teori konflik
(conflict theory) Di susun oleh kelompok 4
Perubahan sosial
studi kasus : desa sembada
1.sinta siti nurharayu
2.siti patimah
3.zahra tussita
4.asep soleh
5.cecep Ali
7.kaka ilan
8.rasyid lesmana
9.gilang aditia
Nama kelompok
Perubahan sosial di Desa Sembada bisa
dilihat dari sudut pandang beberapa tokoh.
Menurut Selo Soemardjan, perubahan ini
tampak pada lembaga desa yang awalnya
hanya musyawarah pertanian, lalu
berkembang menjadi pengelolaan wisata
Definisi perubahan sosial
menurut tokoh
Kingsley Davis melihat perubahan dari
struktur masyarakat yang dulu homogen
petani, kini jadi lebih beragam
pekerjaannya (petani, pedagang,
pemandu wisata).
Mac Iver, hubungan sosial warga ikut
bergeser, karena muncul perbedaan
pandangan antara generasi tua yang ingin
mempertahankan tradisi dengan generasi
muda yang terbuka pada pariwisata. William F. Ogburn menekankan
ketidakseimbangan, di mana
perubahan material (infrastruktur,
teknologi, spot foto) terjadi lebih
cepat daripada penyesuaian nilai
dan budaya lokal.
faktor penyebab internalDari dalam desa perubahan sosial Desa Sembada
dipicu oleh beberapa hal. Dinamika penduduk,
terutama generasi muda, membawa ide-ide baru dalam
memanfaatkan teknologi dan peluang wisata.
Penemuan baru seperti homestay, kafe, dan spot foto
menjadi alternatif ekonomi selain pertanian. Namun,
muncul pula konflik antara petani tradisional dengan
kelompok muda, karena sebagian merasa adat dan
mata pencaharian lama terancam. Meskipun tidak ada
pemberontakan besar, gesekan kecil ini menunjukkan
adanya perbedaan kepentingan yang ikut mendorong
perubahan sosial.
Dari luar desa pengaruh utama datang dari budaya
asing dan wisatawan. Foto-foto desa yang viral di
media sosial menarik banyak orang kota untuk
berkunjung, membawa serta gaya hidup dan
perilaku yang berbeda. Hal ini memengaruhi cara
pandang masyarakat lokal terhadap pakaian,
hiburan, dan interaksi sosial. Walau tidak ada
bencana alam maupun peperangan dalam kasus ini,
pengaruh budaya luar jelas menjadi pemicu besar
masuknya perubahan di Desa Sembada, karena
warga terdorong menyesuaikan diri dengan
kebutuhan wisatawan. faktor penyebab eksternal
faktor pendorong banyak faktor yang mempercepat perubahan
sosial di Desa Sembada. Media sosial
berperan penting karena membuat keindahan
desa dikenal luas. Kreativitas anak muda
menjadi motor penggerak, sebab mereka
berani mencoba peluang baru di bidang
wisata. Selain itu, pembangunan infrastruktur
seperti jalan aspal, jaringan internet, dan
bertambahnya warung atau kafe semakin
mendukung perubahan. Dorongan ekonomi
juga kuat, karena pertanian mulai lesu dan
warga butuh sumber penghasilan baru dari
pariwisata.
faktor penghambat Meski perubahan berlangsung cepat, ada hal-
hal yang menghambat. Generasi tua banyak
yang khawatir tradisi hilang dan nilai moral
rusak akibat masuknya budaya luar. Perbedaan
pandangan antara kelompok petani tradisional
dan kelompok pelaku wisata juga membuat
masyarakat terbelah. Tidak semua warga punya
modal atau akses untuk ikut usaha pariwisata,
sehingga menimbulkan kesenjangan. Selain itu,
kecemasan terhadap gaya hidup wisatawan
dianggap sebagai ancaman bagi adat istiadat
desa, sehingga sebagian masyarakat cenderung
menolak atau berjalan lebih lambat dalam
menerima perubahan.
Teori konflik menjelaskan bahwa
perubahan sosial muncul akibat
adanya ketidaksetaraan dalam
distribusi sumber daya, kekuasaan,
dan status di masyarakat. Konflik
antara kelompok dominan dan
kelompok yang tertindas mendorong
terjadinya pergeseran struktur sosial. Teori konflik (conflict theory)
identifikasi kelompok sosial dan konflik dalam
teori konflikDalam teori konflik, masyarakat dilihat sebagai arena pertarungan kepentingan. Di
Desa Sembada, kelompok yang berhadapan adalah tua-tradisional dan muda-
inovatif. Kelompok tua-tradisional mayoritas terdiri dari petani yang sejak dulu
mengandalkan pertanian sebagai sumber utama penghidupan. Mereka ingin
mempertahankan cara hidup sederhana dan menjaga adat, karena khawatir
kehadiran wisatawan akan membawa gaya hidup baru yang bisa merusak nilai moral
dan budaya desa. Sebaliknya, kelompok muda-inovatif melihat kondisi pertanian
yang semakin tidak menguntungkan, ditambah adanya peluang besar dari
pariwisata yang sedang berkembang. Mereka mendorong pembangunan homestay,
kafe, spot foto, hingga promosi lewat media sosial. Konflik pun muncul karena
perbedaan kepentingan ini kelompok tua menolak perubahan yang dianggap
mengancam tradisi, sedangkan kelompok muda menganggap inovasi adalah jalan
keluar dari keterpurukan ekonomi.
perubahan ekonomi dan ketidaksetaraan baruPeralihan Desa Sembada dari basis ekonomi pertanian ke pariwisata
menciptakan ketidaksetaraan baru. Awalnya, petani tradisional adalah
kelompok dominan karena pertanian menjadi tulang punggung desa.
Namun, setelah pariwisata berkembang, posisi dominan beralih ke
kelompok muda-inovatif yang mampu memanfaatkan teknologi, modal, dan
kreativitas. Warga yang bisa membuka homestay, kafe, atau usaha wisata
lainnya mendapat keuntungan besar dan memiliki pengaruh lebih kuat
dalam masyarakat. Sebaliknya, petani yang tetap bertahan di sektor lama
merasa tersisih karena penghasilan dari pertanian tidak lagi cukup bersaing.
Pergeseran ini menimbulkan jurang antara kelompok yang sukses di sektor
wisata dan kelompok yang tetap hidup sederhana di pertanian. Menurut
teori konflik, perubahan seperti ini wajar terjadi karena perebutan sumber
daya dan kekuasaan, dan konflik itulah yang akhirnya mendorong lahirnya
tatanan sosial baru di Desa Sembada.
Perbedaan dulu & sekarangDesa Sembada dulu dikenal sebagai desa pertanian
yang tenang dan makmur. Mayoritas warganya
bekerja sebagai petani sayur seperti kentang dan
wortel di lahan terasering yang subur. Kehidupan
sosial berjalan sederhana dan guyub, semua
keputusan penting diambil lewat musyawarah, serta
adat dan tradisi dijunjung tinggi. Ekonominya stabil
tapi lambat, karena sebagian besar hasil tani hanya
dijual ke pasar lokal atau kota terdekat. Dari sisi
infrastruktur, jalan desa masih sederhana, sinyal
internet belum menjangkau, dan warung kecil jadi
pusat kegiatan sehari-hari. Suasana desa tampak
alami, hijau, dan minim sentuhan modern. Desa Sembada sekarang telah banyak berubah sejak
pariwisata masuk. Selain bertani, banyak warga
membuka usaha baru seperti homestay, kafe, warung
modern, hingga spot foto estetik untuk menarik
wisatawan. Ekonomi desa jadi lebih beragam dan
dinamis, meski tidak semua warga bisa merasakan
keuntungan yang sama. Lingkungan desa juga berubah,
tidak hanya hamparan sawah, tetapi dihiasi taman
bunga, jalan yang lebih bagus, dan sinyal internet yang
sudah lancar. Kehidupan sosial ikut bergeser generasi
muda lebih terbuka terhadap budaya luar demi
kemajuan pariwisata, sementara sebagian generasi tua
khawatir nilai tradisional semakin terpinggirkan. Desa
yang dulu sepi kini ramai dengan wisatawan,
menjadikannya lebih dikenal luas.
kesimpulan Kasus Desa Sembada menunjukkan bahwa perubahan sosial tidak selalu berjalan
mulus, tetapi sering lahir dari perbedaan kepentingan antar kelompok masyarakat.
Menurut berbagai tokoh, perubahan ini terlihat dari lembaga desa yang bergeser,
struktur masyarakat yang berubah, hubungan sosial yang menegang, serta
perkembangan material yang lebih cepat daripada nilai budaya. Faktor internal
seperti kreativitas anak muda, konflik generasi, dan ide-ide baru berpadu dengan
faktor eksternal berupa masuknya budaya wisatawan dan teknologi, mendorong
terjadinya perubahan besar. Namun, perubahan ini juga dihadapkan pada
penghambat, seperti kekhawatiran generasi tua terhadap hilangnya tradisi dan
ketidakmampuan sebagian warga ikut serta. Dari sudut pandang teori konflik,
pertentangan antara kelompok tua-tradisional dan muda-inovatif menciptakan
ketegangan, tetapi sekaligus menjadi motor yang menggerakkan desa menuju
bentuk baru dari desa pertanian yang sederhana menjadi desa wisata yang lebih
modern, meskipun meninggalkan jejak ketidaksetaraan sosial.