6 K3 KELOMPOK 6 PENCEGAHAN KECELAKAAN - Tugas Psikologi UNJ

citrayunianti1 5 views 33 slides Apr 08, 2025
Slide 1
Slide 1 of 33
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33

About This Presentation

Tugas Psikologi UNJ - Mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Slide Content

PENCEGAHAN KECELAKAAN
Dosen Pengampu:
Lupi Yudhaningrum, M.Psi
Anggota:
Citra Yunianti (1801617129)
Karina Pratiwi (1801617136)
Ummi Maimunah (1801617086)
Sisca Medianti (1801617265)
Mata Kuliah:
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(Kamis, 14.00 – 16.00, Halimun R.307)
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019

DAFTAR ISI
PENCEGAHAN KECELAKAAN...........................................................................................................................................3
FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN....................................................................................................3
DATA KECELAKAAN, CEDERA, KOMPENSASI, DAN KESELAMATAN........................................................12
PENANGANAN DATA DAN ANALISIS PENCEGAHAN KECELAKAAN. ........................................................21
PELAPORAN DATA PADA MANAJEMEN..............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................................................29
2

PENCEGAHAN KECELAKAAN.
A.FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN.
Kecelakaan kerja biasanya timbul sebagai hasil gabungan dari beberapa faktor. Tiga
Faktor utama adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja dan pekerja itu sendiri.
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan sering diakibatkan oleh
berbagai penyebab.
Teori tentang terjadinya kecelakaan menurut Budiono (2003), antara lain:
1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory). Merupakan teori yang menyatakan
bahwa kecelakaan terjadi atas “Kehendak Tuhan” sehingga tidak ada pola yang jelas
dalam rangkaian peristiwa. Karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan.
2.Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory). Pada pekerja tertentu
lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya yang cenderung
mengalami kecelakaan.
3.Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) yang menyebutkan bahwa
suatu penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan, dan faktor manusia pekerja
itu sendiri.
4.Teori Dua faktor (Two Factor Theory). Dimana kecelakaan disebabkan oleh kondisi
berbahaya (Unsafe Condition) dan tindakan atau perbuatan yang berbahaya (Unsafe
Act).
5.Teori faktor Manusia (Human Factor Theory). Menekankan bahwa akhirnya semua
kecelakaan kerja langsung atau tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia..
Oleh HW. Heinrich dikembangkan teori tentang terjadinya kecelakaan kerja, yang
sebenarnya merupakan rangkaian yang berkaitan satu dengan lainnya.
Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) Dari beberapa teori tentang faktor
penyebab kecelakaan yang ada, merupakan salah satu teori yang sering digunakan. Menurut
teori ini disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi :
1.Faktor Manusia
Umur
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental,
kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh
3

Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal 1
(Hasibuan, 2003). Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis,
dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan
turnover-nya rendah (Hasibuan, 2003). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas
fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30
tahun atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih
menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap
terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa
beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia
30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia sedang atau muda. 22 Juga angka
beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti pertambahan usia ( Suma’mur,
2006 ).
Jenis Kelamin
Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial
antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang,
sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih banyak daripada pria
(Soemirat, 2000). Secara anatomis, fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria
memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan
kebijakan kerja, diantaranya yaitu hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu
memerlukan penyesuaian kebijakan yang khusus.
Masa kerja
Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat.
Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh
positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin
berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh
negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga
kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-
ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2.
Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun 3. Masa Kerja lama : < 10 tahun (Tulus, 1992).
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga
kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau
kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan
dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung
4

diri dapat mencegah kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan
praktek pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-
bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni
orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami
perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Pendidikan
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung untuk
menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Perilaku
Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi
tingkat kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman
bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan
oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena
ketidakpedulian karyawan. Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan
pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun
demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun
kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan tampaknya
berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit dipastikan.
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh
dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu
yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori,
dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja atau
perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau
kerusakan produk, sering tidak diharapkan perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak
mudah menghindari kemungkinan timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan. Apabila
sering timbul hal tersebut, tindakan yang paling tepat dan harus dilakukakan manajemen
tenaga kerja adalah melakukan pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar
pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin
5

dicapai adalah mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan
pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.
Peraturan K3
Peraturan perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang mewajibkan mengenai kondisi
kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan,
pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan
buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan perawatan medis. Ada tidaknya peraturan K3
sangat berpengaruh dengan kejadian kecelakaan kerja. Untuk itu, sebaiknya peraturan
dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah dan mengurangi
terjadinya kecelakaan.
2.Faktor Lingkungan
Kebisingan
Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja dapat
mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar
pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang
dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja.
Suhu Udara
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu dingin
mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas
terutama berakibat menurunkan prestasi kerja pekerja, mengurangi kelincahan,
memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu
kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta
memudahkan untuk dirangsang. Sedangkan menurut Grandjean dikondisi panas sekeliling
yang berlebih akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan
meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh
manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang sangat sedikit.
Penerangan
Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda
di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang
6

perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang
mungkin terjadi.
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara
jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu
faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai
hubungan antara produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan yang
cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak
langsung dapat mengurangi banyaknya kecelakaan. Faktor penerangan yang berperan
pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung pantulan benda mengkilap dan
bayang-bayang gelap (ILO, 1989). Selain itu pencahayaan yang kurang memadai atau
menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan
hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat
menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 1996).
Lantai licin
Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan
kimia yang merusak (Silalahi, 1995). Karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan
minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.
3.Faktor Peralatan
Kondisi mesin
Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain
itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti. Apabila
keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja. Ketersediaan alat pengaman mesin Mesin dan alat mekanik terutama
diamankan dengan pemasangan pagar dan perlengkapan pengamanan mesin atau disebut
pengaman mesin. Dapat ditekannya angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari
secara meluasnya dipergunakan pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah
pencerminan kewajiban perundang-undangan, pengertian dari pihak yang bersangkutan,
dan sebagainya.
Letak mesin
Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam
hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali jalannya
mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan
pekerjaan dan mudah (Budiono, 2003). Termasuk juga dalam tata letak dalam
7

menempatkan posisi mesin. Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi
bahaya yang menyebabkan kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi
jumlah kecelakaan yang mungkin terjadi.
Akibat Kecelakaan Kerja
Kecelakaan dapat menimbulkan 5 jenis kerugian, yaitu: Kerusakan, kekacauan organisasi,
keluhan dan kesedihan, kelalaian dan cacat, dan kematian. Heinrich (1959) dalam ILO (1989)
menyusun daftar kerugian terselubung akibat kecelakaan sebagai berikut:
1.Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka,
2.Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan lain yang terhenti bekerja karena rasa
ingin tahu, rasa simpati, membantu menolong karyawan yang terluka,
3.Kerugian akibat hilangnya waktu bagi para mandor, penyelia atau para pimpinan
lainnya karena membantu karyawan yang terluka, menyelidiki penyebab kecelakaan,
mengatur agar proses produksi ditempat karyawan yang terluka tetap dapat
dilanjutkan oleh karyawan lainnya dengan memilih dan melatih ataupun menerima
karyawan baru.
4.Kerugian akibat penggunaan waktu dari petugas pemberi pertolongan pertama dan
staf departemen rumah sakit,
5.Kerugian akibat rusaknya mesin, perkakas, atau peralatan lainnya atau oleh karena
tercemarnya bahan-bahan baku,
6.Kerugian insidental akibat terganggunya produksi, kegagalan memenuhi pesanan
pada waktunya, kehilangan bonus, pembayaran denda ataupun akibat-akibat lain yang
serupa,
7.Kerugian akibat pelaksanaan sistem kesejahteraan dan maslahat bagi karyawan,
8.Kerugian akibat keharusan untuk meneruskan pembayaran upah penuh bagi karyawan
yang dulu terluka setelah mereka kembali bekerja, walaupun mereka (mungkin belum
penuh sepenuhnya) hanya menghasilkan separuh dari kemampuan normal
9.Kerugian akibat hilangnya kesempatan memperoleh laba dari produktivitas karyawan
yang luka dan akibat dari mesin yang menganggur.
8

10.Kerugian yang timbul akibat ketegangan ataupun menurunnya moral kerja karena
kecelakaan tersebut,
11.Kerugian biaya umum (overhead) per-karyawan yang luka.
Pencegahan Kecelakaan
Suatu pencegahan kecelakaan kerja yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan
baik oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan
dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara
pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain
(Depnaker RI, 1996).
Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab kecelakaan. Sebab disuatu
perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Pencegahan ditujukan kepada
lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas kerja, dan manusia (Suma’mur, 2006).
Menurut Silalahi (1995) ditinjau dari sudut dua sub sistem perusahaan teknostruktural dan
sosio proseksual, teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua aspek, yakni aspek
perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya) dan perangkat lunak
(manusia dan segala unsur yang berkaitan).
Menurut Olishifski (1985) dalam Santoso (2004) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan
dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan memperkecil (menekan)
kejadian yang membahayakan, memberikan alat pengaman, memberikan pendidikan
(training), dan Memberikan alat pelindung diri.
Menurut ILO dalam ILO (1989) berbagai cara yang umum digunakan untuk
meningkatkan keselamatan kerja bidang industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai
berikut:
Peraturan
Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal yang seperti kondisi
kerja umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan
pengoperasian peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan,
pengawasan kesehatan, pertolongan pertama, dan pemeriksaan kesehatan.
9

Standarisasi
Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya mengenai
konstruksi yang aman dari jenis peralatan industri tertentu seperti penggunaan alat
keselamatan kerja, kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengaman
perorangan.
Pengawasan
Untuk meningkatkan keselamatan kerja perlu dilakukan pengawasan yang berupa usaha
penegakan peraturan yang harus dipatuhi. Hal ini dilakukan supaya peraturan yang ada benar-
benar dipatuhi atau tidak dilanggar, sehingga apa yang menjadi sasaran maupun tujuan dari
peraturan keselamatan kerja dapat tercapai. Bagi yang melanggar peraturan tersebut
sebaiknya diberikan sanksi atau punishment.
Riset Teknis
Hal yang termasuk dalam riset teknis berupa penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan
berbahaya, penelitian tentang perlindungan mesin, pengujian masker pernafasan, dan
sebagainya. Riset ini merupakan cara paling efektif yang dapat menekan angka kejadian
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.
Riset medis
Termasuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis dari faktor lingkungan dan teknologi,
serta kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan. Setelah diketahui faktor
yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan, maka seseorang dapat menghindari dan
lebih berhati-hati dengan potensi bahaya yang ada.
Riset Psikologis
Sebagai contoh adalah penyelidikan pola psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan.
Psikologis seseorang sangat membawa pengaruh besar dengan kecelakaan. Karena apa yang
dirasakan/sedang dialami cenderung terus menerus berada dalam pikiran, hal inilah yang
dapat mempengaruhi konsentrasi saat bekerja sehingga adanya bahaya kadang terabaikan.
10

Riset Statistik
Digunakan untuk mengetahui jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada tipe orang
yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi
penyebabnya. Riset seperti ini dapat dijadikan sebagai pelajaran atau acuan agar dapat
terhidar dari kecelakaan, kerena belajar dari pengalaman yang terdahulu.
Pendidikan
Hal ini meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik,
sekolah dagang ataupun kursus magang. Pemberian pendidikan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja pada usia sekolah diharapkan sebelum siswa terjun ke dunia kerja sudah
memiliki bekal terlebih dahulu tentang bagaimana cara dan sikap kerja yang yang aman dan
selamat, sehingga ketika terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari potensi bahaya
yang dapat menyebabkan celaka.
Pelatihan
Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi para pekerja,
khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya pemberian pelatihan
karena pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal yang ada di perusahaan yang baru
ditempatinya. Karena setiap tempat kerja mempunyai kebijakan dan peraturan yang tidak
sama dengan tempat kerja lain. Bahaya kerja yang ada juga sangat berbeda.
Persuasi
Penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan ”kesadaran akan
keselamatan” dapat dijadikan sebagai contoh dari persuasi. Persuasi dapat dilakukan anatar
individu maupun melalui media seperti poster, spanduk, dan media lainnya.
Asuransi
Dapat dilakukan dengan cara penyediaan dana untuk untuk meningkatkan upaya pencegahan
kecelakaan. Selain itu asuransi juga dapat digunakan untuk membantu meringankan beban
korban kecelakaan karena sebagian dari biaya di tanggung asuransi.
11

Tindakan Pengamanan oleh Masing-masing Individu.
Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kesadaran tiap individu terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Peningkatan kesadaran dimulai dari diri sendiri kemudian menularkannya
kepada orang lain.
B.DATA KECELAKAAN, CEDERA, KOMPENSASI, DAN KESELAMATAN.
Pada tahun 2013 International Labour Organization (ILO) dalam risetnya menyimpulkan
bahwa di seluruh dunia terjadi lebih dari 337 juta kecelakaan kerja dan 2,3 juta kematian per
tahun, itu berarti terdapat 6.300 orang meninggal per hari karena kecelakaan kerja atau
penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Terdapat 12 kasus kecelakaan kerja dalam setiap
jamnya di Indonesia. Hal ini menandakan masih minimnya perhatian dalam implementasi
keselamatan dan kesehatan kerja.
Angka kecelakaan kerja menunjukkan tren yang meningkat. Pada tahun 2017 angka
kecelakaan kerja yang dilaporkan sebanyak 123.041 kasus, sementara itu sepanjang tahun
2018 mencapai 173.105 kasus dengan nominal santunan yang dibayarkan mencapai Rp1,2
Trilyun. Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif mengungkapkan, setiap
tahunnya rata-rata BPJSTK melayani 130 ribu kasus kecelakaan kerja dari kasus ringan
sampai dengan kasus -kasus yang berdampak fatal.
12

“Namun umumnya, kasus yang ditangani masih didominasi oleh kasus-kasus kecelakaan
kerja ringan di lingkungan pekerjaan yang berkarakter pabrik,” jelas Krishna usai mengikuti
Upacara Pencanangan Kampanye Bulan K3 Nasional 2019 di Istora Senayan oleh Menteri
Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri, Selasa (14/1/2019).
Dari data kasus kecelakaan kerja, kemudian ada yang dinyatakan meninggal, cacat total,
cacat sebagian, cacat fungsi dan dinyatakan sembuh setelah mendapatkan perawatan medis.
Untuk tahun 2018, data sementara yang didapat hingga triwulan 1 tahun 2018 kecelakaan
kerja yang terlapor ada 5.318 kasus kecelakaan kerja dengan korban meninggal dunia
sebanyak 87 pekerja, 52 pekerja cacat dan 1.361 pekerja lainnya dinyatakan sembuh setelah
mendapatkan perawatan medis.
13

Ketentuan Jaminan Kecelakaan Kerja
Ketentuan Sistem Lama Sistem Baru
Populasi yang dicakup Semua pekerja yang bekerja
untuk pengusaha yang
memiliki 10 pekerja atau
lebih dengan total upah
bulanan sebesar 1 juta rupiah
atau lebih.
Semua pekerja termasuk
pekerja asing, yang telah
bekerja selama lebih dari
enam bulan.
Tingkat iuran yang
dibayarkan oleh pengusaha
Lima kategori risiko dengan
tingkat iuran yang berbeda.
Kategori 1: 0,24% dari upah
bulanan;
Kategori 2: 0,54% dari upah
bulanan;
Kategori 3: 0,89% dari upah
bulanan;
Kategori 4: 1,27% dari upah
bulanan;
Kategori 5: 1,74% dari upah
bulanan; 100% dari upah
Tergantung pada tingkat
risiko dari lingkungan kerja
yang dievaluasi paling tidak
sekali dalam dua tahun, dan
tetap sebagai berikut:
Tingkat 1: (Risiko sangat
rendah): 0,24% dari upah
bulanan
Tingkat 2: (Risiko rendah):
0,54 % dari upah bulanan
Tingkat 3; (Risiko meneng-
ah): 0,89 % dari upah
14

empat bulan pertama
tertanggung; 75% selama
empat bulan berikutnya; 50%
setelahnya hingga rehabilitasi
atau penentuan disabilitas
tetap Lumpsum = 80 bulan
dari upah tertanggung di
bulan sebelum disabilitas
terjadi dikalikan dengan
tingkat penilaian disabilitas
sesuai dengan jadwal di
dalam peraturan UU Tidak
ada periode kualifikasi
bulanan
Tingkat 4: (Risiko tinggi):
1,27 % dari upah bulanan
Tingkat 5: (Risiko sangat
tinggi): 1,74% dari upah
bulanan
Manfaat disabilitas
sementara
100% dari upah empat bulan
pertama tertanggung; 75%
selama empat bulan
berikutnya; 50% setelahnya
hingga rehabilitasi atau
penentuan disabilitas tetap
100% dari upah enam bulan
pertama tertanggung; 75%
untuk enam bulan
berikutnya; 50% setelahnya
hingga rehabilitasi atau
“dinyatakan” disabilitas
sebagian/tetap
Jaminan untuk penyandang
disabilitas tetap
Pembayaran sekaligus = 70%
dari 80 bulan upah orang
tertanggung plus 200.000
rupiah sebulan selama 24
bulan (lumpsum)
Tidak ada perubahan
Disabilitas sebagian Lumpsum = 80 bulan dari
upah tertanggung di bulan
sebelum disabilitas terjadi
dikalikan dengan tingkat
penilaian disabilitas sesuai
dengan jadwal di dalam
peraturan UU
Tidak ada perubahan
Pensiun dengan disabilitasT/A Mereka yang mengalami
disabilitas karena kecelakaan
15

kerja berhak menerima
pensiun sebagaimana
didefinisikan dalam skema
pensiun baru
Tunjangan kesehatan,
(pengobatan, perawatan
rumah sakit, perawatan gigi
dan mata, dan prostesis)
Ketentuan maksimal Rp 12
juta per kecelakaan
Tidak ada maksimumnya
dalam hal manfaat non tunai
(in kind benefit)
Biaya rehabilitasi medisT/A Penggantian alat bantu
(orthoses) dan/atau organ
pengganti (prosthesis)
dengan harga patokan yang
ditetapkan oleh Rumah Sakit
Pusat Rehabilitasi (RSUP)
ditambah 40% dari harga dan
biaya rehabilitasi medis
Jaminan kematian 60% dikalikan dengan 80
dikalikan dengan pendapatan
kotor bulanan, dengan
ketentuan minimal Rp 14,2
juta.
60% dikalikan dengan 80
dikalikan dengan pendapatan
kotor bulanan, dengan
ketentuan minimal Rp 16,2
juta.
Jaminan pemakaman Rp. 2 juta Rp. 3 juta
Beasiswa anak T/A Rp. 12 juta rupiah
Tunjangan transportasiMencapai hingga Rp.
1.500.000 tergantung moda
transportasi
Mencapai hingga Rp.
2.500.000 tergantung moda
transportasi
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012
TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR
14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL
TENAGA KERJA  
I.BESARNYA JAMINAN KECELAKAAN KERJA
16

A.Santunan
1
.
Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 (empat) bulan
pertama 100% x upah sebulan, 4 (empat) bulan kedua 75% x upah sebulan
dan bulan seterusnya 50% x upah sebulan.
2
.
Santunan cacat:
a.santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara
sekaligus (lumpsum) dengan besarnya % sesuai tabel x 80 bulan upah.
b
.
santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah:
b.l.Santunan sekaligus sebesar 70% x 80 bulan upah;
b.2
.
Santunan berkala dibayarkan sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau
dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp4.800.000,00 (empat juta
delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan tenaga kerja yang
bersangkutan.
c.santunan cacat kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus (lumpsum)
dengan besarnya santunan adalah: % berkurangnya fungsi x % sesuai
tabel x 80 (delapan puluh) bulan upah.
3
.
Santunan kematian dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara
berkala dengan besarnya santunan adalah:
a.santunan sekaligus sebesar 60% x 80 bulan upah, sekurang-kurangnya
sebesar santunan kematian;
b
.
santunan berkala dibayarkan sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau dibayarkan
dimuka sekaligus sebesar Rp4.800.000,00 (empat juta delapan ratus ribu
rupiah) atas pilihan janda atau duda atau anak tenaga kerja yang
bersangkutan;
17

c.Biaya pemakaman dibayarkan sekaligus sebesar Rp2.000.000,00 (dua
juta rupiah).
B.Pengobatan dan perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk:
1
.
dokter;
2
.
obat;
3
.
operasi;
4
.
rontgen, laboratorium;
5
.
perawatan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas I atau Swasta
yang setara;
6
.
gigi;
7
.
mata; dan/atau
8
.
jasa tabib/sinshe/tradisional yang telah mendapat ijin resmi dari instansi
berwenang.
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk peristiwa kecelakaan tersebut pada B.1.
sampai dengan B.8. dibayar maksimum sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah).
Ba
.
Biaya penggantian gigi tiruan maksimal sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah).
C.Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose)
dan/atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan
patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum
Pemerintah dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta
18

biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp2.000.000,00(dua juta rupiah).
D.Penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
Besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan huruf A
dan huruf B.
E.Biaya pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan ke rumah sakit
diberikan biaya penggantian sebagai berikut:
1
.
Apabila hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai/danau maksimum
sebesar Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);
2
.
Apabila hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah);
3
.
Apabila hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimal sebesar Rp
2.000.000,00 (dua juta rupiah).
4
.
Apabila menggunakan lebih dari 1 (satu) jenis jasa angkutan, maka berhak
atas biaya maksimal dari masing-masing jenis angkutan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, angka 2 dan/atau angka 3.
II
.
TABEL PERSENTASE SANTUNAN TUNJANGAN CACAT TETAP SEBAGIAN
DAN CACAT-CACAT LAINNYA.
  MACAM CACAT TETAP SEBAGIAN % X
UPA
H
  •Lengan kanan dari sendi bahu kebawah 40
  •Lengan kiri dari sendi bahu ke bawah 35
  •Lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah 35
  •Lengan kiri dari atau dari atas siku ke bawah 30
  •Tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke bawah 32
  •Tangan kiri dari atau dari atas pergelangan ke bawah 28
19

  •Kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah 70
  •Sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah 35
  •Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah 50
  •Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah 25
  •Kedua belah mata 70
  •Sebelah mata atau diplopia pada penglihatan dekat 35
  •Pendengaran pada kedua belah telinga 40
  •Pendengaran pada sebelah telinga 20
  •Ibu jari tangan kanan 15
  •Ibu jari tangan kiri 12
  •Telunjuk tangan kanan 9
  •Telunjuk tangan kiri 7
  •Salah satu jari lain tangan kanan 4
  •Salah satu jari lain tangan kiri 3
  •Ruas pertama telunjuk kanan 4,5
  •Ruas pertama telunjuk kiri 3,5
  •Ruas pertama jari lain tangan kanan 2
  •Ruas pertama jari lain tangan kiri 1,5
  •Salah satu ibu jari kaki 5
  •Salah satu jari telunjuk kaki 3
  •Salah satu jari kaki lain 2
  •Terkelupasnya kulit kepala 10-30
  •Impotensi 30
20

  •Kaki memendek sebelah :
-kurang dari 5 cm 10
-5 cm sampai kurang dari 7,5 cm 20
-7,5 cm atau lebih 30
  •Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10 desibel6
  •Penurunan daya dengar sebelah telinga Setiap 10 desibel 3
  •Kehilangan daun telinga sebelah 5
  •Kehilangan kedua belah daun telinga 10
  •Cacat hilangnya cuping hidung 30
  •Perforasi sekat rongga hidung 15
  •Kehilangan daya penciuman 10
  •Hilangnya kemampuan kerja phisik :
-51% - 70% 40
-26%-50% 20
-10%-25% 5
  •Hilangnya kemampuan kerja mental tetap 70
  •Kehilangan sebagian fungsi penglihatan. 7
Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10%.
Apabila efisiensi penglihatan kanan dan kiri berbeda, maka efisiensi
penglihatan binokuler dengan rumus kehilangan efisiensi penglihatan:
(3 x % efisiensi penglihatan terbaik) + % efisiensi penglihatan
terburuk sebagian
  •Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10% 7
  •Kehilangan penglihatan warna 10
21

  •Setiap kehilangan lapangan pandang 10% 7
C.PENANGANAN DATA DAN ANALISIS PENCEGAHAN KECELAKAAN.
Membagi cedera ke dalam beberapa jenis.
Membagi cedera yang terjadi ke dalam beberapa jenis cedera akan memudahkan kita dalam
melihat kecendrungan cedera yang sering terjadi dan bagaimana cara menanganinya.
Faktor Internal dan Eksternal yang dapat mempengaruhi dalam tren jenis cedera.
Internal: Perubahan peralatan, perubahan pelatihan, pergantian staf yang cepat, perubahan
prosedur yang bisa menyebabkan pelaporan yang lebih baik dari cedera tertentu atau
mungkin dapat menyebabkan penurunan dalam pelaporan.
Eksternal:Kesadaran publik yang lebih peka terhadap sebuah masalah seperti sindrom
berlebihan kerja dapat mendorong pekerja dalam melaporkannya, sebuah organisasi yang
banyak menggunakan kendaraan akan terpengaruhi jika terdapat perubahan jalan maupun
perbaikan jalan juga perubahan cuaca yang tak menentu, situasi ekonomi juga dapat
menurunkan konsentrasi pekerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inklusi atau komparabilitas data.
1.Data kecelakaan dan cedera akan tergantung pada definisi yang digunakan dan aturan
untuk pelaporan.
2.Dalam beberapa organisasi mungkin terdapat para pekerja yang sudah terbiasa
melaporkan cedera sekecil apapun. Sebaliknya, terdapat para pekerja yang takut
memberitahukan cedera yang mereka alami separah apapun karena khawatir akan
diberhentikan.
3.Parameter pelaporan yang berbeda pada saat pengumpulan juga dapat memengaruhi
perbandingan data.
4.Terdapat organisasi yang membiarkan perkerjanya pulang setelah pengobatan tetapi
terdapat organisasi yang memerintahkan pekerjanya untuk segera kembali pekerja
22

setelah perawatan. Ini dapat mempengaruhi rekaman jam kerja yang hilang karena
kecelakaan.
Menetapkan tingkat frekuensi kehilangan jam kerja karena kecelakaan untuk
suatu industri.
Harap perhatikan sebelum melakukan ini, perlu memperhitungkan potensi kesalahan
karena perubahan definisi dalam pelaporan dan staf yang berubah setiap jam.
Jumlah waktu kerja yang hilang karena kecelakaan x 1.000.000
Jumlah jam kerja pekerja
Jika kecelakaan yang terjadi menyebabkan hilangnya jam kerja dipengaruhi oleh
kebijakan perusahaan yang membuat pekerja kembali bekerja setelah pengobatan atau
menggantinya dengan kerjaan lain maka akan terjadi pengurangan LTIFR. Contoh
lain jika jam standar yang digunakan dibanding jam yang sebenarnya dan terdapat
waktu lembur yang cukup besar maka akan membuat LTIFR terlihat lebih tinggi dari
sebenarnya.
Implikasi segitiga Heinrich dan variasi terbaru.
Dasar dari segitiga Heinrich atau segitiga Burung-Heinrich seperti yang dikenal dalam
modifikasi
form merupakan pengumpulan data yang cermat pada berbagai industri di
berbagai jenis kecelakaan.
Kecelakaan dapat diklasifikasikan sebagai:
1.Menyebabkan cedera yang melumpuhkan, cedera yang kurang serius, atau tidak ada
cedera.
2.Menyebabkan cedera serius, cedera ringan, kerusakan properti saja, atau insiden
dengan tidak ada cedera atau kerusakan yang terlihat (nyaris celaka, kejadian
berbahaya atau insiden kritis).
Dikatakan bahwa segitiga Heinrich memberitahu jika kita ingin mengendalikan cedera besar
perlu dilakukan pencatatan dan investigasi terhadap semua insiden non cedera. Namun,
23

penyebab umum minor cedera tidak selalu sama dengan penyebab umum dari cedera besar.
Kedua, menginvestigasi setiap cedera ringan atau nyaris celaka bisa memakan waktu yang
cukup besar lebih baik dihabiskan untuk menggunakan pendekatan pencegahan lainnya.
Menilai risiko jenis kegagalan.
Kegagalan dapat timbul karena peralatan mesin, kendali manusia, maupun sistem
manajemen. Catatan investigasi kecelakaan yang baik dan dianalisis dengan cermat dapat
menunjukkan tingkat risiko peralatan mesin, tingkat risiko dalam kegagalan kontrol manusia
dan sistem manajemen. Dimungkinkan untuk memasukkan faktor-faktor seperti kondisi
cuaca. Mungkin juga, menggunakan cetakan kontrol yang diproses komputer, atau
pemeliharaan atau memperbaiki catatan untuk menilai tingkat kegagalan untuk peralatan.
D.PELAPORAN DATA PADA MANAJEMEN.
1. Definisi Manajemen dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen ialah cara tentang memimpin dan mengorganisasi dengan baik, terdiri atas
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian terhadap sumber-
sumbar daya yang terbatas dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien
(Abrar Husein dalam Pangkey, 2012). Untuk menggunakan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien, perlu diterapkan fungsi-fungsi dalam manajemen itu sendiri seperti
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan
pengawasan dan pengendalian (controlling).
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disingkat sebagai SMK3
merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, peng-kajian dan pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor. 09 / PER / M / 2008 dalam Pangkey, 2012).
Menurut Tarwaka dalam Pangkey (2012) manfaat penerapan SMK3 bagi perusahaan yakni:
24

Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional
sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian
lainnya.
Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan.
Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.
Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3, khususnya
bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.
Dapat meningkatkan produktivitas kerja.
2. Hasil Tesis Pengaruh Kecelakaan Terhadap Para Pekerja Bangunan
Dalam tesis Sahrul Angkat (2008), menyebutkan bahwa terdapat banyak kecelakaan pada
para pekerja di Indonesia khususnya pekerja bangunan dan kontraktor. Ia menganalisis upaya
apa saja yang berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja bangunan.
Ternyata kecelakaan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni:
Faktor pelatihan
Pelatihan yang diadakan kepada para pekerja ternyata berpengaruh dalam kejadian
kecelakaan saat bekerja. Dari 100 responden terdapat 38 orang yang mendapat pelatihan
K3 dan hasilnya sebanyak 32 orang tidak pernah mengalami kecelakaan kerja. Lalu dari
yang tidak mendapat pelatihan K3 yaitu sebanyak 62 orang, terdapat 37 orang yang
mengalami kecelakaan kerja.
Faktor status pekerja
Status pekerja juga memberikan dampak terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Dari 100
pekerja terdapat 72 pekerja tetap. Dari para pekerja tetap tersebut hanya 22 orang yang
mengalami kecelakaan kerja, sisanya sebanyak 50 orang tidak mengalaminya. Sementara
itu, para pekerja tidak tetap sebanyak 28 orang. Dari 28 orang tersebut sebanyak 21 orang
mengalami kecelakaan kerja dan 7 orang tidak mengalaminya.
Faktor rekuitmen
Rekuitmen merupakan faktor penting dalam terjadinya kecelakaan kerja. Seorang HRD
harus bisa menyaring orang yang cocok seperti memiliki pengetahuan dan berpengalaman
dalam pekerjaan yang akan digelutinya. Dua hal tersebut merupakan modal untuk
25

terhindar dari kecelakaan saat bekerja. Dari 100 orang pekerja yang direkrut terdapat 64
orang yang memiliki pengalaman. Dari 64 orang tersebut terdapat 15 orang mengalami
kecelakaan saat bekerja dan 49 tidak mengalaminya. Sebanyak 36 yang tidak memiliki
pengalaman bekerja, 28 diantaranya mengalami kecelakaan saat berkerja dan 8 orang
tidak mengalaminya.
Faktor penggunaan alat perlindungan diri
Penggunaan alat perlindungan diri merupakan hal penting untuk mengurangi resiko saat
terjadi kecelakaan kerja. Dari 100 responden terdapat 67 yang memakai atribut lengkap,
22 diantaranya mengalami kecelakaan kerja dan 45 tidak mengalaminya. Sebanyak 33
orang tidak menggunakan atribut lengkap, 21 diantaranya mengalami kecelakaan kerja
dan 12 diantaranya tidak. Alasan mereka tidak menggunakan atribut sebagai alat
perlindungan diri ialah panas, sesak, tidak leluasa saat bergerak, dan tidak nyaman
digunakan sehingga mereka beranggapan menggunakan atribut tersebut hanya
menghambat aktivitas mereka saat bekerja.
3.Standarisasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sebenarnya cukup banyak para pengusaha yang telah mengupayakan meminimalisir
terjadinya kecelakaan kerja. Untuk meminimalisir kecelakaan kerja tersebut, para pengusaha
dapat mengikuti standar yang telah ditetapkan bersama contohnya OHSAS.
Dalam Pangkey (2012) dijelaskan bahwa OHSAS secara harafiah singkatan dari
Occupational Health and Safety Assessment System. OHSAS merupakan sertifikasi untuk
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang berstandar internasional.
OHSAS juga menyatakan persyaratan dan penilaian SMK3 agar organisasi mampu
mengendalikan dan memudahakan pengelolaan resiko-resiko K3 yang terkait dengan struktur
organisasi, perencanaan kerja, tanggung jawab, praktek, prosedur, proses, tinjauan dan
pemeliharaan kebijakan K3 organisasi dan meningkatkan kinerjanya.
4.Manajemen Resiko Kecelakaan Kerja
Selain mengikuti standar yang sudah ditetapkan, pengusaha juga harus memiliki manajemen
resiko kecelakaan kerja. Manajemen resiko ini merupakan pendekatan terorganisasi untuk
26

menemukan resiko-resiko yang potensial sehingga dapat mengurangi  hal-hal yang tidak
diinginkan. Selanjutnya dapat diketahui akibat buruk yang diharapkan dan dikembangkan
rencana respon yang sesuai untuk mengatasi resiko-resiko potensial tersebut. Dengan
demikian, melalui manajemen resiko akan diketahui metode yang tepat untuk menghindari
atau setidaknya mengurangi besarnya kerugian yang diderita akibat resiko kecelakaan. Secara
langsung manajemen resiko yang baik dapat menghindari semaksimal mungkin dari biaya-
biaya yang terpaksa harus dikeluarkan akibat terjadinya suatu peristiwa yang merugikan dan
menunjang peningkatan keuntungan usaha. (Sastrohadiwiryo dalam Sutanto, 2010).
5.Penilaian Resiko Kecelakaan Kerja
Penilaian resiko kecelakaan kerja bertujuan untuk menentukan prioritas dan tindakan lanjutan
karena tidak semua aspek berbahaya dan potensional dapat atau perlu untuk ditindak lanjuti.
(Sastrohadiwiryo dalam Sutanto, 2010).
Dalam makalah Hadi Sutanto (2010) disebutkan metode penilaian resiko, antara lain :
Frekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (F)
Frekuensi kecelakaan adalah tingkat sering terjadinya kecelakaan atau bahaya yang
akan terjadi atau seberapa sering kejadian kecelakaan akan terjadi. Didalam
menentukannya yang terjadi di tempat kerja, kita dapat menggunakan skala frekuensi
kecelakaan berdasarkan pada jumlah kecelakaan.
27

Konsekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (C)
Konsekuensi kecelakaan yaitu tingkat keparahan atas kejadian kecelakaan yang dapat
atau akan terjadi. Kriterianya ditentukan berdasarkan kerugian pada biaya kecelakaan
yang terjadi yang ditanggung oleh perusahaan untuk perawata
28

DAFTAR PUSTAKA
29

Angkat, Sahrial. (2008). Tesis: Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada
Pekerja Bangunan Perusahaan X. Sumatra Utara: USU Repository.
BPJS Ketenagakerjaan. (2019). Angka Kecelakaan Kerja Cenderung Meningkat, BPJS
Ketenagakerjaan Bayar Santunan Rp1,2 Triliun.
Budiono, A. (2003). Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Semarang: Badan
Penerbit UNDIP.
Hasibuan, M. S. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
ILO. 1989. Encylopedia of Occupational Health and Safety: Geneva.
International Labour Organization. (2017). Laporan Teknis: Kajian Aktuaria tentang
Reformasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Indonesia.
KRITIS UNGKAP REALITAS. (2016). Data Kecelakaan Kerja yang Mengakibatkan
Meninggal Dunia Secara Nasional Selama 5 Tahun Terakhir.
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
Per. 05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pangkey, Febyana dan Grace Y. Malingkas, D.O.R. Walangitan. (2012). PENERAPAN
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
PADA PROYEK KONSTRUKSI DI INDONESIA (Studi Kasus: Pembangunan
Jembatan Dr. Ir. Soekarno-Manado). Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING
Vol.2, No. 2, Juli 2012 ISSN 2087-9334 (100-113).
Sutanto, Hadi. (2010). MAKALAH: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
KECELAKAAN KERJA PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN
DAN PERKULIAHAN TAHAP III UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Santoso, G. (2004). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Silalahi & Rumondang.( 1995). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
PT. Pustaka Binaman Presindo.
Soemirat, J. (2000). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
30

Suma'mur. (2006). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung
Agung.
Taylor, G. Easter, K., dan Hegney R. (2004). Enchancing Occupational Safety and Health.
UK: Elsevier’s Science & Technology Rights Departement, Oxford.
Tulus, M. (1992). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Menteri Tenaga Kerja. Jakarta; 1996.
Saluran pelaporan untuk mencapai tindakan
31

Data ini dapat digunakan untuk menetapkan prioritas untuk tugas-tugas K3, jadi penting untuk
memastikannya itu mengikuti saluran yang benar dan berakhir dengan mereka yang bisa
menindaklanjutinya. Pelaporan saluran yang digunakan untuk menyajikan data kesehatan dan
keselamatan kerja untuk tindak lanjut tindakan akan sangat bervariasi tergantung pada organisasi
yang Anda khawatirkan. Ini juga akan tergantung pada jenis data, siapa yang mengumpulkannya,
dan di mana mereka cocok organisasi.
Anda harus melakukan pemeriksaan sendiri atas pengaturan organisasi menganalisis, memproses,
dan menangani data. Namun, beberapa komentar umum berlaku. Pertama, periksa apakah data
telah dikumpulkan dengan benar dan dianalisis dengan benar. Kamu mungkin, tergantung di mana
Anda duduk di organisasi, ingin mengomentari apa itu data memberi tahu Anda.
Jika Anda perlu mempresentasikan data, misalnya, ke rapat, persiapkan dengan benar; membuat
yakin Anda memahami data, dan Anda jelas tentang tindakan yang Anda cari. Dalam sebuah
organisasi dengan proses konsultasi yang baik, kesehatan kerja yang penting dan data keamanan
tidak akan ditahan tetapi akan diberikan dengan sengaja untuk kesehatan dan perwakilan dan
komite keselamatan, di mana mereka ada.
Metode pelaporan, format, dan frekuensi laporan untuk data konsolidasi
Metode dan format ini akan sangat bervariasi tergantung pada organisasi yang bersangkutan.
Beberapa organisasi akan menggunakan teknologi informasi elektronik dengan cukup luas untuk
memproses dan meneruskan data, sementara yang lain masih akan menggunakan kertas. Format
pelaporan akan mencakup data numerik yang dikumpulkan pada, misalnya, kasus pertolongan
pertama, disertai dengan a ringkasan tertulis dan tindakan yang diusulkan, jika ada.
Presentasi grafis data untuk menggambarkan tren dan perbandingan sangat berguna, misalnya
grafik profil audit yang menunjukkan skor yang dicapai dalam pencegahan, tajuk oleh menuju.
Judul mungkin termasuk, misalnya, pelindung mesin dan pribadi peralatan pelindung.
Seberapa sering laporan dihasilkan akan tergantung pada persyaratan manajemen dan sifat tempat
kerja. Tempat kerja dengan perubahan konstan (mis. Tambang, konstruksi situs) dapat
menggunakan daftar periksa harian. Pabrik furnitur tidak perlu seperti itu sering melaporkan.
Menetapkan prioritas logis
Situasi dapat terjadi ketika informasi frekuensi dan keparahan dan pengaruh lainnya diabaikan
dengan hasil bahwa ada 'rasa reaksi bulan'. Ini mungkin mengesampingkan prioritas yang lebih
logis.
Program keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dengan tujuan dan sasaran yang sesuai
membutuhkan pendekatan yang konsisten dan terencana dengan baik. Ini harus didasarkan pada
penelitian yang baik, informasi yang diketahui, dan statistik yang ada serta data kompensasi
pekerja untuk organisasi. Jika Anda berada di organisasi baru (situasi 'greenfields'), Anda akan
membutuhkannya untuk mendapatkan informasi tentang organisasi serupa untuk
mengembangkan pandangan yang jelas tentang potensi bahaya, skala risiko yang mereka hadirkan
32

dan strategi kontrol yang harus diadopsi. Penting untuk mencapai konsensus antara para pihak di
tempat kerja, sehingga setiap orang memiliki strategi.
Tidak ada keraguan bahwa satu cedera serius tak terduga atau kematian tidak bisa terjadi
diabaikan dan penyebabnya harus diatasi, tetapi keseimbangan yang cukup harus dijaga
hubungannya untuk rencana keseluruhan jika Anda tidak menemukan diri Anda hanya
meletakkan satu 'bushfire' sesudah yang lain.
Pengaruh pada prioritas dapat berasal dari publikasi media tentang masalah tertentu, misalnya efek
yang seharusnya dari medan listrik. Namun, kesehatan dan keselamatan kerja anggaran harus
digunakan secara efektif, dan pikiran jernih terus berupaya dan uang menjadi risiko terbesar. Anda
tidak dapat mengabaikan kekhawatiran yang dimiliki pekerja sebagai akibatnya taktik menakut-
nakuti, tetapi Anda bisa mengatasinya secara logis dan menjaga kapal keselamatan di jalur. Anda
harus selalu, tentu saja, bersiaplah untuk mempertimbangkan bukti baru yang asli muncul tentang
risiko dari agen atau stresor tempat kerja tertentu, seperti yang terjadi dengan keyboard dan
sindrom penggunaan berlebihan (OOS) beberapa tahun yang lalu.
Pedoman pract kepraktisan yang wajar ’digunakan dalam banyak undang-undang berbasis Robens
membutuhkan biaya pencegahan agar sesuai dengan ukuran atau besarnya risiko. Cara menilai
risiko dibahas di bagian lain teks ini. Untuk panduan lebih lanjut, lihat G. L. Konsep McDonald
tentang kecelakaan Kelas I, Kelas II dan Kelas III pada Bab 1, dan ingat prinsip Pareto - ‘80% dari
biaya berasal dari 20% dari kecelakaan ', sehingga 80% dari upaya harus dilakukan untuk
mengurangi 20% kecelakaan itu.
33
Tags