AST 2_KDP_Anastasya (Signed).Asuhan Keperawatan

AnastasyaLondok 0 views 9 slides Oct 06, 2025
Slide 1
Slide 1 of 9
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9

About This Presentation

Asuhan keperawatan


Slide Content

Inisial Pasien/Usia : An. K Nama Praktikan : Anastasya Julia Londok
No. Rekam Medis : 148526 NIM : 01501220311
Diagnosa Medis : Meningitis, Broncopneumonia, Diplegia Nama Pembimbing :
Nama Ruang Rawat : ED
Tanggal Masuk : 12 September 2025
Tanggal & Jam Tindakan : 12 september 2025 & 08.40




No. Kriteria
Bobot/Nilai
Mahasiswa
1 Data Subjekif:
- Keluarga pasien mengatakan pasien demam tidak
diukur sejak kemarin (11/9/2025) disertai batuk tidak
berdahak dan pilek
- Keluarga pasien mengatakan pasien sudah mengalami
penurunan kesadaran sejak subuh
- Keluarga pasien mengatakan pasien sulit dibangunkan
sehingga dibawa ke UGD
10
2 Data Objektif:
Pasien tampak tidak sadar dan saat diberi rangsangan nyeri
pasien hanya merespon dengan gerakan namun tidak membuka
mata, hasil pemeriksaan : TD: 97/50, pernapasan : 25x/menit,
10
FAKULTAS KEPERAWATAN UPH
PROFESI NERS KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)
Judul: Melakukan Tindakan Pemasangan Nasal Kanul pada An. K dengan Diagnosa Medis Meningitis, Bronchopneumonia,
Diplegia
Mengetahui,





Nama, Tanggal & TTD Preseptor
AST ke 2
Yosafat Wijaksana Nadeak

SpO2: 90%, nadi:130, suhu: 39,3, GCS: E2M6V2, CRT: <2
detik, kaku kuduk +, akral teraba hangat.
Pemeriksaan Hematology, Kimia
Eosinofil 0 2-4
Neutrofil
segmen
78 50-70
Kalium 3.0 3.50-5.10
Limfosit 12 30-60

Obat yang didapatkan
PARACETAMOL
10MG/ML-
100ML INF
10MG/ML-
100ML INF
IV 800
gram
COMBIVENT
UDV

2,5ML

RESPIRATORY
(INHALATION)

1
ampul
BUDESMA
0.5MG/ML-2ML
RESPULES
0.5MG/ML-
2ML

RESPIRATORY
(INHALATION)

2ml



H
3
Diagnosa Keperawatan (PE):
1. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi d.d penurunan kesadaran (GCS :
E2M6V2), SpO2 90%, takikardi (130x/menit), takipnea
10

(25x/menit).
2. Hipertermia (D.0130)
Hipertermia b.d proses infeksi d.d peningkatan suhu
tubuh (39,3), akral teraba hangat
4 Langkah-langkah Tindakan Keperawatan yang dilakukan
saat praktik (bukan menurut teori):
1. Mengecek identitas pasien sesuai IMR dan rekam medis.
2. Menjelaskan prosedur pemasangan nasal kanul serta
tujuannya kepada pasien/keluarga, lalu meminta persetujuan.
3. mempersiapkan alat berupa nasal kanul sesuai ukuran,
tabung oksigen dengan flowmeter dan humidifier berisi
aquades steril.
4. cuci tangan dengan handrub.
5. memposisikan pasien semifowler
6. Menyambungkan nasal kanul ke selang oksigen dan
humidifier.
9. Mengatur aliran oksigen pada flowmeter 2 L/menit dan
memastikan gelembung muncul di humidifier.
10. Memasang ujung nasal kanul ke lubang hidung pasien, lalu
mengaitkan selang ke belakang telinga dan mengencangkannya
di bawah dagu.
11. memantau kondisi pasien lewat monitor yang telah
dipasang

10

5 Dasar Pemikiran:
Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri
seperti Streptococcus pneumonia atau Neisseria meningitidis.
Proses infeksi di ruang subarachnoid memicu pelepasan
mediator inflamasi, meningkatkan permeabilitas sawar darah
otak, dan menyebabkan edema serebri serta peningkatan
tekanan intrakranial (ICP) (Widyastuti et. all, 2023). Perubahan
ini menimbulkan penurunan kesadaran, kejang, hinggga koma
(Alrizaldi dan Binako, 2022). Menurut Alrizaldi & Binako
(2022), Kondisi hipoksemia pada meningitis sangat berbahaya
karena memperparah kerusakan neuron akibat kekurangan
oksigen.

Bronkopneumonia adalah infeksi akut pada bronkiolus dan
alveolus yang ditandai dengan proses inflamasi difus. Infiltrasi
sel radang dan terbentuknya eksudat di dalam alveolus akan
mengganggu ventilasi dan menurunkan luas permukaan
pertukaran gas (Zade. et all, 2023). Akibatnya, difusi oksigen
dari alveolus ke kapiler darah menurun dan timbul hipoksemia
(Mertha, 2018). Secara klinis, hal ini tampak pada pasien
berupa demam, takipnea, ronki, dan penurunan saturasi
oksigen. Pada kasus ini, saturasi oksigen hanya 90% dengan
frekuensi napas 25 kali per menit, menunjukkan adanya
gangguan oksigenasi akibat bronkopneumonia.

Kombinasi meningitis dan bronkopneumonia pada pasien ini
berpotensi menyebabkan gangguan oksigenasi yang serius.
Penurunan kesadaran akibat meningitis membuat pasien tidak
mampu mempertahankan jalan napas secara optimal,
sedangkan proses inflamasi pada paru menurunkan difusi
oksigen ke dalam darah. Hipoksemia yang ditunjukkan oleh
saturasi oksigen 90% perlu segera ditangani karena dapat
memperburuk kerusakan otak yang sedang mengalami
peradangan.

15

Pemberian oksigen suplementasi melalui nasal kanul
merupakan intervensi awal yang rasional. Nasal kanul dapat
meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi (FiO₂) hingga 24–
44% dengan aliran 1–6 L/menit, cukup untuk mengoreksi
hipoksemia ringan hingga sedang (Purnajaya et all. 2020).
Selain itu, alat ini relatif sederhana, nyaman, dan mudah
dipasang pada anak-anak. Dengan demikian, penggunaan nasal
kanul pada pasien ini bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi
jaringan, mencegah hipoksia sistemik, dan melindungi otak
dari kerusakan neurologis lebih lanjut akibat meningitis.
6 Analisa Tindakan Keperawatan:
Prinsip utama pemberian oksigen adalah memperbaiki
hipoksemia secara cepat dan aman, dengan dosis yang dititrasi
sesuai kebutuhan pasien serta disertai pemantauan saturasi
oksigen dan tanda vital (WHO, 2016). Pada pasien ini, SpO₂
90% menunjukkan hipoksemia sehingga oksigen 2 L/menit
melalui nasal kanul diberikan sebagai langkah awal. Aliran ini
menghasilkan FiO₂ sekitar 28% yang umumnya cukup untuk
mengatasi hipoksemia ringan hingga sedang (Fuentes &
Chowdhury, 2022). Namun, dosis ini harus segera dievaluasi;
bila saturasi tidak meningkat ≥94%, aliran oksigen perlu
dinaikkan atau diganti dengan metode lain. Dengan demikian,
pemberian 2 L/menit sudah sesuai prinsip terapi oksigen, tetapi
keberhasilannya bergantung pada evaluasi
berkelanjutan (Purnajaya et all. 2020).
15
7 Bahaya yang dapat terjadi? (Komponen Bahaya dan
Pencegahan)
Bahaya:
Jika pasien dengan meningitis dan bronkopneumonia tidak
segera diberikan oksigen melalui nasal kanul 2 L/menit, maka
hipoksemia yang sudah tampak dengan saturasi 90% akan
10

semakin berat. Hipoksemia menyebabkan suplai oksigen ke
jaringan menurun sehingga sel mengalami hipoksia. Pada
pasien dengan meningitis, hipoksia otak dapat memperparah
edema serebri, mempercepat kerusakan neuron, menurunkan
kesadaran hingga koma, bahkan berujung pada kematian
(Alrizaldi dan Binako, 2022). Sementara itu, pada
bronkopneumonia, gangguan pertukaran gas yang tidak
dikoreksi akan meningkatkan risiko gagal napas akut, syok
sepsis, dan disfungsi multiorgan (Mertha, 2018).
Pencegahan:
Pencegahan hipoksemia pada pasien ini dilakukan dengan
memberikan oksigen suplementasi melalui nasal kanul 2
L/menit. Tindakan ini bertujuan meningkatkan fraksi inspirasi
oksigen (FiO₂) sehingga saturasi dapat mencapai target ≥94%.
Pemantauan SpO₂ harus dilakukan secara berkelanjutan, karena
bila oksigen 2 L/menit tidak mampu meningkatkan saturasi,
maka aliran harus dinaikkan atau metode pemberian diganti
dengan yang menghasilkan FiO₂ lebih tinggi, seperti simple
mask atau non-rebreathing mask. Dengan titrasi oksigen yang
tepat, risiko hipoksemia berat, gagal napas, dan perburukan
neurologis akibat meningitis dapat dicegah.

8 Hasil yang didapat:
Jam evaluasi: 10.00
S : Pasien mengatakan nafas sudah terasa lebih nyaman, pasien
sudah mampus menyebutkan nama dan tanggal lahir dengan
baik
O : Pasien masih tampak lemas, TD: 97/67, pernapasan :
20x/menit, SpO2: 99%, nadi:115, suhu: 37,9, GCS: E4M6V5,
CRT: <2 detik, akral masih teraba hangat
A :
- Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan
10

ventilasi-perfusi d.d penurunan kesadaran (GCS :
E4M6V5), SpO2 99%, Nadi (115/menit), pernapasan
(20xmenit). Sudah teratasi (perlu pemantauan)
- Hipertermia b.d proses infeksi d.d peningkatan suhu
tubuh (39,3), akral masih teraba hangat, belum teratasi
P: Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
• Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman napas.
• Monitor saturasi oksigen.
• Auskultasi bunyi napas bila perlu.
Terapeutik
• Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi stabil
pasien.
• Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
• Jelaskan tujuan pemantauan pernapasan.
• Informasikan hasil pemantauan kepada pasien/keluarga
bila diperlukan.
P: Manajemen Hipertermia (I.15506)
Observasi
• Monitor suhu tubuh secara berkala.
• Identifikasi penyebab hipertermia (infeksi).
• Monitor tanda-tanda komplikasi akibat suhu tinggi.
• Monitor kadar elektrolit
• Monitor pengeluaran urine


Terapeutik
• Sediakan lingkungan yang sejuk dan nyaman.
• Lakukan pendinginan eksternal (kompres hangat/dingin
di dahi, leher, aksila).
• Ganti linen bila basah oleh keringat.
• Berikan cairan oral bila pasien mampu.
Edukasi
• Anjurkan tirah baring dan cukup istirahat.
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik
sesuai instruksi medis.
9 Evaluasi Diri:
Dari tindakan yang telah saya lakukan yaitu pemasangan nasal
kanul, saya merasa sudah melakukan tindakan sesuai teori yang
saya ketahui dan kondisi pasien menunjukkan adanya
perbaikan saturasi setelah pemasangan. Namun, dalam
pelaksanaan saya tidak menggunakan sarung tangan karena
situasi di UGD yang cukup mendesak sehingga tindakan harus
dilakukan dengan cepat. Selain itu, saya juga tidak sempat
menutup sampiran karena pasien diletakkan di berangkar
sementara akibat kondisi ruang UGD yang penuh, sehingga
privasi pasien kurang terjaga. Kekurangan lainnya adalah saya
tidak melakukan terminasi dengan baik karena pasien dalam
keadaan gawat darurat sehingga fokus utama adalah pada
stabilisasi kondisi pasien. Untuk ke depannya, saya akan lebih
memperhatikan prinsip pencegahan infeksi dengan tetap
berusaha menggunakan sarung tangan bila memungkinkan,
menjaga privasi pasien meskipun dalam kondisi darurat, serta
5

melakukan terminasi singkat atau memberi penjelasan
seperlunya kepada keluarga agar tindakan tetap profesional
meski dalam situasi yang terbatas.
10 Daftar Pustaka (APA style):
Widyastuti, P., Utami, H. N., & Anugrah, M. F. (2023).
Meningitis Bakterial: Epidemiologi, Patofisiologi, dan
Penatalaksanaan. Lombok Medical Journal, 2(2), 74-80.
Alrizaldi, A., & Binuko, K. P. E. (2022). Laporan Kasus
Meningoencephalitis pada Anak. Proceeding Book Call for
Papers Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 894-903.
Zade, A., Akhuj, A., Lalwani, L., Jhunjhunwala, S., & Daf, R.
V. (2023). Physiotherapy Approach for Treating
Bronchopneumonia: A Case Report. Cureus, 15(12), e51246.
https://doi.org/10.7759/cureus.51246
Fuentes, S., & Chowdhury, Y. S. (2022). Fraksi oksigen yang
dihirup. Dalam StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; Januari
2025. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560867
Graham, H., Bakare, A. A., Fashanu, C., Wiwa, O., Duke, T.,
& Falade, A. G. (2020). Oxygen therapy for children: A key
tool in reducing deaths from pneumonia. Pediatric
pulmonology, 55 Suppl 1(Suppl 1), S61 –S64.
https://doi.org/10.1002/ppul.24656
Mertha, I. M. (2018). Pengaruh Pemberian Deep Breathing
Exercise Terhadap Saturasi Oksigen Pada Pasien Ppok Di IGD
RSUD SANJIWANI GIANYAR TAHUN 2018. Jurnal Gema
Keperawatan, 11(1), 28-36
5
Total 100
Tags