503568501-Makalah-Filsafat-Ilmu-Ontologi-Ilmu-Pengetahuan.pdf

IqbalMustaqim7 26 views 26 slides Oct 14, 2024
Slide 1
Slide 1 of 26
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26

About This Presentation

MAKALAH ONTOLOGI


Slide Content

i

MAKALAH TUGAS FILSAFAT ILMU
Tentang :
ONTOLOGI ILMU PENDIDKAN
Dosen pengampu:
Machnunah Ani Zulfah, S.PdI. M.Pdi.








Disusun oleh :
Selly Nur Syafitri (1901011634)
Feri Kusmanto (1901011630)
Vina Apriliany ( 1901011633)
Ludfy Firdaus (1901011635)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKUTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KH. ABDUL WAHAB HASBULLOH
TAMBAKBERAS JOMBANG
2020/2021

ii

KATA PENGANTAR
Bismillahhirrohmanirrohim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat mempersembahkan materi perkuliahan Filsafat Ilmu
ini kepada teman-teman mahasiswa KH. Wahab Hasbullah Tambakberas Jombang,
tepat pada waktunya. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda
Rosulullah, Muhammad SAW. atas bimbingannya kepada kita semua untuk senantiasa
berada pada jalan kebajikan (jalan islam yang mulia).
Buku filsafat sudah cukup banyak dan bertebaran diberbagai toko buku. Hal ini
tidak mengherankan karena filsafat merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat
mendasar. Dengan demikian, dalam kajian ilmiah yang terdapat dalam ilmu
pengetahuan akan ditemukan hakekat, seluk beluk, dan sumber pengetahuan yang
mendasarinya.
Selanjutnya penulis berterima kasih kepada semua rekan-rekan yang telah
berkontribusi memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik
dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun,terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna,sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.



Jombang, 20 Maret 2021


Penulis

iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................... 1
C. TUJUAN MASALAH ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHA1SAN
A. PENGERTIAN ONTOLOGI DAN RUANG LINGKUP ONTOLOGI ILMU ........ 3
1. Pengertian Ontologi ............................................................................................. 3
2. Aliran Ontologi .................................................................................................... 4
3. Landasan Ontologi ............................................................................................... 6
4. Ruang Lingkup Ontologi ..................................................................................... 10
B. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN ........................................................ 10
1. Zaman Yunani Kuno ............................................................................................ 10
2. Zaman Islam......................................................................................................... 12
3. Masa Renainsans dan Modern ............................................................................. 13
C. OBJEK ILMU PENGETAHUAN ............................................................................. 14
D. KETERKAITAN ANTARA REALITAS DAN ILMU ............................................ 16
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................................................... 22
B. SARAN ...................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah metafisik tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Metafisika dinamakan filsafat
pertama oleh Aristoteles. Realitas, kualitas, kesempurnaan, dan yang ada merupakan filsafat
pertama artinya filsafat yang bersangkutan dengan sebab terdalam dan unsur abstrak tertinggi
dari segala sesuatu Karya-karya Aristoteles dikumpulkan rapi di perpustakaannya.
Perpustakaan Aristoteles tersebut diwariskan kepada muridnya bernama Teofratos. Teofratos
mewariskan perpustakaannya kepada Neleo. Karyakarya Aristoteles oleh raja-raja dari
Pergamon dan Alexandria pernah disembunyikan. Pada tahun 100 SM buku-buku Aristoteles
diketemukan oleh Appelicone dan semuanya dibawa ke Athena. Pada tahun 86 SM semua
karya Aristoteles dibawa ke Roma dirawat oleh Andronikos dari Rodos. Andronikos menyusun
dan mengelompokkan karya-karya Aristoteles tersebut. Andronikos mengelompokkan lebih
dahulu karyakarya Aristoteles mengenai fisika. Sesudah karya-karya tentang fisika tersebut
masih ada 14 buku tanpa nama yang kemudian karya itu disebut karya tametata physica artinya
karya-karya sesudah fisika. Karya-karya dalam kelompok ta meta physica tersebut membahas
tentang yang ada, kesempurnaan, realitas, dan kualitas Pada abad ke-17 melalui pengaruh
seorang ilmuwan bernama Christian Wolff metafisika menjadi populer dan mulai
diperhitungkan sebagai bidang keilmuan.
Wolff membagi Metafisika ke dalam Metafisika umum dan Metafisika khusus.
Metafisika umum juga disebut Ontologi. Metafisika khusus dibedakan 3 macam yaitu
Kosmologi, PsychologiKefilsafat dan Teologi-kefilsafatan. Metafisika dikembangkan oleh
Wolff lebih sebagai kajian ilmiah. Bahasan tentang yang ada sebagai yang ada diartikan prinsip
umum yang dapat ditemukan pada segala sesuatu, baik yang berwujud benda mati, benda
hidup, manusia maupun realitas yang tidak berwujud (abstrak) dan yang religius. Pada makalah
ini akan dibahas mengenai “Ontologi Ilmu Pengetahuan” yang akan dibahas pada bab
selanjutnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari ontology dan ruang lingkup ontology ilmu ?
2. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dunia ?

2

3. Apa objek dari ilmu pengetahuan ?
4. Bagaimana keterkaitan antara realitas dam ilmu ?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk menegtahui pengertian ontologi dan ruang linkupnya
2. Untuk mengetahui proses perkembangan ilmu pengetahuan
3. Untuk mengetahui objek dari ilmu pengetahuan
4. Untuk mengetahaui keterkaitan antara realitas dan ilmu

3

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ONTOLOGI DAN RUANG LINGKUP ONTOLOGI ILMU
1. Pengertian Ontologi
Kata Ontologi berasal dari bahasa yunani ; ontos (ada, keberadaan) dan logos (studi,
ilmu tentang). Dengan demikian ontology berarti pengetahuan tentang sesuatu yang ada.
Dalam study filsafat ilmu ontologi sering kali dikaitkan dengan metafisika. Bahkan menurut
Antony Flew, dikatakan bahwa ontology merupakan cabang meta fisika yang menaruh
perhatian pada studi tentang hakikat yang ada ( The branch of metaphysical enquire
concerned with the study of existence itself ).
1

Ontologi adadalah hakikat yang ada yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang
disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. Ontologi menurut Anton
Bakker (1992) merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling
menyeluruh. Dalam rumusan Lorens Bagus, Ontology menjelaskan tentang sesuatu yang ada
yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu:
abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik.
a. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek
b. Abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang
sejenis.
c. Abstraksi meta phisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua
realitas.
Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik. Aspek ontologi
ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara:
a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah.
b. Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan.

1
Sumarna, Cecep.Filsafat Ilmu.Bandung. PT.Remaja Rosdakarya.2020. Hlm.86.

4

c. Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian
yangbertentangan.
d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis).
e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan
secara multi dimensional atau secara keseluruhan (holistik).
f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya.
g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
Berikut contoh ilmpelmentasi aspek ontologi pada ilmu matematika berdasarkan
aspek-aspek di atas:
a. Metodis; matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan fiktif)
b. Sistematis; ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan hubungan artinya kajian-
kajianilmu matematika saling berkaitan antara satu sama lain
c. Koheren; konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam matematika saling berkaitan
dan tidak bertentangan
d. Rasional; ilmu matematika sesuai dengan kaidah berpikir yang benar dan logis
e. Komprehensif; objek dalam matematika dapat dilihat secara multi dimensional (dari
berbagai sudaut pandang)
f. Radikal; dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksiomag.
g. Universal; ilmu matematika kebenarannya berlaku secara umum dan di mana saja
2

2. Aliran Ontologi
Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok atau
aliran-aliran pemikiran, seperti yang dipaparkan oleh Junaedi, M (2017) sebagai berikut:
a. Monoisme, Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Paham ini terbagi menjadi dua, yaitu:

2
Nurhayati, yayat. Ontologi Ilmu Pengetahuan. Makalah Filsat Ilmu. Upi Bandung

5

1) Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales
(624-546 SM), Anaximander (585-525 SM),
2) Idealisme, aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka
ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu
yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Aliran ini dipelopori oleh Plato
(428 -348SM), Aristoteles (384-322 SM), George Barkeley (1685-1753 M),
Immanuel Kant 11 (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831
M), dan Schelling (1775-1854 M).
b. Dualisme, Memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme
dan idealisme. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap
sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia
kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain: Benedictus De
spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).
c. Pluralisme, Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan
Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari4
unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William
James(1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika.
d. Nihilisme, Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu
Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama,
tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui.
Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan
kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari
Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari
keluarga pendeta.
e. Agnotisisme Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun ruhani. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat
eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti: Soren Kierkegaar(1813-1855M), yang
terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger

6

(1889-1976 M) seorang filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre(1905-1980 M), seorang
filosof dan sastrawan Prancis yang atheis, Bagus (1996).
3. Landasan Ontologi
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain
merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu
berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu.
Ontologi ilmu meliputi ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak lepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana
(yang) “ada” itu (being, Sein, het, zijn). Faham monisme yang terpecah menjadi idealisme
atau spiritualisme, faham meterialisme, dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya,
merupakan faham ontologik yang pada akhirnya menentukan pendapat bahkan
“keyakinan”kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) “ada: sebagaimana
manifestasi kebenaran yang kita cari.
Landasan Ontologi di atas dapat di definisi yang memiliki tiga rumusan masalah
memiliki beberapa teori yaitu, a) pengertian ilmu pengetahuan sosial ; b) hakikat buku teks
sebagai media pembelajaran IPS; c) hakikat pendidikan karakter; d) karakter yang
dikembangkan dalam pembelajaran di SMP; e) pendekatan komprehensif. Materi tersebut
dapat menjawab semua rumusan masalah, teorinya lebih spesifik dituliskan dengan jelas dan
rinci sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca
Ontologi sebagai cabang filsafat ilmu yang mencoba mencermati hakikat keilmuan.
Ilmu yang dipelajari dari dasar perkembangan ilmu tersebut sehingga akan membuat manusia
berpikir secara menyeluruh dari bentuk ilmu, wajah ilmu, serta perbandingan satu ilmu dengan
yang lain akan menuntun manusia berpikir ontologis. Suatu artikel dapat di katakan valid jika
memiliki kajian teori yang mendukung. Landasan ontologi pada suatu permasalahan harus ada
pembahasan yang mendetail terhadap kajian teori yang dipakai, agar pembaca dapat
memahami maksud dari penulis. Teori yang digunakan juga harus, logis, rinci dan spesifik
supaya langsung mengarah pada akar permasalahan, dan dapat dipahami oleh pembaca.
Seperti halnya pengertian ontologi yang dikemukakan oleh (Asy’arie 2016: 19), ontologi
merupakan ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu yang ada atau dapat dikatakan
berwujud dan berlandaskan pada logika.

7

Landasan ontologi dalam artikel yang berjudul “Analisis Muatan Pendidikan Karakter
Buku Teks IPS SMP di Kota Surakarta”, memiliki landasan teori yang dapat menjawab semua
rumusan masalah. Landasan teorinya juga lebih spesifik, lebih khusus merujuk ke hal-hal yang
dibahas sehingga pembaca akan langsung menemukan garis besar dari artikel
Secara ontologis perkembangan psikologi sebenarnya telah mengalami kemajuan
pesat, sehingga mampu menjawab ruang lingkup obyek yang dipelajarinya, yaitu perilaku.
Landasan epistemologi ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Penelitian
ilmiah adalah penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasar metode ilmiah. Oleh karena
itu pengetahuan ilmiah sangat dipengaruhi oleh teori-teori pengetahuan pada bidang ilmu
seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme dan fenomenologi.
Dunia keilmuan di Barat, terutama ilmu-ilmu alam, banyak dipengaruhi oleh
positivisme. Positivisme sebagai epistemologi berpendapat bahwa yang positif adalah yang
konkret, nyata dan mengingkari metafisika (sesuatu yang abstrak). Metode yang digunakan
dalam mencapai ilmu adalah observasi, eksperimen dan komparasi. Psikologi juga mengikuti
jejak-jejak ilmu alam dengan menggunakan pendekatan tersebut, ini diamati dengan
banyaknya penelitian psikologi menggunakan pendekatan kuantitatif. Para peneliti psikologi
mengkuantifikasikan manusia dalam alat ukur, prosedur penelitian dan analisis data. Dapat
dikatan bahwa psikologi sangat mendewakan pendekatan kuantitatif.
3

Secara ontologis, menurut pendekatan kuantitatif adalah menyusun bangunan ilmu
nomothetik, yaitu ilmu yang berupaya membuat hukum dari generalisasinya. Kebenaran
dicari lewat hubungan kasual. Secara aksiologis, penelitian kuantitatif adalah penelitian bebas
nilai. Objektifitas terjaga dengan alat ukur dan berlaku dalam dimensi waktu dan tempat yang
bebas.
4

Di Indonesia, psikologi berkiblat pada psikologi Barat, sehingga penelitian-
penelitian yang dilakukan saat ini lebih condong pada pendekatan kuantitatif. Banyak
anggapan yang keliru bahwa pendekatan kuantitatif dengan teknik statistik merupakan
pendekatan yang bergengsi dibanding pendekatan yang lain. Akibat lebih jauh adalah para
peneliti banyak yang terlalu asyik dalam teknik-teknik statistik yang canggih dan tidak tahu

3
Yusti Rahayu, Perkembangan pendekatan kuantitatif dalam penelitian psikologi, Jurnal Anima, Volume 16 No 3, h. 316
4
Ibid , h. 321

8

filsafat yang mendasari terjadinya pendekatan kuantitatif beserta segala kelebihan dan
keterbatasannya.
5

Munurut Bakry, pemikiran positivisme menjadikan ilmu sosial bersifat positif dan
empirik, mengakibatkan ilmu sosial dapat mengalalami kemajuan pesat. Psikologi bukan lagi
sebatas pemikiran (yang tidak bisa dibuktikan) namun sudah tinggal landas dalam kenyataan,
psikologi menjadi ilmu yang diharapkan dapat memecahkan problema manusia saat ini. Untuk
dapat membuktikan secara empiris, perlu adanya suatu pengukuran.
6

Keuntungan mengkuantifikasi objek psikologi dijelaskan oleh Nunnally: a) dengan
pengukuran, setiap peneliti dapat melakukan pengukuran secara objektif dan dapat diuji oleh
peneliti lain, b) pengukuran memungkinkan peneliti untuk melaporkan penelitiannya secara
detil dan tepat. Pengukuran dengan angka memungkinkannya digunakan metode statistik,
sehingga hasil suatu penelitian dapat lebih mudah dinilai, c) pengukuran memudahkan peneliti
mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada peneliti lain,
7
d) hunter dan Schimidt
menambahklan bahwa pengkuantifikasian memungkinkan untuk dilakukannya metaanalisis
yaitu penganalisisan kembali hasil-hasil penelitian sehingga ditemukan suatu metafor.
Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan
empiris, karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manuskia
yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia.
Berlainan dengan agama atau bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri hanya
kepada kejadian-kejadian yang empiris, selalu berorientasi terhadap dunia empiris.
Dilihat dari landasan ontologi, maka ilmu akan berlainan dengan bentuk-bentuk
pengetahuan lainnya. Ilmu yang mengkaji problem-problem yang telah diketahui atau yang
ingin diketahui yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-hari. Masalah yang dihadapi
adalah masalah nyata. Ilmu menjelaskan berbagai fenomena yang memungkinkan manusia
melakukan tindakan untuk menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.
Ilmu dimulai dari kesangsian atau keragu-raguan bukan dimulai dari kepastian,
sehingga berbeda dengan agama yang dimulai kepastian. Ilmu memulai dari keragu-raguan
akan objek yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek pengenalan ilmu

5
Muhajir, Filsafat..., h. 63
6
Ibid., h. 64
7
Nunnaly. J.C. Psychometric Theory, (New Delhi: Tata McGrawHill Publishing Com.Ltd), h. 6.

9

mencakup kejadian-kejadian atau seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pengalaman
manusia.
Jadi, ontologi ilmu adalah ciri-ciri yang essensial dari objek ilmu yang berlaku umum,
artinya dapat berlaku juga bagi cabang-cabang ilmu yang lain. Ilmu berdasar beberapa asumsi
dasar untuk mendapatkan pengetahuan tentang fenomena yang menampak. Asumsi dasar ialah
anggapan yang merupakan dasar dan titik tolak bagi kegiatan setiap cabang ilmu pengetahuan.
Asumsi dasar ini menurut Endang Saifudin ada dua macam sumbernya:
Pertama, mengambil dari poslutat, yaitu kebenaran-kebenaran apriori, yaitu dalil yang
dianggap benar walaupun kebenarannya tidak dapat dibuktikan, kebenaran yang sudah
diterima sebelumnya secara mutlak. Kedua, mengambil dari teori sarjana atau ahli yang lain
terdahulu, yang kebenarannya disangsikan lagi oleh masyarakat, terutama oleh si penyelidik
itu sendiri.
Megenai asumsi dasar dalam keilmuan, Harsojo menybutkan tentang macamnya
dalam karangan “apakah ilmu itu dan ilmu gabungan tentang tingkah laku manusia” meliputi:
1. Dunia itu ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia itu benar ada. Apakah benar
dunia ada? Pertanyaan itu bukanlah pertanyaan ilmiah, melainkan pertanyaan filsafat.
Oleh karena itu ilmu yang kita pelajari itu adalah ilmu pengetahuan empiris, maka
landasanya adalah dunia empiris itu sendiri, yang eksistensinya tidak diragukan lagi.
“Dunia itu ada” diterima oleh ilmu dengan begitu saja, dengan apriori atau dengan
kepercayaan. Setelah ilmu menerima kebenaran eksistensi dunia empiris itu, barulah
ilmu mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut, seperti misalnya: Bagaimanakah
dunia empiris alam dan social itu tersusun.
2. Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia melalui pancaindera. Mungkin ada
jalan-jalan lain untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dunia empiris itu, akan
tetapi bagi ilmu satu-satunya ialah jalan untuk mengetahui fakta ilmiah adalah melalui
pancaindera. Adanya penyempurnaan terhadap pancaindera manusia dengan membuat
alat-alat ekstension yang lebih halus tidak mengurangi kenyataan bahwa pengetahuan
tentang dunia empiris itu diperoleh melalui pancaindera. Ilmu bersandar kepada
kemampuan pancaindera manusia beserta alat-alat ekstentionnya.
3. Fenoma-fenomena yang terdapat di dunia ini berhubungan satu sama lain secara kausal.
Berdasarkan atas postulat bahwa fenomena-fenomena di dunia itu saling berhubungan
secara kausal, maka ilmu nencoba untuk mencari dan menemukan sistem, struktur,

10

organisasi, pola-pola dan kaidah-kaidah di belakang fenomena-fenomena itu, dengn
jalan menggunakan metode ilmiahnya.
4. Ruang Lingkup Ontologi
Abdul khobir (2009) menjelaskan ruang kajian ontologi, sebagai berikut:
a. Yang ada (being) Pada prinsipnya ada itu ada dua, ada yang menciptakan dan ada yang
diciptakan, ada yang menyebabkan dan ada yang diakibatkan. Ada yang menciptakan
tidak sepenuhnya tepat untuk disebut sebagai sebab yang ada, karena hukum sebab
akibat berlainan dengan hokum yang menciptakan dan yang diciptakan. Hukum sebab
akibat bisa bersifat fisik, mekanis, berdimensi material, sementara pencipta dan ciptaan
didalamnya selalu terkandung dimensi ideal, yang bersifat spiritual.
b. Yang nyata (realitas) Masalah realitas dapat dipahami dengan pernyataan bahwa nyata
da nada mempunyaipengertian serupa. Kata ada dipandang sebagai keragaman yang
spesifik dan prosedur ontologyyang pertama digunakan untuk membedakan apa yang
sebenarnya nyata.
c. Esensi dan eksistensi dalam setiap yang ada, baik yang nyata maupun tidak nyata selalu
ada dua sisi didalamnya, yaitu sisi esensi dan sisi eksistensi. Bagi yang ghaib, sisi yang
nampak adalah eksistensi, sedangkan bagi yang ada yang konkret, sisi yang nanolak
bias kedua-duanya, yaitu esensi dan eksistensi. Eksistensi berada pada hubungan-
hubungan yang bersifat konkret, baik vertikal maupun horizontal dan bersifat aktual
dan eksistensi juga berorientasi pada masa kinidan masa depan, sedangkan esensi
adalah kemasalaluan
B. PERKEMBANGAN KONSEP ILMU PENGE TAHUAN
Ilmu pengetahuan pada awalnya bukan suatu phrasa, melainkan dua kata yang saling
memiliki arti kemudian berkembang seiring perkembangan zaman menjadi suatu ilmu
Pengetahuan. Berikut Perkembangan Ilmu dari zaman ke zaman :
1. Zaman Yunani Kuno
Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki peradaban.
Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang merupakan induk dari
ilmu pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah berkembang
jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di
tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu

11

pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka
ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Menurut Bertrand Russel,
diantara semua sejarah, tak ada yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan
selain lahirnya peradaban di Yunani secara mendadak. Mesir dan Mesopotamia. Namun
unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa Yunanilah yang
menyempurnakannya.
Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan
berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga berkembang
pada generasi-generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin
ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Karena itu, periode perkembangan filsafat
Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.
8
Zaman ini
berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M. Zaman ini menggunakan
sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis),
dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani, karena
pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan
filsafat tentang manusia. Tokoh yang paling menonjol pada zaman ini adalah Plato (429-
334 SM), yang sekaligus murid dari Socrates.
Puncak dari kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Ariestoteles (384-322 SM).
Ia murid dari Plato, berhasil menemukan pemecahan permasalahan besar filsafat yang
dipersatukannya dalam satu sistem ; logika, matematika, dan metafisika. Logika
Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya
silogisme ini terdiri dari tiga premis :
a) Semua manusia akan mati (premis mayar)
b) Socrates seorang manusi (premis minor)
c) Socrates akan mati (konklusi)
Aristoteles dianggap sebagai bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-
dasar dan metode ilmiah secara sistematis
2. Zaman Islam

8
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013 edisi revisi), hlm. 22

12

Tidak terbantahkan bahwa Islam sesungguhnya adalah ajaran yang sangat cinta
terhadap ilmu pengetahuan, hal ini sudah terlihat dari pesan yang terkandung dalam al-
Qur’an yang diwahyukan pertama kali kepada Nabi Muhammad saw, yaitu surat al-
‘Alaq dengan diawali kata perintah iqra yang berarti (bacalah). Gairah intelektualitas
di dunia Islam ini berkembang pada saat Eropa dan Barat mengalami titik kegelapan,
Sebagaimana dikatakan oleh Josep Schumpeter dalam buku magnum opusnya yang
menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun,
yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya
merupakan masake gemilangan umat Islam, suatu hal yang berusaha disembunyikan
oleb Barat karena pemikiran ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak
dicuri oleh para ekonom Barat.
9

Pada saat itulah di Timur terutama di wilayah kekuasaan Islam terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Disaat Eropa pada zaman Pertengahan
lebih berkutat pada isu-isu keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan
penterjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof Yunani, dan berbagai
temuan di lapangan ilmiah lainnya
10

Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada zaman Islam klasik (650-
1250 M). Keilmuan ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya
kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu
dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada
di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria
(Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).20 Sedangkan W.
Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir
diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani
dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di
Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian
pada sekitar tahun 900 M ke Baghdad.
Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di
pangkuan perdaban Islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal
seperti: Al-Hawi karya Al-Razzi (850-923) merupakan sebuah ensiklopedi mengenai
seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya.
11
Rhazas mengarang suatu

9
Rizal Mutansyir dan misnal. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.2002. cet ke-2. Hlm.128
10
Ibid., hlm. 129
11
Jadiwijaya, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. https://jadiwijaya.blog.uns.ac.id

13

Encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Continens, Ibnu Sina (980-1037) menulis
buku-buku kedokteran (al-Qonun) yang menjadi standar dalam ilmu kedokteran di
Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun buku Aljabar pada
tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis
perhitungan biasa (Arithematics), yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara
desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. Ibnu Rushd (1126-1198)
seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karyakarya Aristoteles. Al Idris
(1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk
disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia.
12

Dalam bidang kimia ada Jabir Ibn Hayyan (Geber) dan Al-Biruni (362-
442H/973-1050 M). Sebagian karya Jabir Ibn Hayyan memaparkan metode-metode
pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata
untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa
orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, Al-Biruni mengukur
sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika
dan filsafat. Sebut saja Al-Kindi, Al-Farabi(w. 950 M), Ibnu Sina (w. 1037 M), al-
Ghazali (w.1111 M), Ibn Bajah (w. 1138 M), Ibn Tufayl atau (w. 1185 M), dan Ibn
Rushd (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, Al-Kindi berjasa membuat filsafat
dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari
sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan
dan dikembangkan oleh Al-Farabi. Al-Kindi sangat ingin memperkenalkan filsafat dan
sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan,
dan menentang para teolog ortodoksyang menolak pengetahuan asing.
3. Masa renaisans dan modern
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah
renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai
periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia
sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara
abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang menganggap
bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans.27 Renaisans adalah
periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan

12
Ibid.,

14

sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan
kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama
renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan
rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara
Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak
abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka
Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali
ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari
negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-
gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali
kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad ke-14M, rasionalisme pada abad ke-
17 M, dan pencerahan (aufklarung)pada abad ke-18 M.

C. OBJEK ILMU PENGETAHUAN
Obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai suatu
pengetahuan empiris. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap
dunia empiris.
Soetriono & Hanafie (2007) dalam Adib, M ( 2010) menyatakan bahwa Ontologi
merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek
penelaahan (objek ontologis atau objek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang
hakikat realita (metafisika) dari objek ontologi atau objek formal tersebut dan dapat
merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya
berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai
obyek. Obyek dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Obyek Material
Yang disebut obyek material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran
atau penelitian ilmu. Sedangkan menurut Surajiyo (2006), obyek material dimaknai
dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan.
Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu

15

disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang
abstrak , yang materil maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-
masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi
adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang
menentukan pemikiran yang lurus,tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek
material logika. Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject
matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu:
1. Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan
faktual. Misalnya: penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan
tentang chlorophyll termasuk penelitian bidang botani atau bio-kimia dan
sebagainya.
2. Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan.
Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur tubuh.
Anatomi mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya.
Kedua ilmutersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun
juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan
corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh
tersebut.Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan
fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.
b. Obyek Formal
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan
bertahapmenurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan
seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada
bahan daripenelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana
obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan
ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek
material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai
sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah
ditentukan. Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini
ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang
mempelajari manusia, diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.

16

D. Keterkaitan Antara Realitas Dengan Ilmu
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu
mengandung lebih dari satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorang
harus menegaskan sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang dimaksud. Menurut
cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap
pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini
ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science-ingeneral). Arti yang kedua dari ilmu menunjuk
pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu.
Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, biologi,
geografi, atau sosiologi. Istilah inggris ‘science’ kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus
yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau
material.
Istilah Ilmu pengetahuan di ambil dari bahasa arab; “alima, ya’lamu, ‘ilman” yang
berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa inggris istilah ilmu berasal dari
kata science, yang berasal dari bahasa latin scienta dari bentuk kata kerja scire, yang berarti
mempelajari dan mengetahui.
Menurut sumarna (2006: 153), dalam susanto: ilmu di hasilkan dari pengetahuan
ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berpikir dedektif (rasional) dan induktif
(empiris). Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka
menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam
hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge). Di
antara para filosuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu
kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body of knowledge). Charles
singer merumuskan, ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan, begitu juga dengan John
Warfield yang mengemukakan bahwa ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan proses
ini paling bertalian dengan suatu perhatian terhadap penyelidikan, karena penyelidikan adalah
suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses. Oleh karena itu ilmu dapat dipandang
sebagai satu bentuk aktivitas manusia, maka dari makna ini orang dapat melangkah lebih lanjut
untuk sampai pada metode dari aktivitas itu. Dengan demikian pengertian ilmu sebagai
pengetahuan, aktivitas, atau metode itu apabila ditinjau lebih mendalam, sesungguhnya tidak
saling bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan satu kesatuan logis yang
mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus

17

dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metode itu mendatangkan
pengetahuan yang sistematis.
13

Realitas ilmu pengetahuan dalam kajian para filosof, salah satunya dikemukakan oleh
Georgias, yaitu tokoh Shopis klasik yang menolak secara penuh-diri, baik bersifat ontologis
maupun epistemologis terkait dengan apa yang disebut realitas ilmu pengetahuan. Gorgias
berargumen, “Tidak ada yang eksis, kalaupun ada, ia tidak bisa diketahui, kalaupun dapat
diketahui, ia tidak bisa dikomunikasikan kepada orang lain”. Pernyataan Georgias di atas,
secara tidak langsung menyiratkan dua problem utama yang tidak dapat diketahui oleh kita
sebagai manusia tentang realitas sesuatu.Frase pertama bersifat ontologis, sedangkan frase
terakhir lebih bersifat epistemologis. Artinya, Georgias ingin memaklumatkan kepada kita
semua bahwa mengetahui realitas sesuatu bukan hanya tidak mungkin secara ontologis, tapi
juga epistemologis. Dengan kata lain, pengetahuan yang kita peroleh dan miliki tak lain hanya
konstruksi mental belaka yang hampa realitas. Jika asumsi dasar pandangan Georgias diterima,
maka konsekuensi logisnya adalah tidak ada itu yang disebut nilai pengetahuan. Apapun klaim
seseorang bahwa ia mengetahui itu hanya klaim subjektif yang tidak berdasar, absurd, tak
bermakna dan sia-sia. Selain itu, alih-alih mengafirmasi dan meneguhkan pengetahuan
manusia, justeru pandangan Georgias menggoyahkan sekaligus merapuhkan bangunan
pengetahuan manusia itu sendiri. Dalam pada itu, dengan sendirinya apa yang dinyatakan oleh
Georgias itu sendiri adalah pernyataan yang absurd, tak bernilai dan rapuh.
Berbeda dengan pandangan Georgias di atas, Thabathaba’i
14
menyatakan realitas ilmu
pengetahuan, secara ontologis pada hakikatnya adalah riil. Sebab, pengetahuan manusia yang
didasarkan dari persepsi dirinya sebagi subjek terhadap objek di luar dirinya yang

13
jurnal banten.ac.id-236-169-715-1-10-20170207.pdf.uin
14
Nama lengkapnya Allamah Sayyed Muhammad Husain at-Thabathaba’i lahir pada tahun 1892 di Azerbaijani,
sebutan dari kota Tabriz. Thabathaba’i dilahirkan dari lingkungan keluarga religius dan pecinta ilmu. Ia telah
menempuh proses belajarnya di kota Najaf, di bawah pengajaran para guru besarnya seperti Mirza ‘Ali Qadi
(dalam bidang Gnosis), Mirza Muhammad Husain Na’ini dan Syeikh Muhammad Husain Isfahani (dalam bidang
fikh dan syari’ah), Sayyed Abu’l Qasim Khawansari (dalam ilmu matematik), sebagaimana ia juga belajar standar
teks pada buku as-Shifa karya Ibn Sina, The Asfar milik Sadr al-Din Shirazi, dan kitab Tamhid al-Qawa’id milik ibn
Turkah, dengan Sayyid Husain Badkuba’i, dan ia sendiri adalah murid dari dua guru kondang pada masa itu,
Sayyid Abu’l-Hasan Jilwah dan Aqa’ ‘Ali Mudarris Zinuni. Thabathaba’i adalah seorang Filusuf, penulis yang
produktif, dan guru inspirator bagi para muridnya. Banyak dari muridnya yang diantaranya menjadi penggagas
ideologi di Republik Islam Iran, seperti Morteza Motahhari, Dr. Beheshti, dan Dr. Muhammad Mofatteh.
Sementara yang lainnya, seperti Nasr dan Hasanzadeh Amuli masih tetap meneruskan studinya pada lingkup
intelektual non-politik. Di antara karya Thabathaba’i yang paling terkemuka adalah al-Mizan fi Tafsiri al-Qur’an
Usul-i falsafeh va ravesh-e-realism (The Principles of Philosophy and The method of Realism), yang mana telah
diterbitkan dalam 5 jilid dengan catatan penjelas dan komentar oleh Morteza Motahhari. Karya utama lainnya
dalam bidang filsafat adalah ulasan luasnya terhadap Asfar al-Arba’ah. Diunduh dari situs
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Husain_Thabathaba’i

18

dipersepsikan adalah bersifat kuiditatif. Karena ia bersifat kuiditatif, di mana kuiditas itu
sendiri pada dirinya bukanlah realitas eksistensi dan juga bukan ketiadaan, maka
pengetahuandan persepsi manusia tentang sesuatu tidak mungkin dapat diperoleh kecuali
kuiditas dari sesuatu yang dipersepsikan tersebut riil, jika tidak demikian, maka dengan
sendirinya tidak akan pernah manusia memiliki pengetahuan. Dengan ungkapan lain, kuiditas
sesuatu yang berada di antara eksistensi dan ketiadaan, pada hakikatnya adalah pasif, maka
tatkala ia bermutasi dari pasivitas statusnya menjadi ada, tidak mungkin terjadi dan terrealisasi
begitu saja tanpa mengandaikan keberadaan realitas eksistensi (wujūd) di luar dirinya sebagai
aktus yang mendeterminasi sekaligus mengkonstitusi realitas dirinya dari ketiadaan menjadi
‘ada’ atau kebalikannya.
Kemudian Ṭhabāthabaī menyatakan: Sesungguhnya kuiditas sebagai kuiditas, ia
dinisbatkan pada status sejajar antara ada (al-wujūd) dan ketiadaan (al-‘adam). Seandainya
tidak ada yang mengeluarkannya dari salah satu status keberadaannya menuju ada dengan
segala efek – efeknya melalui eksistensi. Maka eksistensi adalah yang mengeluarkannya dari
status keberadaannya di antara ada dan ketiadaan tersebut. Dengan demikian, klaim penolakan
penuh diri terhadap realitas ontologis pengetahuan susah untuk dipertahankan. Tidak ada
sedikit pun ruang yang bisa menampung kekuatan argumentasinya kecuali semakin
meneguhkan kelemahan dan kerapuhannya, sehingga dapat dikatakan bahwa “ada realitas
pengetahuan”.
15

Ilmu pengetahuan menjadi kekayaan mental yang cukup berharga bagi setiap orang
yang memilikinya, maupun menjadi khasanah kekayaan mental bagi umat manusia pada
umumnya. Sebagai yang memiliki kecenderungan untuk bertindak/ berbuat secara tepat, tentu
saja kekayaan ilmu pengetahuan yang cukup berharga tersebut tidak disia-siakan untuk menjadi
sumber jawaban dalam menghadapi berbagai persoalan maupun untuk mengatasi atau
memecahkan berbagai macam masalah hidup. Ilmu pengetahuan membantu manusia untuk
memahami secara jelas dan rinci bagian-bagian dari hal yang ditelitinya, memahami secara
jelas pola-pola hubungan dan serba ketergantungan antara satu hal dengan lainnya, sehingga
diharapkan orang dapat memahami hubungan kausalitas antara satu hal atau peristiwa dengan
hal atau peristiwa lainnya. Lebih lanjut orang dapat memahami akibat atau konsekuensi yang
akan terjadi dari suatu hal atau peristiwa yang berlangsung; dan dengan demikian orang dapat
memprediksi/meramal, dapat memastikan hasil yang akan dicapai dari usaha yang

15
article.php.pdf

19

dilakukannya, dan akhirnya dapat mengatur dan memanfaatkan lingkungan alam dan bahkan
lingkungan sosial bagi keperluan hidupnya.
Dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan kemampuan, merupakan
kekuasaan, yaitu kekuasaan untuk menata, menaklukkan alam semesta dan kehidupan ini bagi
kepentingan hidupnya. Manusia sebagai makhluk hidup ternyata belum terpenuhi dengan
sendirinya, melainkan perlu bertindak untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk
mengembangkan dirinya, untuk membentuk dan menjadikan dirinya. Dan sebagai makhluk
multidimensional, manusia tidak cukup terpenuhi dari satu unsur atau satu segi saja, tetapi perlu
pemenuhan dari berbagai macam hal dan dari berbagai macam segi. Manusia perlu
mewujudkan berbagai kualitas nilai yang relevan dan selaras dengan kecenderungan/dorongan
kodratnya sebagai manusia, yaitu misalnya: nilai kehidupan, nilai kesehatan, nilai keindahan,
nilai keamanan, nilai kedamaian, nilai kerukunan, nilai religius, nilai kecerdasan, nilai
kebijaksanaan, dan nilai kebahagiaan. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada
dalam diri setiap orang, diharap dapat mengembangkan kecerdasannya dalam menghadapi dan
menangani permasalahan kehidupan untuk dapat mewujudkan berbagai macam nilai bagi
perkembangan hidupnya. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, diharap dapat
mengembangkan kemampuan, mengembangkan kekuasaannya dalam mengantisipasi,
mengatur, dan memanfaatkan lingkungan alam maupun lingkungan sosialnya bagi
perkembangan hidupnya.
16
Berkenaan dengan IPTEK sebagai kegiatan yang diusahakan oleh
umat manusia, kita perlu berusaha mencari dan menemukan nilai yang termuat di sana. Ilmu
pengetahuan merupakan proses kegiatan yang dilakukan manusia dengan segala
kemampuannya (terutama kemampuan berpikir) dalam rangka memperoleh pengetahuan yang
dapat diandalkan, yaitu : memperoleh gambaran yang jelas dan terinci tentang hal yang diamati
dan diselidikinya, memahami dengan jelas bagian-bagiannya, keterkaitannya satu sama lain,
serta telah teruji dan dapat diyakini kebenarannya.
Dengan ilmu pengetahuan, manusia diharapkan akan semakin dibantu dalam usaha
memperoleh pengetahuan yang diharapkan, dengan ilmu pengetahuan manusia diharapkan
mampu menguak selubung rahasia alam semesta, sehingga yang tadinya tertutup menjadi
terbuka; yang tadinya gelap menjadi terang, yang tadinya tidak nampak menjadi nampak, yang
tadinya tidak kelihatan menjadi kelihatan, yang tadinya kabur atau remangremang menjadi
jelas. Dan dengan demikian diharap manusia mampu memahami sebaik-baiknya dan

16
Wahana, Paulus. 2016. FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN. Yogyakarta : Pustaka Diamond, hal:171-172.

20

sebenarbenarnya tentang alam semesta seisinya serta dengan segala kegiatan yang berlangsung
di dalamnya. Karena didorong oleh keraguan serta ketidakpuasan akan pengetahuan yang
diperolehnya, manusia terus-menerus berusaha memperoleh pengetahuan semakin mendalam,
dan semakin menyeluruh mengenai alam semesta seisinya dengan segala kegiatan yang ada di
dalamnya. Ternyata manusia tidak berhenti hanya sekedar menuruti dorongan akal budi untuk
memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan, namun ternyata manusia memiliki dorongan
untuk dapat bertindak berdasarkan pemikiran dan pemahaman yang dapat diandalkan.
Sehingga atas dasar pemahaman yang dapat dipercaya, yang dapat diandalkan tersebut, lebih
lanjut ternyata orang mampu mengantisipasi, mampu memprediksi, serta mampu menata,
mengatur dan memanfaatkan alam semesta seisinya bagi kepentingan kehidupannya. Dalam
rangka menata dan memanfaatkan alam semesta seisinya tersebut, orang berusaha untuk
menemukan dan menciptakan cara atau teknik serta peralatan yang dapat digunakannya; dan
selaras dengan pemikiran ilmiah yang telah dimilikinya, orang berusaha menciptakan
teknologi. Dari gambaran di atas, nampak bahwa ilmu pengetahuan ternyata mengandung nilai
intelektual, nilai rasional, nilai kejelasan dan nilai kebenaran yang dapat diandalkan menjadi
sarana bagi menusia untuk meningkatkan pemahamannya tentang alam semesta seisinya, dan
dengan demikian lewat dukungan teknologi semakin meningkatkan kemampuan manusia
dalam menata dan memanfaatkan alam semesta serta kehidupan ini. Dapatlah kita rasakan
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memiliki nilai sarana, yang dapat membantu
manusia untuk meningkatkan pemahaman manusia, meningkatkan kemampuan manusia
menguak rahasia serta nilai yang terkandung dalam alam semesta dan kehidupan ini,
meningkatkan kemampuan manusia untuk memprediksi; meningkatkan kemampuan manusia
untuk menata dan memanfaatkan alam semesta dan kehidupan ini. IPTEK memang dapat
meningkatkan kemampuan manusia: kemampuan pemahaman yang semakin jelas dan rinci,
semakin mendalam dan semakin luas; kemampuan memprediksi yang semakin tepat;
kemampuan untuk menata dan memanfaatkan hal yang diselidikinya semakin efektif dan
efisien, meningkatkan kemampuan untuk menemukan dan memanfaatkan cara-cara atau teknik
yang tepat dalam menghadapi dan memecahkan berbagai permasalahan kehidupan yang
ada.
17
Dari ungkapan diatas secara tidak langsung dapat difahami bahwa ilmu terdapat
keterkaitan dengan kehidupan real/nyata manusia sehari-hari.


17
Wahana, Paulus. 2016. FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN. Yogyakarta : Pustaka Diamond, hal:186-188.

21

22

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat kuno yang berasal dari Yunani,
membahas tentang keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Istilah ontologi berasal
dari kata Yunani “onto” sesuatu yang sungguh-sungguh ada/ kenyataan yang
sesungguhnya dan “logis” studi tentang atau studi yang membahas sesuatu. Jadi
Ontologi adalah studi yang mempelajari yang sungguh-sungguh ada. Secara
terminologis berarti sebagai metafisika umum yaitu cabang filsafat yang mempelajari
dasar kenyataan yang terdalam.
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan.Berisi
mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin
diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah
objek materi pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi
hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari
fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
Pendidikan yang menjadi perhatian ontologi adalah bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia.
Dengan adanya pendidikan, mendorong manusia untuk menggunakan akal, berpikir
secara logis, meyakini segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Dengan rohani manusia
memiliki rasa peka, empati dan yakin terhadap kebenaran. Sehingga inti yang paling
hakiki dari manusia sesungguhnya adalah rohani.
Hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari
fondasi ilmu dimana disitulah terletak undang - undang dasarnya dunia ilmu.
B. SARAN

23

DAFTAR PUSTAKA
Sumarna, Cecep.Filsafat Ilmu.Bandung. PT.Remaja Rosdakarya.2020
Nurhayati, yayat. Ontologi Ilmu Pengetahuan. Makalah Filsat Ilmu. Upi Bandung
Yusti Rahayu, Perkembangan pendekatan kuantitatif dalam penelitian psikologi, Jurnal
Anima, Volume 16
Nunnaly. J.C. Psychometric Theory, (New Delhi: Tata McGrawHill Publishing Com.Ltd)
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013 edisi revisi)
Rizal Mutansyir dan misnal. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.2002. cet ke-2
Jurnal banten.ac.id-236-169-715-1-10-20170207.pdf
Tags