Epidemiologi Hepatitis B
PERRY BOY CHANDRA SIAHAAN
PENDAHULUAN
•Istilah "hepatitis" dipakai untuk semua jenis
peradangan pada hati.
•Penyebabnya dapat berbagai macam,
mulai dari virus sampai dengan obat-
obatan, termasuk obat tradisional.
•Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis :
hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Hepatitis
A, B dan C adalah yang paling banyak
ditemukan.
•Hepatitis A bersifat akut, sedangkan
hepatitis B dan C bersifat kronis dan
bahkan dapat berkembang menjadi kanker
hati.
APA ITU HEPATITIS???
•Hepatitis berasal dari dua kata yaitu hepa
(hati) dan itis (radang)
•Hepatitis merupakan peradangan pada
organ hati
•Biasanya dalam masyarakat dikenal
dengan SAKIT KUNING
•Tetapi tidak semua sakit kuning
disebabkan oleh radang hati
Hati adalah organ intestinal
terbesar dengan berat
antara 1,2 – 1,8 kg atau
kurang lebih 25 % berat
badan orang dewasa yang
menempati sebagian besar
perut bagian kanan atas
dan merupakan pusat
metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat
kompleks
Indonesia 'jagoan' hepatitis. Menempati peringkat
ketiga penderita hepatitis terbanyak di dunia setelah
India dan China,
penderita hepatitis B dan C di Indonesia
diperkirakan mencapai 30 juta orang. Tanggal 28 Juli
Hari Hepatitis Sedunia (Tahun 2010)
•Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2013) menemukan bahwa prevalensi
HBsAg adalah 7,2%. Angka ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan data tahun 2007, yaitu 9,4%
pada populasi umum. Diperkirakan 18 juta orang
memiliki Hepatitis B dan 3 juta orang menderita
Hepatitis C. Sekitar 50% dari orang-orang ini memiliki
penyakit hati yang berpotensi kronis dan 10%
berpotensi menuju fibrosis hati yang dapat
menyebabkan kanker hati. Angka-angka ini
menunjukkan bahwa 1.050.000 pasien memiliki
potensi untuk menjadi kanker hati. Untuk itu,
surveilans Hepatitis B dan Hepatitis C telah dilakukan
di kalangan penduduk berisiko tinggi.
Epidemiologi
Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan 100 juta orang hidup dengan
Hepatitis B kronis dan 30 juta orang hidup dengan hepatitis C kronis.
Setiap tahun di wilayah tersebut, Hepatitis ,B menyebabkan hampir
1,4 juta kasus baru dan 300.000 kematian. Sementara, Hepatitis C
menyebabkan sekitar 500.000 kasus baru dan 160.000 kematian.
Prevalensi Hepatitis B kronis adalah sekitar 8% di Democratic
People's
Republic of Korea
, Myanmar Thailand, dan Indonesia,
sedangkan prevalensi di Timor-Leste diperkirakan pada 6 -7%.
Sementara itu, terdapat negara tertentu di kawasan Asia Tenggara
yang memiliki sejumlah besar kasus Hepatitis virus. India misalnya,
memiliki hampir 40 juta orang dengan infeksi HBV kronis dan 12 juta
orang terinfeksi dengan HCV kronis. Selain itu, sekitar 65% dan 75%
dari orang-orang dengan HBV kronis dan infeksi HCV, masing-masing
tidak menyadari status mereka. Wilayah ini juga memiliki kasus besar
Hepatitis A dan E, yang mana lebih dari 50% beban Hepatitis E global
ada dalam wilayah ini.
Pendahuluan
•Dari angka – angka tersebut Indonesia digolongkan
daerah prevalensi infeksi sedang dan tinggi menurut
klasifikasi WHO (Deinhart dan Gust, 1982).
–prevalensi didaerah pedesaan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan didaerah kota terutama pada
kelompok masyarakat yang terpencil termasuk yang tinggal
di pulau – pulau kecil.
–Prevalensi infeksi VHB pada WTS relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum sedangkan Hbs pada
petugas kesehatan tidak jauh berbeda dengan angka yang
didapatkan pada populasi umum.
Riskesdas 2007 :
•prevalensi Nasional Hepatitis klinis sebesar 0,6% (rentang 0,2% – 1,9%)
•Tercatat 13 provinsi mempunyai prevalensi di atas angka nasional dan
tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
•Penderita Hepatitis C sebagaian besar dialami oleh kelompok umur 30-39
tahun yaitu sekitar 29,6% dan kelompok umur 20-29 tahun yaitu sekitar 27,0%.
•Selain itu terdeteksi pula bahwa Hepatitis C juga diderita oleh kelompok umur
sangat muda (0-9 tahun) yaitu sekitar 0,2 % dan pada kelompok usia lanjut ( 70
tahun ke atas) yaitu sekitar 5,4%
Dalam tinjauan epidemiologi molekuler, HBV sendiri saat ini diklasifikasikan
menjadi 8 genotipe (A sampai H) mencerminkan distribusi geografis
yang bersifat local
specific
:
–HBV genotipe A lazim di Eropa, Afrika, dan India dan genotipe HBV B
dan C yang dominan di sebagian besar bagian Asia, termasuk China,
Jepang, dan Indonesia.
–Genotipe D adalah umum di daerah Mediterania, Timur Tengah dan
India, sedangkan E genotipe terlokalisir di sub-Sahara Afrika.
–Genotipe F dan H hanya diidentifikasi di Amerika Tengah dan Selatan.
–Genotip G telah ditemukan di Perancis, Jerman, dan Amerika Serika
Salah satu arti penting dari epidemiologi molekuler HBV ini :
–perbedaan dalam distribusi geografis itu sendiri, ada bukti yang
berkembang bahwa genotipe HBV juga dapat mempengaruhi hasil klinis
dari penyakit hati.
–Di antara pasien Asia yang merupakan sekitar 75% dari pembawa HBV
di seluruh dunia, telah menunjukkan bahwa HBV genotipe C lebih
sering berhubungan dengan penyakit hati yang berat dan
pengembangan sirosis dan kanker hati daripada genotipe VHB B
Agent
•Virus B berupa partikel 2 lapis berukuran 42 nm.
•Lapisan luar virus ini terdiri atas antigent yang disingkat HBs Ag (Hepatitis
B-Surface Antigent)
•Antigent permukaan ini membungkus bagian dalam virus yang disebut
partikel inti atau core.
•Partikel mengandung bahan – bahan sbb:
–genome virus terdiri atas rantai DNA
–Suatu antigent yang disebut hepatitis B
care antigen (HBc Ag), suatu protein yang
tidak larut. Dalam serum, HBc Ag ini tidak
dideteksi karena HBc Ag hanya ada dalam
partikel ini yang selalu diliputi oleh antigen permukaan.
–Antigen e atau Hbe Ag, yang merupakan protein yang bisa larut, dan karena itu
dalam serum yang banyak mengandung virus maka deteksi antigen Hbe ini akan
positif.
Cara penularan
•Penularan infeksi HBV dapat dibagi menjadi 3 cara yaitu
–cara penularan melalui kulit
•Virus tidak dapat menembus kulit yang utuh infeksi VHB melalui hanya
dapat terjadi melalui 2 cara yaitu:
–tembus kulit oleh tusukan jarum atau alat lain yang tercemar oleh bahan yang
infektif (apparent perkutaneous inoculations (cara penularan parental)
–kontak antara bahan yang infektif pada kulit dengan kelainan atau lesi
(inapparent percutaneous inculations)(Francis,1981).
–cara penularan melalui mukosa
•Selaput lendir yang menurut penelitian dapat menjadi port d’entre infeksi
VHB adalah selaput lendir: mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian
bawah dan alat kelamin (Frances, dkk,1981).
–cara penularan melaui perinatal (penularan vertikal)
Kelompok Risiko Tinggi Tertular
Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
Balita yang dalam keseharian berada di penitipan anak atau di perumahan dengan
anak lain di daerah endemik
Kontak seksual / kontak rumah tangga dari orang yang terinfeksi
Pekerja kesehatan
Pasien dan karyawan di tempat hemodialisis
Pengguna narkoba suntik yang berbagi jarum tidak steril
Penderita yang berbagi peralatan medis atau gigi yang tidak steril
Orang memberikan atau menerima akupunktur dan / atau tato dengan peralatan
medis yang tidak steril
Orang yang tinggal di daerah atau bepergian ke daerah endemik hepatitis B
Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
Kelompok populasi dengan risiko tertular
yang tinggi
–staf serta penderita pada tempat perawatan untuk Px dengan
lemah mental.
–penghuni institusi yang besifat tertutup, misalnya penjara dll.
–pecandu narkotika (terutama yang menggunakan obat suntik)
–staf dan penderita uni hemodialisis
–petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan darah
maupun produk yang berasal dari darah
–penderita yang sering mendapat transfusi darah misal :
penderita thelasemia, hemofilia, dll
Cara penularan
Salah satu cara penularan melalui mukosa yang sangat penting
hubungan kelamin. 42% suami atau istri mendapat penularan. Terbukti pula
bahwa hubungan kelamin dengan banyak pasangan mningkatkan
kemungkinan penularan infeksi HBV.
wanita tuna susila pada umumnya menunjukkan prevalensi serologik infeksi
HBV yang relatif tinggi dibandingkan dengan populasi pada umumnya
penularan melalui hubungan seksual ini, bisa juga terjadi pada hubungan
kelamin homoseksual.
Walaupun hubungan kelamin tidak selalu disertai kontak dengan darah
tetapi pada hubungan tersebut kemungkinan untuk terjadinya pertukaran
cairan antara pasangan seksual sangat besar
Penularan
•Didaerah dengan prevalensi infeksi virus B rendah, penularan
biasanya terjadi pada orang dewasa, sedangkan diderah dengan
prevalensi tinggi penularan kebanyakan terjadi pada masa bayi dan
anak – anak
•Makin muda umur seorang anak mendapat infeksi virus B maka
makin besar kemungkinan menjadi persisten.
•Pada orang dewasa yang terkena infeksi virus B kemungkinan
persistensi infeksi hanya 5 – 10%. Tetapi pada anak – anak
dibawah umur 3 tahun, angka persisten yang timbul akibat infeksi
pada masa bayi dan anak – anak inilah yang banyak menimbulkan
kasus sirosis hati dan hepatoma dikemudian hari.
•ketersediaan vaksin yang efektif, skrining darah donor yang optimal,
serta prosedur sterilisasi derivat darah yang lebih baik secara
substansial telah menurunkan risiko infeksi.
Faktor yang mempengaruhi efektivitas
penularan
•konsentrasi virus
•Volume Inoculume
•lama “exposure”
•cara masuk VHB kedalam tubuh
•kesetaraan individu yang bersangkutan
Faktor yang mempengaruhi efektivitas
penularan
•konsentrasi virus
–indikator VHB yang paling praktis dan paling baik adalah Hbe Ag
(France, dkk,1981, Dienstag, 1984).
–Bila Hbe Ag (+) maka penularan akan terjadi pada 10 – 20%
individu
–Bila Hbe Ag (-) kemungkinan penularan hanya 1 – 2,5% (Seef
dkk, 1978).
–dalam penularan perinatal:
»bila Hbe Ag ibu (+), maka penularan dpat terjadi pada 90 – 100%
bayi yang dilahirkan.
»Bila Hbe Ag ibu (-), maka penularan hanya terjadi pada 10 – 25%
dari bayi yang dilahirkan (Okada, dkk,1976, Stevens dkk, 1976).
Faktor yang mempengaruhi efektivitas
penularan
Volume inokulum
–setelah tranfusi dengan darah yang VHBs Ag Positif
kemungkinan untuk timbulnya infeksi sampai 75%.
–Sedangkan risiko untuk mendapat infeksi VHB setelah suntikan
dengan jarum yang tercemar oleh darahyang HBs Ag Positif
adalah kurang dari 15%
–Makin besar volume inoculume, masa tunas dari penyakit makin
pendek dan gejala klinik makin berat.
Faktor yang mempengaruhi efektivitas
penularan
•lama “exposure”
–penularan infeksi VHB perinatal melalui tusukan jarum yang
tercemar oleh darah yang HBs Ag dan Hbbe positif hanya
menimbulkan infeksi pada 10 – 20%. Sedangkan penularan
melalui hubungan seksual pada suami istri terjadi pada 23 –
42% dari kasus, (dkk 1977).
–Hal ini dapat diterangkan karena penularan melalui hubungan
seksual pada suami istri terjadi berulang kali dan dalam waktu
yang lebih lama (Diestag, 1984).
Faktor yang mempengaruhi efektivitas
penularan
cara masuk VHB kedalam tubuh
–penularan perkutan HBs Ag bisa Positif dalam waktu 1 minggu
dan SGPT sudah meningkat 6 minggu setelah penularan.
–Penularan peroral HBs Ag baru positif 2 bulan setelah
penularan dan SGPT meningkat dalam 3 bulan.
–Hal tersebut mungkin disebabkan karena perbedaan jumlah
virus yang berhasil masuk kedalam peredaran darah dan
mencapai hati (Dienstag 1984).
kesetaraan individu yang bersangkutan:
–walaupun suatu cara penularan ukup efektif tetapi bila individu
tersebut sudah kebal maka tak akan terjadi penularan
(Dienstag 1984).
Kelompok populasi dengan risiko tertular
yang tinggi
–individu yang sering berganti – ganti pasangan seksual
–pria homo seksual
–suami/istri atau anggota keluarga penderita yang menderita
infeksi VHB kronik
–bayi yang dilahirkan oleh ibu yang HBs Ag positif
–individu – individu yang tinggal didaerah dengan prevalensi
infeksi VHB yang tinggi
–populasi dari golongan sosial – ekonomi rendah yang tinggal
dalam daerah berjejal (crowded) dan higiene kurang walaupun
tinggal didaerah dengan prevalensi infeksi VHB rendah.
Manifestasi klinik
Ada tiga manifestasi utama infeksi virus
heptitis B adalah
–hepatitis akut
–hepatitis kronik
–carrier sehat
Manifestasi klinik
•Hepatitis akut :
perjalanan penyakit dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
–masa inkubasi berkisar antara 28 – 225 dengan rata – rata 75 hari. tergantung pada dosis
inokulum yang infektif makin besar dosis makin pendek masa inkubasi HB.
–Fase Pre Ikterik Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus
berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut
kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan
malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama
2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
–Fase Ikterik Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan
disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I,
kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal
pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
–Fase penyembuhan Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu
hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik.
Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.
•Gejala fisik pada hepatitis akut
–hepatomegali, biasanya tidak terlalu besar
–nyeri tekan daerah hati tanpa tanda – tanda
hepatomegali (lebih banyak)
–Splenomegali ringan: 10 – 25% kasus
–Pembesaran kelenjar bening ringan
Manifestasi klinik
•Labotarium:
–billirubin serum meningkat
–kadar enzim aminotransferase (SGOT & SGPT) meningkat
–kadar alfa fetoprotein mencapai 400 ng/l
–HBs Ag positif masa tunas sudah positif
–Hbe Ag positif menjadi negatif dengan timbulnya gejala
–DNA polymerase & DNA VHB positif menjadi negatif dengan
timbulnya gejala
–Anti – HBc positif sebelum permulaan timbulnya gejala
–Anti – HBs positif pada fase penyembuhan
Manifestasi klinik
•Hepatitis B kronis
–keradangan dan nekrosis pada hati yang menetap (persistent) akibat infeksi
virus hepatitis B dan gangguan faal hati tetapi terjadi selama lebih dari 6 bulan
–pada umumnya penderita menunjukkan keluhan yang ringan dan tidak khas.
Pemeriksaan fisik juga tidak khas.
–Faktor – faktor predisposisi yang mempengaruhi seorang yang menderita infeksi
virus hepatitis B mengalami infeksi VHB akut atau kronik, yaitu:
•umur
•jenis kelamin
•faktor imunologik
–neonatus : 90 – 100% akan menjadi infeksi kronik, bila infeksi VHB terjadi saat
dilahirkan.
–Bila infeksi VHB terjadi pada anak – anak kecil kemungkinan infeksi menjadi
kronik : 20 – 30%.
–Infeksi VHB pada orang dewasa akan menjadi kronik pada 5 – 10%.
Pencegahan infeksi HBV
pemeriksaan HBs Ag sebelum transfusi darah dan tidak menggunakan
menggunakan darah yang HBs Ag positif.
imunisasi (pasif, aktif ,dan gabungan imunisasi pasif dan aktif
imunisasi pasif dengan hepatitis B imune globulin (HBIg).
Untuk pencegahan infeksi pada lingkungan endemik
Untuk pencegahan hepatitis pasca transfusi
Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hemodialins
Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hubungan kelamin
Untuk pencegahan infeksi VHB melalui tusukan jarum
Untuk pencegahan infeksi VHB parinatal
Pengendalian faktor risiko terhadap Hepatitis B, Hepatitis C, dan Hepatitis D
dilakukan melalui kegiatan:
a)Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan cerminan pola hidup yang
senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan. Mencegah lebih baik
daripada mengobati, prinsip kesehatan inilah yang menjadi dasar pelaksanaan
Program PHBS, khususnya dalam pengendalian penularan Hepatitis B,
Hepatitis C dan Hepatitis D diantaranya:
1) Imunisasi pada pasangan seksual penderita Hepatitis B
2) Tidak bertukar alat-alat pribadi, seperti sikat gigi, alat cukur dan gunting
kuku.
3) Menutup luka yang terbuka agar darah tidak kontak dengan orang lain
4) Penggunaan alat-alat steril pada setiap praktek kecantikan yang
menggunakan alat tajam, seperti alat perawatan wajah, kuku tangan, kuku kaki
dan alat cukur.
b) Skrining darah donor
Palang Merah Indonesia sejak tahun 1992 telah melakukan pemeriksaan
Hepatitis B dan C pada setiap kantung darah donor. Bila hasil pemeriksaan
tersebut reaktif maka kantung darah tersebut tidak dipergunakan atau
dimusnahkan.
c) Skrining organ untuk transplantasi
Setiap tindakan transplantasi/cangkok atau
pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu
tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke
tempat yang lain pada tubuh yang sama harus terlebih
dahulu melalui pemeriksaan Hepatitis B, Hepatitis C dan
Hepatitis D.
d) Penggunaan alat-alat medis yang berpotensi
terkontaminasi virus Hepatitis
1) penanganan limbah jarum suntik yang benar,
2) sterilisasi alat sebelum melakukan prosedur infasif
medis.
Imunisasi hepatitis B
•
Saat lahir :
HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6
bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan
HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
•1 bulan :
Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
• 6 bulan
:
HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-
2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Imunisasi hepatitis B
•Dapat diberikan pada semua usia dan direkomendasikan terutama untuk orang-orang
yang mempunyai resiko tinggi terinfeksi virus Hepatitis B termasuk:
1.
Petugas kesehatan
•2.
Pasien yg sering menerima transfusi darah dan produk darah lainnya seperti
pada unit hemodialisa dan onkologi, penderita thallasemia, sickle-cell anaemia,
sirosis dan haemofilia, dll.
3.
Petugas lembaga yg sering kontak dengan kelompok beresiko tinggi: narapidana
dan petugas penjara, petugas di lembaga untuk penderita gangguan mental.
4.
Orang yang beresiko tinggi karena aktivitas seksualnya -
Orang yang
berhubungan seks secara berganti-ganti pasangan, orang yang
terkena penyakit
kelamin, homoseks, kaum
tuna susila.
5.
Penyalahgunaan obat suntik
6.
Orang dalam perjalanan ke daerah endemisitas tinggi
7.
Keluarga yang kontak dengan penderita Hepatitis B akut atau kronik.
8.
Bayi yang lahir dari ibu pengidap (carrier)
Imunisasi hepatitis B
•disuntikkan secara intramuskulert
•Pada Anak/Dewasa > 1 tahun sebaiknya disuntikkan pada otot deltoid,
sedangkan pada bayi sebaiknya pada anterolateral paha.
•Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis intramuskuler dengan
jadual 0-1-6
bulan. Vaksinasi ulang diperlukan setiap 5 tahun setelah vaksinasi dasar.
•Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan serempak dengan Hepatitis
B immunoglobulin pada tempat penyuntikan terpisah. Dan juga dapat
diberikan bersama-sama dengan vaksin DTP, OPV dengan menggunakan
jarum suntik dan lokasi penyuntikan yang terpisah, dan tidak akan
mengganggu respon imun terhadap vaksin-vaksin tersebut.