa bahwa hipertensi
merupakan faktor risiko PGK. Sebagai contoh penelitian cross-sectional
yang menggunakan data dari penelitian awal kohort PTM pada
penduduk usia 25-65 tahun di Bogor, didapatkan nilai OR yang
disesuaikan sebesar 3,71 (95% CI: 1,82-7,59) yang berarti seseorang
yang mengalami hipertensi memiliki peluang 3,71 kali untuk menderita
PGK dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengalami
hipertensi.10 Penelitian terkait prevalensi dan faktor risiko PGK pada
populasi dewasa di Thailand juga mendapatkan bahwa hipertensi
merupakan faktor risiko kejadian PGK dengan nilai OR yang disesuaikan
sebesar 1,96 (95% CI: 1,44-2,67) yang berarti seseorang yang
mengalami hipertensi memiliki peluang 1,9 kali untuk menderita PGK
dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengalami hipertensi.6
Tidak terdapat penelitian terdahulu yang menyatakan hasil berbeda.
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara DM dengan kejadian
PGK, seseorang yang menderita DM memiliki peluang 4,3 kali
(OR=4,34; 95% CI: 2,87-6,55) untuk menderita PGK dibandingkan
dengan seseorang yang tidak menderita DM.6 Ginjal tidak mampu
menahan kadar gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol dalam
jangka waktu lama. DM dapat menimbulkan stres oksidatif pada sel,
memperberat kerja ginjal melalui kerja sistem hormonal renin-angiotensin-
aldosteron (RAA) yang selanjutnya dapat menimbulkan peradangan
dan terbentuknya jaringan parut pada ginjal. DM merupakan salah satu
faktor pencetus terjadinya PGK, yaitu faktor yang secara langsung
dapat mencetuskan terjadinya kerusakan ginjal. DM juga dapat menjadi
faktor progresi terjadinya PGK, yaitu faktor yang dapat memperparah
dan mempercepat kerusakan ginjal apabila DM tidak terkontrol dalam
jangka waktu lama.13
fungsi endotel dan meningkatkan sensitivitas insulin. Efek serupa pada
pembuluh darah ginjal juga akan meningkatkan fungsi ginjal. Penurunan
adipositas atau adipositokin juga merupakan efek positif dari aktivitas
fisik yang dapat memengaruhi kesehatan ginjal.18
Tabel 5. Hubungan hipertensi dan CKD setelah dikontrol dengan
variabel pengganggu.
Penelitian lain juga menemukan bahwa seseorang yang tidak aktif
secara fisik memiliki peluang 2,2 kali (POR=2,2; 95% CI: 1,3-3,8) untuk
menderita CKD dibandingkan dengan seseorang yang aktif secara
fisik.16 Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko
penyakit kardiovaskular. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik juga
berkontribusi terhadap kejadian obesitas, diabetes, dan hipertensi yang
merupakan faktor risiko kejadian CKD.17 Aktivitas fisik dapat
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
Ramadhanti R, dkk. Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronis pada Penduduk Usia ÿ18 Tahun
142
Machine Translated by Google

Referensi
Kesimpulan
mengonsumsi obat antihipertensi dalam definisi operasional variabel hipertensi.
Prevalensi penyakit ginjal kronik dan hipertensi pada penduduk usia 18 tahun
di Provinsi DKI Jakarta masing-masing sebesar 0,5% dan 16,6%. Terdapat
hubungan yang signifikan antara hipertensi, usia, DM, penyakit jantung, dan
aktivitas fisik dengan kejadian penyakit ginjal kronik. Berdasarkan hasil analisis
multivariat, didapatkan bahwa seseorang dengan hipertensi memiliki peluang
3,14 kali (IK 95%: 1,527-6,453; nilai p= 0,002) untuk menderita penyakit ginjal
kronik dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengalami hipertensi
setelah dikontrol oleh variabel pengganggu.
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yaitu hipertensi dan DM juga paling sering terjadi
pada seseorang yang berusia di atas 50 tahun.25
Kebiasaan konsumsi, konsumsi minuman berenergi, konsumsi minuman
berkarbonasi, dan aktivitas fisik diperoleh hanya dengan mengandalkan daya
ingat responden, sehingga memungkinkan terjadinya bias ingatan. Selain itu,
kuesioner wawancara yang digunakan juga tidak disertai dengan waktu
pertama kali subjek terdiagnosis hipertensi sehingga tidak diketahui sudah
berapa lama responden mengalami hipertensi.
Usia merupakan faktor predisposisi kejadian PGK.23 Usia juga
merupakan faktor risiko yang tidak dapat dihindari terjadinya penyakit
degeneratif, karena seiring bertambahnya usia maka fungsi seluruh organ
dalam tubuh termasuk ginjal juga akan menurun.13
Ginjal akan mengalami atrofi dan penurunan ketebalan korteks ginjal.24
Adanya penyakit degeneratif sebagai faktor risiko dominan terhadap kejadian
penyakit ginjal kronik
Dimulai pada usia 50 tahun, ginjal akan mengalami penurunan fungsi yang
signifikan hingga sekitar 20% akibat berkurangnya jumlah nefron. Selain itu,
bertambahnya usia juga akan memengaruhi anatomi dan sitologi ginjal.
Variabel pengganggu yang ditemukan dalam penelitian ini adalah usia,
sehingga hal ini menunjukkan bahwa usia merupakan faktor risiko kejadian
PGK dan juga berhubungan dengan hipertensi. Berdasarkan hasil analisis
multivariat, seseorang yang berusia >50 tahun memiliki peluang 2,7 kali untuk
menderita PGK dibandingkan dengan seseorang yang berusia ÿ50 tahun.
Sebuah studi cross-sectional tentang prevalensi dan faktor risiko PGK pada
populasi orang dewasa berusia di atas 20 tahun di Cina juga menemukan
bahwa peningkatan usia berhubungan signifikan dengan kejadian PGK
dengan nilai OR yang disesuaikan sebesar 1,29 (95% CI: 1,19-1,39) atau
setiap peningkatan usia 10 tahun.22
Oleh karena itu, penelitian lanjutan dengan desain studi kasus kontrol
atau kohort dapat dilakukan sehingga hubungan kausal antara variabel
independen dan kovariat dengan variabel dependen dapat dijelaskan. Perlu
juga menambahkan variabel lain yang belum diteliti, menggunakan data hasil
pengukuran atau pemeriksaan medis atau klinis atau
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Pertama, pada penelitian cross-sectional ini
tidak dapat ditentukan hubungan kausal sehingga tidak dapat dipastikan
apakah hipertensi dan karakteristik responden lainnya mendahului terjadinya
PGK atau sebaliknya. Kedua, variabel yang digunakan dalam penelitian ini
menyesuaikan dengan variabel yang tersedia pada kuesioner Riskesdas
2018. Ketiga, pada penelitian ini dapat terjadi bias informasi karena beberapa
variabel seperti alkohol
laboratorium untuk variabel penyakit, dan menambahkan informasi tentang
10. Sulistiowati E, Idaiani S. Faktor risiko penyakit ginjal kronik berdasarkan analisis
data cross-sectional awal studi kohort penyakit tidak menular penduduk
usia 25-65 tahun di Kelurahan Kebon Kalapa, Kota Bogor tahun 2011.
Buletin Penelitian Kesehatan, 2015; 43(3): 163-72.
6. Ingsathit A, Thakkinstian A, Chaiprasert A, Sangthawan P, Gojaseni P,
Kiattisunthorn K, dkk. Prevalensi dan faktor risiko kronis
Bahasa Indonesia.
Nomor Induk Kependudukan: 10.21705/mcbs.v5i3.219
9. Hastono SP. Analisis Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat
8. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riskesdas 2007.
5. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riskesdas 2018.
ginjal.org/kidneydisease/global-facts-about-kidney-disease.
pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
view/17050400001/situasi-penyakit-ginjal-kronis.html.
4. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riskesdas 2013.
Adv Penyakit Ginjal Kronis. 2010: 17(4): 302-7.
1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI [Internet].
Jurnal Biomedik Molekuler dan Seluler, Vol.5 No.3, November 2021, hal.137-44
7. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI [Internet].
11. Penyakit Ginjal Meningkatkan Hasil Global. Pedoman Praktik Klinis KDIGO
2012 untuk Evaluasi dan Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis. Vol.3
No.1. Brussels: International Society of Nephrology; 2013.
ISSN cetak: 2527-4384, ISSN online: 2527-3442
Universitas Indonesia; 2006.
penyakit ginjal pada populasi orang dewasa Thailand: studi SEEK Thailand.
3. Registri Ginjal Indonesia [Internet]. Laporan Registri Ginjal Indonesia ke-11
[diperbarui 2018; diakses 7 April 2021]. Tersedia dari: https://
www.indonesianrenalregistry.org/data/IRR%202018.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2018.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2007.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013.
2. National Kidney Foundation [Internet]. Fakta Global: Tentang Penyakit Ginjal
[diakses: 21 Januari 2021]. Tersedia dari: https://www.
infodatin-hipertensi.pdf.
Transplantasi Dial Nephrol. 2010; 25(5): 1567-75.
Hipertensi [diakses 21 Januari 2021]. Tersedia dari: https://https://
Situasi Penyakit Ginjal Kronis [diperbarui 2017 4 Mei; diakses 21 Januari
2021]. Tersedia di: https://pusdatin.kemkes.go.id/article/
12. Weinstein JR, Anderson S. Ginjal yang menua: perubahan fisiologis.
143
Machine Translated by Google

144
54.
19. American Heart Association [Internet]. Bagaimana Tekanan Darah Tinggi Dapat
Menyebabkan Kerusakan atau Gagal Ginjal [diperbarui 31 Oktober 2016;
www.kidneyfund.org/kidney-disease/chronic-kidney-disease-ckd/
Faktor risiko penyakit ginjal kronis: studi kasus-kontrol di rumah sakit kabupaten
di Indonesia. J Pharm Sci Res. 2019; 11(7): 2549-
21. Indrayanti S, Ramadaniati H, Anggriani Y, Sarnianto P, Andayani N.
15. American Kidney Fund [Internet] Penyakit Jantung & Penyakit Ginjal Kronis (PGK)
[diakses 22 Januari 2021]. Tersedia dari: https://
18. Guo C, Tam T, Bo Y, Chang L, Lao XQ, Thomas, GN. Aktivitas fisik rutin, fungsi
ginjal, dan penyakit ginjal kronis: Sebuah studi kohort terhadap hampir 200.000
orang dewasa. Br J Sports Med. 2020; 54(20): 1225-30. 25. Ariyanto, Hadisaputro S, Lestariningsih, Adi S, Budijitno S. Beberapa faktor risiko
kejadian penyakit ginjal kronik kronik (PGK) stadium V pada kelompok usia
kurang dari 50 tahun. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas. 2018; 3(1): 1-6.
14. Sepanlou SG, Barahimi H, Najafi I, Kamangar F, Poustchi H, Shakeri R, dkk.
Prevalensi dan determinan penyakit ginjal kronis di timur laut Iran: Hasil studi
kohort Golestan. PLOS ONE. 2017; 12(5): e0176540. doi: 10.1371/
journal.pone.0176540.
20. Pranandari R, Supadmi W. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisis
RSUD Wates Kulon Progo. 2015; 11(2): 316-320.
topik-kesehatan/tekanan-darah-tinggi/ancaman-kesehatan-akibat-tekanan-darah-
tinggi/bagaimana-tekanan-darah-tinggi-dapat-menyebabkan-kerusakan-atau-gagal-
ginjal/.
13. Delima D, Tjitra E. Faktor risiko penyakit ginjal kronis: studi kasus kontrol di empat
rumah sakit di Jakarta tahun 2014. Buletin Penelitian Kesehatan. 2017: 45(1):
17-26.
24. Arifa SI, Azam M, Handayani OWK. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Penyakit Ginjal Kronik pada Penderita Hipertensi di Indonesia. 2017; 13(4):
319-28.
Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronis pada Penduduk Usia ÿ18 Tahun
diakses pada tanggal 1 Februari 2021]. Tersedia dari: https://www.heart.org/en/
Nomor telepon 406.
17. Robinson-Cohen C, Littman AJ, Duncan GE, Weiss NS, Sachs MC, Ruzinski J, dkk.
Aktivitas fisik dan perubahan estimasi GFR pada penderita CKD. J Am Soc
Nephrol. 2014; 25(2): 399-
Ramadhanti R, dkk.
Epidemiologi. 2003; 14(4): 479-87.
Faktor gaya hidup, obesitas dan risiko penyakit ginjal kronis.
23. Hidayati T, Kushadiwijaya H, Suhardi. Hubungan Antara Hipertensi, Merokok dan
Minuman Suplemen Energi dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik. 2008; 24(2):
90-102.
22. Chen W, Wang H, Dong X, Liu Q, Mao H, Tan J, dkk. Prevalensi dan faktor risiko
yang terkait dengan penyakit ginjal kronis pada populasi dewasa di Tiongkok
selatan. Nephrol Dial Transplant. 2008; 24(4): 1205-12.
16. Stengel B, Tarver–Carr ME, Powe NR, Eberhardt MS, Brancati FL.
komplikasi/penyakit-jantung/# hubungan-penyakit-jantung-ckd.
Machine Translated by Google