Bahan Bacaan PLD 2017 - u. PESERTA.pdfgg

irfanpknut 48 views 184 slides Nov 22, 2024
Slide 1
Slide 1 of 252
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52
Slide 53
53
Slide 54
54
Slide 55
55
Slide 56
56
Slide 57
57
Slide 58
58
Slide 59
59
Slide 60
60
Slide 61
61
Slide 62
62
Slide 63
63
Slide 64
64
Slide 65
65
Slide 66
66
Slide 67
67
Slide 68
68
Slide 69
69
Slide 70
70
Slide 71
71
Slide 72
72
Slide 73
73
Slide 74
74
Slide 75
75
Slide 76
76
Slide 77
77
Slide 78
78
Slide 79
79
Slide 80
80
Slide 81
81
Slide 82
82
Slide 83
83
Slide 84
84
Slide 85
85
Slide 86
86
Slide 87
87
Slide 88
88
Slide 89
89
Slide 90
90
Slide 91
91
Slide 92
92
Slide 93
93
Slide 94
94
Slide 95
95
Slide 96
96
Slide 97
97
Slide 98
98
Slide 99
99
Slide 100
100
Slide 101
101
Slide 102
102
Slide 103
103
Slide 104
104
Slide 105
105
Slide 106
106
Slide 107
107
Slide 108
108
Slide 109
109
Slide 110
110
Slide 111
111
Slide 112
112
Slide 113
113
Slide 114
114
Slide 115
115
Slide 116
116
Slide 117
117
Slide 118
118
Slide 119
119
Slide 120
120
Slide 121
121
Slide 122
122
Slide 123
123
Slide 124
124
Slide 125
125
Slide 126
126
Slide 127
127
Slide 128
128
Slide 129
129
Slide 130
130
Slide 131
131
Slide 132
132
Slide 133
133
Slide 134
134
Slide 135
135
Slide 136
136
Slide 137
137
Slide 138
138
Slide 139
139
Slide 140
140
Slide 141
141
Slide 142
142
Slide 143
143
Slide 144
144
Slide 145
145
Slide 146
146
Slide 147
147
Slide 148
148
Slide 149
149
Slide 150
150
Slide 151
151
Slide 152
152
Slide 153
153
Slide 154
154
Slide 155
155
Slide 156
156
Slide 157
157
Slide 158
158
Slide 159
159
Slide 160
160
Slide 161
161
Slide 162
162
Slide 163
163
Slide 164
164
Slide 165
165
Slide 166
166
Slide 167
167
Slide 168
168
Slide 169
169
Slide 170
170
Slide 171
171
Slide 172
172
Slide 173
173
Slide 174
174
Slide 175
175
Slide 176
176
Slide 177
177
Slide 178
178
Slide 179
179
Slide 180
180
Slide 181
181
Slide 182
182
Slide 183
183
Slide 184
184
Slide 185
185
Slide 186
186
Slide 187
187
Slide 188
188
Slide 189
189
Slide 190
190
Slide 191
191
Slide 192
192
Slide 193
193
Slide 194
194
Slide 195
195
Slide 196
196
Slide 197
197
Slide 198
198
Slide 199
199
Slide 200
200
Slide 201
201
Slide 202
202
Slide 203
203
Slide 204
204
Slide 205
205
Slide 206
206
Slide 207
207
Slide 208
208
Slide 209
209
Slide 210
210
Slide 211
211
Slide 212
212
Slide 213
213
Slide 214
214
Slide 215
215
Slide 216
216
Slide 217
217
Slide 218
218
Slide 219
219
Slide 220
220
Slide 221
221
Slide 222
222
Slide 223
223
Slide 224
224
Slide 225
225
Slide 226
226
Slide 227
227
Slide 228
228
Slide 229
229
Slide 230
230
Slide 231
231
Slide 232
232
Slide 233
233
Slide 234
234
Slide 235
235
Slide 236
236
Slide 237
237
Slide 238
238
Slide 239
239
Slide 240
240
Slide 241
241
Slide 242
242
Slide 243
243
Slide 244
244
Slide 245
245
Slide 246
246
Slide 247
247
Slide 248
248
Slide 249
249
Slide 250
250
Slide 251
251
Slide 252
252

About This Presentation

Bahan Bacaan PLD 2017 - u. PESERTA.pdfgg


Slide Content

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | i







BAHAN BACAAN
PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA


IMPLEMENTASI UNDANG -UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA



DIREKTORAT PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASAYARAKAT DESA
KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
2017

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | ii

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | iii










BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA
PENDAMPINGAN DESA




Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | iv

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | v




BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL
DESA

Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa





PENGARAH : Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

PENANGGUNG JAWAB: Taufik Madjid (Plt. Dirjen, Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa)


TIM PENULIS : Roni Budi Sulistyo, Nurahman Joko Wiryanu, Hasan Rofiki,
Harbit Manika, Mohamad Zaini, Nurul Hadi IKH, Mohammad Arwani, Mulus
Budianto, Mohammad Sabri, Panji Pradana, Hasim Adnan, Wahyu Hananto
Pribadi, Dindin Abdullah A, Nur Kholid, Muflihun, Wahjudin Sumpeno.


REVIEWER : Taufik Madjid, Muhammad Fachri, Saefulloh Ma’shum, Wilopo

COVER & LAYOUT : Wahjudin Sumpeno dan Roni Budi Sulistyo



Cetakan Pertama, Agustus 2017

Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Website: www.kemendesa.go.id

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | vi

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | vii
Daftar Istilah dan Singkatan

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
9. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah
Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan
Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa
dan Kepala Desa.
10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | viii
11. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
12. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan desa.
13. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan
desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program
Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan program prioritas
kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
14. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk
periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
15. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah
Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
16. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
17. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaanmasyarakat Desa.
20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | ix
Kata Pengantar
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya bahwa Bahan bacaan
Pelatihan Pratugas Pendamping Lokal Desa dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-
Undang No. 6 Tahun 2014 telah hadir dihadapan pembaca. Secara umum bahan bacaan
pelatihan ini dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga pendamping profesional di tingkat Desa
dalam rangka mendukung kebijakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya
pendampingan masyarakat secara efektif dan bekelanjutan.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 128 huruf (2) dijelaskan
bahwa pendampingan Desa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan
masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Khusus untuk tenaga Pendamping profesional
diantaranya: tenaga Pendamping Lokal Desa yang bertugas di Desa untuk mendampingi Desa
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan
pembangunan yang berskala lokal Desa.

Peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan
pendampingan Desa yang pada akhirnya akan menentukan pencapaian tujuan dan target
pelaksanaan Undang-Undang Desa. Kapasitas Pendamping Lokal Desa yang dimaksud
mencakup: (1) pengetahuan tentang kebijakan Undang-Undang Desa; (2) keterampilan
memfasilitasi pemerintah desa dalam mendorong tatakelola pemerintah desa yang baik; (3)
keterampilan tugas-tugas teknis pemberdayaan masyarakat; dan (4) sikap kerja yang sesuai
dengan standar kompetensi pendamping khususnya Pendamping Lokal Desa sesuai tuntutan
Undang-Undang Desa. Dalam meningkatkan kinerja pendampingan tercermin dari komitmen,
tanggung jawab dan keterampilan untuk mewujudkan tatakelola Desa yang mampu
mendorong kemandirian Pemerintah Desa dan masyarakat melalui pendekatan partisipatif.

Terkait hal tersebut dirasakan perlu untuk menyusun sebuah bahan bacaan pelatihan Pratugas
Pendamping Lokal Desa yang dapat memberikan acuan kerja di lapangan dalam rangka
membangun kemandirian Desa. Harapan dari kehadiran bahan bacaan pelatihan ini dapat
memenuhi kebutuhan semua pihak dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas
Pendamping Lokal Desa sesuai dengan kebutuhan, kondisi di daerah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Plt. DIREKTUR JENDERAL PEMBANGUNAN
DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA




Taufik Madjid, S.Sos, M.Si

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | x

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | xi
Daftar Isi

Halaman
Daftar Istilah dan Singkatan ………………………………………………………………...
Kata Pengantar Dirjen PPMD ……………………………………………………………….
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………
BAB I KURIKULUM PELATIHAN
Latar Belakang ……………………………………………………………………..
Tujuan Pelatihan ………………………………………………………………….
Ruang Lingkup Tugas Pendamping …………………………………….
Struktur Materi Pelatihan …………………………………………………….
Garis-Garis Besar Program Pelatihan …………………………………..
BAB II PANDUAN MEMBACA BAHAN BACAAN

BAB III RENCANA PEMBELAJARAN
PB 1 Bina Suasana dan Orientasi Pelatihan ………………………………
SPB 1.1 Perkenalan …………………………………………………………..
SPB 1.2 Pengungkapan Harapan Peserta ………………………
SPB 1.3 Tujuan dan Proses Pelatihan …………………………….
SPB 1.4 Tata Tertib Peatihan ………………………………………….
PB 2 Desa dan Visi Undang-Undang Desa ……………………………….
SPB 2.1 Kondisi dan Dinamika Desa ……………………………..
SPB 2.2 UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana
Menuju Keberdayaan Desa ………………………………..

PB 3 Tata Kelola Desa ……………………………………………………………………
SPB 3.1 Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa …………….
SPB 3.2 Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan
Penggerak Demokratisasi Desa …………………………

SPB 3.3 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa ………………………..
PB 4 Pembangunan Desa ……………………………………………………………..
SPB 4.1 Sistem Pembangunan Desa ………………………………
SPB 4.2 Perencanaan Pembangunan Desa …………………….
SPB 4.3 Pengelolaan Keuangan Desa …………………………….
PB 5 Pengembangan Ekonomi Desa ……………………………………………
SPB 5.1 Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | xii
Desa ………………………………………………………………….
SPB 5.2 BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa
PB 6 Penyusunan Peraturan di Desa …………………………………………….
SPB 6.1 Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa …….
SPB 6.2 Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa ..
PB 7 Penguatan Keberdayaan Masyarakat ………………………………….
SPB 7.1 Pemberdayaan Masyarakat Desa ……………………….
SPB 7.2 Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa ………………………………………………..

SPB 7.3 Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan
Desa …………………………………………………………………..

PB 8 Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan ………….
SPB 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat ……………………………
SPB 8.2 Keterampilan Dasar Melatih ………………………………
PB 9 Pendampingan ……………………………………………………………………..
SPB 9.1 Konsep dan Kebijakan Pendampingan ………………
SPB 9.2 Keterampilan Pendamping ……………………………….
SPB 9.3
SPB 9.4
Kinerja Pendamping ………………………………………….
Pelaporan dan Sistem Informasi Pembangunan
Desa

PB 10 Membangun Tim Kerja di Desa ……………………………………………
SPB 10.1 Kerjasama Tim di Desa ………………………………………
SPB 10.2 Membangun Jejaring ………………………………………...
PB 11 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) …………………………………….
SPB 11.1 Pokok-Pokok RKTL ……………………………………………
SPB 11.2 Menyusun RKTL …………………………………………………..

Daftar Pustaka

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |1














BABI

KURIKULUM PELATIHAN

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 2

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 3
LATAR BELAKANG

Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak
baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik
tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan
menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan
Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan
sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri.

Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi
objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih
memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan.
Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan
memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang
memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa,
menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi
ruang krusial implementasi UU Desa.

Pembangunan desa sebagai sistem yang dikonstruksi UU Desa, menempatkan
masyarakat pada posisi strategis, sebagai sebjek pembangunan. Dengan demikian,
masyarakat memiliki ruang dan peran strategis dalam tata kelola Desa, termasuk di
dalamnya penyelenggaraan pembangunan Desa. Isu penting dalam konteks ini adalah
peningkatan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki daya desak yang
efektif untuk mewujudkan tata kelola Desa yang baik dan penyelenggaraan
pembangunan yang sesuai dan memenuhi aspirasi masyarakat.

Dalam kerangka itulah, Pemerintah menetapkan kebijakan pendampingan
sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang bertujuan:

 Meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa
dan pembangunan Desa;
 Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam
pembangunan desa yang pertisipatif;
 Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor; dan
 Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.

Mengingat luasnya ruang lingkup implementasi UU Desa, Pemerintah dalam
melaksanakan fungsi pendampingan, dapat melimpahkan sebagaian kewenangannya
kepada tenaga ahli profesional dan pihak ketiga (Pasal 112, ayat 4 UU Desa dan Pasal
128, ayat 2 PP 43). Tenaga ahli profesional dimaksud adalah pendamping desa, tenaga
teknik dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa (Pasal 5 Permendesa No.
3/2015), termasuk diantaranya adalah Pendamping Lokal Desa (Pasal 129, ayat 1 (a) PP
No. 47 Tahun 2015). Dengan demikian, PLD yang akan berhubungan langsung secara

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 4
intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju
implementasi UU Desa secara optimal.

Salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan adalah kapasitas pendamping,
khususnya PLD. Kapasitas dimaksud menunjuk pada kompetensi yang mencakup: (1)
pengetahuan tentang perspektif dan kebijakan UU Desa, (2) keterampilan teknis dan
fasilitasi pemerintah dan masyarakat Desa dalam mewujudkan tata kelola Desa yang
baik, dan (3) sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan kinerja pendamping profesional.

Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan
pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan
pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.

TUJUAN PELATIHAN

Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk
memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan
keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas.

Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk:

 Memberikan orientasi dan pembekalan kepada Pendamping Lokal Desa sebelum
bertugas di lapangan;
 Meningkatkan pemahaman Pendamping Lokal Desa tentang latar belakang, tujuan,
kebijakan, prinsip-prinsip, prosedur dan ketentuan program pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa;
 Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memfasilitasi proses
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian program;
 Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memahami mekanisme
pendampingan;
 Meningkatkan keterampilan dalam membina dan memberi pengarahan kepada
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa;
 Menumbuhkan komitmen dan sikap kepedulian Pendamping Lokal Desa terhadap
masyarakat perdesaan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 5
RUANG LINGKUP TUGAS PENDAMPING

Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ditetapkan
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2017,
ruang lingkup tugas PLD adalah:

No Tugas Pokok Output Kerja Indikator Output
1 Mendampingi
Desa dalam
perencanaan
pembangunan
dan keuangan
Desa
Perencanaan dan
penganggaran Desa
berjalan sesuai aturan
dan ketentuan yang
berlaku
a) Terlaksananya sosialisasi UU NO. 6
Tahun 2014 tentang Desa dan
peraturan turunannya;
b) Terfasilitasinya musyawarah Desa yang
partisipatif untuk menyusun RPJM Desa,
RKP Desa, dan APB Desa;
c) Tersusunnya rancangan peraturan Desa
tentang kewenangan lokal berskala
Desa dan kewenangan Desa
berdasarkan hak asal usul dan
peraturan lain yang diperlukan.
2 Mendampingi
Desa dalam
pelaksanaan
pembangunan
Desa
Pelaksanaan
pembangunan Desa
berjalan sesuai aturan
dan ketentuan yang
berlaku
a) Adanya koordinasi dengan PD dan
pihak terkait mengenai pembangunan
Desa;
b) Terfasilitasinya kerjasama antar Desa;
c) Terfasilitasinya pelaksanaan
pembangunan Desa yang sesuai
dengan prinsip tata kelola yang baik;
d) Terfasilitasinya ketersediaan informasi
publik terkait pembangunan Desa.
3 Mendampingi
masyarakat Desa
dalam kegiatan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa
Penyelenggaraan
pemberdayaan
masyarakat dan Desa
dengan melibatkan
kelompok perempuan,
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
masyarakat miskin dan
marginal.
Terlaksananya kegiatan peningkatan
kapasitas kader desa, masyarakat dan
kelembagaan Desa.
4 Mendampingi
Desa dalam
pemantauan dan
evaluasi kegiatan
pembangunan
Desa
Proses pelaksanaan
dan evaluasi kegiatan
pembangunan Desa
berjalan sesuai
ketentuan yang
berlaku.
a) Terlaksana peningkatan kapasitas
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dalam melakukan pemantauan dan
evaluasi pembangunan Desa;
b) Terlaksananya evaluasi pembangunan
Desa melalui musyawarah Desa;
c) Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan
evaluasi pembangunan Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 6
STRUKTUR MATERI PELATIHAN

Materi Pelatihan ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar
yang harus dimiliki sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selanjutnya hasil analisis
terhadap kompetensi PLD disusun berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi (K1)
Pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3) Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom
dan Kartwohl (2001) dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:

Tabel Ruang Lingkup Materi sesuai Tingkat Kompetensi

K1 (Pengetahuan) K2 (Sikap) K3 (Keterampilan)
1. Mengetahuan; 1. Penerimaan 1. Meniru
2. Memahami; 2. Menanggapi 2. Memanipulasi
3. Mengaplikasikan; 3. Penilaian (valuing) 3. Pengalamiahan
4. Menganalisis; 4. Mengorganisasikan 4. Artikulasi
5. Mensintesis; 5. Karakterisasi
6. Mengevaluasi.



Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya
z8/. berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses
pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut:

NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
KOMPETENSI
JP K1
(P)
K2
(K)
K3
(S)
Pre Test
1 Bina Suasana
dan Orientasi
Latihan
1. Dinamika
Kelompok dan
Pengorganisasia
n Peserta
1.1. Perkenalan 1 2”
1.2. Pengungkapan Harapan
peserta
1
1.3. Tujuan dan Proses
Pelatihan
1
1.4. Tata Tertib Pelatihan 3 2
2 Perspektif dan
Kebijakan
2. Desa dan Visi
Undang-Undang
Desa
2.1. Kondisi dan Dinamika
Desa
2 3”
2.2. UU Desa sebagai Cara
Pandang dan Sarana
Menuju Keberdayaan
Desa
1,2
3. Tata Kelola Desa
3.1. Kelembagaan dalam Tata
Kelola Desa
1 4”
3.2. Musyawarah Desa
sebagai Basis Tata
Kelola dan Penggerak
2

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 7
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
KOMPETENSI
JP K1
(P)
K2
(K)
K3
(S)
Demokratisasi Desa
3.3. Prinsip-Prinsip Tata
Kelola Desa
1
3. Penyelenggaraan
Pemerintahan
danPembanguna
n Desa
4. Pembangunan
Desa
4.1. Sistem Pembangunan
Desa
1 16”
1.2. Perencanaan
Pembangunan Desa
1,3 2
1.3. Pengelolaan Keuangan
Desa
1,2 2
5. Pengembangan
Ekonomi Desa
5.1. Arah dan Orientasi
Pengembangan
Ekonomi Desa
1 2”
5.2. BUM Desa sebagai
Penggerak
perekonomi Desa
1
6. Penyusunan
Peraturan di Desa
6.1. Pokok-Pokok
Penyusunan Peraturan
di Desa
1 2”
6.2. Strategi Fasilitasi
Penyusunan Peraturan
di Desa
1
4 Pemberdayaan 7. Penguatan
Keberdayaan
Masyarakat
7.1. Pemberdayaan
Masyarakat Desa
2 5”
7.2. Strategi Penguatan
Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa
1
7.3. Strategi Penguatan
Lembaga
Kemasyarakatan
Desa
1
8. Peningkatan
Kapasitas
Masyarakat
Melalui Pelatihan
8.1. Konsep Pelatihan
Masyarakat
1 4”
8.2. Keterampilan Dasar
Melatih
2
5 Pendampingan 9. Pendampingan 9.1. Konsep dan Kebijakan
Pendampingan
2 8”
9.2. Keterampilan
Pendamping
2
9.3. Kinerja Pendamping 2
9.4. Pelaporan dan Sistem
Informasi Pembangunan
Desa
2 2”
10. Membangun 10.1. Kerjasama Tim di Desa 2 2”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 8
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
KOMPETENSI
JP K1
(P)
K2
(K)
K3
(S)
Tim Kerja di Desa 10.3. Membangun Jejaring
2
6 Evaluasi dan
RKTL
11. RKTL 11.1. Pokok-Pokok RKTL 2 2”
11.2. Menyusun RKTL
3
Post Test


Evaluasi


Jumlah Jam Pelajaran 50

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |9
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN

No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
1. Bina Suasana
dan Orientasi
Pelatihan
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memberikan respon
bagi situasi yang
kondusif untuk
proses pelatihan
Peserta dapat:
 mengatasi situasi
keterasingan
 mengatasi hambatan
psikologis/kecanggugan
 saling mengenal antar
peserta dan fasilitator
1.1. Perkenalan Permainan 30”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui harapan
yang hendak dicapai
selama mengikuti
pelatihan
Dapat mengungkapkan
kebutuhan, manfaat, dll, yang
hendak diperoleh dari mengikuti
pelatihan ini
1.2. Pengungkapa
n Harapan
Peserta
Penugasan
Perorangan
Lembar Kerja
Perorangan
15”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami tujuan
dan proses pelatihan
ini
Dapat menjelaskan:
 tujuan pelatihan
 alur dan kegiatan yang akan
dilakukan selama mengikuti
pelatihan ini
1.3. Tujuan dan
Proses
Pelatihan
1. Presentasi
2.Tanya jawab
Slide 15”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memberikan respon
bagi terciptanya
Dapat:
 mengenali situasi yang
menggangu proses
pelatihan
1.4. Tata Tertib
Peatihan
Diskusi Lembar Diskusi 30”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 10
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
situasi yang tertib
selama proses
pelatihan
 menyatakan hal-hal yang
menjamin ketertiban selama
proses pelatihan
 merumuskan aturan
bersama untuk ditaati
2. Desa dan Visi
Undang-
Undang Desa
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami kondisi
dan dinamika Desa
pada umumnya
Dapat menjelaskan:
 penyebab ketertinggalan
Desa
 aspek-aspek ketertinggalan
Desa
 dampak dari ketertinggalan
dimaksud
2.1. Kondisi dan
Dinamika
Desa

1. Penugasan
perorangan
2. Curah
pendapat
Lembar Curah Pendapat 45”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta:
 mengetahui cara
pandang UU
Desa
 memahami
amanat UU Desa
untuk mengubah
kondisi/keterting
galan Desa
Dapat menyebutkan dan
mengemukakan:
 perspektif yang mendasari
UU Desa
 pengertian azas rekognisi
dan subsidiaritas
 keterkaitan azas dengan hak
asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa
 hakikat Desa sebagai
organisasi warga yang
berpemerintahan
 keleluasaan untuk mengatur
dan mengurus dirinya
2.2. UU Desa
sebagai Cara
Pandang dan
Sarana
Menuju
Keberdayaan
Desa
1. Penugasa
n
peroranga
n
2. Presentasi
3. Tanya
jawab
4. Penugasa
n
Kelompok
 Slide
 Lembar Kerja
Kelompok
 UU No.6/2014
90”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 11
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
sendiri
 keharusan mengelola Desa
secara demokratis dan
inklusif
 penyerahan hak Desa oleh
Negara (DD, ADD)
 Tri Matra Desa
3. Tata Kelola
Desa
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui
kelembagaan dalam
tata kelola Desa
Dapat menyebutkan dan
mengemukakan:
 Pemangku Kepentingan
dalam tata kelola Desa
 Pelaku dalam pemerintahan
Desa
 kelompok pelaku strategis
dalam masyarakat
 hubungan antar pelaku
kunci

3.1. Kelembagaan
dalam Tata
Kelola Desa

1. Penugasa
n
peroranga
n
2. Penugasa
n
Kelompok
3. Presentasi
 Lembar Kerja
Kelompok
 Slide Presentasi
60”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami fungsi
strategis Musyawarah
Desa sebagai basis
tata kelola dan
demokratisasi Desa
Dapat menjelaskan:
 hakikat Musyawarah Desa
 penyelenggara Musyawarah
Desa
 cakupan materi yang harus
dibahas dalam Musyawarah
Desa
 peserta Musyawarah Desa
3.2. Musyawarah
Desa sebagai
Basis Tata
Kelola dan
Penggerak
Demokratisasi
Desa

1. Penugasa
n
peroranga
n
2. Penugasa
n
Kelompok
Lembar Kerja Kelompok 60”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 12
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
 kedaulatan peserta
Musyawarah Desa
 pengambilan keputusan
dalam Musyawarah Desa
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui prinsip-
prinsip tata kelola
Desa
Dapat:
 menyebutkan prinsip-prinsip
tata kelola (partisipatif,
transparansi, dan
akuntabilitas)
 mengemukakan pengertian
prinsip-prinsip diatas
 menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-prinsip
diatas
3.3 Prinsip-Prinsip
Tata Kelola
Desa
1. Penugasa
n
peroranga
n
2. Diskusi
3. Presentasi
 Lembar Diskusi
 Slide Presentasi
60”
4. Pembangunan
Desa

Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui sistem
pembangunan Desa
Dapat:
 mengemukakan tujuan
pembangunan Desa
 menyebutkan pemangku
kepentingan pembangunan
Desa
 mengemukakan pengertian
pendekatan “Desa
Membangun”
 mengemukakan kaidah
pembangunan Desa (sesuai
prinsip tata kelola Desa,
4.1. Sistem
Pembangunan
Desa

1. Penugasan
perorangan
2. Curah
Pendapat
3. Penugasan
Kelompok
4. Presentasi

 Lembar Curah
Pendapat
 Lembar Kerja
Kelompok
 Slide Presentasi
90”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 13
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
mencakup semua aspek
kehidupan berdesa, prakarsa
dan keswadayaan warga,
inklusif)
 mengemukakan kaitan
pembangunan Desa dengan
keharusan mengurus dirinya
sendiri
 mengemukakan
pembangunan Desa sebagai
perwujudan kewenangan
lokal berskala Desa
 mengemukakan
pembangunan sebagai
proses yang sistematis
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta:
 mengetahui
pokok-pokok
perencanaan
pembangunan
Desa
 memberikan
respon terhadap
perwujudan
prinsip-prinsip
Dapat:
 mengemukakan pengertian
perencanaan pembangunan
Desa
 menyebutkan jenis dokumen
perencanaan pembangunan
Desa
 mengemukakan alur proses
dan tahapan kegiatan
penyusunan RPJM Desa
 mengemukakan alur proses
4.2. Perencanaan
Pembangunan
Desa

1. Penugasan
perorangan
2. Diskusi
3. Penugasan
Kelompok
4. Presentasi

 Lembar Diskusi
 Lembar Penugasan
Kelompok
 Slide
270

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 14
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
tata kelola
 menerapkan
pengetahuan
untuk
memfasilitasi
perbaikan
perencanaan
pembangunan
Desa
dan tahapan kegiatan
penyusunan RKP Desa
 mengemukakan pokok-
pokok materi/isi RKP Desa
 mengemukakan alur proses
dan tahapan kegiatan
penyusunan APB Desa
 mengemukakan struktur APB
Desa

Dapat menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-prinsip
(partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas) dalam alur proses
dan tahapan kegiatan
perencanaan pembangunan
Desa

Dapat:
 memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam Tim
Penyusun RPJM Desa
 memfasilitasi penyusunan
rencana kerja Tim Penyusun
RPJM Desa
 memfasilitasi pembaruan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 15
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
data dan sketsa desa
 memfasilitasi kajian potensi
dan masalah desa
 memfasilitasi penyusunan
Rancangan RKP Desa
 memfasilitasi penyusunan
belanja bidang pembinaan
kemasyarakatan
danpemberdayaan
 memfasilitasi perhitungan
alokasi Siltap dan
Operasional terkait dengan
pendapatan dari swadaya
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta:
 mengetahui
pokok-pokok
pengelolaan
keuangan Desa
 memberikan
respon terhadap
perwujudan
prinsip-prinsip
pengelolaan
keuangan Desa
 menggunakan
Dapat:
 mengemukakan pengertian
pengelolaan keuangan Desa
 mengemukakan alur proses
dan tahapan kegiatan
pengelolaan keuangan Desa
 mengemukakan ketentuan
pokok pengelolaan
keuangan Desa
 mengemukakan prinsip-
prinsip pengelolaan
keuangan Desa

4.3. Pengelolaan
Keuangan
Desa
1. Penugasan
perorangan
2. Curah
Pendapat
3. Penugasan
Kelompok
4. Presentasi

 Lembar Kerja
Perorangan
 Lembar Curah
Pendapat
 Lembar Kerja
Kelompok
 Slide
360

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 16
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
pengetahuanuntu
k memfasilitasi
perbaikan
pengelolaan
keuangan Desa
Dapat menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-prinsip
pengelolaan keuangan Desa
dalam tahapan kegiatan
pengelolaan keuangan Desa

Dapat:
 memfasilitasi penyusunan
RAB/RPD
 memfasilitasi pengajuan SPP
 memfasilitasi penyusunan
rencana kerja pelaksanaan
kegiatan
 memfasilitasi proses
pengadaan barang dan jasa
di Desa
 memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam
pembentukan pelaksana
kegiatan
 memfasilitasi pengerjaan
buku kas umum
 memfasilitasi penyusunan
laporan realisasi APB Desa
5. Pengembanga
n Ekonomi
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
Dapat:
 mengidentifikasi potensi
5.1. Arah dan
Orientasi
1. Penugasa
n
 Lembar Curah
Pendapat
45”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 17
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
Desa mengetahui arah dan
orientasi
pengembangan
ekonomi Desa
pengembangan ekonomi
desa
 menjelaskan peran Desa
dalam penguasaan aset-aset
strategis di Desa
 menjelaskan kepemilikan
kolektif atas kegiatan usaha
ekonomi Desa
Pengembanga
n Ekonomi
Desa

peroranga
n
2. Curah
Pendapa
3. Presentasi
 Slide Presentasi
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui fungsi
dan peran BUM Desa
sebagai penggerak
perekonomi Desa
Dapat menyebutkan fungsi dan
peran BUM Desa dalam
pengembangan ekonomi desa
5.2. BUM Desa
sebagai
Penggerak
perekonomi
Desa
1. Diskusi
2. Presentasi
 Lembar Diskusi
 Slide
45”
6. Penyusunan
Peraturan di
Desa
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui pokok-
pokok penyusunan
peraturan di Desa
Dapat:
 mengungkapkan fungsi
peraturan
 menyebutkan jenis
peraturan di Desa
 mengemukakan kaidah
penyusunan peraturan
 menyusun sistematika
peraturan
6.1. Pokok-Pokok
Penyusunan
Peraturan di
Desa

1. Penugasa
n
peroranga
n
2. Diskusi
3. Role Play
LembarDiskusi 60”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui strategi
Dapat:
 mencatat permasalahan
terkait materi peraturan
6.2. Strategi
Fasilitasi
Penyusunan
Diskusi LembarDiskusi 30”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 18
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
memfasilitasi
penyusunan
peraturan di Desa
yang disusun
 menentukan narasumber
yang terkait permasalahan
dimaksud
 menyampaikan
permasalahan dimaksud
kepada narasumber
 menyediakan
contoh/rujukan peraturan
yang sesuai
Peraturan di
Desa
7. Penguatan
Keberdayaan
Masyarakat
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami konsep
pemberdayaan
masyarakat
Dapatmenjelaskan:
 pemberdayaan sebagai
proses sosial-politik
 tahapan pemberdayaan
masyarakat
 pemberdayaan bertumpu
pada hak-hak masyarakat
 pemberdayaan untuk
meningkatkan posisi dan
daya tawar masyarakat
 pemberdayaan untuk
mewujudkan kemandirian
masyarakat
7.1. Pemberdayaa
n Masyarakat
Desa

1. Penugasa
n
peroranga
n
2. Diskusi
3. Presentasi
 Lembar Diskusi
Kelompok
 SlidePresentasi
45”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui strategi
Dapat:
 mengenali
kekurangan/kelemahan
7.2. Strategi
Penguatan
Kader
1. Diskusi
2. Role Play
Lembar Diskusi 90”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 19
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
penguatan Kader
Pemberdayaan
Masyarakat Desa
KPMD
 mengenali penyebab
kekurangan/kelemahan
dimaksud
 menentukan cara untuk
mengatasi
kekurangan/kelemahan
dimaksud

Dapat menggunakan
teknikkomunikasi inter personal

 Diskusi Kelompok Terarah
Pemberdayaa
n Masyarakat
Desa

Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui strategi
penguatan Lembaga
Kemasyarakatan Desa
Dapat:
 mengidentifikasi
kekurangan/kelemahan
Lembaga Kemasyarakatan
Desa
 menguraikan penyebab
kekurangan/kelemahan
dimaksud
 merumuskan cara untuk
mengatasikekurangan/kelem
ahan dimaksud

Dapat menggunakan teknik
7.3. Strategi
Penguatan
Lembaga
Kemasyarakat
an Desa
1. Diskusi
2. Role Play
LembarDiskusi 90”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 20
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
Diskusi Kelompok Terarah
8. Peningkatan
Kapasitas
Masyarakat
Melalui
Pelatihan
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui konsep
pelatihan masyarakat
Dapatmengemukakan:
 pengertian
pelatihanmasyarakat
 pendekatan pelatihan
masyarakat
 tujuan pelatihan masyarakat
 menyebutkan aspek-aspek
kompetensi
8.1 Konsep
Pelatihan
Masyarakat

1. Penugasa
n
peroranga
n
2. Curah
Pendapat
3. Presentasi
 Lembar Curah
Pendapat
 Slide Presentasi
45”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta dapat
menerapkan
keterampilan dasar
melatih untuk
memfasilitasi
pelatihan
Dapat mengemukakan jenis-
jenis keterampilan dasar yang
harus dimiliki untuk melatih
(komunikasi, mendengar,
mengapresiasi, dan
mengendalikan forum)

Mempraktikkan teknik:
 bertanya
 mendengar
 mengapresiasi
 mengendalikan forum
8.2. Keterampilan
Dasar Melatih
1. Diskusi
2. Praktik

 LembarDiskusi
 LembarPraktik
135

9. Pendampingan Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami konsep
pendampingan
Dapat menjelaskan:
 pengertian pendampingan
 tujuan pendampingan
 misi pendampingan
9.1. Konsep dan
Kebijakan
Pendampinga
n

1. Penugasa
n
peroranga
n
LembarDiskusiKelompo
k


45”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 21
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
masyarakat  tanggungjawab dan tugas
pendamping
 klasifikasi dan jenis
pendamping
 posisi PLD
2. Diskusi
Kelompok


Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
menerapkan
keterampilan fasilitasi
dalam pelaksanaan
kegiatan
pendampingan
Dapat mempraktikkan:
 teknik mengelola dinamika
kelompok
 teknik membangun
kesadaran kritis
 teknik merumuskan gagasan
bersama
9.2. Keterampilan
Pendamping

Praktik 225

Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami evaluasi
kinerja PLD
Dapat menjelaskan:
 pengertian kinerja
 ketentuan evaluasi kinerja
 mekanisme evaluasi kinerja
 aspek-aspek yang dievaluasi
 tindak lanjut hasil evaluasi
kinerja
9.3. Kinerja
Pendamping
1. Diskusi
2. Presentasi
 LembarDiskusi
 Slide
90”
9.4. Pelaporan dan
Sistem
Informasi
Pembangnan
Desa
1. Paparan
2. Diskusi
3. Presentasi
 Lembar Kerja
 PPT

10. Membangun Setelah mengikuti Dapat menjelasan: 10.1. Kerjasama 1. PenugasaLembar Diskusi 30”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 22
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
Tim Kerja di
Desa
sesi ini, peserta
memahami peta
pemangku
kepentingan di Desa
 pelaku kunci di Desa
 fungsi dan peran para
pelaku
 hubungan/relasi antar
pelaku
Tim di Desa n
peroranga
n
2. Diskusi
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami kerjasama
dan jejaring pelaku
Dapat menjelaskan:
 kondisi yang mendukung
terjalin kerjasama
 manfaat melakukan
kerjasama
 bentuk jejaring pelaku di
Desa
 pola kerja jaringan pelaku di
Desa
10.2. Membangun
Jejaring
Diskusi 15”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami strategi
membangun jejaring
Dapat:
 menentukan
masalah/kebutuhan yang
dihadapi
 menentukan pihak-pihak
yang terkait secara langsung
 mendorong para pihak
mencapai kesepakatan untuk
tindak lanjut terkait
masalah/kebutuhan yang
dihadapi
Simulasi 45”

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 23
No
.
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode Media JP
11. Rencana Kerja
Tindak Lanjut
(RKTL)
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
memahami rencana
kerja tindak lanjut
Dapat menjelaskan:
 fungsi RKTL
 kaidah penyusunan RKTL
 aspek-aspek pokok dalam
RKTL
11.1. Pokok-
Pokok RKTL
Diskusi Lembar Diskusi 30”
Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
menggunakan
pengetahuan untuk
menyusun RKTL
Dapat menyusun RKTL 11.2. Menyusun
RKTL
Penugasan
Perorangan
Lembar Kerja
Perorangan
60”
Evaluasi Setelah mengikuti
sesi ini, peserta
mengetahui
efektivitas
pelaksanaan
pelatihan
Dapat menilai:
1. kesesuaian bahan bacaan
pelatihan kapasitas Pelatih
2. efektivitas kerja
Penyelenggara
1. Evaluasi
Bahan bacaan
2. Evaluasi
Pelatih
3. Evaluasi
Reaksi
Penugasan
Perorangan
Lembar Evaluasi 30”

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |24
EVALUASI PELATIHAN
Dalam rangka memetakan berbagai perubahan mendasar sebelum dan sesudah
pelatihan, maka dikembangkan berbagai bentuk evaluasi. Bentuk evaluasi merupakan
opsional yang dapat dikembangkan oleh penyelenggara pelatihan, tim fasilitator,
pelatihan dan pihak ketiga. Adapun bentuk yang dikembangkan adalah:
- Pre dan Post test
Merupakan evaluasi tertulis untuk melihat sejauhmana peningkatan pengetahuan
peserta sebelum dan setelah pelatihan.
- Evaluasi pencapaian setiap sesi materi
Evaluasi ini dilakukan dengan metode yang sudah disusun dalam bahan bacaan
setiap SPB. Evaluasi ini untuk melihat sejuhmana indikator keberhasilan dalam
setiap SPB dapat tercapai di setiap akhir sesi atau SPB.
- Refleksi harian
Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik harian baik dari sisi
metodologi maupun dukungan penyelenggaraan dalam 1 hari, sehingga dapat
dijadikan dasar dalam perbaikan hari selanjutnya. Hasil refleksi dan umpan balik
harian ini akan sangat membantu bagaimana pelatihan dari ke hari akan lebih baik,
dari sisi proses dan outputnya.
- Evaluasi penyelenggaraan akhir pelatihan
Pada hari terakhir pelatihan, dikembangkan proses umpan balik dan evaluasi oleh
peserta. Evaluasi ini bertujuan untuk mengajak peserta menilai sejauhmana
pelatihan baik dari sisi metodologi proses, dukungan logistik, partisipasi peserta,
dan lain-lain, mampu meningkatkan kapasitas peserta. Evaluasi ini dapat
dikembangkan dengan alat partisipatif terbuka, maupun tertutup dengan
mengembangkan sejumlah daftar pertanyaan yang relevan.
- Evaluasi independen manajemen pelatihan secara keseluruhan
Jika ingin mengetahui seluruh rangkaian pelatihan sejak TNA, pengembangan paket
pelatihan, pelaksanaan pelatihan hingga pasca pelatihan, maka perlu dilakukan
evaluasi yang dilakukan oleh pihak independen secara professional. Evaluasi ini
akan sangat membantu bagaimana manajemen pelatihan selanjutnya akan lebih
professional.[]

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 25


PENDAHULUAN

Bahan bacaan pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa (PLD) ini merupakan bahan
pelatihan yang akan dijadikan sebagai bahan pembekalan sekaligus panduan bagi
Tenaga Ahli Kabupaten dan Pendamping Desa dalam mendorong implementasi UU
Desa melalui pelatihan yang akan mereka sampaikan kepada Pendamping Lokal Desa.
Diharapkan nantinya, melalui Bahan bacaan Pelatihan ini, PLD memiliki persepsi yang
benar mengenai UU Desa serta terbangun komitmennya untuk terlibat dalam proses
mendorong Desa dalam proses pembangunan.

Bahan bacaan ini dimaksudkan untuk memandu pelatih dalam memfasilitasi proses
pelatihan di tingkat kecamatan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan kondisi di
lapangan, bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami secara baik dan
benar substansi UU Desa berikut proses implementasinya. Dari hasil analisis kebutuhan
pelatihan menunjukkan bahwa kondisi pendamping desa menunjukkan tingkat
pemahaman yang berbeda tentang implementasi Undang-Undang Desa sesuai dengan
latar belakang, karakteristik wilayah, dan kondisi sosial yang ada.

Pengalaman menjalani proses pembangunan yang sentralistik semasa era Orde Baru
(Government Driven Development) yang kemudian berubah menjadi pembangunan
partisipatif yang mengedepankan masyarakat sebagai pelaku (Community Driven
Development) ternyata masih memiliki kelemahan di mana penguatan di masyarakat
tidak diiringi penguatan kepada pemerintah desanya. Padahal, sesuai dengan amanat
UU Desa, Desa merupakan subyek pembangunan, persis pada kondisi ini Desa sebagai
keseluruhan mencakup pemerintahan desanya serta masyarakat desa, seluruhnya. Desa
pada akhirnya merupakan perpaduan antara Local Self Government (LSG) serta Self
Governing Community (SGC) sekaligus.

Desa sebagai masyarakat yang berpemerintahan (LSG) menentukan pemerintahannya
sendiri (SGC), membutuhkan pendekatan yang holistik dan integral. Perpaduan konsep
antara LSG dan SGC membutuhkan pemahaman yang jernih bagi setiap pelaku
pemberdayaan, terutama sekali bagi siapa pun yang berkomitmen dengan desa. Untuk
itulah Bahan bacaan ini dibuat.

Maksud dan Tujuan

Bahan bacaan pelatihan ini dimaksudkan untuk:

1. Menyamakan persepsi dan konsep pendampingan desa berbasis pedekatan Desa
sebagai Subyek (Village Driven Development- VDD) seperti diamanatkan dalam UU
Desa;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 26
2. Mempersiapkan calon Pendamping Desa untuk bisa memfasilitasi proses pelatihan
tenaga Pendamping Lokal Desa yang memiliki komitmen dalam rangka mendorong
Desa untuk secara optimal mampu mengimplementasikan proses pembangunan
dengan semangat UU Desa;
Dengan sasaran pengguna tersebut, maka format bahan bacaan yang disiapkan
menjawab kebutuhan pengguna. Bahan bacaan Pelatihan : menjadi bahan bacaan
pegangan pelatih. Namun demikian, bahan bacaan ini juga bisa dipakai oleh siapa saja
yang memiliki kepedulian dan
semangat untuk mendukung Desa melalui implementasi UU Desa.

Bagaimana Bahan bacaan Pelatihan ini Disusun?

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian
Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendorong disusunnya Bahan
bacaan Pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa melalui :
a) Kajian Kebutuan : melalui evaluasi atas hasil pelatihan tahun sebelumya dan realitas
kebutuhan di lapangan atas dinamika yang terjadi dalam implementasi UU No. 6
Tahun 2014 tentang Desa.
b) Penyusunan Draft Bahan bacaan : Draft Bahan bacaan Pelatihan Pendamping Lokal
Desa disusun oleh Tim Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat, dilengkapi dengan Bahan Bacaan dan bahan tayang secara terpisah.
Bahan bacaan ini telah mengalami berbagai penyesuaian melalui proses penelaahan,
konsultasi dan masukan dari berbagai pihak terutama dari pelatih senior dan
pendamping desa yang ada di lapangan. Oleh karena itu bahan bacaan pelatihan ini
dapat diibaratkan sebagai buku berjalan yang memberikan peluang bagi pembaca atau
pengguna dalam memberikan warna dan penyesuaian sesuai dengan kaidah
pembelajaran dan kebutuhan.

Sistematika dan Isi Bahan bacaan

Bahan bacaan pelatihan ini dirancang menggunakan standar format yang menyertakan
pokok-pokok materi, panduan pelatih, lembar kerja dan lembar tayang (presentasi atau
beberan atau bahan paparan) yang bermanfaat bagi calon pelatih yang akan
menyampaikan materi pelatihan. Bahan bacaan pelatihan dikemas dalam bentuk
panduan bagi pelatih agar mudah digunakan dan memungkinkan dan penyesuaian
dengan kondisi lingkungan belajar peserta.

Bahan bacaan pelatihan ini terdiri dari 11 Pokok Bahasan utama dan 29 Sub Pokok
Bahasan yang membahas kerangka isi, proses belajar, media dan penilaian terkait
bagaimana visi UU Desa serta upaya-upaya implementasinya. Secara rinci struktur
materi bahan bacaan pelatihan ini dijelaskan sebagai berikut:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 27
Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
1. Bina Suasana dan Orientasi
Latihan
1.1. Perkenalan
1.2. Pengungkapan Harapan Peserta
1.3. Tujuan dan Proses latihan
1.4. Tata Tertib Latihan
2. Desa dan Visi Undang-
Undang Desa
2.1. Kondisi dan Dinamika Desa
2.2. UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana
Menuju Keberdayaan Desa
3. Tata Kelola Desa 3.1.Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa
3.2. Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan
Penggerak Demokratisasi Desa
3.3. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa
4. Pembangunan Desa

4.1. Sistem Pembangunan Desa
4.2.Perencanaan Pembangunan Desa
4.3. Pengelolaan Keuangan Desa
5. Pengembangan Ekonomi
Desa
5.1. Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi Desa
5.2. BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa
6. Penyusunan Peraturan di
Desa
6.1. Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa
6.2. Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa
7. Penguatan Keberdayaan
Masyarakat
7.1. Pemberdayaan Masyarakat Desa
7.2. Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa
7.3. Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakat-an
Desa
8. Peningkatan Kapasitas
Masyarakat Melalui
Pelatihan
8.1. Konsep Pelatihan Masyarakat
8.2. Keterampilan Dasar Melatih
9. Pendampingan 9.1. Konsep dan Kebijakan Pendampingan
9.2. Keterampilan Pendamping
9.3. Kinerja Pendamping
10. Membangun Tim Kerja di
Desa
10.1. Kerjasama Tim di Desa
10.3. membangun Jejaring
11. Rencana Kerja Tindak
Lanjut (RKTL)
11.1. Rangkuman Hasil Pelatihan
11.2. Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan
11.3. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 28
Catatan

1. Bahan bacaan Pelatihan Bukan Buku Ajar
Bahan bacaan ini disusun sebagai koridor pembelajaran semata-mata, dan Bahan
bacaan ini didukung oleh BahanBacaan serta Bahan Tayang juga kelengkapan lain
yang bisa digali oleh setiap pelatih sesuai dengankondisi setempat. Dan olah
karenanya, Bahan bacaan ini murni sebagai pemandu.Pengalaman dan kapabilitas
Pelatih (Pendamping Desa dan juga Pendamping Teknis Kabupaten)akan sangat
menentukan hasil dari desain bahan bacaan yang dikembangkan. Untuk itu, Bahan
bacaan ini tidakdibaca sebagai buku tersendiri, melainkan harus dilengkapi dengan
Bahan Bacaan yang disediakanserta bacaan dan pengalaman lain yang mendukung.

2. Kaidah Belajar Orang Dewasa
Bahan bacaan pelatihan ini disusun berdasarkan kaidah-kaidah pendidikan orang
dewasa, pelatih hendaknyatidak menggurui, melainkan sebagai fasilitator menjadi
pengarah atau pengolah proses belajardan mengakumulasikan secara partisipatif-
kreatif dari pengalaman yang telah dimiliki peserta. Sebagaisuatu pengalaman,
bahan bacaan ini diperlakukan layaknya sebagai panduan bukan ―kitab suci‖
yangtidak boleh dirubah.Sebagian bahasan dalam bahan bacaan pelatihan
merupakan refleksi pengalaman para pemangku kepentinganyang terlibat dalam
pendampingan desa. Penjelasan lebih diarahkan sebagai petunjuk praktisdan teknis
bagi pelatih yang akan menggunakannya untuk keperluan pelatihan. Manfaat yang
diharapkandari bahan bacaan ini, jika dipakai sebagai alat untuk menggali
pengalaman dan merefleksikannyadalam kehidupan nyata dalam berdesa.

3. Kreativitas dan Kondisi Lokal
Kreativitas pelatih/ fasilitator sangat menentukan dalam proses pengayaan serta
kualitas pelatihanyang dilaksanakan. Bahan bacaan pelatihan ini lebih efektif, jika
digunakan sepanjang tidak menyalahi aturanatau prinsip-prinsip dasar pendidikan
partisipatoris. Oleh karenanya, pelatih dapat :
a) Mengembangkan metodologi serta penggunaan media yang lebih bervariasi.
Namundemikian, tujuan dari Bahan bacaan ini harus tetap menjadi acuan dasar
pelatihan.
b) Menggunakan media sekreatif mungkin;
c) Sebanyak mungkin mengangkat persoalan-persoalan atau issue-isuue yang
terjadi dilokasi pelatihan;
d) Menggunakan pengalaman peserta sebagai picu pengayaan dan pendalaman
materiOleh karena itu, mendalami dan memahami alur bahan bacaan dari setiap
pokok bahasan menjadi syaratmutlak untuk lebih leluasa dalam pelatihan. Jangan
membatasi diri, kembangkan dan perkaya prosessecara kreatif serta memadukan
dengan pengalaman peserta.
4. Cara Menggunakan Bahan bacaan
Bahan bacaan pelatihan ini memberikan beberapa petunjuk berupa pilihan belajar
yang dapat digunakanoleh pelatih dalam memahami dan menyampaikan materi

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 29
pelatihan. Setiap pokok bahasan atausubpokok bahasan berisi tema-tema atau
aktivitas belajar yang disusun dengan menggunakanpendekatan induktif atau
deduktif secara bergantian atau bersamaan. Hal ini sangat tergantungkarakteristik
materi yang hendak disampaikan. Namun, demikian keselarasan, keterpaduan
dankemudahan penyajian menjadi pertimbangan dalam menggunakan bahan
bacaan pelatihan ini. Oleh karenaitu, pahami kurikulum dan struktur anataomi bahan
bacaan pelatihan dengan benar, kemudian hubungkandengan struktur materi atau
pokok bahasan yang disajikan, sehingga memudahkan mendalami substansimaupun
metodologinya. Jika terdapat hal-hal yang membutuhkan penyesuaian atau
pengayaan,pelatih dengan mudah dapat mengguna-kan variasi lain tanpa keluar
dari kerangka pokokdari bahan bacaan pelatihan ini.

Dalam setiap bagian atau pokok bahasan terdiri dari beberapa subpokok bahasan
atau bahan bacaan dengantopik yang beragam dan dapat dipelajari secara mandiri
sesuai dengan materi yang diperlukan.Masing-masing subpokok bahasan dalam
bahan bacaan ini menggambarkan urutan kegiatan pembelajarandan hal-hal pokok
yang perlu dipahami tentang materi yang dipelajari serta keterkaitannya
dengantopik lainnya.Dalam setiap subpokok bahasan dilengkapi dengan panduan
pelatih yang membantu dalam mengarahkanproses, media dan sumber belajar,
lembar kerja, lembar evaluasi dan lembar informasi ataubahan bacaan. Masing-
masing disusun secara kronologis yang agar memudahkan bagi penggunadengan
memberikan alternatif dalam memanfaatkan setiap subpokok bahasan secara luas
danfleksibel.
Setiap pokok bahasan dilengkapi dengan bahan bacaan pendukung yang dapat
dibagikan secaraterpisah dari panduan pelatihan agar dapat dibaca peserta sebelum
pelatihan di mulai. Pelatih jugadiperkenankan untuk menambah atau memperkaya
bahan bacaan untuk setiap subpokok bahasanberupa artikel, buku, juklak/juknis dan
kiat-kiat yang dianggap relevan.Disamping itu, pembaca di berikan alat bantu
telusur berupa catatan diberikan termasuk ikon-ikonyang akan memandu dalam
memahami karakteristik materi dan pola penyajian yang harus dilalukandalam
pelatihan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 30

PB
2
Bahan Bacaan

Desa dan Visi UU Desa






BB 2.2.2
KERANGKA PIKIR UUDESA

A. Gambaran Umum
Perspektif dimaknai sebagai sikap dan keyakinan terhadap acuan dasar berpikir yang
kemudian membentuk cara pandang seseorang dalam memahami sebuah isu.
Perspektif itu kemudian menuntun dan mengarahkan tindakan. Dengan demikian,
ketepatan tindakan, khususnya dalam konteks pemandirian Desa, pemberdayaan
masyarakat, ditentukan oleh ketepatan perspektif berpikir para pelakunya.

Perspektif tentang (misalnya) kemiskinan yang dianut seseorang, jelas akan
menunjukkan sikap dan arah tindakan yang bersangkutan dalam upaya
memberdayakan masyarakat. Penganut perspektif Ekonomis akan melihat kemiskinan
sebagai persoalan modal, teknologi produksi, pasar….’ Seorang Pemberdaya kemudian
menuntun masyarakat pada berbagai kegiatan untuk mengakses - meningkatkan
modal, keterampilan, bantuan mesin pengolah, dst. Sedangkan penganut perspektif
Hak, meyakini kemiskinan terjadi karena tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk
hidup secara layak. Perspektif itu kemudian menuntun pelaku memasuki wilayah
‘pemenuhuan kewajiban pemerintah’ hal itu mengantarkan pada persoalan/isu tentang
tugas Negara, dan hubungan antara Negara dengan warga negaranya.

B. Perspektif UU No. 6 Tahun 2014
Bagaimana mengetahui atau memahami kerangka pikir yang mendasari konstruksi
Undang-Undang Desa? kerangka pikir itu tentu tidak dinyatakan secara naratif atau
langsung dapat terbaca dari pasal-demi pasal yang tertera dalam Undang-Undang
Desa, tetapi akan terbaca apabila si pembaca memiliki wawasan/informasi yang
memadai tentang “aliran pemikiran” atau teori berkenaan dengan isu-isu tertentu
terkait berbagai aspek penting tentang desa, baik dari segi sejarah, budaya, sosiologis,
politik, pemerintahan, maupun hukum.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 31
Terdapat empat cara pandang terhadap keberadaan desa, sebagimana dipaparkan di
bawah ini:

Cara pandang 1: memandang desa hanya sebagai wilayah administratif, yang kemudian
melahirkan desa birokratis, dengan cirikhas: pemerintah desa lemah dan masyarakat
juga lemah. Cara pandang ini terjadi juga dalam praktik, terbukti banyak desa di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang tidak memiliki pemerintahan desa
yang kuat dan masyarakat yang kuat. Desa semacam ini tidak menghadirkan kepala
desa sebagai pemimpin lokal yang kuat, kecuali hanya sebagai pesuruh atau “mandor”
yang meenjalankan tugas-tugas administratif dari atas. Desa tidak memberikan
manfaat kepada warga secara hakiki, kecuali hanya mem berikan pelayanan
administratif. Demikian juga dengan kondisi masyarakat yang tidak memiliki inisiatif
dan swadaya yang kuat, kecuali hanya tergantung pada bantuan dari pemerintah.

Cara pandang 2: memandang desa sebagai kepanjangan tangan negara, atau disebut
sebagai desa korporatis. Desa semacam ini menampilkan pemerintah desa, khususnya
kepala desa, yang kuat dalam melayani warga dan mengontrol masyarakat,
sebagaimana diterapkan oleh Orde Baru dengan UU No. 5/1979. Masyarakat sipil tidak
tumbuh di desa, sehingga melahirkan kepala desa yang dominatif dan otokratis tanpa
kontrol dari masyarakat.

Bagan: Tipologi cara pandang terhadap desa


Cara pandang 3: memandang desa sebagai persekutuan masyarakat (self governing
community). Ada dua aliran dalam cara pandang ini. Pertama, aliran komunitarian klasik
yang memuja komunitas (masyarakat adat), sebuah komunitas yang sangat kuat
memiliki ikatan komunal dan kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya lokal sebagai
property rights mereka. Termasuk memiliki demokrasi komunitarian, yakni demokrasi
yang menolak kebebasan individu dan lebih mengutamakan kebaikan bersama. Kedua,
aliran libertarian, yang memadang desa tidak perlu memiliki pemerintah desa yang

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 32
kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan
Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi
titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan
hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan
aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu.

Cara pandang 4: memandang desa bukan sekadar kampung halaman, perkumpulan
komunitas, pemukiman penduduk atau wilayah administratif, tetapi sebagai entitas
seperti “Negara kecil”. Konsep “Negara Kecil” sengaja kami beri “tanda petik” karena
kami posisikan sebagai sebuah metafora yang bisa memudahkan pemahaman.

Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk (1886-1887) yang membuat
metafora desa sebagai “republik kecil”, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng
Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi
lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan
sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan,
lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat
sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa
makna penting:

1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis
pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini
merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau
negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial,
desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial,
jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu
bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi
politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga
dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi
arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan
warga.Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan
yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang
bermanfaat untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai
aset-aset ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung,
perikanan darat, kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk
sumber-sumber penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi
bukti-bukti tentang identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga:
desa cengkeh, desa kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa
ikan, desa kakao, desa mau, desa garam, dan lain-lain.
2. Desa sebagai negara kecil bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan
pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau
otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan asset-aset
lokal sebagai sumber penghidupan bersama.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 33
3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya
lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.
4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak
potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga,
termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.
5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan
kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama),
tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan
anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang
dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa
dan masyarakat setempat.
6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara),
tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.
7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya
yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan
sumberdaya lokal.
Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan
antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government),
dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang
berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum
(Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa).
Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan
segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya
dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan
masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan).

Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal
ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah
masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda.

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola
hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan
dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan
Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana
diwujudkan melalui Dana Desa.

Perspektif dan konstruksi yang demikian itu, diorientasikan untuk menguatkan
kapasitas Desa menuju Desa yang maju, mandiri, dan demokratis dengan bertumpu
pada nilai-nilai kegotongroyongan serta memulihkan kolektivisme/kebersamaan dan
kepemilikan kolektif atas asset strategis Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 34

C. Kebijakan Baru tentang Desa
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya,
menjadi sebuah titik awal harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan
kewenangan atas dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan
berdaulat secara politik sebagai fondasi demokrasi desa, serta berdaya secara ekonomi
dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan pembangunan
desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul kombinasi antara azas
rekognisi dan subsidiaritas sebagai azas utama yang menjadi jiwa dari undang-undang
ini.

Undang-Undang Desa yang didukung PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No. 60
tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN, telah memberikan pondasi dasar
terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa , terdapat 6 (enam)
kebijakan pokok yang mengatur tentang desa, yaitu:

1) Penambahan kewenangan desa yakni urusan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2) Kepastian sumber keuangan desa, yakni: alokasi dana desa yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota paling sedikit
10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
3) Memperkuat makna demokrasi desa berdasarkan nilai musyawarah untuk mufakat
dalam penetapan kebijakan desa, yakni merubah nomenklatur “Badan Perwakilan
Desa” menjadi “Badan Permusyawaratan Desa”.
4) Memperkuat kedudukan Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa agar
tercipta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan desa, yakni: (a) melarang
Kepala Desa menjadi pengurus partai politik, (b) memastikan kedudukan keuangan
kepala desa, dan (c) Kepala Desa bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota.
5) Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan administrasi pemerintahan
desa, Kepala Desa dibantu oleh Sekretariat Desa yang dipimpin Sekretaris Desa.
6) Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang
sudah ada dilakukan melalui Desa Persiapan.

D. Kewenangan Desa
Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom (otonomi asli) dijelaskan dalam
pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan
dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19
Kewenangan Desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan asal-usul; (b) kewenangan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 35
lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh
pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi:

1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang-
undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh
untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan
sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:

1) Sistem organisasi masyarakat desa;
2) Pembinaan kelembagaan masyarakat;
3) Pembinaan tanah kas Desa; dan
4) Pengembangan peran masyarakat desa.
Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas:

1) Pengelolaan tambatan perahu;
2) Pengelolaan pasar desa;
3) Pengelolaan tempat pemandian umum;
4) Pengelolaan jaringan irigasi;
5) Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa;
6) Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
7) Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan belajar;
8) Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan;
9) Pengelolaan embung desa;
10) Pengelolaan air minum berskala desa; dan
11) Pembuatan jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 36
Pelaksanaan kewenangan lokal berkonsekwensi terhadap masuknya program
pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 Undang-Undang Desa menegaskan, bahwa
pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala
Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf [a] dan [b] Undang-Undang Desa)
diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5):
“Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa” dan “Pelaksanaan
program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan dengan Pembangunan Desa”.

Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal.

Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang
diserahkan pengaturannya kepada Desa akan berimplikasi sebagai berikut:

(1) Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1) pergeseran
kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2)
peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
(2) Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran
anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2)
adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa
dalam skala desa.
(3) Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek
budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup
kewenangan yang diserahkan.
(4) Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai
kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan
(Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa)
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih
maksimal.
(5) Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan
semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan
program pemerintah.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 37
PB
2
Bahan Bacaan

Desa dan Visi UU Desa






BB 2.2.3

MATRA PEMBANGUNAN DESA

Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan
menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan
kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan
sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra.
Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk
mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa
sehingga mereka menjadi subyekberdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua,
Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan
berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan
partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa).
Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan
komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

1) Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)

Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak
kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan
kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah
yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang
ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta
ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus
dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera.
Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar
hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap
kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informa si. Sehingga
kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra
Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu
mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 38
kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta
pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan
stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun
pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan
balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan
budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,
peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya
harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol
jalannya kegiatan ekonomi dan politik.

2) Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).
Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan
suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung
Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian
kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi
desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa
melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi
sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan
energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi
desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan
penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong
kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui
sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang
berkeadilan.

Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa
mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal
ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif
berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat
Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini,
organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk
menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas,
pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi,
Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau
yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini
haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha
perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan
BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 39
secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu
mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.

Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang
memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber
daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses
penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah
dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan
bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya
pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,
rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi
sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan
memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi
eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:
terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta
berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang
inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi
tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia
lokal.

3) Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)
Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja
budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan
kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang
tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang
meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi,
budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih
dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan
pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat
kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan
secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan
pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk
ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan
kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma
dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku
ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan
mensejahterahkan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 40

Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas
memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan
kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan
(metode) ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan
menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan
kesejahteraan Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 41
PB
3
Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa






Bahan Bacaan 1

MUSYAWARAH DESA

PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA

Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang
berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain
dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal
dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata
Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian
musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau
lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan
keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara
pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.

Di bawah ini dirangkum beberapa pengertian musyawarah dari berbagai pandangan
ahli dan literatur, diantaranya:

1. Musyawarah adalah suatu upaya bersama dengansikap rendah hati untuk
memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan
bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut
urusan keduniawian.
2. Musyawarah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang
untuk membahas suatu masalah dengan tujuan agar mendapatkan solusi.
Musyawarah merupakan sebuah sistem pengambilan keputusan yang
melibatkan dua orang atau lebih dengan menyajikan kepentingankepentingan
sehingga dapat tercipta suatu keputusan yang disepakati bersama.
3. Musyawarah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memecahkan
suatu masalah atau persoalan atau dengan kata lain sebuah upaya untuk
mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam menyelesaikan
suatu masalah yang melibatkan dua orang atau lebih.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 42
4. Musyawarah adalah pembahasan untuk menyatukan pendapat dalam
penyelesaian suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
5. Musyawarah merupakan membicarakan dan menyelesaikan bersama suatu
persoalan dan maksud untuk mencapai kata mufakat atau kesepakatan.
Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil
keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa
sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan
Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.
Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian
integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.

DASAR PEMIKIRAN MUS YAWARAH DESA

Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis
desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia.
Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di
tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa.
Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi
dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan
memperkecil munculnya konflik di masyarakat.

Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat seperti
Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok,
Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi musyawarah masa lalu
cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan
lainnya. Dasar pemikiran perlunya sebuah musyawarah desa, diantaranya:

(1) Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa bangsa
Indonesia mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan dal am
permusyawaratan/ perwakilan;
(2) Pengambilan keputusan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama;
(3) Cara mengemukakan pendapat harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani,
serta selalu mengutamakan persatuan dan kekeluargaan;
(4) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan;
(5) Keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan secara jujur dan
bertanggung jawab oleh semua pemangku kepentingan.
TUJUAN MUSWARAH DESA

Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam
pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat u ntuk

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 43
melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut pandang. Melalui
musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan persepsi
seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan musyawarah akan lebih berbobot
karena di dalamnya terdapat pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta.
Musyawarah desa dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehingga
keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta
dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self
governing community (SGC) direpresentasikan oleh Musyawarah Desa.

PRINSIP-PRINSIP MUSWARAH DESA

Partisipatif.Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan
dan pengambilan keputusan strategis Desa. Partisipasi dilaksanakan tanpa memandang
perbedaan gender (laki-laki/perempuan), tingkat ekonomi (miskin/kaya), status sosial
(tokoh/orang biasa), dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi
tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang sangat teknis. Dalam Pasal 3 ayat (3) huruf
e Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2015, diatur bahwa setip unsur masyarakat berhak
“menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan
selama berlangsungnya musyawarah Desa” (Pasal 3 ayat (3) huruf e Permendesa PDTT
No. 2 tahun 2015).

Demokratis.Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan
keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan
kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait
pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa. Musyawarah desa merupakan
representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di
desa. Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan
sosial yang lebih harmonis.

Transparan.Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung
demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa
yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip
transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, kemudahan
dalam mengakses informasi, memberikan informasi secara benar dan baik dalam hal
materi permusyawaratan.

Akuntabel.Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus
dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau
pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat,
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya mendapatkan
informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat strategis, pengawasan dan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 44
perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong
swadaya gotong-royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah
Desa. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses
berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah.
Secara ringkas dapat digambarkan pada bagan berikut:

a. Karakteristik Musyawarah Desa

Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu: Pertama, Musyawarah
Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif. Artinya seluruh elemen desa merupakan
asosiasi yang berdasar pada asas kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong.
Mereka membangun aksi kolektif untuk kepentingan desa. Kekuatan asosiatif ini
juga bisa hadir sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan
modal. Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau demokrasi
untuk semua. Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama, suku, aliran,
golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam pembahasan hal-hal
startegis di desa.

Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif. Artinya
Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi, diskusi atau
musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama. Keempat, Musyawarah
Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif. Artinya Musyawarah Desa dapat
menyeimbangkan kedudukan desa dari intervensi negara, modal atau pihak lain
yang merugikan desa dan masyarakat.

b. Manfaat Musyawarah Desa

Berikut diuraikan beberapa manfaat musyawarah desa, diantaranya:

1. Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide)
Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam
memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti
musyawarah, seseorang diberikan ruang untuk melatih mengutarakan pendapat
yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jalan
keluar.

2. Masalah dapat segera terpecahkan
Musyawarah merupakan cara yang umum digunakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi. Melalui musyawarah diperoleh beberapa alternatif dalam
menyelesai-kan suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama.
Pendapat yang berbeda dari orang lain mungkin akan lebih baik dari pendapat kita
sendiri. Oleh karena itu. sangat penting untuk mengadakan dengar pendapat
dengan orang lain.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 45
3. Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan
Musyawarah Desa merupakan proses dengar pendapat yang nantinya keputusan
yang diambil adalah merupakan kesepakatan bersama antar sesama peserta.
Kesepakatan yang diambil tentunya tidak mengandung unsur paksaan di
dalamnya. Sehingga semua peserta dapat melaksanakan hasil keputusan tersebut
dengan penuh tanggung jawab dan tanpa ada unsur pemaksaan.

4. Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak
Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan
salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang
diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan
penuh keikhlasan.

5. Dapat menyatukan pendapat yang berbeda
Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang
berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan
bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat
tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya,
sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang
berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk
menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tent unya menyangkut
kepentingan bersama.

6. Adanya kebersamaan
Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter
yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat
hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta.

7. Dapat mengambil kesimpulan yang benar
Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan
seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja.
Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil
keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya.

8. Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan
Melalui mekanisme Musyawarah Desa yang benar dapat menemukan kebenaran
atas pangkal masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Seluruh elemen
masyarakat yang hadir bisa mendengarkan berbagai penjelasan dari peserta
lainnya, yang nantinya akan menghindarkan dari berprasangka atau menduga-
duga.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 46
9. Menghindari celaan
Dengan penyelenggaraan Musyawarah Desa, tentunya setia p pemangku
kepentingan akan terhindar dari berbagai macam anggapan dan celaan orang lain.

10. Menciptakan stabilitas emosi
Secara psikologis Musyawarah Desa dapat memberikan bantuan mempermudah
pengendalian diri bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta menemukan
pendapat yang berbeda dari berbagai pihak. Dengan demikian melatih masyarakat
untuk mampu menahan emosi dengan menghargai setiap pendapat yang telah
disampaikan peserta. Pertemuan atau musyawarah dapat membangun stabilitas
emosi yang baik antar sesama komponen masyarakat.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 47
PB
3
Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa





Bahan Bacaan 2

TATA TERTIB MUSYAWARAH DESA

Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 80 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Desa dan DTT No 2
Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa. Dalam peraturan ini diatur mekanisme Musyawarah Desa
yang akan memandu seluruh pemangku kepentingan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi melalui musyawarah dan kesepakatan bersama. Beberapa
unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah Desa, yaitu peserta,
undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai berikut:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 48



Pimpinan Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa. Berikut
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan Musayawarah:

(1) Pimpinan Musyawarah Desa hanya berbicara selaku pimpinan musyawarah
untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk
persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok
persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan peserta musyawarah;
(2) Jika Pimpinan Musyawarah Desa hendak berbicara selaku peserta musyawarah,
untuk sementara pimpinan musyawarah diserahkan kepada wakil ketua atau
anggota Badan Permusyawaratan Desa;
(3) Pimpinan yang hendak berbicara selaku peserta Musyawarah Desa disarankan
untuk berpindah dari tempat pimpinan ke tempat peserta musyawarah;
(4) Pimpinan Musyawarah Desa dapat memperpanjang dan menentukan lamanya
perpanjangan waktu peserta yang berbicara;
(5) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan dan meminta peserta yang
berbicara untuk mengakhiri pembicaraan apabila melampaui batas waktu yang
telah ditentukan;
(6) Pimpinan Musyawarah Desa tidak dapat memberikan kesempatan kepada
peserta musyawarah yang melakukan interupsi untuk meminta penjelasan
tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai hal stratgeis yang sedang
dibicarakan;
(7) Peserta musyawarah yang sependapat dan/atau berkeberatan dengan
pendapat pembicara yang sedang menyampaikan aspirasinya dapat
mengajukan setelah diberi kesempatan oleh pimpinan Musyawarah Desa.
(8) Pimpinan Musyawarah Desa harus memberikan kesempatan berbicara kepada
pihak yang sependapat maupun pihak yang berkeberatan;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 49
(9) Peserta Musyawarah Desa tidak boleh diganggu selama berbicara
menyampaikan aspirasi.

Pendamping Desa

Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari
satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak
ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.

Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan
sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:

(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;
(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah
menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat
berakibat pada tindakan melawan hukum.

Undangan, Peninjau dan Wartawan

Undangan Musyawarah Desa terdiri dari:

(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan
tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.
Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan
Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan
Musyawarah Desa. Undangan disediakan tempat tersendiri. Undangan harus menaati
tata tertib Musyawarah Desa.

Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan sebagai peninjau Musyawarah Desa, diantaranya:

(1) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak
boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan;
(2) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa
melalui panitia Musyawarah Desa;
(3) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam
Musyawarah Desa;
(4) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 50
(5) Wartawan menempati tempat yang disediakan. Peninjau dan wartawan harus
menaati tata tertib Musyawarah Desa.

Pengaturan Pembicaraan

Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok
pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis. Apabila peserta menurut pendapat
pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari pokok pembicaraan, kepada yang
bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya
pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.

(1) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan pembicara yang menggunakan
kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban
acara musyawarah, atau menganjurkan peserta lain untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
(2) Pimpinan Musyawarah Desa meminta agar yang bersangkutan menghentikan
perbuatan dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik
kembali kata yang tidak layak dan menghentikan perbuatannya.
(3) Dalam hal pembicara memenuhi permintaan pimpinan Musyawarah Desa, kata
yang tidak layak dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam
risalah atau catatan Musyawarah Desa. Dalam hal pembicara tidak memenuhi,
pimpinan Musyawarah Desa melarang pembicara meneruskan pembicaraan
dan perbuatannya.
(4) Dalam hal larangan masih juga tidak diindahkan oleh pembicara, pimpinan
Musyawarah Desa meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan
Musyawarah Desa. Bila tidak mengindahkan permintaan, pembicara tersebut
dikeluarkan dengan paksa dari ruang Musyawarah Desa atas perintah
pimpinan Musyawarah Desa.

Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap
dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat
meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak
diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas
perintah pimpinan Musyawarah Desa.

Menutup dan Menunda Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila
terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah.
Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat)
jam.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 51

(1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa
apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin
dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta Musyawarah
Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum
(2) Dalam hal kejadian luar biasa, Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup
atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung dengan
meminta persetujuan dari peserta Musyawarah Desa;
(3) Lama penundaan Musyawarah Desa, tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh
empat) jam.

Risalah, Catatan dan Laporan Singkat

Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan
singkat Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk
dibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah
Desa selesai. Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui
media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa.
Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh
jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam pembahasan serta dilengkapi dengan
catatan tentang:

(1) Hal-hal strategis yang dibahas;
(2) Hari dan tanggal musyawarah desa;
(3) Tempat musyawarah desa;
(4) Acara musyawarah desa;
(5) Waktu pembukaan dan penutupan musyawarah desa;
(6) Pimpinan dan sekretaris musyawarah desa;
(7) Jumlah dan nama peserta musyawarah desa yang menandatangani daftar
hadir; dan
(8) Undangan yang hadir.
Catatan (notulensi) adalah catatan yang memuat pokok pembicaraan, kesimpulan,
dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Desa serta dilengkapi dengan
risalah musyawarah.

Laporan singkat memuat kesimpulan dan/atau keputusan Musyawarah Desa. Sekretaris
Musyawarah Desa dengan dibantu tim perumus menyusun catatan (notulensi). Laporan
singkat yang ditandangani pimpinan atau sekretaris atas nama pimpinan Musyawarah
Desa yang bersangkutan. Tim perumus berasal dari peserta Musyawarah Desa yang
dipilih dan disepakati dalam Musyawarah Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 52
Penutupan Acara Musyawarah Desa

Pimpinan Musyawarah Desa menutup rangkaian acara Musyawarah Desa. Penutupan
dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih dahulu dilakukan penyampaian
catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah
Desa menyampaikan catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.
Apabila seluruh peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam Musyawarah
Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat, catatan sementara diubah
menjadi catatan tetap dan laporan singkat ditetapkan sebagai hasil Musyawarah Desa.
Catatan tetap dan laporan singkat ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa,
sekretaris Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta Musyawarah
Desa. Selanjutnya jika sudah dicapai keputusan Musyawarah Desa, pimpinan
Musyawarah Desa menutup secara resmi acara Musyawarah Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 53
PB
3
Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa






Bahan Bacaan 3


MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN MUSYAWARAH DESA

Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan keputusan dalam Musyawarah
Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara
pengambilan keputusan tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak.

a. Keputusan Berdasarkan Mufakat
Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah peserta yang hadir
diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan, pendapat dan saran, kemudian
dipandang cukup untuk diterima oleh seluruh peserta musyawarah. Gagasan, pendapat
dan pemikiran tersebut memberikan sumbangan berarti dalam merumuskan
kesepakatan yang bersifat strategis yang sedang dimusyawarahkan. Untuk dapat
mengambil keputusan, pimpinan Musyawarah Desa berhak untuk menyiapkan
rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam Musyawarah Desa.
Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah Desa
yang dihadiri oleh peserta sejumlah 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan
sebagai peserta Musyawarah Desa dan/atau disetujui oleh semua peserta yang
hadir.Keputusan berdasarkan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sah
apabila ditetapkan penyelenggaraan Musyawarah Desa setelah dilakukan penundaan,
dan disetujui oleh semua peserta yang hadir.

b. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak
Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan
mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian peserta Musyawarah
Desa yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendirian peserta Musyawarah Desa
yang lain. Pengambilan suara terbanyak dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
(1) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dilakukan secara terbuka atau
secara rahasia; (2) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak apabila

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 54
menyangkut kebijakan; (3) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara
rahasia dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang ditentukan dalam
Musyawarah Desa.

c. Pemungutan Suara
Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah
Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta
yang hadir. Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara,
diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.

Pemungutan suara secara berjenjang, dilakukan untuk memperoleh 2 (dua) pilihan
berdasarkan peringkat jumlah perolehan suara terbanyak. (1) Pemberian suara secara
terbuka untuk menyatakan setuju, menolak, atau tidak menyatakan pilihan (abstain)
dilakukan oleh peserta Musyawarah Desa yang hadir dengan cara lisan, mengangkat
tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh peserta Musyawarah
Desa; (2) Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung tiap-tiap
peserta Musyawarah Desa; (3) Peserta Musyawarah Desa yang meninggalkan acara
dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan; (4) Dalam hal hasil
pemungutan suara tidak memenuhi, dilakukan pemungutan suara ulangan yang
pelaksanaannya ditangguhkan sampai Musyawarah Desa berikutnya dengan tenggang
waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam; (5) Dalam hal hasil pemungutan suara
ulangan ternyata tidak juga memenuhi ketentuan, pemungutan suara menjadi batal.
Pemberian suara secara rahasia dilakukan dengan tertulis, tanpa mencantumkan nama,
tanda tangan pemberi suara, atau tanda lain yang dapat m enghilangkan sifat
kerahasiaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan suara secara rahasia, yaitu:
(1) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap
menjamin sifat kerahasiaan. (2) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi
ketentuan, pemungutan suara diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga. (3)
Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, tidak juga memenuhi ketentuan,
pemungutan suara secara rahasia.

d. Berita Acara Penetapan Keputusan
Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah untuk mencapai
mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak
yang terkait dalam pengambilan keputusan. Hasil keputusan Musyawarah Desa
dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Badan
Permusyawaratan Desa, Kepala Desa dan salah seorang perwakilan peserta
Musyawarah Desa. Berita acara dilampiri catatan tetap dan laporan singkat. Apabila
dalam pembuatan berita acara kesepakatan Ketua Badan Permusyawaratan Desa
berhalangan hadir, maka sebagai pimpinan Musyawarah Desa yang menandatangi
Berita Acara. Demikian halnya, jika Kepala Desa berhalangan hadir dalam Musyawarah

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 55
Desa, Berita Acara ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara
tertulis oleh Kepala Desa.

e. Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa
Setelah Berita Acara dan keputusan ditetapkan, langkah selanjutnya menindaklanjti
hasil keputusan sebagau bentuk komitmen bersama atas kesepakatan yang dibuat.
Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan
hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah
Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. Kebijakan Pemerintah Desa
disusun berupa Peraturan Desa yang disusun oleh Kepala Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa harus menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat desa dalam rangka memastikan keputusan hasil
Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa. Dimana, kedua
kelembagaan berwenang dalam menyusun Peraturan Desa dan harus memastikan
keputusan hasil Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa.

Mekanisme penyusunan Peraturan Desa diuraikan sebagai berikut: (1) Rancangan
peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa, dan badan Permusyawaratan Desa
dapat mengusulkan rancangan peraturan Desa kepada pemerintah desa; (2) Rancangan
peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa untuk mendapatkan
masukan; (3) Rancangan peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas
dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa; (4) Rancangan peraturan Desa
yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan
Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan; (5) Rancangan peraturan Desa wajib
ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15
(lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan
Badan Permusyawaratan Desa; (6) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Desa
dan berita Desa oleh sekretaris Desa; (7) Peraturan Desa yang telah diundangkan
disampaikan kepada bupati/walikota sebagai bahan pembinaan dan pengawasan
paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah diundangkan; (8) Peraturan Desa wajib
disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

f. Penyelesaian Perselisihan
Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau kesepakatan
para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau musyawarah secara intensif.
Demikian halnya dalam Musyawarah Desa apabila terjadi perselisihan, maka perlu
ditemukan jalan keluarnya dengan mengedepankan nilai -nilai atau semangat
kebersamaan dan kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan di desa sebagai dampak
dari adanya ketidaksepakatan antarpeserta Musyawarah Desa, penyelesaiannya
difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. Penyelesaian perselisihan
bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak
dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 56
PB
3
Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa






Bahan Bacaan 4

PANDUAN NOTULENSI MUSYAWARAH DESA

Pengertian

Dalam setiap Musyawarah Desa pimpinan harus membuat notulen hasil pembahasan
untuk dicatat dan didokumentasikan mencatat dan mendokumentasikan setiap ide,
gagasan, peristiwa dan catatan yang berkembang dalam pembahasan masalah.
Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan dalam
Musyawarah Desa serta hal yang dibicarakan dan diputuskan. Seseorang yang ditunjuk
untuk menjadi penulis risalah disebut notulis. Notulen musyawarah secara sederhana
diartikan sebagai laporan atau pencatatan secara kata demi kata seluruh pembicaraan
dalam musyawarah, tanpa menghilangkan atau menambahkan kata lain (kata dari
notulis).

Fungsi Notulen

Fungsi notulen dalam Musyawarah Desa, yaitu: (1) Dokumen dan alat bukti; (2) Sumber
informasi untuk peserta yang tidak hadir; (3) Pedoman untuk musyawarah berikutnya;
(4) Alat pengingat untuk peserta musyawarah; (5) Alat untuk pertemuan semu.

Karakteristik Notulen

Notulen Musaywarah Desa yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut: (1) Lengkap berisi semua informasi walaupun dalam penulisannya ringkas, tidak
bertele-tele: (2) Bahasa notulen mudah dipahami peserta musyawarah; (3) Setiap
pembicaraan ditulis secara terperinci dan satu sama lain saling terkait; (4) Dapat
membantu pimpinan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan; (5) Dapat dijadikan
alat bukti, bila terjadi sesuatu permasalahan atau sebagai alat bukti di pengadilan dan
lain-lain; (6) Dapat membantu mengingatkan kembali bagi pemangku kepentingan
terkait bila memerlukan lagi notulen tersebut.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 57
Persyaratan dan Kompetensi Notulis

Menjadi seorang notulis yang handal diperlukan beberapa keahlian yang harus dimiliki,
yaitu: (1) Mendengarkan dan menulis; (2) Memilah dan memilih hal yang penting dan
yang tidak penting; (3) Konsentrasi yang tinggi; (4) Menulis cepat/stenografi/shorthand;
(5) Bersikap objektif dan jujur; (6) Menguasai bahasa teknis atau baku; (7) Menguasai
materi pembahasan; (8) Mengetahui dan memenuhi kebutuhan pembaca notulen; (9)
Mengemukakan hasil mendengarkan dengan cepat, ringkas, dan tepat; (10) Menguasai
metode pencatatan secara sistematis; (11) Menguasai metode pengolahan data; (12)
Menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan musyawarah; dan (13) Menyimpulkan
hasil musyawarah.

Kewenangan Notulis

Seorang notulis dalam Musyawarah Desa memiliki hak dan kewajiban yang melekat
dalam tugasnya agar menghasilkan catatan atau resume hasil musyawarah yang utuh
dan baik. Berikut ini diuraikan beberapa keistimewaan yang harus diperoleh notulis.
yaitu: (1) Notulis diberi informasi terkait latar belakang, tujuan musyawarah, pokok
masalah dan jenis musyawarah sebelum dilaksanakan. Notulis harus mengetahui
susunan acara termasuk pokok masalah atau materi yang akan dibahas oleh peserta
agar dapat dipelajari sehingga memudahkan dalam menyusun notulen; (2) Notulis
diberi dokumen atau makalah yang dibagikan kepada peserta musyawarah yang lain
pada saat pelaksanaan musyawarah; (3) Notulis diperbolehkan untuk meminta agar
peserta musyawarah menjelaskan atau menyempurnakan kesimpulan yang
dikemukakan notulis; (4) Notulis mempunyai kesem patan untuk mengajukan
pertanyaan pada saat musyawarah berlangsung; (5) Setiap sesi berakhir notulis
mempunyai hak untuk memperoleh rangkuman dan kesimpulan musyawarah; (6) Agar
dapat menyempurnakan notulennya, notulis berhak berbicara pada setiap sesi
pembahasan; (7) Notulis duduk di sebelah pemimpin musyawarah, agar mudah
berkomunikasi dan memperoleh informasi secara maksimal. Pemimpin musyawarah
dapat menyampaikan bahasa isyarat. petunjuk. bisikan atau surat kecil; (8) Apabila
musyawarah berlangsung terlalu lama, maka perlu disiapkan beberapa orang untuk
menjadi notulis. Setiap acara berlangsung dua jam. Notulis digantikan dengan yang
orang lain karena pekerjaan notulis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan
melelahkan. Bahkan dalam musyawarah yang besar notulis diganti setiap setengah jam;
(9) Ketika menyusun notulen, seorang notulis tidak boleh mengerjakan hal lain karena
memerlukan konsentrasi yang penuh; (10) Jika musyawarah membutuhkan waktu
pengkajian yang lebih lama dan berlangsung alot serta rumit, maka notulis berhak
memperoleh keleluasaan untuk menyusun notulen akhir. Perbandingan waktu antara
mengolah data dengan lamanya musyawarah yaitu 3:1. Artinya musyawarah
berlangsung selama 1 jam, maka setelah musyawarah waktu yang dibutuhkan notulis
untuk mengolah data hasil musyawarah ialah selama 3 jam.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 58
Garis-Garis Besar Notulensi Musyawarah

Isi notulen. Notulen hasil musyawarah yang baik adalah yang ringkas tetapi lengkap
serta jelas. Notulen yang lengkap berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Nama badan atau
lembaga yang menyelenggarakan Musyawarah Desa; (2) Sifat musyawarah (rutin, biasa,
luar biasa, tahunan, rahasia dan lain-lain); (3) Hari dan tanggal diselenggarakan
Musyawatah Desa; (4) Tempat musyawarah; (5) Waktu mulai dan berakhirnya (kalau
tidak pasti ditulis sampai dengan selesai); (6) Nama dan jabatan pimpinan musyawarah;
(7) Daftar hadir peserta; (8) Koreksi dan perbaikan Musyawarah Desa yang terdahulu;
(9) Catatan semua persoalan yang belum ada keputusan; (10) Usul-usul atau perbaikan;
(11) Tanggal atau bulan kapan akan diadakan musyawarah kembali; (12) Penundaan
musyawarah dan tanggal penundaan (bila perlu); (13) Tanda tangan notulis dan
pimpinan musyawarah.

Susunan Notulen Musyawarah Desa

Notulen harus disusun secara berurutan sesuai dengan topik dan subtopik pembahasan
agar tidak mudah bagi pembaca untuk mempelajari dan merangkai peristiwa. Berikut
ini diuraikan susunan notulen musyawarah: (1) Nomor pertemuan (musyawarah) dan
jenis musyawarah perlu disebutkan; (2) Jam dimulai pertemuan harus disebutkan
demikian waktu berakhirnya, Apabila belum pasti selesainya, maka ditulis mulai pukul
8.00 sampai selesai; (3) Daftar hadir semua ditandatangani oleh peserta dan harus
dilampirkan pada notulen; (4) Meskipun notulen ditulis secara ringkas, tetapi setiap
pembicaraan harus disebutkan namanya; (5) Nama pendukung, terutama yang tidak
disetujui jangan dituliskan, lebih baik ditulis; (6) Setelah musyawarah selesai notulis
mengoreksi kembali setiap catatan penting dan menyalin kembali atau di ketik dan
disimpan dalam penyimpanan, dan ditandatangani oleh notulis serta Ketua; (7) Bila
perlu digandakan untuk dibagikan pada yang tidak hadir pada waktu musyawarah, atau
dibagikan pada waktu musyawarah berikutnya.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 59

PB
4
Bahan Bacaan

Pembangunan Desa





Bahan Bacaan 1


RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA

Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa
disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP
Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutser takan masyarakat Desa,
dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
1) penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
2) pembentukan tim penyusun RKP Desa;
3) pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke
Desa;
4) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
5) penyusunan rancangan RKP Desa;
6) penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
7) penetapan RKP Desa;
8) perubahan RKP Desa; dan
9) pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan
sebagai berikut:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 60
1) mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
2) menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
3) membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang
dibutuhkan.
Tim Penyusun
Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
1) kepala Desa selaku pembina;
2) sekretaris Desa selaku ketua;
3) ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
4) anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,
kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.
Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
1) pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke
desa;
2) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
3) penyusunan rancangan RKP Desa; dan
4) penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.
Keterangan masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut:
a. Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan Pr ogram/Kegiatan
Masuk ke Desa.
Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota tentang: pagu
indikatif Desa; dan rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa.Data dan
informasi diterima kepala Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap
tahun berjalan.
Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa yang meliputi:
 rencana dana Desa yang bersumber dari APBN;
 rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
 rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
dan
 rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.
b. Pencermatan Ulang RPJM Desa
Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan
pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 61
tercantum dalam dokumen RPJM Desa.Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim
penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.
c. Penyusunan Rancangan RKP Desa
Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:
a. hasil kesepakatan musyawarah Desa;
b. pagu indikatif Desa;
c. pendapatan asli Desa;
d. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota;
e. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;
f. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
g. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan
h. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.
Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri
rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana
Anggaran Biaya untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para
kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim
verifikasi.
Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan
prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP
Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim
penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara
tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan
RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita acara disampaikan oleh tim
penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.
Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelengga raan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.Rancangan RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang
didanai:
a. pagu indikatif Desa;
b. pendapatan asli Desa;
c. swadaya masyarakat Desa;
d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah
daerah kabupaten/kota.
d. Perubahan RKP Desa
RKP Desa dapat diubah dalam hal:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 62
a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa
yang diadakan secara khusus untuk kepentingan pembahasan dan penyepakatan
perubahan RKP Desa. Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan
Desa disesuaikan dengan terjadinya peristiwa khusus dan/atau terjadinya
perubahan mendasar.
Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa ditetapkan
dengan peraturan Desa tentang RKP Desa perubahan sebagai dasar dalam
penyusunan perubahan APB Desa.
e. Pengajuan Daftar Usulan RKP Desa
Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa kepada bupati/walikota melalui
camat. Penyampaian daftar usulan RKP Desa aling lambat 31 Desember tahun
berjalan. Daftar usulan RKP Desa menjadi materi pembahasan di dalam musyawarah
perencanaan pembangunan kecamatan dan kabupaten/kota.
Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah Desa tentang hasil
pembahasan daftar usulan RKP Desa. Informasi tentang hasil pembahasan daftar
usulan RKP Desa diterima oleh pemerintah Desa setelah diselenggarakannya
musyawarah perencanaan pembangunan di keca matan pada tahun anggaran
berikutnya.Informasi diterima pemerintah desa paling lambat bulan Juli tahun
anggaran berikutnya

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA
Dalam perencanaan pembangunan Desa, pemerintah Desa melaksanakan tahapan yang
meliputi:penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa); dan
penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPJM Desa, ditetapkan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan Kepala Desa.RKP
Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan.
Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan
pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Langkah-Langkah Penyusunan RPJM Desa
Kepala Desa menyelenggarakan penyusunan RPJM Desa dengan mengikutsertakan
unsur masyarakat Desa. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas program dan kegiatan
kabupaten/kota.
Penyusunan RPJM Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
 pembentukan tim penyusun RPJM Desa;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 63
 penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota;
 pengkajian keadaan Desa;
 penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
 penyusunan rancangan RPJM Desa;
 penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan Desa; dan
 penetapan RPJM Desa.
1. Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa
Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa, yang terdiri dari:
 kepala Desa selaku pembina;
 sekretaris Desa selaku ketua;
 ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan
 anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,
kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur masyarakat lainnya.
Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan
perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim
penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah
kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan
rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.
2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota
Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pem-
bangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau
mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangu nan kabupaten/kota.
Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
 rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
 rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
 rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
 rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
 rencana pembangunan kawasan perdesaan.
3. Pengkajian Keadaan Desa
Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa dalam ran gka
mempertimbangkan kondisi objektif Desa.Pengkajian keadaan Desa, meliputi kegiatan
sebagai berikut:
 penyelarasan data Desa;
 penggalian gagasan masyarakat; dan
 penyuunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 64
Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.
4. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui musyawarah Desa
Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musy awarah Desa berdasarkan
laporan hasil pengkajian keadaan desa.Musyawarah Desa, membahas dan menyepakati
sebagai berikut:
 laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
 rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan
misikepala Desa; dan
 rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa,
pembangunanDesa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
5. Penyusunan Rancangan RPJM Desa
Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita acara
sebagaimana dimaksud di atas. Rancangan RPJM Desa, dituangkan dalam format
rancangan RPJM Desa.Tim penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil
penyusunan rancangan RPJM Desa yang dilampiri dokumen rancangan RPJM Desa.
Berita acara rancangan RPJM Desa disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada
kepala Desa. Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah
disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan
berdasarkan arahan kepala Desa dalam hal kepala Desa belum menyetujui rancangan
RPJM Desa. Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh kepala Desa, maka
langsung dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa.
6. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang
diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa.Mu syawarah
perencanaan pembangunan Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat. Unsurmasyarakat terdiri atas: tokoh
adat; tokoh agama;tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani;
perwakilan kelompok nelayan; perwakilan kelompok perajin; perwakilan kelompok
perempuan; perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak; dan perwakilan
kelompok masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat tersebut, musyawarah
perencanaan pembangunan Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Musyawarah perencanaan pembangunan Desa membahas dan menyepakati rancangan
RPJM Desa.Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa
dituangkan dalam berita acara.

7. Penetapan dan perubahan RPJM Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 65
Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen
rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah perencanaan
pembangunan Desa.Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran rancangan peraturan
Desa tentang RPJM Desa.Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang
RPJM Desa.Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
 terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
 terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 66
PB
4
Bahan Bacaan

Pembangunan Desa






Bahan Bacaan2

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

A. POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengertian

Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban
yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun
2014).

Dasar Hukum dan Ketentuan Pengelolaan Keuangan Desa

Semua uang yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa adalah uang Negara dan uang rakyat, yang harus dikelola berdasar
pada hukum atau peraturan yang berlaku, khususnya:

1. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
2. PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa;
3. PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN;
4. Permendagri No. 113 Tahun 2014.

Peraturan lainnya yang terkait, antara lain:

1. UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 67
2. Peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Desa;
3. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Ketentuan-ketentuan pokok tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam UU No. 6
Tahun 2014 tercantum pada Pasal 71 – 75 yang mencakup: Pengertian keuangan desa,
Jenis dan sumber-sumber Pendapatan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa), Belanja Desa, dan Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa. Kemudian dijabarkan lebih rinci dalam PP No. 43 Tahun 2014,
sebagaimana termuat pada Pasal 80 (Penghasilan Pemerintah Desa), dan Pasal 90-
106.Ketentuan-ketentuan pokok dimaksud selanjutnya dijabarkan secara detil/teknis
dalam Permendagri No. 113 Tahun 2014. Dengan demikian, pengelola keuangan
desa wajib menjadikan Permendagri dimaksud sebagai “al kitab” yang harus selalu
dirujuk, agar terhindar dari neraka di dunia (Penjara) dan kelak di akhirat (Jahanam).

Asas Pengelolaan Keuangan Desa

Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud
melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap
tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak
terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, Keuangan Desa
dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:

Transparan
Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada
sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut
kejelasan siapa, melakukan apa serta bagaimanamelaksanakannya.

Transparandalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa informasi
keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat guna memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan
kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- undangan (KK, SAP,2005).

Akuntabel
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan
untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian,
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan
dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.

Partisipatif
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.Pengelolaan Keuangan Desa, sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 68
wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan di desa serta masyarakat
luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan
pembangunan di Desa.

Tertib dan disiplin anggaran
Mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan
pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa.Hal
ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

Asas Penunjuk Perwujudannya Mengapa Penting?
Transparan  Memudahkan akses publik
terhadap informasi
 Penyebartahuan informasi
terkait Pengelolaan Keuangan
Desa
 Memenuhi hak masyarakat
 Menghindari konflik
Akuntabel  Laporan Pertanggungjawaban
 Informasi kepada publik
 Mendapatkan legitimasi
masyarakat
 Mendapatkan kepercayaan
public
Partisipatif  Keterlibatan efektif masyarakat
 Membuka ruang bagi peran
serta masyarakat

 Memenuhi hak masyarakat
 Menumbuhkan rasa memiliki
 Meningatkan keswadayaan
masyarakat
Tertib dan
Disiplin
Anggaran
 Taat hokum
 Tepat waktu, tepat jumlah
 Sesuai prosedur
 Menghindari penyimpangan
 Meningkatkan prefesionalitas

TAHAPAN KEGIATAN PENGELOLAAN

Pengelolaan Keuangan Desa merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung dengan
mengikuti siklus:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 69



1. Perencanaan
Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan
pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP
Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari
perencanaan keuangan desa.
RPJM Desa& RKP Desa

APB Desa

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau
eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan
diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.
Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam
satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar
APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan
yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

APB Desa

RAB

SPP




PERENCANAAN
PELAKSANAAN
PENATAUSAHAAN PELAPORAN
PERTANGGUNGJAWABAN

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 70
Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan
Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.

3. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis
(teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar,
serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya)
berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh.Tahap ini merupakan proses
pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran.
Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian
terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang
dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri.

4. Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode
tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas
tugas dan wewenang yang diberikanLaporan merupakan suatu bentuk penyajian
data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan
dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah
Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang
disampaikan kepada Bupati/walikota.

5. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun
anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum
Musyawarah Desa.

Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam PKD
Sesuai makna yang terangkum dalam pengertian Desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, maka peran dan
keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa menjadi keharusan. Karena, pada dasarnya Desa adalah organisasi milik
masyarakat. Tata kelola Desa secara tegas juga menyaratkan hal itu, terlihat dari fungsi
pokok Musyawarah Desa sebagai forum pembahasan tertinggi di desa bagi Kepala
Desa (Pemerintah Desa), BPD, dan unsur-unsur masyarakat untuk membahas hal-hal
strategis bagi keberadaan dan kepentingan desa.

Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi keharusan dalam
Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap kegiatan PKD harus
memberikan ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud
secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau lebih, secara
sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara positif dan memberikan
sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Namun bila hal itu dilakukan secara
pribadi oleh orang seorang warga desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu,
peran dan keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 71
terorganisasi melalui Lembaga Kemasyarakatan dan/atau Lembaga Masyarakat yang
ada di desa setempat.

Peran dan keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting, karena: 1) Menumbuhkan
rasa tanggungjawab masyarakat atas segala hal yang telah diputuskan dan
dilaksanakan. 2) Menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup
untuk memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan (swadaya), dan 3)
Memberikan legitimasi/keabsahan atas segala yang telah diputuskan.

Bagaimana peran dan keterlibatan itu diwujudkan dalam setiap tahap.kegiatan PKD?
Apakah wujud peran dan keterlibatan itu memiliki hubungan dengan asas-asas PKD?
Tabel di bawah ini mencoba memberikan gambaran:

Peran/Keterlibatan Masyarakat
Tahap Kegiatan Peran dan Keterlibatan
Terkait dengan
Asas
Perencanaan Memberikan masukan tentang rancangan APB
Desa kepada Kepala Desa dan/atau BPD
Partisipatif
Pelaksanaan  Bersama dengan Kasi, menyusun RAB,
memfasilitasi proses pengadaan barang dan
jasa, mengelola atau melaksanakan
pekerjaan terkait kegiatan yang telah
ditetapkan dalam Perdes tentang APB Desa.
 Memberikan masukan terkait perubahan
APB Desa
Partisipatif
Transparan
Penatausahaan Meminta informasi, memberikan masukan,
melakukan audit partisipatif
Transparansi
Akutabel
Tertib dan disiplin
anggaran
Pelaporan dan
Pertanggung-
jawaban
Meminta informasi, mencermati materi LPj,
Bertanya/meminta penjelasan terkait LPj dalam
Musyawarah Desa
Partisipatif
Transparan
Akuntabel


B. PENGELOLA KEUANGAN DESA

Pengantar

Pengelolaan Keuangan Desa melekat dalam fungsi dan tugas Pemerintah Desa. Dengan
demikian, Pengelola keuangan desa adalah aparat pemerintahan desa sesuai tugas
danfungsinya yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Guna memahami
dengan benar “siapa, apa tugas dan tanggungjawab” Pengelola dimaksud, perlu
dipaparkan secara ringkas: 1) Struktur Pemerintah Desa. 2) Kekuasaan Pengelolaan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 72
Keuangan Desa. 3) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). 4) Tugas dan
Tanggungjawab Pengelola. 5) Etika Pengelola Keuangan Desa.

1. Struktur Pemerintah Desa
Sekretaris Desa memimpin sekretariat yang membawahi sebanyak-banyaknya 3
Urusan. Setiap Urusan dipimpin oleh Kepala Urusan (Kaur),yang bertanggungjawab
kepada Sekretaris, dan (dapat) memiliki 1 orang atau lebih staf sesuai kebutuhan
dan kemampuan keuangan desa. Salah seorang staf Kaur ditetapkan sebagai
Bendahara.Pelaksana Teknis – unit baru yang diperkenalkan UU No. 6 Tahun 2014-
terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 Seksi. Setiap Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi
(Kasi) yang langsung bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

2. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa
Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan
mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Permendagri No. 113 Tahun 2014.
3. PTPKD
Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, dalam
melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksanan Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang dibentuk oleh Kepala Desa dan
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Dalam PTPKD dimaksud Sekretaris
Desa sebagai koordinator. Kepala Seksi sebagai pelaksana kegiatan sesuai
bidangnya, dan Bendahara, yaitu unsur staf sekretariat desa yang membidangi
administrasi keuangan.

4. Tugas dan tanggungjawab Pengelola
Masing-masing pelaku dalam PTPKD mengemban tugas dan tanggungjawab
sebagaimana dipaparkan dalam bagan di bawah ini.

Matrik Tugas dan Tanggung Jawab Pengelola

No Pelaku Tugas dan Tanggung Jawab
Kepala Desa

 Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB
Desa
 Mentapkan PTPKD
 Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan
penerimaan Desa
 Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang
ditetapkan dalam APB Desa
 Melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban APBDesa
 Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan Desa
dibantu oleh PTPKD
Sekretaris Desa
(Koordinator PTPKD)
 Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
APB Desa
 Menyusun rencana Peraturan Desa tentang APB

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 73
Desa, perubahan APB Desa dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APB Desa
 Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan
kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa
 Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APB Desa
 Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti
penerimaan dan pengeluaran APB Desa
Kepala Seksi  Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya
 Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama lembaga
kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan didalam
APB Desa
 Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan
atas beban anggaran belanja kegiatan
 Mengendalikan pelaksanaan kegiatan
 Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan
kepada kepala desa
 Menyiapkan dokumen anggaran atas beban
pengeluaran pelaksanaan kegiatan
Bendahara
Staff di Urusan
Keuangan
Menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran
pendapatan Desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa

Etika Pengelola
Etika adalah rambu-rambu, patokan, norma, yang diturunkan dari nilai-nilai moral yang
menjadi acuan bertindak bagi seseorang dalam melaksankan tugas dan
tanggungjawabnya. Etika ini menjadi sangat penting bila seseorang dimaksud adalah
pejabat publik yang menentukan nasib masyarakat. Etika dimaksud bukan hukum,
tetapi setiap tindakan yang melanggar etika pasti akan melanggar hukum. Etika ini
muncul dalam semua sisi kehidupan kita. Dalam tindak laku bermasyarakat misalnya,
kita sejak dini diajari untuk menghormati kepada orang yang lebih tua, sopan santun
dalam berbicara, dan seterusnya. Kejujuran, tidak mengambil segala sesuatu yang
bukan haknya, mendahulukan kepentingan masyarakat, adalah sedikit contoh yang
menunjukkan etika dalam mengelola atau mengemban amanah masyarakat. Etika ini
menjembatani agar nilai-nilai moral bisa menjadi tindakan nyata.

Pengelola Keuangan Desa dituntut untuk menjunjung tinggi, memegang teguh etika
mengelola keuangan. Pertama, uang membawa godaan yang besar untuk melanggar
etika dan hukum. Melanggar etika akan berdampak pada sanksi sosial, yang
menyebabkan merosotnya martabat seseorang di hadapan masyarakat. Melanggar
hukum tentu akan berhadapan dengan hukum, Dewasa ini terlalu banyak aparat
penyelenggara pemerintahan/Negara yang harus ‘pensiun dini’ karena masuk penjara.
Kedua, tugas dan tanggungjawab mengelola keuangan desa berhubungan erat dan
menentukan nasib rakyat desa. APBDesa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 74
Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa
mendatang, ditentukan sejauh mana etika pengelolaan keuangan dipegang teguh para
Pengelola Keuangan Desa.

C. PERENCANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Pengelolaan Keuangan Desa sebagai rangkaian kegiatan, diawali dengan kegiatan
Perencanaan, yaitu penyusunan APBDesa. Dengan demikian, penting untuk memahami
secara tepat berbagai aspek APBDesa: fungsi, ketentuan, struktur, sampai mekanisme
penyusunannya, sebagaimana diuraikan berikut.Secara umum, pengertian perencanaan
keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan pendapatan dan belanja untuk kurun
waktu tertentu di masa yang akan datang. Dalam kaitannya dengan Pengelolaan
Keuangan Desa, perencanaan dimaksud adalah proses penyusunan APBDes.

Fungsi APB Desa

Sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum, APBDesa menjamin kepastian
rencana kegiatan, dalam arti mengikat Pemerintah Desa dan semua pihak yang terkait,
untuk melaksanakan kegiatan sesuai rencana yang telah ditetapkan, serta menjamin
tersedianya anggaran dalam jumlah yang tertentu yang pasti, untuk melaksanakan
rencana kegiatan dimaksud. APBDesa menjamin kelayakan sebuah kegiatan dari segi
pendanaan, sehingga dapat dipastikan kelayakan hasil kegiatan secara teknis.

Ketentuan Penyusunan APB Desa

Apa saja yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan APBDes?Dalam menyusun
APBDes, ada beberapa ketentuan yag harus dipatuhi:

 APBDesa disusun berdasarkan RKPDesa yang telah ditetapkan dengan Perdes.
 APBDesa disusun untuk masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari
sampai 31 Desember tahun berikutnya.
 Rancangan APBDesa harus dibahas bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD).
 APBDesa dapat disusun sejak bulan September dan harus ditetapkan dengan
Perdes, selambat-lambatnya pada 31 Desember pada tahun yang sedang dijalani.

Selain itu, secara teknis penyusunan APBDesa juga harus memperhatikan:

a. Pendapatan Desa
Pendapatan Desa yang ditetapkan dalam APBDes merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Rasional
artinya menurut pikiran logis atau masuk akal serta sesuai fakta atau data.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 75
b. Belanja Desa
Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan pengeluaran, dan
penggunaan keuangan desa harus konsisten(sesuai dengan rencana, tepat jumlah,
dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

c. Pembiayaan Desa
Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan
harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan nyata/sesungguhnya yang
dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun anggaran tertentu.

d. SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggara)
Dalam menetapkan anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran
Sebelumnya (SiLPA), agar disesuaikan dengan kapasitas potensi riil yang ada, yaitu
potensi terjadinya pelampauan realisasi penerimaan desa, terjadinya penghematan
belanja, dan adanya sisa dana yang masih mengendap dalam rekening kas desa
yang belum dapat direalisasikan hingga akhir tahun anggaran sebelumnya.

Mekanisme, Tugas, dan Tanggungjawab Pelaku dalam Penyusunan APB Desa



Membaca Struktur APB Desa

Struktur/susunan APBDes terdiri dari tiga komponen pokok:
A. Pendapatan Desa
B. Belanja Desa
C. Pembiayaan Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 76
Masing-masing komponen itu diuraikan lebih lanjut, sebagai berikut:

A. Pendapatan Desa

Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh desa.

Kelompok
Pendapatan
Jenis Pendapatan Rincian Pendapatan
Pendapatan
Asli Desa
a. Hasil Usaha
b. Hasil Aset


c. Swadaya, partisipasi, gotong
royong



d. Lain-lain Pendapatan Asli
Desa
 Hasil Bumdes, Tanah Kas Desa
 Tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum,
jaringan irigasi
 Membangun dengan kekuatan
sendiri yang melibatkan peran
serta masyarakat berupa tenaga,
barang yang dinilai dengan uang

 Hasil pungutan desa
Transfer a. Dana Desa;
b. Bagian dari Hasil Pajak
Daerah Kabupaten/Kota dan
Retribusi Daerah;
c. Alokasi Dana Desa (ADD);
d. Bantuan Keuangan dari APBD
Provinsi; dan
e. Bantuan Keuangan APBD
Kabupaten/Kota.

Pendapatan
Lain-lain
a. Hibah dan Sumbangan dari
pihak ketiga yang tidak
mengikat;
b. Lain-lain pendapatan Desa
yang sah.
 Pemberian berupa uang dari
pihak ketiga

 Hasil kerjasama dengan pihak
ketiga atau bantuan perusahaan
yang berlokasi di desa

B. Belanja Desa

Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai
penyelenggaraan kewenangan Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 77
Kelompok
Belanja
Jenis Kegiatan
(Sesuai RKP Desa)
Jenis Belanja dan Rincian Belanja
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa

a. Kegiatan
Pembayaran
Penghasilan
Tetap dan
Tunjangan





b. Kegiatan
operasional
kantor

Belanja Pegawai
1. Pembayaran penghasilan tetap
 Kepala Desa (1 org)
 Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus, dll
mis. 11 org)
2. Pembayaran tunjangan
 Kepala Desa
 Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus)
 BPD (mis: 5 org)
3. Insentif RT dan RW (mis: 5 RW, 25 RT)
Belanja Barang dan Jasa
 ATK, Listrik, Air, Telepon
 Fotocopy/Penggandaan
 Benda Pos
Belanja Modal
 Komputer
 Mesin Tik
 Meja, Kursi, Lemari
Pelaksanaan
Pembangunan
Desa

Kegiatan
Pembangunan
Jalan Lingkungan
(Rabat Beton), dll
(contoh)
1. Belanja Barang dan Jasa
 Upah
 Sewa Mobil
 Minyak Bekesting
 Paku, Benang
2. Belanja Modal
 Marmer Prasasti
 Beton Readymix
 Kayu
 Pasir
 Batu
 Plastik Cor
Pembinaan
Kemasyarakatan
Desa

Kegiatan
Penyelenggaraan
Keamanan dan
Ketertiban
Lingkungan
(contoh)
1. Belanja Barang dan Jasa
 Honor Pelatih
 Transport Peserta
 Konsumsi
 Alat Pelatihan
 dll
2. Belanja Modal
Pemberdayaan
Masyarakat Desa

Kegiatan Pelatihan
Kelompok Tani
(contoh)
1. Belanja Barang dan Jasa
 Honor Penyuluh Pertanian
 Transpor Penyuluh
 Konsumsi
 Alat Pelatihan
2. Belanja Modal

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 78
Belanja Tak
Terduga


Komposisi Belanja dalam APBDesa
Pasal 100, PP 43 2014, Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan
dengan ketentuan:

a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga

Perhitungan Penghasilan Tetap (Siltap) Aparat Pemerintah Desa
Pasal 81 PP 43 Tahun 2014, Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa
dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD. Pengalokasian ADD untuk
penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan
sebagai berikut:

a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus);
b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh
perseratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40%
(empat puluh perseratus);
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).

C. Pembiayaan Desa

Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Penerimaan
Pembiayaan
a. Sisa lebih perhitungan anggaran
(SiLPA) tahun sebelumnya
b. Pencairan Dana Cadangan
c. Hasil penjualan kekayaan desa
 Pelampauan penerimaan
pendapatan terhadap
belanja
 Penghematan belanja
 Sisa dana kegiatan lanjutan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 79
yang dipisahkan.
Pengeluaran
Pembiayaan
a. Pembentukan Dana Cadangan
b. Penyertaan Modal Desa.
 Kegiatan yang penyediaan
dananya tidak dapat
sekaligus/sepenuhnya
dibebankan dalam satu
tahun anggaran.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Perencanaan
Perencanaan adalah awal dari sebuah kegiatan. Bila perencanaan itu dilakukan dengan
tepat dan baik, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan dan
kemudian hasil kegiatan. Ketepata perencanaan itu akan terjamin bila dalam prosesnya
benar-benar mengacu pada ketentuan dan didasarkan pada azas-azas Pengelolaan
Keuangan Desa. Bagaimana agar azas-azas itu mewujud dalam proses perencanaan?
Tabel di bawah ini, mencoba memberikan gambaran.

Asas
Penerjemahannya dalam
Perencanaan
Yang dibutuhkan
Partisipasi  Pemerintah Desa membuka
ruang/mengikutsertakan
masyarakat dalam menyusun
RKP Desa maupun Rancangan
APBDesa
 BPD melakukan konsultasi
dengan masyarakat sebelum
membahas Rancangan
APBDesa bersama Pemerintah
Desa
 Masyarakat memberikan
masukan kepada Pemerintah
Desa dan/atau BPD
 Komitmen Kepala Desa untuk
melibatkan masyarakat secara
optimal
 Warga masyarakat yang
memahami ketentuan mauoun
teknis penyusunan APBDesa
 Aturan dan mekanisme kerja
BPD yang memastikan adanya
konsultasi publik
 Tata kerja BPD untuk menyerap
dan menampung aspirasi
masyarakat.
Transparansi Mengumumkan,
menginformasikan jadwal,
agenda, dan proses
perencanaan, serta hasil
perencanaan secara terbuka
kepada masyarakat
 Sosialisasi dilakukan secara
resmi oleh Pemerintah Desa dan
BPD
 Sarana prasarana
penyebartahuan informasi
 Warga peduli informasi
Akuntabel  Proses (tahap kegiatan)
dilakukan sesuai ketentuan
 Kegiatan dilakukan oleh pihak
yang berkompeten
 Rencana disusun berdasarkan
aspirasi masyarakat dan data
 Rencana disepakati oleh para
pihak terkait
 Mengumumkan,
menyosialisasikan ketentuan
dan proses peyusunan APBDesa
 Pembahasan Rancangan
APBDesa dilakukan secara
terbuka, dalam arti dapat
dihadiri oleh masyarakat
 Warga yang peduli pembahasan
APBDesa
Tertib dan  Mengalokasikan anggaran Rincian kegiatan dalam proses

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 80
Disiplin
Anggaran
dalam jumlah tertentu dalam
APBDesa untuk membiayai
proses perencanaan
 Anggaran dimaksud
digunakan secara tepat jumlah
dan hanya untuk kegiatan
perencanaan
perencanaan yang membutuhkan
dukungan pendanaan secara wajar.

D. PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Berdasarkan APBDesa yang dihasilkan pada tahap Perencanaan, dimulailah tahap
Pelaksanaan. Kegiatan pokok pada tahap ini mencakup: penyusunan RAB, pengajuan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan selanjutnya pelaksanaan kegiatan di
lapangan.

Pelaksanaan dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah rangkaian kegiatan untuk
melaksanakan rencana dan anggaran yang telah ditetapkan APBDesa. Kegiatan pokok
dalam fase pelaksanaan ini pada dasarnya bisa dipilah menjadi dua: 1) Kegiatan yang
berkaitan dengan pengeluaran uang, dan 2) Pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Pengelolaan
Keuangan Desa, adalah:

 Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan
desa dilaksanakan melalui rekening kas desa (pasal 24 ayat 1 Permendagri 113
Tahun 2014).
 Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap
dan sah (pasal 24 ayat 3 Permendagri 113 Tahun 2014).
 Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan
sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan
desa(pasal 26 ayat 1 Permendagri 113 Tahun 2014). Pengecualian untuk belanja
pegawai yang bersifat mengikat dan operasional kantor yang sebelumnya telah
ditetapkan dalam Peraturan Kepala Desa.

Tugas dan Tanggungjawab Pelaku
Unsur Pengelola Tugas dan Tanggungjawab
Kepala Seksi (Kasi)  Meyusun RAB - Rencana Anggaran Biaya.
 Mengajukan SPP – surat permohonan pencairan
 Memfasilitasi pengadaan Barang dan Jasa
 Mengerjakan Buku Kas Pembantu Kegiatsn
Sekretaris Desa:

 Memverifikasi RAB
 Memverifikasi persyaratan pengajuan SPP
Kepala Desa  Mengesahkan RAB

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 81
 Menyetujui SPP
Bendahara

 Melakukan pembayaran/pengeluaran uang dari kas Desa
 Mencatat transaksi dan menyusun Buku Kas Umum
 Mendokumentasikan bukti bukti pengeliaran

Rangkaian Kegiatan Pelaksanaan
Kegiatan awal yang harus dilakukan pada tahap ini meliputi: 1) Penyusunan RAB. 2)
Pengadaan Barang dan Jasa. 3) Pengajuan SPP. 4) Pembayaran, dan 5) Pengerjaan Buku
Kas Pembantu Kegiatan. Rangkaian kegiatan dimaksud, secara rinci diuraikan sebagai
berikut:

1. Penyusunan RAB
Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data tentang standar harga
barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Standar harga dimaksud diperoleh melalui survey harga di lokasi setempat (desa
atau kecamatan setempat). Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk
barang dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang
ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Adapun prosedur dan tatacara penyusunan RAB adalah sebagai berikut:

 Pelaksana Kegiatan (Kepala Seksi) menyiapkan RAB untuk semua rencana
kegiatan
 Sekretaris Desa memverifikasi RAB dimaksud
 Kepala Seksi mengajukan RAB yang sudah diverifikasi kepada Kepala Desa
 Kepala Desa menyetujui dan mensahkan Rencana Anggaran Biaya Kegiatan (RAB).


Contoh RAB
RENCANA ANGGARAN KEGIATAN
DESA: MUTIARA KEC.: BATU MULIA
TAHUN ANGGARAN 2015
1. Bidang : Pelaksanaan Pembangunan Desa
2. Kegiatan : Jalan Lingkungan (Rabat Beton)
3. Waktu Pelaksanaan:

Rincian Pendanaan

No. URAIAN
Volum
e
Satuan
Harga
Satuan
Rp.
Jumlah
Rp.
1 2 3 4 5
1. Belanja Barang dan Jasa
1.1 Upah Pekerja 137 HOK 40.000 5.480.000
1.2 Upah Tukang 45 HOK 50.000 2.250.000
1.3 Paku 5-10 cm 11 Kg 16.000 176.000
1.4 Minyak Bekesting 4 Ltr 2.000 7.200

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 82
1.5 Benang 5 bh 3.000 15.000
1.6 Mobil Pik Up 4 hari 250.000 1.000.000
1.7 Ember 5 glg 5.000 25.000
Sub Total 1) 8.953.200
2. Belanja Modal


2.1 Beton Readymix 86 M3 800.000 68.800.000
2.2 Kayu Bekesting 2 M3 1.100.000 1.760.000
2.3 Pasir Urug 25 M3 110.000 2.706.000
2.4 Plastik cor 757 M2 2.000 1.514.000
2.5 Batu Scroup 11 M3 130.000 1.430.000
2.6 Papan Proyek 1 bh 150.000 150.000
2.7 Prasasti Marmer 1 bh 350.000 350.000
Sub Total 2) 76.710.000

Total 85.663.200,00


Desa Mutiara, tanggal.........
Disetujui/Mensahkan

Kepala Desa

Pelaksana Kegiatan



2. Pengadaan Barang/Jasa
Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan
kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi
Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan
suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun
oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan
menjamin:

 Penggunaan anggaran secara efisien efisien
 Efektifitas pelaksanaan sebuah kegiatan
 Jaminan ketersediaan barang dan jasa yang sesuai (tepat jumlah, tepat waktu,
dan sesuai spesifikasi)
 Transparansi dan akuntabilitas dalam penyediaan barang/jasa
 Peluang yang adil bagi seluruh masyarakat atau pengusaha terutama yang
berada di desa setempat untuk berpartisipasi

Dengan demikian, pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan prinsip-prinsip
efisien, efektif, transparan, pemberdayaan masyarakat, gotong-royong, dan
akuntabel serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini
dimaksudkan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat berjalan sesuai

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 83
dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan manfaat yang
optimal bagi pembangunan desa.

Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang
tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk
mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa. Dengan demikian,
memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa.
Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan
mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan.

Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di Desa
Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam PP No. 43
tahun 2014, diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.Dengan demikian, setiap Bupati/Wali
Kota wajib menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tatacara dan
menggariskan ketentuan pengadaan barang dan jasa di desa.

Salah satuperaturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13
Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam
Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang
bersumber dari APBDesa di luar ruang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010
jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa
oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh
kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan
kondisi masyarakat setempat.

3. Pengajuan SPP
Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:

 Berdasarkan RAB tersebut, Pelaksana Kegiatan membuat Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa dilengkapi dengan Pernyataan
Tanggung Jawab Belanja dan Bukti Transaksi. Ke
 Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap SPP beserta lampirannya.
 Kepala Seksi mengajukan dokumen SPP yang sudah diverifikasi kepada Kepala
Desa
 Kepala Desa menyetujui SPP dan untuk selanjutnya dilakukan pembayaran.

4. Pembayaran
Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut:

 Kepala Seksi menyerahkan dokumen SPP yang telah disetujui/disyahkan
Kepala Desa
 Bendahara melakukan pembayaran sesuai SPP
 Bendahara melakukan pencatatan atas pengeluaran yang terjadi.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 84
Tentang Pajak
Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening
kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
 Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri
dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau
pemungut pajak.
 Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh)
atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya.
Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa,
bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara
diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis
PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23).
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN
adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli.
Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual
atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk
PKP penjual – namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli –
namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen)
dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus
sepuluh persen).
 Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku
pembantu kas pajak.

5. Pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan
Kepala Seksi/Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan
pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan
mempergunakan Buku Kas Pembantu kegiatan sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan didesa.Buku Kas Pembantu Kegiatan ini berfungsi untuk
mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
kegiatan yang dilaksanakan oleh Pelaksana Kegiatan.

BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN
DESA……………….. KECAMATAN…………………..
TAHUN ANGGARAN…………………………………….
1. Bidang :
2. Kegiatan :
No Tgl Uraian
Penerimaan (Rp.)
Nomor
Bukti
Pengeluaran(Rp.)
Jumlah
Pengembalian
ke Bendahara
Saldo
Kas
(Rp.)
Dari
Bendahara
Swadaya
Masyarakat
Belanja
Barang
dan
Belanja
Modal

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 85
Jasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pindahan
Jumlah dari
halaman
sebelumnya

Jumlah
Total
Penerimaan
Total Pengeluaran
Total Pengeluaran + Saldo Kas

Desa………………..
…….,Tanggal……

Pelaksana Kegiatan


Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaksanaan
Tahap Pelaksanaan ini adalah tahap yang rawan tindakan dan/atau peristiwa yang
potensial menghambat kelancaran pengerjaan kegiatan di lapangan, antara lain: konflik
diantara pihak-pihak terkait, penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan
wewenang, karena pada tahap ini terjadi aliran uang yang nyata. Untuk menghindari
semua itu, ketentuan dan azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa harus diperhatikan
dan diwujudkan secara sungguh-sungguh.

Asas
Penerjemahannya dalam
Pelaksanaan
Yang dibutuhkan
Partisipasi Masyarakat terlibat dalam:
1. Survey harga
2. Menyusun RAB
3. Memfasilitasi proses
pengadaan barang dan jasa
 Kasi terkait membentuk tim
penyusun RAB
 Ada warga yang mengerti
tentang tatacara dan terampil
menghitung RAB
Transparansi  Barang dan jasa yang
dibutuhkan diumumkan
secara terbuka
 Standar harga hasil survey
diumumkan secara terbuka
 Spesifikasi barang dan jasa
yang dibutuhkan diumumkan
secara terbuka
 (Bila pengadaan melalui
pelelangan) Penawaran dari
pemenang lelang diumumkan
secara terbuka
 Data harga dan spesifikasi
barang dan jasa yang umum
berlaku di desa setempat
 Warga yang memiliki
pengetahuan tentang harga dan
spesifikasi barang dan jasa yang
dibutuhkan
 Warga yang memiliki
kemampuan dan/atau usaha
penyediaan barang dan jasa
 Mengumumkan renvana
pengadaan barang dan jasa

Akuntabel  Kegiatan dilakukan sesuai
ketentuan, prosesur, dan
tatacara yang telah ditetapkan
 Kegiatan dilakukan oleh pihak
 Mengumumkan,
menyosialisasikan kegiatan yang
akan dilaksanakan
 Menyosialisasikan ketentuan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 86
yang berkompeten
 Setiap kegiatan didukung
dan dapat dibuktikan dengan
dokumen yang dipersyaratkan
 Menyampaikan laporan
perrtanggungjawaban
penggunaan dana secara
bertahap selama rentang
waktu pengerjaan kegiatan
 Membuka ruang bagi
masyarakat untuk melakukan
pemantauan
dan tatacara pelaksanaan
kegiatan
 Warga yang memiliki
keterampilan melakukan
pemantauan
Tertib dan
Disiplin
Anggaran
 Mencatat/membukukan
setiap transaksi pada hari
transaksi terjadi.
 Data keuangan konsiten
(tepat jumlah dan tepat
penggunaan)


E. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Penatausahaan adalah kegiatan yang nyaris dilakukan sepanjang tahun anggaran.
Kegiatan ini berrtupu pada tugas dan tanggungjawab Bendahara. Ketekunan dan
ketelitian menjadi syarat dalam melaksanakan kegiatan ini. Penatausahaan adalah
pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang
dalam satu tahun anggaran.

Ketentuan Pokok Penatausahaan
Pengelola Keuangan Desa, khususnya Bendahara, wajib memahami beberapa hal yang
menjadi ketentuan pokok dalam Penatausahaan, agar kegiatan Penatausahaan
berlangsung secara benar dan tertib. Secara ringkas, ketentuan pokok dimaksud
disajikan pada tabel di bawah ini:

Transaksi/Kegiatan Ketentuan Pokok
Rekening Desa 1. Rekening Desa dibuka oleh Pemerintah Desa di bank
Pemerintah atau bank Pemerintah Daerah atas nama
Pemerintah Desa.
2. Spesimen atas nama Kepala Desa dan Bendahara Desa
dengan jumlah rekening sesuai kebutuhan.
Penerimaan Penerimaan dapat dilakukan dengan cara:
1. Disetorkan oleh bendahara desa
2. Disetor langsung oleh Pemerintah supra desa atau Pihak III
kepada Bank yang sudah ditunjuk
3. Dipungut oleh petugas yang selanjutnya dapat diserahkan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 87
kepada Bendahara Desa atau disetor langsung ke Bank.
Penerimaan oleh bendahara desa harus disetor ke kas desa
paling lambat tujuh hari kerja dibuktikan dengan surat tanda
setoran

Pungutan Pungutan dapat dibuktikan dengan:
1. Karcis pungutan yang disahkan oleh Kepala Desa
2. Surat tanda bukti pembayaran oleh Pihak III
3. Bukti pembayaran lainnya yang sah
Pengeluaran 1. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan
dengan peraturan desa tentang APBDesa atau Peraturan
Desa tentang Perubahan APBDesa
2. Pengeluaran dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP)

Tugas, Tanggung jawab, dan Prosedur Penatausahaan

 Bendahara Desa wajib melakukan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan
maupu pengeluaran.
 Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi
tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada kepala
desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
 Kepala Seksi, selaku Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan
pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan
mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan didesa.

Prosedur penatausahaan penerimaan

a. Prosedur Penerimaan melalui Bendahara Desa
Penyetoran langsung melalui Bendahara Desa oleh pihak ketiga, dilakukan sesuai
prosedur dan tatacara sebagai berikut:

1) Pihak ketiga/penyetor mengisi Surat Tanda Setoran (STS)/tanda bukti lain.
2) Bendahara Desa menerima uang dan mencocokan dengan STS dan tanda bukti
lainya.
3) Bendahara Desa mencatat semua penerimaan
4) Bendahara Desa menyetor penerimaan ke rekening kas desa
5) Bukti setoran dan bukti penerimaan lainnya harus diarsipkan secara tertib.

b. Prosedur Penerimaan melalui Bank
Penyetoran melalui bank oleh pihak ketiga dilakukan sesuai prosedur dan tata- cara
sebagai berikut:

1) Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa dlm rangka menyimpan uang dan
surat berharga lainnya yang ditetapkan sebagai rekening kas desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 88
2) Pihak ketiga/penyetor mengisi STS/tanda bukti lain sesuai ketentuan yg berlaku.
3) Dokumen yg digunakan oleh bank meliputi :
 STS/Slip setoran
 Bukti penerimaan lain yg syah
4) Pihak ketiga/penyetor menyampaikan pemberitahuan penyetoran yg dilakukan
melalui bank kepada bendahara desa dengan dilampiri bukti penyetoran/slip
setoran bank yg syah.
5) Bendahara desa mencatat semua penerimaan yg disetor melalui bank di Buku
Kas Umum dan Buku Pembantu bank berdasarkan bukti penyetoran/slip setoran
bank

Buku Kas
Penatausahaan, baik penerimaan maupun pengeluaran d ilakukan dengan
menggunakan:

1) Buku Kas Umum
Buku Kas Umum ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan
maupun pengeluaran yang berkaitan dengan kas (uang tunai).


BUKU KAS UMUM
DESA …………………… KECAMATAN …………………………….
TAHUN ANGGARAN .......................

No
.
Tgl
.
KODE
REKENING
URAIA
N

PENERIMA
AN
(Rp.)

PENGELUAR
AN
(Rp.)
NO
BUK
TI
JUMLAH
PENGELUAR
AN
KUMULATIF
SALD
O

1 2 3 4 5 6 7 8 9





JUMLAH Rp. Rp.

……………., tanggal …………………

MENGETAHUI BENDAHARA DESA,
KEPALA DESA,


…………………… …………………




2) Buku Kas Pembantu Pajak

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 89
Berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran pajak
(khususnya PPh Pasal 21 dan PPn), dalam kaitannya Bendahara Desa sebagai Wajib
Pungut (Wapu).

BUKU KAS PEMBANTU PAJAK
DESA …………………… KECAMATAN …………………………….
TAHUN ANGGARAN ........
No. TANGGAL URAIAN
PEMOTONGAN
(Rp.)
PENYETORAN
(Rp.)
SALDO
(Rp.)
1 2 3 4 5 6




JUMLAH
....................tanggal...........................
Mengetahui
Kepala Desa Bendahara Desa

.......................................... ...................................



3) Buku Bank
Berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran
yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll).


BUKU BANK DESA
DESA …………………… KECAMATAN …………………………….
TAHUN ANGGARAN .........

BULAN :

BANK CABANG :

REK. NO. :
N
o
TGL
TRA
N
SAK
SI
URAIAN
TRANSA
KSI
BUKTI
TRANSA
KSI
PEMASUKAN PENGELUARAN
SAL
DO
SETOR
AN
(Rp.)
BUN
GA
BAN
K
(Rp.)
PENARI
KAN
(Rp.)
PAJ
AK
(Rp.)
BIAYA
ADMINIST
RASI (Rp.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 90


TOTAL TRANSAKSI BULAN INI
TOTAL TRANSAKSI KUMULATIF



MENGETAHUI
KEPALA DESA BENDAHARA DESA,


……………………………….. ……………………………



Bukti Transaksi
Selain berupa Buku Kas, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga
merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti
transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.

Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat
setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu
bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat.
Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang
memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima.

Contoh Bukti Transaksi:

 Kuitansi: Merupakan bukti transaksi yang muncul akibat terjadinya penerimaan uang
sebagai alat pembayaran suatu transaksi yang diterima oleh si penerima uang.
 Nota Kontan (Nota): Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang
dibayar secara tunai.
 Faktur: Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara
kredit.
 Memo Internal (Memo): Merupakan bukti transaksi internal antara pihak-pihakdalam
internal lembaga. Misalnya: Pemakaian perlengkapan, penyusutan aktiva,
penghapusan piutang, dll
 Nota Debit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh pembeli.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan.
 Nota Kredit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh penjual.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan

Status dan Fungsi Dokumen Penatausahaan
Buku Kas (Umum, Pajak, Pembantu Kegiatan, dan Bank), dan bukti-bukti transakasi
adalah dokumen resmi milik Pemerintah Desa. Dokumen dimaksud berfungsi untuk
sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan juga sebagai barang bukti
apabila diperlukan dalam proses hukum, dalam hal terjadi dugaan penyelewengan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 91
keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Dengan demikian, tindakan
secara sengaja menghilangkan, merusak, mengubah, seluruh atau sebagaian dokumen
dimaksud adalah tindakan melawan hukum.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Penatausahaan
Bagaimana agar azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa mewujud dalam kegiataan
Penatausahaan?

Asas
Penerjemahannya dalam
Penatausahaan
Yang dibutuhkan
Partisipasi Membuka peluang bagi kegiatan
audit partisipatif
Warga yang memiliki
kemampuan (pengetahuan dan
ketermpilan) untuk meoakukan
audit keuangan dan.atau proses
Transparan Mengumumkan secara terbuka
Laporan Bulanan Bendahara

Akuntabel  Laporan bulanan Bendahara
dilakukan secara rutin
 Dilakukan rekonsiliasi rekening
setiap bulan

Tertib dan
Disiplin
Anggaran
 Laporan bulanan Bendahara
dilakukan tepat waktu
 Laporan bulanan Bendahara
memuat semua transaksi dalam
satu bulan laporan
 Data keuangan yang
disampaikan konsisten
 Setiap transaksi dapat dibuktikan
dengan bukti transaksi yang sah


F. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Pelaporan dan Pertanggungjawaban adalah babakan terakhir dalam siklus Pengelolaan
Keuangan Desa. Hal-hal pokok yang perlu dipahami berkenaan dengan Bab ini
mencakup: pengertian dan makna laporan pertanggungjawaban, tahap, prosedur, dan
tatacara penyampaian laporan pertanggungjawaban. Selain itu perlu dihayati bahwa
pada hakikatnya laporan pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa adalah
pemenuhan tanggungjawab kepada masyarakat-rakyat desa atas pengelolaan uang dan
kepentingan rakyat oleh Pemerintah Desa.




Pelaporan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 92

Pelaporan merupakan salah satu mekanisme untuk mewujudkan dan menjamin
akuntabiltas pengelolaan keuangan desa, sebagaimana ditegaskan dalam asas
Pengelolaan Keuangan Desa (Asas Akuntabel). Hakikat dari pelaporan ini adalah
Pengelolaan Keuangan Desa dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek:
Hukum, administrasi, maupun moral. Dengan demikian, pelaporan pengelolaan
keuangan desa menjadi kewajiban PemerintaD desa sebagai bagian tak terpisahkan
dari penyelengaraan pemerintahan desa.

Fungsi

Pelaporan sebagai salah satu alat pengendalian untuk:

 Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan
 Mengevaluasi berbagai aspek (hambatan, masalah, faktor-faktor berpengaruh,
keberhasilan, dan sebagainya) terkait pelaksaan kegiatan

Prinsip

Hal-hal penting atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pelaporan
ini, antara lain:

a) Menyajikan informasi data yang valid, akurat dan terkini.
b) Sistematis (mengikuti kerangka pikir logis)
c) Ringkas dan jelas
d) Tepat waktu sesuai kerangka waktu yang telah ditetapkan dalam Permendagri

Tahap, dan Prosedur Penyampaian Laporan

Pelaporan yang dimaksud dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah penyampaian
laporan realisasi/pelaksanaan APB Desa secara tertulis oleh Kepala Desa (Pemerintah
Desa) kepada Bupati/Walikota sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yangdipilah dalam dua tahap:

 Laporan Semester Pertama disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan
 Laporan Semester Kedua/Laporan Akhir disampaiakan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

Dokumen

Dokumen laporan yang disampaikan adalah:

1. Form Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester I, untuk Laporan Semester I
2. Form Realisasi Laporan Akhir, Untuk laporan akhir

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 93
Laporan Pertanggungjawaban

Laporan Pertanggungjawaban ini pada dasarnya adalah laporan realisasi pelaksanaan
APBDesa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun
anggaran berakhir pada 31 Desember setiap tahun. Laporan pertanggungjawaban ini
harus dilakukan oleh Kepala Desa paling lambat pada akhir bulan Januari tahun
berikutnya.

Laporan Pertanggungjawaban ini ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan
menyertakan lampiran:

1. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa sesuai Form yang
ditetapkan.
2. Laporan Kekayaan Milik Desa, dan
3. Laporan Program Sektoral dan Program Daerah yang masuk ke Desa

Pertanggungjawaban Kepada Masyarakat
Sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabel, dan partisipatif yang merupakan ciri
dasar tata kelola pemerintahan yang baik ( Good Governance), maka
pertanggungjawaban tidak hanya disampaikan kepada pemerintah yang berwenang,
tetapi juga harus disampaikan kepada masyarakat baik langsung maupun tidak
langsung.

Secara langsung, pertanggungjawaban kepada masyarakat bisa disampaikan melalui
Musyawarah Desa sebagai forum untuk membahas hal-hal strategis, yang dihadiri BPD
dan unsur-unsur masyarakat lainnya. Selain itu, laporan pertanggungjawaban juga
dapat disebarluaskan melalui berbagai sarana komunikasi dan informasi: papan
Informasi Desa, web site resmi pemerintah kabupaten atau bahkan desa.

Penyampaian Informasi Laporan Kepada Masyarakat
Ditegaskan dalam asas pengelolaan keuangan adanya asas partisipatif. Hal itu berarti
dalam pengelolaan keuangan desa harus dibuka ruang yang luas bagi peran aktif
masyarakat. Sejauh yang ditetapkan dalam Permendagri, Laporan realisasi dan laporan
pertanggungjawaban realisasi/pelaksanaan APBDesa wajib diinformasikan secara
tertulis kepada masyarakat dengan menggunakan media yang mudah diakses oleh
masyarakat.

Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang
mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa.
Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, saran, koreksi terhadap
pemerintah desa, baik yang berkenaan dengan APBDesa yang telah maupun yang akan
dilaksanakan.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa hakikat Pelaporan dan
Pertanggungjawaban adalah Pengelolaan K euangan Desa dapat

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 94
dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek: Hukum, administrasi, maupun moral. Hal
itu dapat dipenuhi apabila azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa diwujudkan secara
baik dan benar.

Asas
Penerjemahannya dalam Pelaporan
dan Pertanggungjawaban
Yang dibutuhkan
Partisipasi Membuka ruang bagi masyarakat untuk
mencermati laporan
pertanggungjawaban Pengelolaan
Keuangan Desa
Mengagendakan
penyampaian Laporan
pertanggungjawaban
dalam Musyawarah Desa
Transparansi  Menginformasikan secara terbuka
Laporan realisasi/pelaksanaan
APBDesa
 Menyampaikan Laporan
Pertanggungjawaban dalam forum
Musyawarah Desa

 Pengelolaan secara
efektif media/sarana
penyampaian informasi
 Aspirasi masyarakat agar
LPj diagendakan dalam
Musyawarah Desa
Akuntabel  Laporan Semester I dan Laporan
akhir sesuai Form yang telah
ditetapkan
 Isi/materi Lapaoran sesuai
 Dokumen Laporan
Pertanggungjawaban sesuai
ketentuan
 Laporan Pertanggungjawaban
disusun melalui proses pembahasan
dengan BPD
 Laporan disampaikan kepada
Bupati/Walikota sesuai ketentuan
 Laporan diinformasikan kepada
masyarakat secara terbuka
 Warga yang memiliki
pengethuan terkait
laporan
pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan
Desa
 Warga yang peduli dan
menaruh perhatian
terhadap laporan
pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan
Desa
Tertib dan
Disiplin
Anggaran
 Laporan dilakukan tepat waktu
 Data dalam laporan konsisten/sesuai
 Data keuangan dalam laporan tepat
jumlah
Audit proses dan keuangan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 95


BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA )

A. PENGANTAR

UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK
dengan menempatkan posisi Desa sebagai “kekuatan besar” yang akan memberikan
kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat. Prioritas
tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas posisi Desa
tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa secara
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju, kuat, mandiri,
dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah pengaturan tentang BUM
Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan amanat UU Desa. Sebagai
amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai:

1. Salah satu strategi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran melalui
pengembangan usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif.
2. Salah satu strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia di Desa.
3. BUM Desa sebagai salah satu bentuk kemandirian ekonomi Desa dengan
menggerakkan unit-unit usaha yang strategis bagi usaha ekonomi kolektif Desa.

B. BUM DESA DAN TRADISI BERDESA

Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi
pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal
politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti
gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:

1. BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan,
dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial
yang lebih inklusif dan lebih luas.


PB
5
Bahan Bacaan

Pengembangan Ekonomi
Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 96
2. BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa
sebagai forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang
digerakkan oleh BUM Desa.
3. BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat
kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa
kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan
bisnis ekonomi.
4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai
upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam mene mpa
kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan,
kepercayaan dan aksi kolektif.
6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh
pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi “milik Desa”.

C. PEMBENTUKAN DAN PENDIRIAN BUM DESA

Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam
gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No.
43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa “dapat mendirikan BUM
Desa” dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan
pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.
Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang
mempertimbangkan:

a) inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa;
b) potensi usaha ekonomi Desa;
c) sumberdaya alam di Desa;
d) sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan
e) penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan
kekayaanDesa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM
Desa.

Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam
bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan
Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan
rumusan pasal (secara normatif) tentang:

a) pendirian dan pengelolaan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan
Lokal Berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa;
b) penetapan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala
Desa di bidang pemerintahan Desa.

Langkah prosedural selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 97
mengembangkan isi Perbup/Walikota tersebut dengan memasukkan pendirian,
penetapan, dan pengelolaan BUM Desa.

Baik Peraturan Bupati/Walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM
Desa tersebut harus sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga
mencantumkan BUM Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan
Desa (item: rencana kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif).


Alur Pendirian BUM Desa

D. LANGKAH PELEMBAGAAN BUM DESA

Proses pelembagaan pelembagaaan BUM Desa harus dilakukan secara partisipatif.
Tujuannya agar pendirian BUM Desa benar-benar seirama dengan denyut nadi usaha
ekonomi Desa dan demokratisasi Desa. Langkah-langkah pelembagaan tersebut adalah
sebagai berikut.

Pertama, sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa
dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik secara
langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan di
kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 98
Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi
Kemasyarakatan).

Langkah sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa
memahami tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain
sebagainya. Keseluruhan Pendamping perlu melakukan upaya inovatif-progresif untuk
meyakinkan masyarakat bahwa BUM Desa akan memberikan manfaat kepada Desa.

Perumusan hasil sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi
internaleksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi sosialisasi
selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang
mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari sosialisasi
dapat menjadi masukan untuk:

o Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD
dan nantinya akan menjadi Pandangan Resmi BPD terkait BUM Desa; dan
o Bahan Pembahasan tentang BUM Desa yang disiapkan oleh Pemerintah Desa dan
akan disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD.

Kedua, pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa.

Pendirian atau pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis.
Pelaksanaan tahapan Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/
pembentukan BUM Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel
dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.

Salah satu tahapan dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan
Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat
bekerjasama dengan para Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada
tingkat sederhana yakni:

a) menemukan potensi Desa yang dapat dikembangkan melalui pengelolaan
usaha/bisnis.
b) mengenali kebutuhan sebagian besar warga Desa dan masyarakat luar Desa.
c) merumuskan bersama dengan warga Desa untuk menentukan rancangan
alternatif tentang unit usaha dan klasifikasi jenis usaha. Unit usaha yang diajukan
dapat berbadan hukum (PT dan LKM) maupun tidak berbadan hukum.
d) klasifikasi jenis usaha pada lokasi Desa yang baru memulai usaha ekonomi Desa
secara kolektif, disarankan untuk merancang alternatif unit usaha BUM Desa
dengan tipe pelayanan atau bisnis sosial dan bisnis penyewaan. Kedua tipe unit
usaha BUM Desa ini relatif minim laba namun minim resiko kerugian bagi BUM
Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 99
e) organisasi pengelola BUM Desa termasuk dalam susunan kepengurusan (struktur
organisasi dan nama pengurus). Struktur organisasi menjadi bahan pembahasan
dalam Musyawarah Desa dan nantinya akan menjadi bagian substantif dalam
Perdes tentang Pendirian BUM Desa. Adapun susunan nama pengurus BUM Desa
dipilih langsung dalam Musyawarah Desa agar pengurus/pengelola BUM Desa
mendapat legitimasi penuh dari warga Desa. Kesepakatan atas subjek/orang
dalam susunan kepengurusan BUM Desa selanjutnya ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Desa. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa
terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas. Penamaan susunan
kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi
semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan.
f) modal usaha BUM Desa. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. Modal
BUM Desa terdiri atas penyertaan modal Desa dan penyertaan modal masyarakat
Desa.
g) rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa (AD/ART)
dibahas dalam Musyawarah Desa dan hasil naskah AD/ART itu diputuskan oleh
Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat (5) PP No. 47/2015.
AD/ART tersebut dibahas dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat
Desa tetap mendasari substansi AD/ART.
h) pokok bahasan opsional tentang rencana investasi Desa yang dilakukan oleh
pihak luar dan nantinya dapat dikelola oleh BUM Desa.
Ketiga, penetapan Perdes tentang Pendirian BUM Desa (Lampiran: AD/ART sebagai
bagian tak-terpisahkandari Perdes). Susunan nama pengurus yang telah dipilih dalam
Musdes, dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam penyusunan surat keputusan Kepala
Desa tentang Susunan Kepengurusan BUM Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 100

PB
6
Bahan Bacaan

Penyusunan Peraturan di
Desa




Bahan Bacaan 1
PRODUK HUKUM DI DESA
1. Apa yang dimaksud dengan kewenangan desa?
Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa (pasal 18 UU Desa No. 6
Tahun 2014).
2. Meliputi kewenangan apa saja yang diberikan kepada Desa ?
Dalam pasal 19 UU Desa No. 6 Tahun 2014 Kewenangan Desa meliputi:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. Kewenangan lokal berskala Desa;
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Apa yang dimaksud dengan kewenangan hak asal-usul?
Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang
masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat.
Sesuai pasal 2 Permendesa PDTT no 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan
berdasarkan hak asal usul Desa meliputi :
a. sistem organisasi perangkat Desa;
b. sistem organisasi masyarakat adat;
c. pembinaan kelembagaan masyarakat;
d. pembinaan lembaga dan hukum adat;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 101
e. pengelolaan tanah kas Desa;
f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan
setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h. pengelolaan tanah pecatu;
i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.
Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat (pasal 3 Permendesa
PDTT No 1/2015) meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas Desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;
g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa adat
4. Apa yang dimaksud dengan kewenangan lokal berskala desa ?
Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa.
5. Apa saja ruang lingkup kewenangan lokal berskala desa ?
Sesuai pasal 5 Permendesa No 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan desa
berdasarkan bersekala lokal meliputi :
a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat;
b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam
wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari
masyarakat Desa;
d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa;
dan
f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota.
6. Siapa yang dimaksud sebagai pihak ketiga dalam pasal 5 huruf e Permendesa
PDTT No. 1 Tahun 2015 ?

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 102
Pasal 6 Permendesa No. 1 Tahun 2015 dijelaskan Pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan
tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan.
7. Apa yang dimaksud dengan produk hukum desa ?
Adalah semua Peraturan Perundang-undangan baik yang ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, maupun peraturan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa dan bersifat mengikat.
8. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa ?
Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, yang merupakan kerangka hukum
dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa,
Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa
mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi.
Sesuai pasal 2 Permendagri no 111/2014 bahwa jenis peraturan di desa :
a. Peraturan desa;
b. Peraturan Bersama kepalaDesa; dan
c. Peraturan Kepala Desa.
9. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Kepala Desa ?
Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
10. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Bersama Kepala Desa ?
Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturan perundang -undangan yang
ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur antar Desa satu
dengan desa yang lainnya.
11. Siapa yang berhak menyusun produk hukum Desa ?
Yang berhak menyusun adalah Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
12. Apakah masyarakat boleh atau memiliki hak untuk ikut dalam penyusunan
Peraturan Desa?
Sebagaimana yang yang diatur pada pasal 6 ayat (2) Permendagri nomor 111/2014
bahwa hal tersebut diperbolehkan dan bahkan harus dikonsultasikan kepada
masyarakat, “Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan
kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan
masukan.
13. Apa peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD dalam penyusunan Perat uran
Desa?
Peran BPD dalam penyusunan Peraturan desa adalah sangat penting karena Rancangan
Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan kepada masyarakat oleh Kepala Desa
disampaikan kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama (pasal 6 ayat (5)
Permendagri nomor 111/2014.
14. Apa peran Kepala Desa dalam menyusun produk hukum desa?

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 103
Peran Kepala Desa dalam penyusunan produk hukum desa adalah menetapkan dan
mennadatangani rancangan produk hukum yang telah disepakati bersama oleh Kepala
Desa dan BPD.
15. Bagaimana proses penyusunan produk hukum desa?
Proses penyusunan produk hokum desa adalah rancangan peraturan yang sudah
dibuat oleh pemeritah desa :
a. Wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa (diutamakan kepada masyarakat
atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi
pengaturan);
b. Dikonsultasikan kepada Camat untuk mendapatkan masukan;
c. Kepala Desa menyampaikan rancangan peraturan tersebut kepada BPD untuk
dibahas dan disepakati bersama;
d. Penetapan dan penandatanganan peraturan yang sudah disepakati bersama;
e. Rancangan perauran desa yang telah dibubuhi tanda tangan Kepala desa
disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan melalui lembaran desa;
f. Peraturan dinyatakan molai berlaku dan mempunyai kekuatan hokum yang
mengikat sejak diundangkannya di lembaran desa.
16. Apa saja jenis produk hukum desa menurut amanat UU Desa?
Jenis produk hukum desa, ada 3 yaitu :
a. Peraturan Desa (Perdes);
Peraturan Desa yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat
oleh BPD bersama kepala desa. Perdes bersifat umum sehinga mengatur segala
hal yang menjadi kewenangan desa dan juga mengikat semua orang yang
berada dalam lingkup desa. Perdes harus mengindahkan batasan ataupun
larangan yang ditentukan oleh peraturan yang lebih tinggi derajatnya
berdasarkan hirarki peraturan.
b. Peraturan Kepala Desa;
Peraturan yang dikeluarkan oleh kepala desa yang mempunyai fungsi sebagai
peraturan pelaksana dari Perdes ataupun pelaksanan dari peraturan yang lebih
tingg. Peraturan Kepala desa hanya dapat mengatur hal-hal yang diperintahkan
secara konkret dalam Perdes. Karena itu, tidak boleh mengatur hal yag tidak
diperintahkan ataupun dilarang oleh Perdes. Ini merupakan salah satu bentuk
pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh kepala desa. Sedangkan
pada posisinya sebagai pelaksana peraturan yang lebih tinggi, Perdes memuat
materi yang mengaturkewenangannya atau materi yang diperintahkanatau
didelegasikan dari peraturan yang lebih tingi. Peraturan kepala Desa tetap saja
dapat mengatur materi yang tidak ditentukan dalam Perdes, namun materi itu
harus tetap diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, misalnya
diperintahkan oleh UU, PP atau Perda. Dengan demikian Peraturan Kepala Desa
merupakan salah satu peraturan yang “lebih bebas” dalam menentukan
substansi yang akan diaturnya, namun tetap harus mempunyai dasar hokum
dalam pengaturan materi tersebut.
c. Peraturan Bersama Kepala Desa :
Peraturan ini merupakan peraturan yang materi muatan merupakan
kesepakatan bersama antara dua desa atau lebih

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 104
17. Apa azas utama yang harus mendasari Peraturan Desa?
Azas utama yang harus mendasari peraturan Desa adalah :
a. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
b. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan
keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;
c. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang
berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai
bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
d. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan
prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur
masyarakat Desa dalam membangun Desa;
e. Kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk
membangun Desa;
f. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari
satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa;
g. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan;
h. Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu
sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan
persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
i. Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan
masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi
kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;
j. Partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;
k. Kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;
l. Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan
m. Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi,
terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan
program pembangunan Desa
18. Dimana letak kedudukan Peraturan Desa dalam susunan (hirarki) Peraturan
perundangan?
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang -
undangan, Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan,
tetapi tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan perundang-
undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.
19. Apakah Desa dapat menyusun Perdes tanpa ada peraturan diatasnya
(Perbup)?
Dapat. Desa tetap dapat menyusun Perdes tanpa harus menunggu peraturan diatasnya
dalam hal ini “Perbup” selama tidak bertentangan dengan UU Desa dan turunannya.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 105
20. Mengapa harus ada Peraturan Desa dalam kehidupan berdesa?
Sebagai konsekwensi desa diberikan kewenangan untuk mengatur, mengurus dan
bertangguingjawab, maka peraturan Desa diterbitkan sebagai kerangka hukum dan
kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa.
21. Peraturan Desa apa saja yang dievaluasi oleh Walikota/Bupati?
Perdes tentang APB Desa, pungutan, tata ruang dan organisasi pemerintahan.
22. Siapa mengevaluasi Rancangan Peraturan Desa, tentang APB Desa, pungutan,
tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan
disepakati oleh Kepala Desa dan BPD?
Evaluasi rancangan peraturan desa dilakukan oleh Bupati/Walikota. Sebagaimana
dalam Pasal 14 Permendagri No. 111 Tahun 2014, (1) Rancangan Peraturan Desa
tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah
dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa
kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari
sejak disepakati untuk dievaluasi. (2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil
evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
23. Bagaimana apabila hasil evaluasi rancangan peraturan desa tentang APB
Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus ada
perbaikan ?
Kepala Desa harus memperbaiki rancangan peraturan Desa tersebut. Sebagaimana
dalam Pasal 15 Permendagri No. 111 Tahun 2014 (1) Hasil evaluasi rancangan
Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat diserahkan oleh
Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. (2) Dalam hal Bupati/Walikota
telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal 14 , Kepala
Desa wajib memperbaikinya.
24. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki rancangan peratu ran
desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah
Desa?
Waktu yang dibutuhkan yaitu selama 20 hari. Sebagaimana dalam Pasal 16
Permendagri No. 111 Tahun 2014. (1) Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan
desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 2 paling lama 20 (dua puluh) hari
sejak diterimanya hasil evaluasi. (2) Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk
memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1. (3) Hasil
koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui
camat.
25. Bagaimana jika Kepala Desa tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dari
Bupati/Walikota terhadap rancangan peraturan desa tentang APB Desa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa?
Bupati/Walikota dapat membatalkan rancangan peraturan desa tersebut. Sebagaimana
dalam Pasal 17 Permendagri No. 111 Tahun 2014. Dalam hal Kepala Desa tidak
meninjaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 1, dan tetap

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 106
menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa
dengan Keputusan Bupati/Walikota.
26. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang pro masyarakat rakyat
desa?
Adalah peraturan Desa yang disusun melalui musyawarah Desa dan mengatur tentang
hajat hidup kepentingan rakyat untuk menuju kesejahteraan.
Contoh : Perdes tentang jalan desa, Perdes tentang pemanfaatan sumber daya air,
perdes tentang pasar desa, perdes tentang saluaran irigasi dan lain sebagainya.
27. Bagaimana caranya supaya Peraturan Desa menjamin kepentingan dan
melindungi hak masyarakat ?
Penyusunan Perdes harus disusun sebagai berikut :
Sebagaimana dalam pasal 6 Permendagri No. 111 Tahun 2014 :
(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa;
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan
masukan;
(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang
terkait langsung dengan substansi materi pengaturan;
(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancangan Peraturan Desa;
(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.

Sumber:

Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab Seputar
Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 107
PB
6
Bahan Bacaan

Penyusunan Peraturan di
Desa





Bahan Bacaan 2

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

1. Indonesia Sebagai Negara Hukum
Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau
“Rechtsstaat” yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945,
dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum.”

Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima
dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.
Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip
Negara Hukum adalah ‘the rule of law, not of man’. Yang disebut pemerintahan pada
pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak
sebagai ‘wayang’ dari skenario sistem yang mengaturnya.

Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu
sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan
menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang
tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum
yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan
(law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang
paling tinggi kedudukannya.

Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 108
yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjangsatu
dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pengertian dan Konsep Dasar Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka definisi peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

a. Berbentuk peraturan tertulis
Pada hakekatnya, hukum dikelompokkan ke dalam hukum tertulis berupa
peraturan perundang-undangan, dan hukum tidak tertulis berupa hukum
kebiasaan (hukum adat), norma agama, atau putusan hakim (yurisprudensi).
Oleh karenanya, peraturan perundang-undangan hanya merupakan sebagian
dari hukum yakni dalam arti hukum tertulis. Pengertian ini mengandung makna
masih diakui, perlu dihormati dan wajib ditaati ketentuan-ketentuan hukum
adat (kebiasaan) yang secara empiris berlaku dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Misal, masih dikenal dan diakui keberadaan Lembaga
Subak di Bali, hak ulayat, dan sebagainya.

b. Pembentukannya harus dilakukan Lembaga Negara atau pejabat yang
berwenang.
Pengertian ini mengandung makna suatu peraturan perundang -undangan
hanya sah secara hukum apabila dibuat oleh pejabat yang berwenang
membuatnya.

c. Mengikat secara umum.
Isi peraturan perundang-undangan mengikat secara umum, tidak mengikat
orang tertentu (untuk hal-hal tertentu) saja. Ciri umum ini dimaksudkan untuk
membedakan dengan keputusan tertulis dari pejabat berwenang, yang biasanya
bersifat individual, konkret, dan einmalig, yang lebih dikenal sebagai
“keputusan/ penetapan” (beschikking).
Pengertian mengikat umum dalam peraturan perundang-undangan tidak harus
dimaknai sebagai mengikat semua orang, tetapi hanya untuk menunjukkan
bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa
konkret atau individu tertentu. Karena itu, tidak disebut sebagai ”sesuatu yang
mengikat umum” melainkan ”sesuatu yang mengikat secara umum”.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 109

Secara teoritis istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung),
mempunyai beberapa pengertian berikut:
1. Sebagai proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-peraturan
negara, baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
2. Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan -
peraturan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
3. Peraturan yang berkaitan dengan Undang-Undang, baik peraturan itu berupa
Undang-Undang sendiri, Undang-Undang Dasar yang memberi delegasi
konstitusional maupun peraturan di bawah Undang-Undang sebagai atribusi
atau delegasi dari Undang-Undang tersebut. Atas dasar atribusi dan delegasi
kewenangan perundang-undangan, yang tergolong peraturan perundang-
undangan di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen, adalah :
a. Undang-Undang, dan
b. Peraturan perundangan yang lebih rendah daripada Undang -Undang,
seperti:
1) Peraturan Pemerintah;
2) Keputusan Presiden yang berisi peraturan;
3) Keputusan Menteri yang berisi peraturan;
4) Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berisi
peraturan;
5) Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang dibentuk dengan
Undang-Undang yang berisi peraturan;
6) Peraturan Daerah Provinsi;
7) Keputusan Gubernur Kepala Daerah yang berisi peraturan yang
melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi;
8) Peraturan Daerah Kabupaten dan Keputusan Bupati/Walikota Kepala
Daerah, yang berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan
Daerah Tingkat II.
4. Semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh
Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di
Daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
tingkat Pusat maupun Daerah.

Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum (algemeen verbinden
voorshrift) disebut juga dengan istilah Undang-Undang dalam arti materiil (wet in
materiele zin), yaitu semua hukum tertulis dari Pemerintah yang mengikat umum (ieder
rechtsvoorschrift van de overheid met algemeen strekking).

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 110
Sebagai sebuah bentuk peraturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm,
maka perundang-undangan mempunyai ciri mengikat atau berlaku secara umum dan
bertugas mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).

Kata perundang-undangan apabila merupakan terjemahan wetgeving berarti sebagai:
1. perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau
tingkat daerah menurut tata cara yang ditentukan.
2. keseluruhan peraturan-peraturan negara tingkat pusat dan tingkat daerah.

3. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Secara Teoritis
Asas peraturan perundang-undangan, termasuk produk hukum desa, secara teoritis
dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Asas Tingkatan Hirarki
Suatu perundang-undangan isinya tidak boleh bertentangan dengan
isiperundang-undangan yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya.
Berdasarkan asas ini dapatlah dirinci hal-hal berikut :
a. Perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya tidak dapat mengubah
atau mengesampingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
lebih tinggi, tetapi yang sebaliknya dapat;
b. Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh
atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi
tingkatannya;
c. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah
tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat
apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya;
d. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku
dan mempunyai kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah,
ditambah diganti atau dicabut oleh perundang-undangan yang lebih
rendah;
e. Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih
rendah, tetapi yang sebaliknya dapat. Namun demikian, tidak tepat apabila
perundang-undangan yang lebih tinggi mengambil alih fungsi perundang-
undangan yang lebih rendah. Apabila terjadi demikian, pembagian
wewenang mengatur dalam suatu negara menjadi kabur. Di samping itu,
badan pembentuk perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut akan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 111
teramat sibuk dengan persoalan-persoalan yang selayaknya diatur oleh
badan pembentuk perundang-undangan yang lebih rendah.

Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud
akan menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-
undangan, bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran
perundang-undangan.

b. Peraturan Perundang-undangan tidak dapat Diganggu Gugat
Asas ini berkaitan dengan hak menguji perundang-undangan (toetsingsrecht).
Sebagaimana diketahui hak menguji perundang-undangan ada 2 (dua) macam
yakni:
a. Hak menguji secara materiel (materieletoetsingsrech) yaitu, menguji materi
atau isi dari perundang-undangan apakah bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.
b. Hak menguji secara formal (formele toetsingsrecht) yaitu menguji apakah
semua formalitas atau tata cara pembentukan sudah dipenuhi.

Dalam hal ini, materi atau isi peraturan perundang-undangan tidak dapat diuji
oleh siapapun, kecuali oleh badan pembentuk sendiri atau badan yang
berwenang yang lebih tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan
perubahan hanyalah badan pembentuk peraturan perundang-undangan itu
sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi.

Namun, dalam perkembangannya, asas peraturan perundang-undangan tidak
dapat diganggu gugat tersebut sudah memiliki penyimpangan. Dalam hal ini
konsep judicial review meletakkan lembaga peradilan (misalnya Mahkamah
Agung, atau Mahkamah Konstitusi) dapat menjadi lembaga yang menguji
konstitusionalitas peraturan perundangan. Dalam konsep demikian badan
pembentuk peraturan perundangan menjadi positive legislator sedangkan
lembaga pelaksana judicial review bertindak sebagai negative legislator.

Perlu diketahui, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu
gugat tetap konsisten diterapkan di negara-negara yang menganut prinsip
kedaulatan parlemen (parliamentary sovereignty). Di negara-negara demikian –
seperti Inggris dan Perancis, sebagai perwujudan kedaulatan parlemen, produk
parlemen – termasuk undang-undang – dinyatakan tidak dapat diganggu-
gugat.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 112
c. Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Khusus Mengesampingkan
Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Umum ( Lex Specialis
Derogat Lex Generalis)
Pada prinsipnya, peraturan perundang-undangan yang bersifat umum
mengatur persoalan-persoalan pokok dan berlaku secara umum pula. Selain itu
ada juga peraturan perundang-undangan yang menyangkut persoalan pokok
dimaksud, tetapi pengaturannya secara khusus menyimpang dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang umum tersebut .

Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau
karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus,
sehingga diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di
Indonesia terdapat hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap
penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan tertentu, dalam hal ini
misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu
bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer
tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus,
menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara
lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan
meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana
melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk
kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum.

Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362
dan seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan
militer diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer
yang melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan
hukum, yaitu Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut
yang digunakan atau berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah
ancaman hukuman dalam Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman
hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat
khusus mengesampingkan Undang -Undang yang bersifat umum dalam
persaingannya dengan Undang-Undang yang bersifat umum tersebut.

Kekhususan dimaksud dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang itu sendiri.
Misalnya, Pasal 1 KUHPM merumuskan tentang berlakunya KUHP (Undang-
Undang yang umum), kecuali jika ditetapkan secara khusus dalam KUHPM
menyimpang dari KUHP. Demikian juga mengenai hubungan hukum yang

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 113
khusus dengan hukum yang umum dalam bidang perdata yaitu, antara hukum
dagang dengan hukum perdata, tercantum dalam rumusan Pasal 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa KUH Perdata
berlaku terhadap persolan-persoalan yang diatur oleh KUHD, kecuali yang
ditentukan menyimpang.

d. Peraturan Perundang-undangan tidak Berlaku Surut
Asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied van het
recht), meliputi:
a. Lingkungan kuasa tempat ( ruimtegebied, territorial sphere), yang
menunjukkan tempat berlakunya hukum atau perundang-undangan. Suatu
ketentuan hukum atau perundang-undangan berlaku untuk seluruh wilayah
negara atau hanya untuk sebagian wilayah negara.
b. Lingkungan kuasa personel (zakengebied, material sphere), yaitu
menyangkut masalah atau persoalan yang diatur. Misalnya, apakah
mengatur persoalan perdata atau mengatur persoalan publik. Lebih sempit
lagi, apakah mengatur persoalan pajak ataukah mengatur persoalan
kewarganegaraan, dan lain sebaginya.
c. Lingkungan kuasa orang ( personengebied, personal sphere), yaitu
menyangkut orang yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk atau
hanya untuk Pegawai Negeri atau hanya untuk kalangan anggota ABRI saja,
dan lain sebagainya;
d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), yang menunjukkan
sejak kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau
perundang-undangan.

Asas “Peraturan Perundang-undangan tidak berlaku surut” berkaitan dengan
lingkungan kuasa waktu atau tijdsgebied atau temporal sphere sebagaimana
tersebut di atas. Peraturan perundang-undangan dibuat dengan maksud untuk
keperluan masa depan sejak peraturan perundang -undang tersebut
diundangkan. Tidaklah layak apabila materi yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan diberlakukan untuk masa silam sebelum peraturan
perundang-undangan itu dibuat dan diundangkan. Karena apabila diberlakukan
surut akan dapat menimbulkan berbagai akibat yang tidak baik.
e. Peraturan Perundang-undangan yang Baru Mengesampingkan Peraturan
Perundang-undangan yang Lama (Lex Posteriori Derogat Lex Priori)
Apabila ada suatu masalah yang diatur dalam suatu peraturan perundang-
undangan yang lama diatur pula dalam peraturan perundang-undangan yang
baru, maka ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang baru yang

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 114
berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud,
tujuan maupun maknanya.

Secara Normatif
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan.
setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.
Setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau
batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan.
d. dapat dilaksanakan.
Setiap Pembentukan Peraturan Perundang -undangan harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
f. kejelasan rumusan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan.
dalam Pembentukan Peraturan Perundang -undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. Pengayoman.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 115
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Kemanusiaan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional
c. Kebangsaan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang -undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian
dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f. Bhinneka Tunggal Ika.
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah
serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial
i. ketertiban dan kepastian hukum.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang -undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,
masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 116
Selain mencerminkan asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu
dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-
undangan yang bersangkutan. Antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

4. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Hierarki peraturan perundang-undangan adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan
Perundang-undangan yangdidasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang -
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.

Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN














PERATURAN DAERAH KABUPATEN / KOTA
PERATURAN DAERAH PROVINSI
PERATURAN PRESIDEN
PERATURAN PEMERINTAH
PEMERINTAHPEMERINTAH
UNDANG-UNDANG/PERPU
TAP MPR
UUD 1945

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 117
Berdasarkan pasal 8 UU No. 12 tahun 2011, jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Peraturan Perundang-undangan ini diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi. Sedangkan dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah
Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang -Undang, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.

5. Jenis dan Kedudukan Peraturan Di Desa dalam sistem hukum nasional
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa, jenis peraturan di desa meliputi:
1) Peraturan Desa;
2) Peraturan Bersama Kepala Desa; dan
3) Peraturan Kepala Desa.

Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut
dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan bersama
Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi
materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga dapat
menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan
desa yang bersifat penetapan.Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat
konkrit, individual, dan final.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 118
6. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Peraturan Di Desa
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa
berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis
dengan masa keanggotaan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan
sumpah/janji.Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah
gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan
memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa.

Adapun mekanisme musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa sebagai berikut:
1) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa
dipimpin oleh pimpinan Badan
Permusyawaratan Desa;
2) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
Badan Permusyawaratan Desa;
3) pengambilan keputusan dilakukan dengan cara
musyawarah guna mencapai mufakat;
4) apabila musyawarah mufakat tidak tercapai,
pengambilan keputusan dilakukan dengan cara
pemungutan suara;
5) pemungutan suara sebagaimana dimaksud
dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui
oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1
(satu) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa yang hadir; dan
6) hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan
Badan Permusyawaratan Desa dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat
oleh sekretaris Badan Permusyawaratan Desa.

Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategismeliputi:
Peraturan Desa adalah
Peraturan Perundang -
undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah
dibahas dan disepakati
bersama BPD.
Peraturan Bersama Kepala
Desa adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh dua atau
lebih Kepala Desa dan
bersifat mengatur.
Peraturan Kepala Desa
adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa
dan bersifat mengatur.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 119
1) penataan Desa;
2) perencanaan Desa;
3) kerja sama Desa;
4) rencana investasi yang masuk ke Desa;
5) pembentukan BUM Desa;
6) penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
7) kejadian luar biasa.

Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan
dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

7. Kewenangan Bupati/Walikota melakukan Evaluasi dan Klarifikasi Peraturan
Desa
Berdasarkan Pasal 112 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Adapun Pembinaan dan pengawasan
yangdilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi:
1) memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang
dilaksanakan oleh Desa;
2) memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
3) memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
4) melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan
5) melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa. Evaluasi disini termasuk
juga melakukan pembatalan terhadap Peraturan Desa.

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan
Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah
produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa; dan
5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, serta
gender.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 120
a. Evaluasi rancangan Peraturan desa ke Bupati/ Walikota
Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa
untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan
disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari
sejak disepakati untuk dievaluasi. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan
hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan
sendirinya.
Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa diserahkan oleh Bupati/Walikota paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan
tersebut oleh Bupati/Walikota. Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan
hasil evaluasi, Kepala Desa wajib memperbaikinya.

Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh)
hari sejak diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk
memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut
disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.
Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap
menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan
Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.

b. Klarifikasi Peraturan Desa
Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa untuk
mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk
diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan
membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.



Hasil klarifikasi oleh Bupati/Walikota dapat berupa:
1) hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum, dan/atau
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; dan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 121
2) hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil
klarifikasi yang telah sesuai. Sedangkan dalam hal hasil klarifikasi bertentangan
dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang -
undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa
tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota.

8. Kerjasama Antar-Desa Menurut UU Desa dan Peraturan Pelaksanaannya
Berdasarkan Pasal 91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja sama dengan
Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antar-Desa sendiri
meliputi:
1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai
ekonomi yang berdaya saing;
2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat antar-Desa; dan/atau
3) bidang keamanan dan ketertiban.

Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui
kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan
kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:
1) pembentukan lembaga antar-Desa;
2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat
dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan
Perdesaan;
5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada;
dan
6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.

Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat
membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan
usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau
lebih.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 122
Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak
ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu
dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.

Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.
Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian
bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.

Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya,
dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan
organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan
bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada
kepala Desa.

Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan
menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama Desa dapat
berakhir apabila:
1) terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam
perjanjian;
2) tujuan perjanjian telah tercapai;
3) terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak
dapat dilaksanakan;
4) salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
5) dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
6) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7) objek perjanjian hilang;
8) terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau
nasional; atau
9) berakhirnya masa perjanjian.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 123

Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah
serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa
dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh
camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang
berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.
Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian
perselisihan.

Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah
dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian
melalui proses hukum.

9. Prosedur Penyusunan Peraturan Di Desa
a. Penyusunan Peraturan Desa

Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan
BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan,
lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan
kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan
Peraturan Desa.

Tahap Penyusunan oleh Kepala Desa.
Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.Rancangan
Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa
(sesuai pasal 6 ayat 2 permendagri 111/2014) dan dapat dikonsultasikan kepada camat
untuk mendapatkan masukan. Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan
diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung
dengan substansi materi pengaturan.

Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk
tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa
yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.

Tahap Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD.
Selain diprakarsai oleh Pemerintah Desa, BPD dapat menyusun dan mengusulkan
rancangan Peraturan Desa, kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 124
pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana
kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan
Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.

Tahap Pembahasan.
BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan
Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah
Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan
yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan
Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.

Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas
kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.

Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan
Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan
Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan
peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda
tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

Tahap Penetapan.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani
Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib
diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

Tahap Pengundangan.
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa
dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak
diundangkan.

Tahap Penyebarluasan.
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa,
pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.
Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh
masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 125

Tahap Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Penetapan, Pengundangan dan
Penyebarluasan Peraturan Desa





Pembatalan
Perdes dengan
keputusan
Bupati/Walikota

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 126
Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata
ruang, dan organisasi Pemerintah Desa




10. Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa

Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar -
Desa.Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.

Tahap Penyusunan.
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala
Desapemrakarsa.Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib
dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan
kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan. Masukan dari masyarakat
desa dan camat tersebut digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 127
Tahap Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan
Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala
Desa atau lebih. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan
Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.

Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut
diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa. Peraturan
Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak
tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.

Tahap Penyebarluasan.
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-
masing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana yang
memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui sarana internet
atau pengumuman di tempat strategis.

Proses Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 128


11. Penyusunan Peraturan Kepala Desa
Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa. Materi
muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan
Kepala Desa dari segi prosedur lebih sederhana karena tidak memerlukan persetujuan
dari BPD. Adapun metode penyusunannya berlaku mutatis mutandis dengan metode
penyusunan peraturan perundang-undangan yang lain. Sebagai tahap akhir, Peraturan
Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

12. Penyusunan Rancangan Perdes Prioritas

a. Penyusunan Rancangan Perdes tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan
Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam
musyawarah Desa yangwajib dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun
anggaran berjalan.Dalam menyusun RPJM Desa, Pemerintah Desa wajib
menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif
yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa
terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa dengan memperhatikan
arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota.

RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota yang memuat visi dan misi kepala
Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan
pembangunan Desa.RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif
Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.RPJM Desa ditetapkan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.

Apa yang dimaksud dengan Kondisi objektif Desa? Maksudnya adalah kondisi yang
menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia,
sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan,
antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 129
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan
hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.

Melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa, Pemerintah Desa dapat
mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan
pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi.Usulan
kebutuhan pembangunan Desa harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Jika
usulan tersebut disetujui, maka usulan dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa, RPJM Desa dapat diubah dalam hal:
1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

b. Rancangan Perdes tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.

RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
yang memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.RKP
Desa paling sedikit berisi uraian:
1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
2) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
3) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja
sama antar-Desa dan pihak ketiga;
4) rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa
sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
5) pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau
unsur masyarakat Desa.

RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah
daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 130
Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan
yang menjadi dasar penetapan APB Desa.

Dalam menyusun RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah
perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa, RKP Desa dapat diubah dalam hal:
1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

c. Rancangan Perdes tentang APB Desa

Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi
berdasarkan kewenangan sebagai berikut:
1) penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan
kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Peme rintah
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan
pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan
kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah
daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.Bupati/walikota menginformasikan
rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan
retribusi kabupaten/kota untuk Desa, serta
bantuan keuangan yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota.

Alokasi Dana Desa (ADD) adalah
dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 131
Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran
sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah.
Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai
bahan penyusunan rancangan APB Desa.

PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan
dalam APB Desa dengan perincian:

1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa; dan
2) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk:
a) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
b) operasional Pemerintah Desa;
c) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
d) insentif rukun tetangga dan rukun warga.

Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan
Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak
disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat
didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

1. AZAS PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau urgan pembentuk yg tepat
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan
g. Transparan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 132
2. JENIS PERATURAN PERUNDANG -UNDANGAN DI DESA

a. Peraturan Desa
b. Peraturan Bersama Kepala Desa
c. Peraturan Kepala Desa

Peraturan di desa sebagaimana dilarang bertentangan dengan kepentingan umum,
dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih
lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa.
Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.

3. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

a. Landasan Filosofis.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara. Dalam peraturan desa, agar peraturan desa yang
diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-
tengah masyarakat misalnya adat istiadat, agama.

c. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada,
yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan
rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 133
Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu,
antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis
atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai,
atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

4. PERSIAPAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

Pemrakarsa rancanganperaturan desa adalah:
a. Pemerintah Desa
b. Usul Inisiatif BPD

5. PEMBAHASAN

Rancangan peraturan desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD. Muatan materi dilihat dari sudut pandang tujuan diterbitkannya sebuah
Peraturan Desa itu maka materi Peraturan Desa antara lain meliputi :
a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur
b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa
c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat.

6. KERANGKA STRUKTUR PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA
DESA DAN PERATURAN KEPALA DESA

a. PENAMAAN/JUDUL
b. PEMBUKAAN
c. BATANG TUBUH
d. PENUTUP
e. LAMPIRAN (BILA DIPERLUKAN)

a. PENAMAAN/JUDUL

1. Setiap Peraturan Desa dan Keputusan Desa mempunyai penamaan/judul
2. Penamaan/ judul Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat
keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau
Keputusan yang diatur
3. Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa
dan Keputusan Kepala Desa
4. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 134


Contoh :
 Jenis Peraturan Desa :

PERATURAN DESA...............(Nama Desa)
NOMOR 3 TAHUN 2015
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN...........

 Jenis Peraturan Bersama Kepala Desa
PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)
DAN KEPALA DESA... (Nama Desa)
NOMOR ... TAHUN ...
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
(Judul Peraturan Bersama)

 Jenis Peraturan Kepala Desa :

PERATURAN KEPALA DESA.............(Nama Desa)
NOMOR 2 TAHUN 2015
TENTANG
IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA

 Jenis Keputusan Kepala Desa :

KEPUTUSAN KEPALA DESA.................(Nama Desa)
NOMOR 3 TAHUN 2015
TENTANG
TIM PENYUSUN RPJM DESA

b. PEMBUKAAN

Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :
a. Frasa “ Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa “
b. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa
c. Konsiderans
- Menimbang
- Mengingat

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 135
d. Frasa “ Dengan kesepakatan bersama Badan Permusyawaratan Desa
dan Kepala Desa“
e. Memutuskan dan
f. Menetapkan
Pembukaan pada Peraturan Bersama Kepala Desa
a. Frasa “ Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa “
b. Jabatan pembentuk Paraturan Bersama Kepala Desa
c. Konsiderans
- Menimbang
d. Dasar Hukum
- Mengingat
e. Memutuskan; dan
f. Menetapkan

Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa
a. Frasa “ Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa “
b. Jabatan pembentuk Paraturan Kepala Desa
c. Konsiderans
- Menimbang
d. Dasar Hukum
- Mengingat
e. Memutuskan; dan
f. Menetapkan

Pembukaan pada Keputusan Kepala Desa
a. Jabatan pembentuk paraturan kepala desa
b. Konsiderans
- Menimbang
c. Dasar Hukum
- Mengingat
- Memperhatikan (jika diperlukan)
d. Memutuskan dan
e. Menetapkan

c. PENJELASAN

a. FRASA ” Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ”,
Kata frasa yang berbunyi ” Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”
merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, cara penulisannya

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 136
seluruhnya huruf kapital, ditulis dalam satu baris dan tidak diakhiri tanda
baca.

Contoh :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. JABATAN
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa ditulis dengan huruf
kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma ( , )
Contoh :
KEPALA DESA KUSUMANEGARA,
c. KONSIDERANS
Konsiderans harus diawali dengan kata ” Menimbang ” yang memuat uraian
singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang,
pertimbangan, landasan yuridis, sosiologis dan filosofis dibentuknya
Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa
Jika konsideran terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok
pikiran dirumuskan pengertian dan tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan
huruf a,b,c dst dan diawali dengan huruf kecil serta diakhiri dengan tanda
titik koma ( ; )
Contoh :
Menimbang: a. ................................................................................................... ;
b. .................................................................................................. ;
c. .................................................................................................. ;
d. DASAR HUKUM
Dasar hukum diawali dengan kata ” Mengingat ” yang harus memuat dasar
hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula
jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya
peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan
keputusan kepala desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan
materi yang akan diatur. Dasar hukum dapat dibagi 2 yaitu :
1) Landasan yuridis kewenangan membuat peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa;
dan
2) Landasan yuridis materi yang diatur

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 137
Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan
perundang-undangan yang tingkat derajatnya sama atau lebih tinggi dari
produk hukum yang dibuat.
Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran
tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis
perundang-undangan

Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarki
peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundang-
undangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan
tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundang-undangan
tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan
nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.

Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan lembaran negara Republik
Indonesia, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia , Lembaran
Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah ( kalau ada ). Jika dasar hukum
lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum
diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan diakhiri dengan tanda baca titik
koma ( ; )
contoh : Penulisan Dasar Hukum
Mengingat : 1.




2.



3.

4.

5.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan perundang -undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor .... Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor .... ) ;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor .... Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor .... ) ;
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang……..;
Peraturan Menteri ....... Nomor ........ tentang
................................... ;
Peraturan Daerah Nomor...Tahun ...... \tentang ......
(Lembaran Daerah Tahun ...... Nomor
.....)........................................;

FRASA

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 138
Frasa ” Dengan Kesepakatan Bersama Badan Permusyawaratan Desa dan
Kepala Desa ” Kata frasa yang berbunyi ” Dengan Kesepakatan Bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa”, merupakan kalimat yang harus
dicantumkan dalam Peraturan Desa, dan cara penulisannya dilakukan sebagai
berikut :
1. Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;
2. Kata ” Dengan Kesepakatan Bersama ” hanya huruf awal kata ditulis
huruf kapital.
3. Kata “ dan ”, semuanya ditulis dengan huruf kecil;
4. Kata ” Badan Permusyawaratan Desa ” dan ” Kepala Desa ”
seluruhnya ditulis huruf kapital.


Contoh :
Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA..................(Nama Desa)
dan
KEPALA DESA .............................(Nama Desa)

MEMUTUSKAN

Kata ” Memutuskan ” ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda
baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah di tengah margin.

MENETAPKAN

Kata ” Menetapkan ” dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang
disejajarkan ke bawah dengan kata ” Menimbang” dan ” Mengingat ”. Huruf
awal kata ” Menetapkan ” ditulis dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan
tanda baca titik dua ( : )
Contoh :
Jenis Peraturan Desa :
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DESA.............(Nama Desa) TENTANG ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN….

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 139
Contoh :
Jenis Keputusan Kepala Desa :
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA.....................(Nama Desa) TENTANG
TIM PENYUSUN RPJM DESA

BATANG TUBUH

Batang tubuh peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan peraturan
kepala desa memuat materi yang dirumuskan dalam bab dan pasal-pasal atau
diktum-diktum yang bersifat mengatur ( Regeling ), sedangkan jenisKeputusan
Kepala Desa bersifat menetapkan ( Beschikking ), batang tubuhnya dirumuskan
dalam diktum-diktum.

1. Batang Tubuh Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa dan
PeraturanKepala Desamemuat:
- Ketentuan Umum
- Materi yang diatur
- Ketentuan Peralihan ( kalau ada )
- Ketentuan Penutup

2. Pengelompokkan materi dalam bab, bagian dan paragraf tidak merupakan
keharusan.
Jika Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala
Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai
banyak pasal, maka pasal - pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi bab,
bagian dan paragraf. pengelompokan dilakukan atas dasar kesamaan
kategori atau kesatuan lingkup isi materi


URUTAN PENGGUNAAN KELOMPOK
1. Bab dengan pasal-pasal tanpa bagian dan paragraf
2. Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf
3. Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal

Tata cara penulisan Bab, Bagian, Paragraf , Pasal dan ayat.
Bab diberi nomor urut dengan angka romawi dan judul bab semua ditulis
dengan huruf kapital.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 140
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian diberi nomor urut dengan bilangan-bilangan yang ditulis dengan huruf
kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan dan judul
bagian ditulis denganhuruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang
tidak terletak pada awal frasa.
Contoh :
BAB II
(……… JUDUL BAB……….)
Bagian Kedua
……………………………….
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul.
Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan
huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan
huruf kecil
Contoh :

Bagian Kedua
(…….. Judul Bagian ………..)

Paragraf 1
( Judul Paragraf )

Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam
satu kalimat.
Contoh :
Pasal 5

Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat
dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa
ayat, kecuali materi yg menjadi pasal itu merupakan satu rangkaian yg tidak
dapat dipisahkan.

Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor urut dengan
angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat
hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 141
Contoh :
Pasal 22
(1) ……………………………………………………………….
(2) ……………………………………………………………….
(3) ……………………………………………………………….


BATANG TUBUH PERATURAN KEPALA DESA

Peraturan Kepala Desa bersifat mengatur ( Regeling ) ;
1) Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua materi yang akan
dirumuskan dalam pasal - pasal
2) Pengelompokkan dalm batang tubuh terdiri atas :
a) Ketentuan Umum
b) Materi yang diatur
c) Ketentuan peralihan ( kalau ada )
d) Ketentuan penutup
3) Materi Peraturan Kepala Desa adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan
Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
4) Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh sama
dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatanPeraturan Desa

Keputusan Kepala Desa adalah bersifat penetapan ( Beschiking )
1) Batang Tubuh Keputusan Kepala Desa memuat semua materi muatan
keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
2) Pengelompokkan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur.

Contoh :
KESATU : ……………………………………...............................................
KEDUA : ……………………………………...............................................

Dalam keputusan kepala desa tidak perlu ada ketentuan umum dan ketentuan
peralihan karena keputusan kepala desa yang bersifat penetapan adalah konkrit,
individual dan final

PENUTUP
1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan
2. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda
baca koma

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 142
3. Nama lengkap pejabat yg menandatangani ditulis dgn huruf kapital tanpa
gelar dan pangkat
4. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan
Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa hanya ditandatangani oleh Kepala
Desa
5. Pengundangan Peraturan Desa dilakukam oleh Sekretaris Desa Dalam
Lembaran Desa
6. Pengundangan Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa
oleh Sekretaris Desa dalam Berita Desa

PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA,
PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perubahan peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa :
1. Dilakukan oleh Pejabat yg berwenang membentuknya
2. Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala
Desa dengan Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa
dengan Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa diubah dengan
Keputusan Kepala Desa.
3. Perubahan terhadap Peraturan itu tanpa mengubah sistematika
4. Dalam penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mana yang diubah dan
perubahan yg diadakan itu adalah perubahan yang ke… .

Contoh : Perubahan APBDes

PERATURAN DESA..............(Nama Desa)
NOMOR...... TAHUN.....
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA.........(Nama Desa)
NOMOR.... TAHUN...... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DESA


Contoh : Perubahan selanjutnya

PERATURAN DESA............(Nama Desa)
NOMOR...... TAHUN.......
TENTANG

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 143
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DESA..........(Nama Desa) NOMOR ...
TAHUN...... TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA
PERIODE TAHUN ..S.D..TAHUN…

5. Dalam konsideran Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala
Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa yang diubah,
harus dikemukakan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan
mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan
6. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala
Desa dan Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan substansi
berulang kali sebaiknya dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru.
7. Apabila perubahan sifatnya besar-besaran sebaiknya dibentuk peraturan
yang baru
8. Cara merumuskan perubahan dalam pasal-pasal :
a. Apabila suatu bab, bagian, pasal atau ayat akan dihapuskan, angka atau
nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskan tetapi tanpa isi, hanya
dituliskan “ dihapus “
Contoh :
Bab V
Pasal .. Dihapus
b. Apabila diantara pasal 14 dan 15 akan disisipkan pasal baru maka pada
pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A

PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA,
PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA

PENCABUTAN DENGAN PERGANTIAN:
Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan) atau di
belakang (ketentuan Penutup)

Contoh:
Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di belakang (ketentuan Penutup)

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 88
Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka Peraturan Desa Kusuma
Negara Nomor 2 tahun 2015 tentang APBDesa dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 144
Dalam bentuk seperti ini berarti walaupun peraturannya dicabut tetapi tidak
sampai pada akar-akarnya ( peraturan pelaksananya masih tetap berlaku )


PENJELASAN

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan:
1. Pembuatan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan
kepala desa dan keputusan Kepala Desa agar tidak menyandarkan
argumentasi pada penjelasan tetapi harus berusaha membuat peraturan
desa, keputusan kepala desa yang dapat meniadakan keragu-raguan;
2. Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan peraturan desa,
peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan
Kepala Desa yang bersangkutan;
3. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu;
4. Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat
peraturan;
5. Judul penjelasan sama dengan judul peraturan desa, peraturan bersama
kepala desa, dan peraturan kepala desa;
6. Penjelasan terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal yang
pembagiannya dirinci dengan angka romawi;
7. Penjelasan umum memuat uraian sistematis mengenai latar belakang
pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan;
8. Materi penjelasan tidak boleh bertentangan dengan materi Peraturan Desa,
Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa;
9. Materi penjelasan tidak boleh pengulangan semata dari materi Peraturan
Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa;
10. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan disatukan dan diberi
keterangan cukup jelas.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 145
a. Bentuk Rancangan Peraturan Desa



KEPALA DESA ….. (Nama Desa)
KABUPATEN/KOTA........ (Nama Kabupaten/Kota)

PERATURAN DESA… (Nama Desa)
NOMOR … TAHUN …

TENTANG

(Nama Peraturan Desa)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA (Nama Desa),

Menimbang: a. bahwa …;
b. bahwa …;
c. dan seterusnya …;
Mengingat: 1. …;
2. …;
3. dan seterusnya …;

Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA … (Nama Desa)
dan
KEPALA DESA … (Nama Desa)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DESA TENTANG ... (Nama Peraturan Desa).

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 146

BAB II

Pasal …

BAB …
(dan seterusnya)
Pasal . . .

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa … (Nama Desa).

Ditetapkan di …
pada tanggal …
KEPALA DESA…(Nama Desa),
tanda tangan
NAMA

Diundangkan di …
pada tanggal …
SEKRETARIS DESA … (Nama Desa),


tanda tangan
NAMA

LEMBARAN DESA … (Nama Desa) TAHUN … NOMOR …

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 147
b. Bentuk Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa


KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota)
PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)
DAN KEPALA DESA... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...
NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Bersama)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA ... (Nama Desa) DAN

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa.................................................................;
b. bahwa.................................................................;
c. dan seterusnya....................................................;

Mengingat : 1. ...........................................................................;
2. ...........................................................................;
3. dan seterusnya...................................................;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN
KEPALA DESA... (Nama Desa) TENTANG ... (Judul PeraturanBersama).

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 148

BAB II
Bagian Pertama
............................................
Paragraf 1

Pasal ..

BAB ...
Pasal ...

BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)

BAB ..
KETENTUAN PENUTUP

Pasal ...

Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa) dan
Berita Desa... (Nama Desa)



KEPALA DESA..., (Nama Desa)




(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa)




(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)



Diundangkan di ...
pada tanggal
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)




Diundangkan di ...
pada tanggal
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 149
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)


BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...
BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 150
c. Bentuk Rancangan Peraturan Kepala Desa



KEPALA DESA … (Nama Desa)
KABUPATEN/KOTA...... (Nama Kabupaten/Kota)

PERATURAN KEPALA DESA... (Nama Desa)
NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Kepala Desa)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa................................................;
b. bahwa................................................;
c. dan seterusnya..................................;

Mengingat : 1. ..........................................................;
2............................................................;
3. dan seterusnya..................................;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala
Desa).

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan:

BAB II
Bagian Pertama
............................................

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 151

Paragraf 1

Pasal ..

BAB ...
Pasal ...

BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)

BAB ..
KETENTUAN PENUTUP

Pasal ...

Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Kepala Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa).

Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Diundangkan di ...
pada tanggal ...
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)


(Nama)

BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 152
1. Teknik Penyusunan Keputusan Kepala Desa


KEPUTUSAN KEPALA DESA
KABUPATEN/KOTA............(Nama Kabupaten/Kota)
KEPUTUSAN KEPALA DESA ... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Keputusan Kepala Desa)
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
Menimbang : a. bahwa...................................................................;
b. bahwa...................................................................;
c. dan seterusnya.....................................................;

Mengingat : 1. ............................................................................;
2. ............................................................................;
3. dan seterusnya.....................................................;

Memperhatikan : 1. .....................................................................;
2. .....................................................................;
3. dan seterusnya..............................................;
(jika diperlukan)

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KESATU :
KEDUA :
KETIGA :
KEEMPAT :
KELIMA : Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ...............
pada tanggal ...................
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 153
DAFTAR PUSTAKA

A.Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Kebijaksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 20
September 1993.
A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Kebijakan, Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46, Jakarta 17
Juni 1992
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal. 1,
http://jimly.com/makalah/namafile/57/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf,
diakses 12 April 2015
Maria Farida Idrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998
NE. Algra en HCJG Jansenn, Rechtsingang, Een Orientatie in het Recht, HD Tjeenk Willink
bv., Groningen, 1974
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003.
SF. Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty
Yogyakarta, 1987

Daftar Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014TentangPeraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014Tentang Pedoman T eknis
Peraturan Di Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014TentangPengelolaan
Keuangan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014TentangPedoman
Pembangunan Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 154

SPB
7.1
Bahan Bacaan

Pemberdayaan Masyarakat
Desa





Bahan Bacaan 1

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
Oleh Sutoro Eko

Di Indonesia, ada pegeseran menarik dalam hal wacana, paradigma dan kebijakan
pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepatnya pembangunan
desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pembangunan masyarakat desa
pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian bergeser lagi menjadi pemberdayaan
masyarakat (desa) mulai akhir 1990-an hingga sekarang. Kini, dalam konteks reformasi,
demokratisasi dan desentralisasi, wacana pemberdayaan mempunyai gaung luas dan
populer.

Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi
struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses
sumberdaya masyarakat (Margot Breton, 1994). Pemberdayaan sebenarnya merupakan
sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan menurut cara pandang
developmentalisme (modernisasi). Saya meyakini bahwa antara pembangunan (lama)
dan pemberdayaan (baru) mempunyai cara pandang dan keyakinan yang berbeda,
seperti terlihat dalam tabel 6.

Pada intinya, paradigma lama (pembangunan) lebih berorientasi pada negara dan
modal sementara paradigma baru (pemberdayaan) lebih terfokus pada masyarakat dan
institusi lokal yang dibangun secara partisipatif. Modal adalah segala-galanya yang
harus dipupuk terus meski harus ditopang dengan penge lolaan politik secara
otoritarian dan sentralistik. Sebaliknya, pemberdayaan adalah pembangunan yang
dibuat secara demokratis, desentralistik dan partisipatoris. Masyarakat menempati
posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Negara adalah
fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa, partisipasi
dan institusi lokal.

Konsep dan Arah Pemberdayaan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 155
Tidak ada sebuah pengertian maupun model tunggal pemberdayaan. Pemberdayaan
dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan,
politik, dan sosial-budayanya. Ada yang memahami pemberdayaan sebagai proses
mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar
masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan
sektor kehidupan. Ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah
proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan
bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran,
mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu
membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.

Saya memahami pemberdayaan (masyarakat desa) dengan beberapa cara pandang.
Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempat kan posisi berdiri
masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang
tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi
sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri.
Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian
layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya)
kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given.
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas
mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri,
menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah
negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan.

Tabel: Pergeseran paradigma dalam
pembangunan masyarakat desa
Paradigma Lama (Pembangunan) Paradigma Baru (Pemberdayaan)
Fokus pada pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan yang berkualitas dan
berkelanjutan
Redistribusi oleh Negara Proses keterlibatan warga yang marginal
dalam pengambilan keputusan
Otoritarianisme ditolerir sebagai harga
yang harus dibayar karena pertumbuhan
Menonjolkan nilai-nilai kebebasan,
otonomi, harga diri, dll.
Negara memberi subsidi pada pengusaha
kecil
Negara membuat lingkungan yang
memungkinkan
Negara menyedian layanan ketahanan
social
Pengembangan institusi lokal untuk
ketahanan social
Transfer teknologi dari negara maju Penghargaan terhadap kearifan dan
teknologi lokal; pengembangan teknologi
secara partisipatoris
Transfer aset-aset berharga pada negara
maju
Penguatan institusi untuk melindungi aset
komunitas miskin.
Pembangunan nyata: diukur dari nilai
ekonomis oleh pemerintah
Pembangunan adalah proses multidimensi
dan sering tidak nyata yang dirumuskan
oleh rakyat.
Sektoral Menyeluruh

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 156
Organisasi hirarkhis untuk melaksanakan
proyek
Organisasi belajar non-hirarkis
Peran negara: produser, penyelenggara,
pengatur dan konsumen terbesar
Peran negara: menciptakan kerangka legal
yang kondusif, membagi kekuasaan,
mendorong tumbuhnya institusi-institusi
masyarakat.
Sumber: diadaptasi dari A. Shepherd, Sustainable Rural Development (London:
Macmillan Press, 1998), hal. 17.

Kedua, pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan
(needs) masyarakat. Banyak orang berargumen bahwa masyarakat akar rumput
sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang utopis (ngayawara) seperti demokrasi,
desentralisasi, good governance, otonomi daerah, masyarakat sipil, dan seterusnya. “Apa
betul masyarakat desa butuh demokrasi dan otonomi desa? Saya yakin betul,
masyarakat itu hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan (SPP). Ini yang
paling dasar. Tidak ada gunanya bicara demokrasi kalau rakyat masih miskin”, demikian
tutur seseorang yang mengaku sering berinteraksi dengan warga desa. Pendapat ini
masuk akal, tetapi sangat dangkal. Mungkin kebutuhan SPP itu akan selesai kalau
terdapat uang yang banyak. Tetapi persoalannya sumberdaya untuk pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (constrain).
Masyarakat tidak mudah bisa akses pada sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan SPP.
Karena itu, pemberdayaan adalah sebuah upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di
tengah-tengah scarcity dan constrain sumberdaya. Bagaimanapun juga berbagai
sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka,
melainkan ada problem struktural (ketimpangan, eksploitasi, dominasi, hegemoni, dll)
yang menimbulkan pembagian sumberdaya secara tidak merata. Dari sisi negara,
dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, pro-poor untuk mengelola
sumberdaya yang terbatas itu. Dari sisi masyarakat, seperti akan saya elaborasi
kemudian, membutuhkan partisipasi (voice, akses, ownership dan kontrol) dalam proses
kebijakan dan pengelolaan sumberdaya.

Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses,
masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif
mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan.
Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat
mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap
lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses
untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam
masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang
masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga
membutuhkan “intervensi” dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi
masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas
bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai
fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir,
menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya.
Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 157
menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersama-
sama.

Keempat, pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota
masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Tabel 7 menampilkan
pemetaan pemberdayaan dari dua sisi: dimensi (yang terbagi menjadi psikologis dan
struktural) dan level (personal dan masyarakat). Pemberdayaan psikologis-personal
berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi,
motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti
membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang
serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi
dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti menumbuhkan rasa memiliki,
gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif
masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir
masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dan pemerintahan.

Saya menganggap pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan arena
pemberdayaan yang paling krusial. Mengapa? Saya yakin betul bahwa pemberdayaan
tidak bisa hanya diletakkan pada kemampuan dan mental diri individu, tetapi harus
diletakkan pada konteks relasi kekuasaan yang lebih besar, dimana setiap individu
berada di dalamnya. Mengikuti pendapat Margot Breton (1994), realitas obyektif
pemberdayaan merujuk pada kondisi struktural yang mempengaruhi alokasi kekuasaan
dan pembagian akses sumberdaya di dalam masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa
realitas subyektif perubahan pada level individu (persepsi, kesadaran dan pencerahan),
memang penting, tetapi sangat berbeda dengan hasil-hasil obyektif pemberdayaan:
perubahan kondisi sosial. “Setiap individu tidak bisa mengembangkan kamampuan
dirinya karena dalam masyarakat terjadi pembagian kerja yang semu, relasi yang
subordinatif, dan ketimpangan sosial”, demikian tulis Heller (1994: 185). Bahkan James
Herrick (1995) menegaskan bahwa pemberdayaan yang menekankan pada
pencerahan dan emansipasi individu tidak cukup memadai memfasilitas
pengembangan kondisi sosial alternatif.

Tabel: Dimensi dan level pemberdayaan
Level/Dimensi Psikologis Struktural
Personal Mengembangkan
pengetahuan, wawasan, harga
diri, kemampuan, kompetensi,
motivasi, kreasi, dan kontrol
diri.
Membangkitkan kesadaran kritis
individu terhadap struktur
sosial-politik yang timpang serta
kapasitas individu untuk
menganalisis lingkungan
kehidupan yang mempengaruhi
dirinya.
Masyarakat Menumbuhkan rasa memiliki,
gotong rotong, mutual trust,
kemitraan, kebersamaan,
Mengorganisir masyarakat
untuk tindakan kolektif serta
penguatan partisipasi dalam

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 158
solidaritas sosial dan visi
kolektif masyarakat.
pembangunan dan
pemerintahan.
Sumber:Diolah kembali dari C. Kieffer, “Citizen Empowerment: A
DevelopmentPerspective”, Human Service, No. 3, 1984; J. Rappaport, “Terms of
Empowerment: Toward a Theory for Community Psychology”, American Journal of
Community Psychology, No. 15, 1987; R. Labonte, “Community Empowerment: The
Need for Political Analysis”, Journal of Public Health, No. 80, 1989; M. Zimmerman,
“Taking Aim on Empowerment Research: On the Distinction Between Individual and
Psychological Concept”, American Journal of Community Psychology, No. 18, 1990; J.
Lord, “Personal Empowerment and Active Living In H. Quinney, L. Gauvin and A.E. Wall
(Eds.), Toward Active Living (Windsor, ON: Human Kinetics Publishers, 1994); dan Leena
Rklund, From Citizen Participation Towards Community Empowerment (Tampere:
Tampere University, 1999).

Kelima, saya membuat tipologi PMD berdasarkan arena (pemerintahan dan
pembangunan) serta aktor (negara dan masyarakat) yang diletakkan dalam konteks
desentralisasi dan demokratisasi desa. Tipologi itu tertulis dalam bagan 1. Kuadran I
(pemerintahan dan negara) pada intinya hendak membawa negara lebih dekat ke
masyarakat desa, dengan bingkai desentralisasi (otonomi) desa, demokratisasi desa,
good governance desa dan capacity building pemerintahan desa. Kuadran II (negara
dan pembangunan) berbicara tentang peran negara dalam pembangunan dan
pelalayanan publik. Fokusnya adalah perubahan haluan pembangunan yang top down
menuju bottom up, membuat pelayanan publik lebih berkualitas dan semakin dekat
dengan masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan. Kudran III (pemerintahan dan
masyarakat desa) hendak mempromosikan partisipasi masyarakat dalam konteks
pemerintahan desa, termasuk penguatan BPD sebagai aktor masyarakat politik di desa.
BPD diharapkan menjadi intermediary antara masyarakat dengan pemerintah desa yang
mampu bekerja secara legitimate, partisipatif, dan bertanggungjawab. Kuadran IV
(pembangunan dan masyarakat desa) terfokus pada civil society maupun
pemberdayaan modal sosial dan institusi lokal, yang keduanya sebagai basis partisipasi
masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan.

Tipologi bagan 5 tidak dimaksudkan untuk membuat isu-isu pemberdayaan terkotak-
kotak, melainkan semua kuadran tersebut harus dikembangkan secara sinergis dan
simultan. Tetapi saya juga yakin bahwa pemberdayaan yang berbasis masyarakat dan
berkelanjutan harus ditopang secara kuat oleh kuadran IV (pembangunan dan
masyarakat desa). Kuadran IV adalah pilar utama pemberdayaan yang akan
memperkuat agenda pembaharuan pemerintahan dan pembangunan di level desa.
Saya juga yakin bahwa tipologi itu sangat berguna sebagai basis orientasi untuk kajian-
kajian keilmuan, pengembangan kurikulum dan referensi bagi kebijakan pemerintah
untuk mendorong pemberdayaan masyarakat desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 159
Bagan: Peta pemberdayaan masyarakat desa

ARENA

Pemerintahan Pembangunan


A
K
T
O
R

NEGARA
 Demokratisasi desa
 Good governance
 Otonomi desa.
 Peningkatan kapasitas
perangkat desa
 Reformasi birokrasi

 Pembangunan dari
bawah.
 Pengentasan
kemiskinan.
 Penyediaan akses
masyarakat pada
layanan publik
(pendidikan,
kesehatan,
perumahan, dll)
MASYARAKAT DESA
 Pengembangan
partisipasi politik
(voice, akses, kontrol
dan kemitraan).
 Pemberdayaan
Masyarakat Politik
 Badan Perwakilan
Desa.
 Partisipasi
masyarakat
 Penguatan modal
sosial dan institusi
lokal.
 Pemberdayaan civil
society


Tugas-Tugas Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor
masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi pemerintah
tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang
luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak,
kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan
publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif
dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan
yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati.

Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan pembinaan.
Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar semua elemen
masyarakat dan negara. Para ahli mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya
bahwa “kecil itu indah”, bahwa setiap orang itu mempunyai kearifan yang perlu
dibangkitkan dan dihargai. Kalau konsep pembinaan cenderung mengabaikan prinsip
kearifan semua orang itu. Dalam konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat,
perangkat negara, wakil rakyat, para ahli, politisi, orpol, ormas, LSM, pengusaha, ulama,
mahasiswa, serta rakyat banyak) berada dalam posisi setara, yang tumbuh bersama
melalui proses belajar bersama-sama. Masing-masing elemen harus memahami dan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 160
menghargai kepentingan maupun perbedaan satu sama lain. Pemberdayaan tersebut
dimaksudkan agar masing-masing unsur semakin meningkat kemampuannya, semakin
kuat, semakin mandiri, serta memainkan perannya masing-masing tanpa menganggu
peran yang lain. Justru dengan pemberdayaan kemampuan dan peran yang berbeda-
beda tersebut tidak diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan bersama-
sama, sehingga bisa terjalin kerjasama yang baik. Oleh karena itu, dalam hal
pemberdayaan, tidak dikenal unsur yang lebih kuat memberdayakan terhadap unsur
yang lebih lemah untuk diberdayakan. Unsur-unsur yang lebih kuat hanya memainkan
peran sebagai pembantu, pendamping atau fasilitator, yang memudahkan unsur-unsur
yang lemah memberdayakan dirinya sendiri.

Pada dasarnya “orang luar” jangan sampai berperan sebagai “pembina” atau
“penyuluh”, melainkan sebagai “fasilitator” terhadap pemberdayaan masyarakat.
Fasilitator itu adalah pendamping, yang bertugas memudahkan, mendorong, dan
memfasilitasi kelompok sosial dalam rangka memberdayakan dirinya. Tugas-tugas itu
dimainkan mulai dari analisis masalah, pengorganisasian, fasilitasi, asistensi, dan
advokasi kebijakan.

Untuk memainkan peran-peran dalam pekerjaan PMD, para pekerja/fasilitator PMD
harus profesional, memiliki sejumlah kemampuan dan keterampilan. Mereka harus
kompeten, punya kemampuan dalam memahami teori secara holistik dan kritis,
bertindak praktis, membuat refleksi dan praksis. Esensi praksis adalah bahwa orang
dilibatkan dalam siklus bekerja, belajar, dan refleksi kritis. Ini adalah proses dimana teori
dan praktik dibangun pada saat yang sama. Praksis lebih dari sekadar tindakan
sederhana, tetapi ia mencakup pemahaman, belajar dan membangun teori. Para
pekerja PMD tidak hanya butuh “belajar” keterampilan, tetapi juga “mengembangkan”
keterampilan itu. Yang perlu dikembangkan adalah: kemampuan analisis, kesadaran
kritis, pengalaman, belajar dari pihak lain, dan intuisi.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 161
SPB
7.2
Bahan Bacaan

Strategi Penguatan Kader
Pemberdayaan Masyarakat
Desa


Bahan Bacaan 2

KADER DESA: PENGGERAK PRAKARSA MASYARAKAT DESA


UU DESA DAN KADERISASI

Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa
(selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati
hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari
asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru
pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini
menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya
secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini
menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan
desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri.

Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri
mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola
desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya
secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi
terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi
peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan
kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.

Sesuai amanat UU Desa, pendampingan Desa harus dilakukan dengan paradigma
penguatan masyarakat Desa sebagai subjek. Dalam praksis kebijakan pemberdayaan
masyarakat sebelum UU Desa, kader-kader penggerak di Desa cenderung dibentuk
melalui penugasan dari supradesa, menjadi bagian dari prasyarat proyek, serta bekerja
didasarkan atas skema “petunjuk teknis” yang rinci. Desa baru pasca UU Desa dicirikan
oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari semula berkarakter
“kontrol dan mobilisasi-partisipasi”, berubah menjadi fasilitasi gerapan pembaharuan
Desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas regoknisi dan subsidiaritas,
pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 162
dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa
merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah
mufakat dalam semangat gotong royong.

PENGERTIAN KADER

Makna kata “kader” sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah
orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki
komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya.
Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “orang kunci “ yang mengorganisir dan
memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa
terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran
masyarakat desa.

Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;
tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin;
pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.

Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga
Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan “upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa”.

Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk
melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD
tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang
Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa
dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b.
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan
demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat,
untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri. Bagan
hubungan kerja antara KPMD dengan pendamping profesional maupun pendampingan
pihak ketiga adalah sebagai berikut:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 163
Gambar: Pelaku-pelaku Pendampingan Desa


Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD
dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa
untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa
KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan
melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi
masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan
sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.

KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi
Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system
pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang
kuat,maju,mandiri,dandemokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya
menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaanmasyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itudijalankan
secara “melekat” melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.

Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari
kelompok masyarakat Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD
versi UU Desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam
Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 164
pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian,
pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk
menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah “Kader Desa” dan bukan
“Kader di Desa”.

KADER DESA SEBAGAI INSTITUSI WARGA

KPMD dapat disebut sebagai institusi warga(civil institution), yakni sebuah institusi
kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu
publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah
representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan – sebagai jantung strong democracy –
hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi
masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya
Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk
memperluas jangkuan kaderisasi Desa.

Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya
gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan
lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan
mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra
desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga
masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya).
Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara,
sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu
diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga
masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara.

Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis
menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara
dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa -desa Indonesia. Secara
horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah
mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk
melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin
Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam
Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan
bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk
kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan
pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).

ORIENTASI BARU KPMD

Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebagai
berikut.

PERTAMAKPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 165
kapasitas teknokratis dan pendidikan politik.KPMD melakukan pengorganisasian
pembangunan Desa dalam proses teknokratis mencakup pengembangan pengetahuan
dan keterampilan terhadap para pelaku desa dalam hal pengelolaan perencanaan,
penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi dan sebagainya. KPMD
melakukan pendidikan politik yang berorientasi pada penguatan active and critical
citizen, yakni warga desa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Hal ini
antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkan kader-kader baru KPMD yang militan
sebagai penggerak pembangunan desa dan demokratisasi.

KEDUA pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus
berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting
tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD
harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan
KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk
memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi
dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100%
warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong
tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan
desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan
hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan
kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik
ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih
demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.

KETIGA para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi
pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi “ruang-ruang kosong”
baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD memiliki orientasi untuk mengisiruang
kosong yang identik dengan membangun “jembatan sosial” (social bridging) dan
jembatan politik (politicalbridging). Pada ranah desa, ruang kosong vertikaladalah
kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah desa dan
lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal
adalah kekosongan interaksi antara desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu
kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi
engagement baik antara warga dengan lembaga-lembagadesa maupun pemerintah
desa, agar tercipta bangunan desa yang kolektif, inklusif dan demokratis.

KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh
aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan
“pendamping pihak ketiga.Tak jarang dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya
metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional. Pendamping
profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami
keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kader-
kader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat
untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip “negara yang padat”
(congested state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 166
bekerjasama dengan unsur-unsur organisasi masyarakat sipil dan perusahaan. KPMD
sudah saatnya berkolaborasi dengan NGOs lokal, yang mempunyai tradisi dan jaringan
dengan NGOs nasional dan lembaga-lembaga internasional, agar KPMD semakin
mempunyai tradisi yang kuat dalam menerapkan pendekatan politik dalam
pendampingan.

KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam
secara emansipatif oleh kader -kader desa
(KPMD).Pendampingansecarafasilitatifolehpendampingprofesional maupun pihak
ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses ini harus berbatas,
tidak boleh berlangsung berkelanjutan bertahun-tahun. Selama proses pendampingan,
pendekatan fasilitatif oleh pendamping profesional dan pihak ketiga harus mampu
menumbuhkan kader-kader desa yaitu KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan
kader-kader KPMD lah yang akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.
Lebih lanjut, KPMD akan menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa.
KPMD memiliki spirit voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya
kalau Desa mengalokasikan insentif untuk para KPMD.

KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual.Karakteristik Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan
mengacu pada asas rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan
tugasnya dengan menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat.

MENEMUKAN KADER DESA

Menemukan kader desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD
tidaklah mudah karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkah-
langkah menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut.

Musyawarah Desa.Musyawarah desa merupakaninstitusi dan proses demokrasi
deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi
masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup
dan dikenal di tengah-tengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang
ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan
setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi
dan sedapat mungkin dapat dihindari munculnya riak-riak konflik di masyarakat. Selain
model rapat desa ada bentuk musyawarah daerah-daerah lain seperti Kerapatan Adat
Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di
Toraja, Paruman di Bali.

Secara politik musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh
Pemerintah Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi
yang dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa
ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan
menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga
kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 167
visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan ditengah-tengah
pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif, kolutif, konfliktual, dan
kemitraan.

Kader Desa ditemukan dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus
melakukan deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk
membangun kebaikan bersama.

Pilihan atau Inisiatif dari Pemerintah Desa.Kader Desa dapat ditemukan dalam tipe
kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa
parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader desa
yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka partisipasi,
anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap sumberdaya ekonomi. Jika desa
dikuasaisituasi kepemimpinan regresif, maka Kader Desa yang mengemban amanat
pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan untuk ditemukan secara ideal.
Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih berdasarkan kepentingan Kepala Desa
atau Pemerintah Desa.

Fasilitasi Pendamping Desa. Pendamping lokalDesa bertugas untuk melakukan
fasilitasi (a) perencanaan pembangunan dan keuangan desa; (b) pelaksanaan
pembangunan desa; (c) pengelolaan keuangan desa dalam rangka pembangunan desa
dan pemberdayaan masyarakat desa; (d) evaluasi pelaksanaan pembangunan desa; dan
(e) pengawasan pembangunan desa. Dalam proses pendampingan ini, warga Desa
yang mampu berkomunikasi dan kolaborasi dengan pendamping profesional lokal
Desa berpotensi untuk menjadi Kader Desa.

PENGEMBANGAN KAPASITASKADER DESA

Untuk mengembangkan kapasitas Kader Desa,Pemer-intah Desa dapat membentuk
beragam lembaga kemasyar-akatan sebagai wadah bagi warga mengaktualisasikan dir-
inya sebagai warga Desa. Lembaga-lembaga tersebut dapat ditetapkan dengan
peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang -undangan.
Sebagaimana selama ini, di Desa banyak model-model lembaga kemasyarakatan,
antara lain seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, karang taruna, lembaga
pemberdayaan masyarakat, dan sejenisn-ya. Lembaga kemasyarakatan yang banyak
terdapat di Desa itu idealnya harus bisa menjadi arena masyarakat Desa un-tuk
mengembangkan diri menjadi Kader Desa yang mampu berperan untuk membangun
desa. Lembaga-lembaga terse-but bisa menjadi ruang bagi warga Desa merumuskan
dan mengusung aspirasi mereka danberpartisipasi dalam per-encanaan, pelaksanaan
dan mengawal pembangunan Desa. Bagi Kader Desa, lembaga -lembaga itu bisa
menjadi arena pembelajaran untuk mengembangkan kapasitas mereka menjadi kader-
kader pemberdayaan masyarakat.

Selain bentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut, salah satunya misalnya bisa
juga dibentuk suatu lembaga yang menjadi pusat kegiatan kemasyarakatan (community
center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan pendampingan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 168
atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan
fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat
pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas
Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui
langkah-langkah sebagai berikut:

a. memfasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center) dengan
melibatkan KPMD sebagai ruang publik untuk aktivitas bersama dalam rangka
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
b. memfasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik desa seperti balai desa,
gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga, taman dll untuk
dijadikan sebagai tempat/lokasi diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat
kemasyarakatan dengan melibatkan KPMD;
c. memfasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama; tokoh
masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan;
kelompok perajin; kelompok perempuan; dan kelompok masyarakat miskin untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan yang diorganisir
oleh KPMD;
d. memfasilitasi terbentuknya forum mitra desa dengan KPMD sebagai motor
penggerak dimana mitra desa tersebut terdiri dari para penggiat pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatan-
kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
e. memfaslitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membentuk
pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan dan kabupaten/kota;
f. memfasilitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membuat
kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat sepeerti penerapan ilmu
keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu untuk menunjang
pengembangan konsep pembangunan nasional, wilayah dan/atau daerah,
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan;
g. memfasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan UKM usaha kecil dan
menengah dengan melibatkan KPMD;dan
h. kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan pusat
kemasyarakatan (communitycenter) sesuai dengan kondisi lokal desa
denganmelibatkan KPMD.

Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik
menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari
program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme
tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan
kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa.

PENUTUP

Cara pandang pendampingan Desa harus didasari spirit rekognisi-subsidiaritas Desa.
Praksis pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat Desa juga harus mengandung
spirit baru. Spirit baru itu harus ditunjukkan dalam sikap bahwa pendampingan akan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 169
lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD.
Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga
dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang
piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.

Selanjutnya, pendampingan oleh KPMD harus didorong untuk melakukan intervensi
secara utuh untuk memperkuat village driven development dan mewujudkan desa
sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiridan demokratis. KPMD serta
isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa harus terkonsolidasi dalam sistem desa.
Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa, serta
perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada pembangunan
desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan, aset lokal, dan
KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain, desa menjadi
basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan berpembangunan
dimana KPMD berada didalamnya sebagai Kader Desa yang inovatif-progresif.***

Sumber:Dindin Abdullah Ghozali, 2015. Kader Desa: Penggerak Prakarsa Masyarakat
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik
Indonesia.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 170
SPB
7.3
Bahan Bacaan

Strategi Penguatan Lembaga
Kemasyarakatan Desa




Bahan Bacaan 3

LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

Prinsip-Prinsip lembaga kemasyarakatan desa

Lembaga kemasyarakatan desa merupakan lembaga sosial kemasyarakatan. Maka
dengan sendirinya prinsip yang mendasari lembaga kemasyarakatan desa adalah
prinsip-prinsip sosial, sukarela bukan komersial. Prinsip pertama adalah prinsip
kesukarelaan, yaitu prinsip atau asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
masyarakat dalam mengikuti dan menjalani setiap kegiatan yang diperuntukkan bagi
lembaga kemasyarakatan ini.

Juga prinsip kemandirian, dimana lembaga kemasyarakatan tidak tergantung dan
menggantungkan kepada pihak manapun. Dengan begitu, maka lembaga
kemasyaraktan akan terlepas dari campur tangan pihak manapun. Dengan prinsip
kemandirian, lembaga kemasyarakatan tidak berada di bawah naungan organisasi
manapun, berdiri sendiri dengan membentuk struktur organisasi sendiri untuk
mengelola dan menjalankan kegiatannya dengan bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Dan prinsip keragaman, yang melandasi praktik bahwa lembaga kemasyarakatan harus
siap menerima anggota secara terbuka bagi siapa saja yang berminat menjadi anggota
dengan tidak pandang status masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah
maupun atas. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri dan tidak
bersifat memaksa dengan tidak mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan
diri sebagai anggota yang akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa
yang akan didirikan.

Lembaga kemasyarakatan berbeda dengan organisasi sosial desa, seperti kelompok
tani, kelompok pengerajin dll. Organisasi sosial di desa dibentuk untuk melayani
anggota-anggotanya. Sedangkan lembaga kemasyarakatan dibentuk untuk
menjalankan fungsi publik, misalnya kesehatan, pendidikan, dan pelayanan
administrasi.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 171

Proses membentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa

Pembentukan lembaga kemasyarakatan adalah atas prakarsa pemerintah desa dan
masyarakat. Artinya, hak prakarsa pembentukan lembaga kemasyarakatan desa bisa
dari dua jalur, inisasi masyarakat, atau iniasiasi pemerintah desa, atau prakarsa bersama
antara pemerintah dan masyarakat desa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya alur
hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat
kemitraan, konsultatif dan koordinatif. Lembaga kemasyarakatan membantu
pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (pasal 94
ayat 1 dan 2 UU Desa).

Sebagaimana dalam pembuatan peraturan desa lainnya, dalam menetapkan peraturan
desa tentang lembaga kemasyarakatan desa juga harus melalui tahapan sebagaimana
yang diatur dalam Permendagri No. 111 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan
di Desa. Harus melalui proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan
pengundangan, sosialisasi. Selanjutnya harus melalui proses evaluasi dan klarifikasi.

Tugas dan Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa

Adapun tugas lembaga kemasyarakatan Desa dijelaskan dalam pasal 94 ayat 3 UU
Desa dan pasal 150 ayat PP 43. Dimana berangkat dari pola hubungan antara lembaga
kemasyarakatan dan pemerintahan desa adalah kemitraan, konsultatif dan koordinatif,
maka tugas yang bisa dilakukan oleh lembaga kemasyarakatan desa meliputi:

 Melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, yaitu upaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Atau ringkasnya,
memampukan dan memandirikan masyarakat.
 Ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini bisa
dilakukan mulai dari perencanaan-perencanaan pembangunan sejak sebelum
dilakukan musyawarah desa (pra-musdes) yaitu ketika penggalian data pendapat
dari semua unsur masyarakat, yang selanjutnya diajukan dalam pembahasan
musyawarah desa.
 Tidak hanya berhenti di situ, peran lembaga kemasyarakatan desa harus dilanjutkan
secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan desa. Hal itu bisa dilakukan ketika
dalam tahap-tahap pembangunan sampai penyelesaian, dan juga tidak kalah
pentingnya adalah berperan ketika pelaporan pembangunan desa dan
pertanggungjawabannya.
 Meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. Sebagai lembaga yang mewadahi
aspirasi masyarakat, lembaga kemasyarakatan desa juga bisa berperan dalam
meningkatkan pelayanan masyarakat desa oleh pemerintah desa sebagai
pelaksanan kegiatan dan program di desa. Hal itu tentu bisa menggunakan jalur
koordiatif antara lembaga kemasyarakatan desa dan pemerintahan desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 172

Fungsi Lembaga Kemasyarakatan Desa

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan isu garapan dalam pengembangan lembaga
kemasyarakatan, diantaranya ; isu terkait dengan penyediaan pelayanan dasar, isu
terkait dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan
peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan pengembangan pasar
yang pro kemiskinan, atau isu yang terkait dengan pengembangan akses untuk
bantuan keadilan dan hukum.

Dalam pasal 150 ayat 3 PP No. 43 disebutkan, bahwa lembaga kemasyarakatan desa
memiliki fungsi:

- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
- Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah satu fungsi
lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi
masyarakat dalam pembangunan
- Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
- Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada
masyarakat Desa
- Menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan
mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif
- Menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi,
swadaya, serta gotong royong masyarakat

Contoh peran dan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan desa

a. PKK. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau lazim disebut dengan PKK
merupakan lembaga kemasyarakatan desa yang menjadi mitra kerja pemerintah
dan organisasi kemasyarakatan desa lainnya dalam pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan keluarga. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan bentuk:

- memberi penyuluhan dan menggerakkan masyarakat tentang keluarga sehat
sejahtera.
- menggali, menggerakan dan mengembangkan potensi masyarakat, khususnya
keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan;
- melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada keluarga-keluarga yang mencakup
kegiatan bimbingan dan motivasi dalam upaya mencapai keluarga sejahtera;
- mengadakan pembinaan dan bimbingan mengenai pelaksanaan program kerja;
- berpartisipasi dalam pelaksanaan program instansi yang berkaitan dengan
kesejahteraan keluarga di desa/kelurahan;

Sehingga Tim Penggerak PKK bisa berfungsi sebagai penyuluh, motivator dan
penggerak masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan program PKK;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 173
danfasilitator, perencana, pelaksana, pengendali, pembina dan pembimbing
Gerakan PKK.
b. RT dan RW. Lembaga kemasyarakatan ini juga bisa berperan membantu
Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. RT/RW dalam
melaksanakan tugasnya bisa berfungsi:

- mendata kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintahan lainnya;
- memelihara keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar warga;
- membuat gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan mengembangkan
aspirasi dan swadaya murni masyarakat; dan
- menjadi penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di
wilayahnya.

c. Karang Taruna. Lembaga kemasyarakatan ini bisa berperan sebagai wadah
pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat
terutama generasi muda. Lembaga ini juga bisa bereran menanggulangi berbagai
masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang
bersifat pencegahan (preventif) maupun pemulihan(rehabilitatif). Lembaga
kemasyarakatan Karang Taruna bisa berfungsi:

- Menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial.
- Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat.
- Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di
lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta
berkesinambungan.
- Menyelenggarakan kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi
muda di lingkungannya.
- Menananamkan pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung
jawab sosial generasi muda.
- Menumbuh kembangkan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan,
kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai NKRI.
- Memupuk kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung
jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan
kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi
kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya;
- Penyelenggara rujukan, pendampingan dan advokasi sosial bagi penyandang
masalah kesejahteraan sosial;
- Menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.
Seperti kenakalan remaja baik secara preventif, rehabilitatif. Atau
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja.

d. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Desa atau Kelurahan (LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau
Kelurahan (LKMDILKMK) atau sebutan nama lain mempunyai tugas menyusun
rencana pembangunan secara partisipatif, menggerakkan swadaya gotong royong

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 174
masyarakat, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan.Lembaga
kemasyarakatan ini bisa berfungsi:

- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan.
- Menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam
kerangka memperkokoh NKRI.
- Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan pemerintah kepada
masyarakat.
- Menyusun rencana, pelaksanaan, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil
pembangunan secara partisipatif.
- Menumbuh-kembangkan dan menjadi penggerak prakarsa, partisipasi, serta
swadaya gotong royong masyarakat.
- menggali, mendayagunakan dan mengembangan pote nsi sumber daya alam
serta keserasian lingkungan hidup.

Penutup

Pada dasarnya pemerintah desa dan masyarakat dapat memanfaatkan lembaga
kemasyarakatan desa yang masih ada. Jika LPMD masih ada maka bisa dimanfaatkan,
baik untuk wadah perencanan dan pelaksanaan pembangunan. Perangkat desa
maupun LPMD dapat bekerjasama merancang RPJMDesa sebagai tindak lanjut atas
Musyawarah Desa dan Musrenbangdesa. Namun demikian, LPMD bukan satu-satunya
wadah untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Desa dapat juga
membentuk tim atau panitia yang menyiapkan rancangan RPJMDesa maupu n
melaksanakan berbagai program pembangunan desa dan pemberdayaan desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 175

SPB
8
Bahan Bacaan

Pengembangan Kapasitas
Masyarakat Melalui
Pelatihan



Bahan Bacaan 1

KAJIAN KEBUTUHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING LOKAL
DESA


A. Pengertian

Sebelum tenaga pendampin Lokal Desa bekerja dalam situasi tugas, maka perlu dilakukan
penyiapan kemampuan personal dan kelembagaan yang dimulai dengan penilaian atau analisis
kebutuhan pendamping (AKP). Analisis kebutuhan pendamping salah satunya terkait dengan
kebutuhan pelatihan yang dikenal dengan istilah Traianing Need Assessment (TNA). Menzel
dan Messina (2011:22) mengatakan, ―A TNA is only the first critical stage in any training cycle.
Thus, a TNA is quite simply a way of identifying the existing gaps in the knowledge and the
strengths and weaknesses in the processes that enable or hinder effective training programs
being delivered.‖ Artinya, TNA merupakan tahap kritis pertama dalam siklus pelatihan. Dengan
TNA, manajemen mengidentifikasi kesenjangan yang ada dalam pengetahuan dan kekuatan
dan kelemahan dalam proses yang memungkinkan atau menghambat program pelatihan.
Analisis kebutuhan pendamping memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan peningkatan
kapasitas pendamping, di mana perencanaan yang paling baik didahului dengan
mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis kebutuhan pendamping akan
menjadi masukan dalam perencanaan pengembangan kapasitas pendamping.

Moore (1978) dan Schuler (1993), Wulandari (2005:79) menyimpulkan, ―Untuk menentukan
kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar- kinerja aktual =
kebutuhan pelatihan. Hal Ini berarti perbedaan antara kinerja yang ingin dicapai dengan
kinerja sesungguhnya merupakan kebutuhan pelatihan‖. Analisis kebutuhan pelatihan dan
pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit.

Hariadja (2007) mengungkapkan, sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan
selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah
sehingga jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan
organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab
perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan
sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang
akan dihadapi pada masa yang akan datang.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 176

Analisis kebutuhan pelatihan mengambil peran yang penting dalam menyajikan informasi
sebagai upaya sistematis untuk mengenai kebutuhan Pendamping Lokal Desa dalam rangka
perbaikan kinerja. Menurut Barbazette (2006:5), ―analisis kebutuhan pelatihan dilakukan
untuk meningkatkan kinerja atau menutupi kinerja yang tidak memenuhi standar. Oleh karena
itu, analisis kebutuhan menjadi sumber informasi penting dalam perumusan kebijakan dan
strategi pengembangan kapasitas Pendamping Lokal Desa.

B. Tujuan

Tujuan penetapan kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa di setiap wilayah
kerja (Kecamatan/Desa) di dasarkan pada kerangka acuan standar kompetensi Pendamping
Lokal Desa yang telah ditetapkan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi melalui Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan. Secara
umum, tujuan penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas pendamping adalah mengumpulkan
informasi untuk menetukan bentuk pelatihan dan bimbingan yang di butuhkan bagi
pendamping sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan. Secara khusus penilaian
kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa dilaksanakan dengan tujuan sebagai
berikut:

1. Diperolehnya informasi tentang kemampuan baik pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam tugasnya sebagai Pendamping Lokal Desa.
2. Dasar untuk menyelenggarakan pembinaan profesi dan karier Pendamping Lokal Desa.
3. Pedoman bagi Pendamping Lokal Desa untuk meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan
tugas.
4. Acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga terkait dalam memfasilitasi
peningkatan kompetensi Pendamping Lokal Desa serta menjamin kualitas
penyelenggaraan pelatihan dan bimbingan teknis sesuai dengan tugas pokoknya.

C. Sasaran

Sasaran penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa, sebagai berikut:
1. Terselenggaranya pembinaan, pengembangan dan pengendalian Pendamping Lokal
Desa secara efektif, efisien dan akuntabel.
2. Tersedianya Pendamping Lokal Desa yang profesional.
3. Terselenggaranya kegiatan pelatihan dan bimbingan teknis yang berkualitas.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dalam penilaian kebutuhan Peningkatan Kapasitas Pendamping
Lokal Desa, sebagai berikut:
1. Program pelatihan dan bimbingan (non-pelatihan) yang disusun sesuai dengan
kebutuhan organisasi, jabatan maupun individu setiap Pendamping Lokal Desa.
2. Menjaga dan meningkatkan motivasi Pendamping Lokal Desa dalam mengikuti
pelatihan dan bimbingan kinerja, karena program yang diikutinya sesuai dengan
kebutuhan dalam menjalankan tugas di Lokal.
3. Mencapai efektifitas pencapaian target kinerja Pendamping Lokal Desa dalam rangka
pencapaian tujuan dan standar kompetensi yang ditetapkan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 177
4. Efisiensi biaya pembinaan dan pengembangan Pendamping Lokal Desa karena
program yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian biaya yang
dikeluarkan untuk pelatihan dan bimbingan kinerja tidak sia-sia.
5. Menemukenali penyebab timbulnya masalah dalam pelaksanaan tugas sebagai
Pendamping Lokal Desa, karena pelaksanaan penilaian kebutuhan yang tepat dan
efektif, tidak saja akan menemukan masalah yang ditimbulkan oleh diskrepansi
kompetensi pendamping dengan standar kompetensi dan tuntutan masyarakat desa
sebagai pengguna.

E. Tahapan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kapasitas

Tahapan Analisis Kebutuhan Pendamping (AKP) atau Training Needs Analysis (TNA) menurut
Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987) membagi dalam 5 (lima) proses
penting yaitu :

Tahap 1: Persetujuan dan kesiapan manajemen dalam melakukan analisis kebutuhan. Proses
TNA dimulai ketika manajemen terutama pimpinan organisasi mengizinkan penggunaan
penilaian kebutuhan yang sistematis dalam menemukan target yang tepat untuk pelatihan.
Inisiasi TNA harus didahului dengan perencanaan yang rinci dan penjadwalan.

Tahap 2: Membaca lingkungan kerja organisasi. Tahapan ini melihat permasalahan yang terjadi
pada pelaksanaan pekerjaan, tim kerja, departemen, atau organisasi. Tiga bentuk umum dalam
pembacaan lingkungan organisasi dengan mempelajari catatan tertulis/telaah dokumen
organisasi, mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada pegawai tentang kinerja atau
kesenjangan lain yang dicari, dan mengamati kinerja yang terjadi.

Tahap 3: Memfokuskan pada kesenjangan dan kebutuhan pelatihan. Tahapan selanjutnya
adalah memfokuskan permasalahan yang didapatkan sebelumnya dengan menghimpun semua
permasalahan, menganalisa dan menspesifikasikan jenis kesenjangan yang dapat diselesaikan
melalui kebutuhan diklat atau kebutuhan non diklat;

Tahap 4: Merencanakan untuk pelaksanaan pelatihan. Setelah menetapkan kebutuhan diklat,
selanjutnya merancang pelaksanaan diklat. Proses ini bisa saja menggunakan tenaga
konsultan/tenaga ahli dalam memudahkan penentuan model dan jenis pelatihan yang akan
digunakan.

Tahap 5: Pelaporan Manajemen. Langkah terakhir dalam penilaian kebutuhan pelatihan adalah
untuk mempersiapkan laporan kepada manajemen. Isi laporan harus mencakup latar belakang
pada setiap kebutuhan pelatihan, tingkat kinerja yang diinginkan dalam setiap permasalahan,
strategi pelatihan yang digunakan untuk mencapai atau mengembalikan kinerja ketingkat yang
diinginkan, peringkat prioritas pelatihan dan berbagai fakta tentang setiap detail dan strategi
yang dilakukan dalam pelaksanaan TNA

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 178

Sumber: Diagram of the Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher (1987:10).

F. Instrumen Pengumpul Informasi dan Data

Menilai kebutuhan pendamping terkait dengan aspek komptensi mencakup kemampuan
menyerap pengatahuan, mengembangkan keterampilan dan bertindak benar. Kajian terhadap
kemampuan belajar Pendamping Lokal Desa dilakukan melalui pengenalan terhadap sejumlah
tugas atau kompetensi yang akan dikembangkan melalui berbagai pendekatan. Tidak ada satu
tes pun yang mampu menghasilkan instrumen yang komprehensif mengenai kecerdasan dan
potensi pembelajar. Tidak selamanya tes formal mampu memberikan informasi yang cukup
mengenai potensi dan kemampuan seseorang, namun perlu dilengkapi dengan alat uji
sederhana yang telah tersedia diantaranya observasi. Indikator pengamatan yang baik dapat
menunjukkan kecenderungan kemampuan seorang pendamping terutama cara menggunakan
waktu luang, minat terhadap suatu objek, kebiasaan dan tindakan yang menonjol. Pengamatan
dan penilaian terhadap kemampuan awal peserta sangat diperlukan untuk menentukan ke
dalam dan keluasan materi yang akan disampaikan. Berikut beberapa teknik dalam menggali
kebutuhan pembelajar:

1. Checklist penilaian merupakan cara yang paling sederhana dan praktis yang digunakan
secara informal untuk kepentingan praktis pelatihan terutama untuk mengenal secara
cepat kecerdasan masing-masing individu. Checklist bukan tes untuk menguji
kahandalan dan kesesuaiannya. Checklist digunakan sebagai alat bantu untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan teknik lainnya.
2. Dokumentasi. Catatan tertulis atau bentuk visual lain untuk memperlihatkan
kompetensi Pendamping Lokal Desa. Dokumentasi foto sangat bermanfaat untuk

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 179
mengabadikan suatu perilaku tindakan dan bentuk komptensi yang menonjol yang
mungkin tidak akan berulang lagi pada waktu lain. Misalnya seorang pendamping
sedang melakukan asistensi perencanaan, dokumentasikan langkah-langkah dan
kemahiran dalam melakukannya. Penggunaan teknologi CD ROM memungkinkan
seluruh informasi dapat direkam dalam suatu piringan disket praktis dan mudah
ditelaah oleh masyarakat.
3. Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan prestasi baik dari hasil pretest-
posttest atau tindakan dalam setiap kegiatan pendampingan baik kepada masyarakat,
Pemerintah Desa, UPTD dan pemangku lainnya di tingkat Kecamatan dan desa. Apakah
kemampuan Pendamping Lokal Desa lebih kuat dibidang visual melalui pemaparan
atau dalam menyusun urutan logis kegiatan pendampingan dalam rangka
implementasi Undang-Undang Desa. Hal ini dapat diukur melalui beberapa tes yang
telah dikembangkan sebagai bagian dari penilaian kinerja.
4. Berdiskusi dengan kelompok. Jika Pendamping Lokal Desa ingin mengenal masyarakat
lebih dekat terkait dengan potensi dan keberhasilnannya dapat dilakukan melalui
diskusi dengan kelompoknya. Misalnya tanyakan kepada kelompok tani tentang
kontribusi dan kemampuan yang diberikan anggota bersangkutan dalam menerapkan
teknologi pertanian atau pasca panen.
5. Berbicara dengan pembimbing atau pelatih lain. Kerapkali pelatihan merupakan
kegiatan serial dan bersambung untuk mengembangkan berbagai pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang yang beragam. Jika pendamping akan melatih penerapan
rencana pembangunan Desa, maka perlu mendapat informasi tambahan dari ahli lain
yang pernah memberikan kemampuan sejenis untuk matematis-logis, spasial dan
naturalis dalam pelatihan yang berbeda.
6. Berdiskusi dengan masyarakat dan organisasi lokal. Cara ini dilakukan untuk
mendukung penilaian lain terutama dalam mengembangkan beberapa keterampilan
dasar menyangkut kebiasaan dan pola hidup masyarakat. Jika ingin mengetahui
kemampuan berhubungan dengan pemerintah, LSM, koperasi dan organisasi lainnya,
dapat berdiskusi dengan lembaga di mana peserta atau pembelajar terlibat dan
berhubungan aktif dengannya.
7. Bertanya langsung kepada masyarakat. Orang dewasa yang sangat tahu cara mereka
belajar dan memecahkan masalah yang dihadapinya adalah dirinya sendiri. Mereka
menggunakan kemampuan belajarnya selama 24 jam sejak dilahirkan. Pelatih dapat
berdiskusi bersama pembelajar dan bertanya langsung tentang kecerdasan yang paling
berkembang atau melengkapinya dengan karya, gambar dan foto pada saat
menunjukkan kecerdasannya.
8. Kegiatan khusus. pendamping dapat mengembangkan beberapa kegiatan untuk
menguji kecerdasan dengan memberikan wahana agar pembelajar menunjukkan
kinerja yang dapat diamati. Gunakan cara atau teknik tertentu untuk mengukur
seluruh wilayah potensi dan kebutuhan belajar peserta, misalnya dengan
menggambar, bercerita, menari, berhitung dan bermain peran, bernyayi, dan tugas
tim.

G. Pendekatan dalam Analisis Kebutuhan Pengembangan Kapasitas

Sedarmayanti (2007) membagi pendekatan dalam analisis pengembangan kapasitas dalam
empat cara, yaitu: (1) performance analysis (analisis kinerja), (2) task analysis (analisis
tugas/pekerjaan), (3) competency study (studi kompetensi) dan (4) training needs survei
(survei kebutuhan pelatihan). Masing-masing pendekatan diuraikan sebagai berikut:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 180
1. Analisis Kinerja
Analisis kinerja (Dessler, 2015:331) merupakan proses yang dilakukan secara terus-menerus
untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengembangkan kinerja individu dan tim dan
menyelaraskan kinerja mereka dengan sasaran organisasi‖. Sementara Barbazatte (2006)
menyatakan bahwa ―analisis kinerja biasa disebut gap analysis, yaitu melihat kinerja yang
telah dilakukan pegawai dan melihat hasil pekerjaan tersebut apakah telah sesuai dengan
kinerja yang diinginkan‖. tujuan melakukan analisis kinerja adalah untuk mengidentifikasi
penyebab kekurangan/kesenjangan kinerja dan tindakan korektif apa yang tepat untuk
mengatasinya.

Jika masalah kesenjangan tersebut disebabkan oleh kurangnya keterampilan, solusi berupa
pelatihan yang sesuai. Jika masalah tersebut bukan disebabkan karena kurangnya
keterampilan, maka solusi non pelatihan apa yang lebih tepat. Dengan demikian analisis
kinerja sebagai salah satu metode dalam melakukan analisis kebutuhan di mana identifikasi
pengembangan kapasitas yang dibutuhkan organisasi ditentukan berdasarkan analisa
kesenjangan antara target kinerja organisasi dengan hasil kinerja individu. Apabila seorang
pendamping tidak melakukan pekerjaan seperti yang diharapkan sesuai standar yang telah
ditetapkan, maka perlu diidentifikasi apa yang salah terhadap pegawai tersebut, dan apakah
pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan tugasnya.

2. Analisis Tugas
Analisis tugas dilakukan untuk menemukan metode terbaik dalam menyelesaikan tugas
dengan konsistensi urutan berupa langkah-langkah bagaimana tugas tersebut diselesaikan,
seperti yang dikemukakan Barbazette (2006:87), ―The purpose of task analysis is to find the
best method to perform a task and the best sequence of steps to complete a specific task”.
Analisis tugas merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap tugas yang dijalankan,
berfokus pada kewajiban dan tugas di seluruh organisasi itu untuk menentukan pekerjaan yang
mana yang membutuhkan pelatihan. Analisis tugas seharusnya memberikan semua informasi
yang dibutuhkan untuk memahami persyaratan pekerjaan. Selanjutnya Sedarmayanti (2007),
task analysis berupa penetapan langkah dalam mewujudkan :
a. Tugas yang harus dilaksanakan guna mewujudkan kinerja;
b. Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna mengerjakan tugas dengan baik;
dan
c. Skala prioritas kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna merumuskan
kurikulum pelatihan.

Langkah dalam menganalisis tugas menurut Kaswan (2011:74), sebagai berikut:
a. Mendepskripsikan pekerjaan secara menyeluruh.
b. Mengidentifikasi tugas dengan mendeskripsikan dengan jelas mengenai:
- Tugas-tugas utama dalam pekerjaan.
- Bagaimana tugas itu harus dilakukan.
- Bagaimana tugas itu dilakukan sehari-hari.
c. Mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan untuk melakukan pekerjaan.
d. Menentukan tugas, dan kapabilitas mana yang membutuhkan pengembangan berupa
pendidikan dan pelatihan.
Informasi atau instrumen yang dibutuhkan melakukan task analysis menurut Barbazette (2006)
diantaranya: observasi, wawancara informan utama, wawancara pimpinan organisasi,
Identifikasi dan analisis tugas berdasar tugas sebenarnya, diskusi kelompok, validasi dengan
observasi akhir.

3. Studi Kompetensi

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 181
Spencer dan spencer dalam Wibowo (2010:325) menyatakan bahwa kompetensi merupakan
landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir,
menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Kompetensi pada
hakikatnya memiliki komponen knowledge, skill, dan personal attitude, dengan demikian
secara umum kompetensi dapat diartikan sebagai tingkat pengetahuan, keterampilan dan
tingkah laku yang dimiliki seseorang dalam menjalankan tugas yang dibebankannya didalam
organisasi. Terdapat lima lima kategori kompetensi, yang terdiri dari:

a. Task achievement merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja
baik. Kompetensi yang berkaitan dengan Task achievement ditunjukan oleh: orientasi
pada hasil, mengelola kinerja, memengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas,
inovasi, peduli pada kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.
b. Relationship merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi
dan bekerja baik dengan orang lain dan memeuaskan kebutuhannya.
c. Personal attribute merupakan kompetensi karakteristik individu yang menghubungkan
bagaimana orang berpikir, merasa, belajar, dan berkembang.
d. Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan
pengelolaan, pengawasan, dan pengembangan orang.
e. Leadership merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin
organisasidan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan organisasi.

Dengan demikian, standar kompetensi merupakan kemampuan seseorang yang dapat
terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan. Mengaacu pada
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) rumusan kemampuan kerja yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan
dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Standar kompetensi kerja dikembangkan mengacu pada Permenakertrans No. 21/MEN/2007
tentang Tata Cara Penetapan SKKNI. Atas dasar penetapan tersebut maka standar kompetensi
yang dikembangkan harus mengacu kepada Regional Model of Competency Standard (RMCS).
Prinsip yang harus dipenuhi dalam penyusunan standar dengan model RMCS yang
merefleksikan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan industri, maka
harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:

a. Fokus kepada kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Dimana kompetensi kerja yang
berlaku dan diibutuhkan oleh dunia usaha/dunia industri, dalam upaya melaksanakan
proses bisnis sesuai dengan tuntutan oprasional perusahaan yang dipengaruhi oleh
dampak era globalisasi.
b. Kompatibilitas. Memiliki kompatibilitas dengan standar yang berlaku di dunia
usaha/dunia industri untuk bidang pekerjaan yang sejenis dan kompatibel dengan
standar sejenis yang berlaku dinegara lain ataupun secara internasional.
c. Fleksibilitas. Memiliki sifat generik yang mampu mengakomodasi perubahan dan
penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diaplikasikan dalam
bidang pekerjaan terkait.
d. Keterukuran. Meskipun bersifat generik standar kompetensi harus memiliki
kemampuan ukur yang akurat, untuk itu standar harus terfokus pada apa yang
diharapkan dapat dilakukan pekerja di tempat kerja, memberikan pengarahan yang
cukup untuk pelatihan dan penilaian, diperlihatkan dalam bentuk hasil akhir yang

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 182
diharapkan, selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, standar
produk dan jasa yang terkait serta kode etik profesi.
e. Ketelusuran. Standar harus memiliki sifat ketelusuran yang tinggi, sehingga dapat
menjamin: ebenaran substansi yang tertuang dalam standar, dapat tertelusuri sumber
rujukan yang menjadi dasar perumusan standar.
f. Transferlibilitas. Terfokus pada keterampilan dan pengetahuan yang dapat dialihkan
kedalam situasi maupun di tempat kerja yang baru. Aspek pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja, terumuskan secara holistik (menyatu).

4. Survei Kebutuhan Pelatihan
training needs survei adalah cara meminta anggota organisasi, kelompok atau anggota
masyarakat apa yang mereka lihat sebagai kebutuhan yang paling penting dari organisasi,
kelompok atau masyarakat. Hasil survei kemudian memandu tindakan apa yang akan dilakukan
dimasa depan. Cara yang digunakan tergantung pada sumber daya (waktu, uang, dan
responden). Survei bisa dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepada orang organisasi,
atau orang sekitar (pelanggan misalnya) yang bersentuhan langsung dengan organisasi
tersebut. menurut Sedarmayanti (2006:175-176) metode ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan kemampuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan.

Pertanyaan ini untuk menentukan:
a. Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna melaksanakan tugas jabatannya
b. Skala prioritas tentang kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna
merumuskan kurikulum pelatihan.

Karakteristik umum training needs survei menurut Berkowitz, Bill and Nagy,Jenette (2014),
sebagai berikut:
a. Memiliki daftar pertanyaan yang harus dijawab.
b. Memiliki sampel yang telah ditentukan jumlah dan jenis orang untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dipilih terlebih dahulu.
c. Wawancara dilakukan secara pribadi, telepon, atau dengan tanggapan tertulis
(misalnya, mail-in survei).
d. Hasil survei ditabulasi, diringkas, didistribusikan, dibahas, dan digunakan.

Daftar Pustaka:

Idris (tt). Analisis Kebutuhan Diklat (training Needs) dalam Berbagai Pendekatan.
Jerold E. Kemp, Gary R. Morrison, Steven M. Ross (1994) Designing Effective Instruction.
New York: Macmillan College Publishing Company
Arief S. Sadiman (1992/1993) Perencanaan Sistem Pembelajaran, Prototipa Bahan
Perkuliahan. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta
Allison Rosset and Joseph W. Arwady (1987) Training Needs Assesment. New Jersey:
Education Techology Publications, Inc
http://jadhie.blogspot.co.id/2011/12/standar-kompetensi-kerja-nasional.html
https://edutrial.wordpress.com/2012/05/05/analisis-kebutuhan-diklat-training-needs-
assessment/
http://bkd.jogjaprov.go.id/detail/konsepsi-analisis-kebutuhan-diklat-akd/358

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 183
SPB
8
Bahan Bacaan

Pengembangan Kapasitas
Masyarakat Melalui
Pelatihan



Bahan Bacaan 2

STRATEGI PENGEMBANGANKAPASITAS PENDAMPING LOKAL DESA

A. Latar Belakang

Pengembangan kapasitas tentu tidak hanya berorientasi pada kemampuan
pendamping saja, namun mencakup keseluruhan lingkup sistem dan kelembagan
yangterdiri dari struktur penataan organisasi atau sering dikenal dengan sistem
manajemen,kebijakan, target capaian, strategi pencapaian, dan peraturan operasional.
Hal demikianmengisyaratkan adanya tingkat pengembangan kapasitas (capacity
development) yangberarti mengembangkan kemampuan yang sudah ada (existing
capacity), dan pengembangan kapasitas yang mengedepankan proses kreatif untuk
membangunkapasitas yang belum terlihat atau constructing capacity.

Pengembangan kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau
serangkaian kegiatan untuk melakukan perubahan multilevel pada diri individu,
kelompok, organisasi, dan sistem guna memperkuat kemampuan penyesuaian
individudan organisasi dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Oleh
karena itu peningkatan kapasitas pendamping dapat dilakukan melalui proses
menganalisis lingkungan, mengidentifikasi masalah, menemukenali kebutuhan
pengembangan diri, isu-isu strategis dalam masyarakat dan peluang yang dapat
diperankan pendamping,membuat formulasi strategi dalam proses mengatasi masalah,
serta merancang sebuahrencana aksi agar dapat dilaksanakan guna pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.

Dalam The Capacity Building For Local Government Toward Good Governancebahwa
peningkatan kapasitas perlu memperhatikan tiga aspek yaitu. Pertama,pengembangan
SDM melalui pelatihan, sistem rekruitmen yang transparan, pemutusanpegawai secara
profesional, dan updating pola manajerial dan teknis. Kedua, pengembangan
kelembagaan yang mencakup pada aspek menganalisis postur struktur organisasi
berdasarkan peran dan fungsi, proses pengembangan SDM, dan gaya manajemen
organisasi. Ketiga, pengembangan jejaring kerja (networking) yang dilakukan melalui
penguatan koordinasi, memperjelas fungsi jejaring, serta interaksi formal dan informal
antar kelembagaan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 184

B. Tingkatan Pengembangan Kapasitas

Pengembangan kapasitas demikian menjelaskan adanya tingkatan yang mencakup
keseluruhan aspek berdasarkan analisis kebutuhan organisasi atau dalam lingkup
Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa dalam bidang pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat Desa. Secara umum, tingkatan pengembangan kapasitas
diuraikan sebagai berikut:

Pertama, tingkat pengembangan sistem pendampingan. Pada t ingkatan ini,
pengembangan kapasitas dilakukan terhadap kerangka kerja yang berhubungan
dengan pengaturan, kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian tujuan
kebijakan atau program tertentu. Ketika Tim Pendamping Lokal Desa memiliki target
capaian yang menjadi sasaran yang hendak dicapai secara berkualitas dan berintegritas,
maka pada tingkatan ini perlu dibangun adanyapengaturan sistem pendidikan dan
pelatihan yang baik sebagaimana ditetapkan dalam standar kompetensi Pendamping
Lapngan Desa.

Penerapan manajemen kualitas pelayanan yang diberikan oleh pendampingmerupakan
langkah untuk terwujudnya pelayanan yang mengedepankan kepentingan pengguna
yaitu masyarakat yang didampinginya. Fokus pada pengguna mutlak dilakukan karena
pelayanan sangat tergantung pada keberadaan pengguna yang membutuhkan jasa
pelayanan. Dalam hal ini, Pendamping Lokal Desa memiliki pengguna bukan sekadar
kelompok, aparatur Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa, tetapi juga pemangku
kepentingan lain yang bergerak di bidang pembangunan danpemberdayaan Desa.
Oleh karena itu, pengembangan kapasitas Pendamping Lokal Desa tidak hanya
berperan dalam pelatihan saja lebih dari bagaimana mendorong kinerja, koordinasi dan
mensertifikasi seluruh pendamping di bidang pembangunan danpemberdayaan Desa.

Kedua, tingkat pengembangan kelembagaan pendamping. Pada tingkatan ini,
pengembangan dilakukan untuk mengembangkan prosedur dan mekanisme pekerjaan
serta membangun hubungan atau jejaring kerja pendamping dengan pemangku
kepentingan lain. Dalam organisasi, jejaring kerja jelas sangat dibutuhkan untuk setiap
tingkatan manajemen yang biasa dikenal dengan perencanaan, pengorganisasian,
pembagian kerja, pengawasan. Oleh karena itu, dalam setiap tahapan harus didukung
adanya penguasaan tentang cara-cara berinteraksi dengan orang lain untuk dapat
menciptakan jejaring kerja dengan siapa saja, agar mendapatkan respon positif dalam
organisasi. Hal ini penting dan tentu harus dilakukan oleh seluruh Pendamping Lokal
Desa agar target capaian organisasi tidak mungkin dapat diselesaikan oleh seorang diri
tetapi harus diselesaikan dengan berkolaborasi untuk mencapai hasil yang sinergis. Jika
kondisi tersebut dapat terwujud, maka akan dapat menciptakan suasana kerja yang
kondusif dan terkuranginya ketegangan atau stres yang memicu menurunnnya tingkat
produktivitas kerja.

Dalam proses pengembangan kapasitas, salah satu cara yang cukup efektif
untukmeningkatkan kemampuan membangun jejaring kerja adalah dengan meniru

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 185
bagaimana orang-orang sukses berinteraksi dengan orang lain. Namun perlu
diketahuibahwa proses meniru bukan merupakan perkerjaan yang mudah asal
mengikuti, tetapi butuh adanya kecerdasan dalam mengidentifikasi berbagai aspek
terkait dengan proses interaksi, misalnya bagaimana cara mengendalikan emosi, cara
menghargai orang lain, cara berbicara, cara merespon dan sebagainya.
Setidaknyamembangun jejaring kerja merupakan suatu seni sehingga tidak mudah
dibuat suatu pola hubungan yang baku.

Ketiga, tingkat pengembangan individu. Pada tingkatan ini, pengembangan diarahkan
pada diskrepansi kompetensi teknis dan kompetensi manajerial melalui
pengelompokan pekerjaan sebagai pendamping. Harus diketahui bahwa kompetensi
merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, yang dimiliki seseorang terkait dengan pekerjaannya
sebagaiPendamping Lokal Desa untuk dapat diaktualisasikan dalam bentuk tindakan
nyata.

Secara umum, diskrepansi kompetensi ditelaah melalui proses analisis kebutuhan
peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa dengan mengukur kompetensi pegawai
yang ada dan membandingkannya dengan standar kompetensi pekerjaan yang sudah
baku. Dengan demikin pelaksanaan kajian diperlukan suatu standar kompetensi yang
berisi acuan ideal tentang seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yangseharusnya dimiliki seseorang Pendamping Lokal Desa untuk melakukan pekerjaan
tersebut secara efektif. Inilah yang kemudian disebut standar kompetensi bidang
keahlian sebagai refleksi atas kompetensi yang diharapkan dimiliki seseorang yang
berkerja dalam bidang tersebut.

C. Pola Kerja Pengembangan Kapasitas

Peristilahan capacity building sesungguhnya berkembang mulai dari fase 1950-an dan
1960-an yang dimaksudkan untuk menyebut proses pengembangan masyarakat yang
berfokus pada peningkatan kapasitas penguasaan teknologi di daerah pedesaan.
Pada1970-an, laporan badan organisasi PBB menekankan pentingnya pembangunan
kapasitas untuk keterampilan teknis di daerah pedesaan, dan juga di sector administrasi
negara berkembang. Pusatnya, pada 1990-an, UNDP menjadikan gerakan capacity
building sebagai konsep pembangunan untuk meningkatkan kapasitas pemberdayaan
dan partisipasi keseluruhan unit organisasi.

Dengan demikian, pola kerja pengembangan kapasitas sangat menekankan adanya
keterlibatan keseluruhan komponen organisasi secara kesederajatan dan adanya dialog
terbuka untuk bersepakat mencapai tujuan sasaran organisasi. Sebuah proses kapasitas
yang efektif harus mendorong partisipasi oleh semua pihak yang terlibat. Jika
stakeholder yang terlibat dan keseluruhan anggota organisasi dalam proses perumusan
target capaian terlibat, tentu kesemuanya akan merasa memiliki organisasi dan akan
lebih bertanggung jawab atas hasil dan keberlanjutan capaian organisasi. Keterlibatan
keseluruhan komponen secara langsung jelas sangat memungkinkan untuk
pengambilan keputusan yang cepat dan efektif, sekaligus lebih transparan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 186

Kebersamaan mengembangkan kapasitas juga pada akhirnya akan mengevaluasitarget
capaian yang pernah ada pada masa sebelumnya, dan memungkinkan adanya
pembangun kapasitas untuk melihat sisi mana yang membutuhkan penguatan, hal
mana yang mesti diprioritaskan, dan tentunya dengan cara apa pencapaian target
akandilakukan. Oleh karena itu, pengembangan kapasitas yang tidak diawali adanya
studikomprehensif tentang kebutuhan organisasi dan penilaian kondisi yang sudah ada
sebelumnya, pada umumnya hanya akan membatasi pada pelatihan saja, padahal
sesuai tingkatan pengembangan harus mencakup keseluruhan komponen organisasi.
Perlu adanya evaluasi peningkatan kapasitas guna mengontrol akuntabilitas kinerja
organisasi melalui pengukuran berdasarkan pada perubahan kinerja berbasis
pengaturan kelembagaan, kepemimpinan, pengetahuan, dan akuntabilitas.

D. Kompetensi Pendamping Lokal Desa

Pendamping Lokal Desa yang berkualitas dan handal dicirikan antara lain oleh kinerja
yang tinggi, khususnya kompetensi teknis, kompetensi berinteraksi dengan masyarakat,
mengelola pemangku kepentingan dan kompetensi kewirausahaan (entrepreneurship),
serta memiliki daya fisikal handal. Sebelum dan selama berkiprah melakukan kegiatan
pengembangan masyarakat, maka kompetensi tertentu yang dimiliki Pendamping Lokal
Desa perlu lebih ditajamkan dan ditingkatkan sedemikian rupa, sehingga memiliki
penampilan sederhana, low profile, berjiwa kritis, arif, terbuka, berkepribadian tinggi,
ramah, kooperatif, mampu bekerja dalam tim, menghargai dan menghormati orang-
orang lain, memiliki daya penguasaan dan pengendalian diri yang kuat.

Merujuk pada gagasan Rotwell, maka Pendamping Lokal Desa dituntut memiliki empat
kompetenasi, yaitu:
1. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai
bidang yang menjadi tugas pokok dalam mendampingi masyarakat;
2. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence) adalah kompetensi yang
berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan
dalam menangani tugas organisasi atau tim kerja;
3. Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu kemampuan melakukan
komunikasiyang dibutuhkan oleh masyarakat dalam pelaksanaan tugas
pokoknya;
4. Kompetensi lntelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence) yaitu
kemampuan untuk berpikir secara stratejik dengan visi jauh ke depan.

Mengingat masyarakat senantiasa dinamis seiring dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta persaingan global, maka pengembangan kompetensi
merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. Artinya
setiap pengembangan kompetensi Pendamping Lokal Desa harus didasarkan pada hasil
analisis kebutuhan pekerjaan atau tugas dan analisis jabatan, sehingga pengembangan
kapasitas tepat sasaran dan berdayaguna dalam meningkatkan kinerja.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 187
Dengan demikian, pengembangan kompetensi Pendamping Lokal Desa bukan sebagai
beban organisasi, akan tetapi menjadi alat strategis untuk meningkatkankinerja individu
dan organisasi secara keseluruhan. Pada hakekatnya, pengembangan kompetensi
Pendamping Lokal Desa dapat dikelompokkan dalam dua katagori, yaitu:
1. Kompetensi Umum (General Competency), artinya, meskipun pendamping
memiliki posisi atau jabatan dan tugas pokoknya berbeda dalam tingkatan
organisasi, namun jenis kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang bersifat dasar yang dibutuhkan akan disamakan. Misalnya, Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat, Pendamping Desa, Pendamping Lokal Desa, dan
KPMD tentunya memiliki kebutuhan yang sama sebagai pendamping dalam
hal teknik fasilitasi.
2. Kompetensi Khusus (Spesific Competency), artinya setiap unit atau satuan
kerja dalam organisasi tidak sama kebutuhan jenis keahliannya, karena latar
belakang teknis substantif (Technical Competence). Misalnya pendamping
bidang Pemberdayaan Masayarakat Desa akan berbeda tuntutan
kompetensinya dengan Pendamping Desa Teknis (Infrastruktur Desa)

E. Berorietasi pada Kualitas Layanan

Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa perlu dilakukan melalui tindakan
terkoordinasi, artinya seluruh elemen yang terlibat dalam pembangunan dan
pemberdayaan menjadi bagian dari proses pembelajaran bagi Pendamping Lokal Desa.
Hal ini juga terkait dengan peran kelembagaan atau instansi pemerintah sebagai
pemangku utama dalam pengembangan masyarakat, khususnya yang terkait dengan
dampak dari UndangUndang Desa terhadap eksistensi Pendamping Lokal Desa. Oleh
karena itu, peningkatan kapasitas dilakukan dengan melakukan inventarisasi dan
mengkaji hal-hal sebagai berikut:

1. Keberadaan program pelatihan atau Diklat pendamping;
2. Keberadaan dan program pendamping dari kalangan aparat atau dinas terkait;
3. Keberadaan dan status dari Pendamping Lokal Desa beserta programmnya
4. Sarana dan dana yang tersedia bagi program pemberdayaan masyarakat.
Mengupayakan penggunaan Dana Desa atau Dana Alokasi Desa dibangun
dalam kerangka perubahan dan keberlanjutan bukan ―proyek‖. Termasuk dana
pendampingan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK);
5. Keberadaan dukungan dan kebijakan dari Pemerintah Daerah, khususnya terkait
dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota bersangkutan.

Pada tahap selanjutnya disusun perencanaan umum untuk melakukan kegiat an
pembinaan dan pembimbingan bagi semua pendamping di tingkat Kabupaten/Kota. Di
sini keterlibatan unit teknis/SKPD terkait, lembaga penelitian, dan perguruan tinggi
mutlak diperlukan, khususnya untuk mengukur kesenjangan kompetensi pendamping,
antara yang dimiliki sekarang dengan apa yang menjadi harapan masyarakat, serta
merancang materi pembelajaran (subject matters) untuk peningkatan kompetensi
Pendamping Lokal Desa. Dari proses ini dihasilkan rumusan tentang kompetensi baru

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 188
yang perlu internalisasikan kepada Pendamping Lokal Desa. Pada tahap ini
diidentifikasi dan dipilah-pilah materimateri pembelajaran yang diperlukan, diantaranya
mencakup kompetensi umum dan kompetensi khusus termasuk dalam keterampilan
sosial.

Secara lebih rinci rencana peningkatan kapasitas dijabarkan secara rinci dalam bentuk
kurikulum, berupa GBPP (Garis-garis Besar Program Pembelajaran), TIU (Tujuan
Instruksional Umum dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus), serta Kerangka Acuan dari
program yang akan diselenggarakan. Semua kegiatan ini dilandaskan kepada materi
pembelajaran sesuai dengan upaya peningkatan kompetensi khusus.

Efektivitas dan efisiensi proses belajar hendaklah dijadikan pedoman di dalam upaya
meningkatkan kapasitas dan kualitas Pendamping Lokal Desa. Oleh karena itu, semua
pihak terkait, yakni SKPD, Pemerintah Kabupaten/Kota, pakar perguruan tinggi, LSM
dan sukarelawan terkait serta lembaga penyandang dana (donor), perlu sepakat
damendukung gagasan pengembangan kapasitas yang lebih bersifat bottom -up
program planning.

F. Pemberdayaan Pendamping Lokal Desa

Pemberdayaan pendamping sebagai bagian dari investasi SDM (Empowerment of
Human Resources), merupakan aspek manajemen yang sangat strategis, karena
pendamping diharapkan dapat menjadi penggerak dan daya terhadap sumber-sumber
lainnya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Desa. Apabila pendamping
Lokal desa tidak dapat menunjukkan daya dan memberikan daya terhadap sumber
lainnya, maka dapat dipastikan pembangunan dan pemberdayaan tidak berjalan secara
efektif dan efisien.

Dalam pemberdayaan pendamping ada dua istilah yang perlu dipahami yaitu
―pemberdayaan‖ dan ―pendamping‖. Dua kata ini memiliki makna yang sangat
strategis terkait upaya memperkuat posisi dan peran dalam masyarakat. Pemberdayaan
mengandung makna bahwa terjadi perubahan dinamis dan berkelanjutan dari
ketidakmampuan menuju kesuksesan atau kemandirian. Sedangkan, kata pendamping
bermakna subjek dan objek yang memiliki peran, kemampuan (competency) dan
mandat dalam mendukung pembangunan dan pemberdayaan Desa.

Upaya peningkatan merupakan serangkaiantindakan sistematis dalam membangun
kepribadian pendamping yang mampu bertindak dan bekerja secara profesional,
adaptif, berjiwa sukarela, kreatif dan siap menghadapi berbagai tantangan dan
perubahan yang terjadi. Pendamping adalah mental dan cara pandang bukan identitas
yang melekat dalam diri seseorang yang bersifat kontraktual, tetapi sebagai panggilan
jiwa untuk bekerja bersama masyarakat dalam mencapai visi dan tujuan bersama. Cara
pemberdayaan pendamping, yaitu:

1. Memberi Peran

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 189
Setiap unit lembaga pasti ada yang ditunjuk untuk sebagai peran dalam melaksanakan
pekerjaan yang sesuai dengan tingkat yang ada dalam lembaga tersebut. Seseorang
yang diberi peran dalam pekerjaan akan merasa ada perhatian khusus dari lembaga
yang dapat mempengaruhi psikologi pelakunya dan secara langsung dia mempunyai
tuntutan agar orang lain berperilaku kepadanya yang sesuai dengan kondidi perannya.
Misal seorang guru akan bererilaku sebagai guru yang baik dalam setiap waktu. Kondisi
yang seperti itu dapat mempengaruhi dari dorongan pemberian peran. Dan jangan
sampai peran yang diberikan bertentangan dengan kompetensi yang dimiliki dan
kemauan jiwa yang dimiliki. Begitu pula peran yang diberikan tidak over load . Agar
semua bisa teratasi dengan baik diperlukan :
a. Rancangan beban tugas harus jelas dan pas.
b. Mempunyai tujuan peran yang jelas seperti program promosi
c. Jabatan dan lain-lainnya.
d. Menerapkan manajemen kinerja yang efektif.
e. Merancang sesuai dengan kebutuhan tugas pendamping.
f. Menjelaskan keseluruhan kepada pemangku kepentingan.
g. Membuat struktur organisasi kerja yang jelas.

2. Membentuk Kelompok Kerja
Memberdayakan pendamping dapat dilakukan dengan membentuk tim atau kelompok
kerja baik dilakukan secara fomal maupun non formal. Secara formal kelompok
dibentuk atas dasar tugas yang diberikan oleh organisasi atau lembaga penyelenggara
atau biasa disebut kelompok kerja. Sedangkan pembentukan kelompok non formal
dilakukan hanya kepada personal yang mempunyai kepentingan bersama. Ada
beberapa langkah dalam mebentuk kelompok:

a. Storming, yaitu menghimpun pendapat dari beberapa anggota kelompok dan
merumuskan bersama-sama.
b. Pembentukan diri, yaitu saling mengenali satu sama lain dan mempelajari peran
mereka dalam kelompok.
c. Norming, yaitu menentukan norma atau aturan-aturan yang ditetapkan.
d. Performing, yaitu menampilkan kegiatan yang sudah disepakati bersama-sama.

G. Pola Pengembangan Kapasitas Pendamping

Penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan bagi pendamping sifatnya
sangat situasional. Artinya dirumuskan sesuai perhitungan kepentingan organisasi dan
kebutuhan, penerapan prinsip belajar dapat berbeda dalam aksentuasi dan intensitas,
yang pada gilirannya tercermin pada penggunaan teknik dalam proses pembelajaran.

Melaksanakan program pelatihan dan pengembangan pada prinsipnya melaksanakan
proses pembelajaran, artinya ada pelatih yang mengajarkan suatu topic atau mata latih.
Oleh karena itu, tepat tidaknya suatu teknik fasilitasi tergantung pada pertimbangan
yang ingin ditonjolkan, seperti penghematan dalam pembiayaan, materi dan fasilitas
yang tersedia, kemampuan peserta, kemampuan pelatih dan prinsip belajar yang
digunakan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 190

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan program pelatihan
dan pengembangan antara lain :

a. On the job atau pelatihan dalam jabatan, merupakan teknik pelatihan di mana
para peserta dilatih langsung di tempat dia bekerja. Sasarannya adalah
meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang
sekarang. Yang bertindak sebagai pelatih bisa seorang pelatih formal, atasan
langsung, atau rekan sekerja yang lebih senior dan berpengalaman. Pelatihan
dalam jabatan ini meliputi empat tahap yaitu:
- peserta pelatihan memperoleh informasi tentang pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya dan hasil yang diharapkan, kesemuanya
dikaitkan dengan relevansi pelatihan dengan peningkatan kemampuan
peserta pelatihan yang bersangkutan.
- pelatih mendemonstrasikan cara yang baik melaksanakan pekerjaan
tertentu untuk dicontoh oleh pegawai yang sedang dilatih.
- peserta pelatihan disuruh mempraktekkannya sendiri apa yang telah
didemonstrasikan pelatih.
- pendamping menunjukkan kemampuan bekerja menurut cara yang
telah dipelajarinya secara mandiri.

b. Vestibule merupakan metode pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
terutama yang bersifat teknikal, di tempat pekerjaan, akan tetapi tanpa
menggangu kegiatan organisasi sehari-hari. Hal ini berarti organisasi harus
menyediakan lokasi dan fasilitas khusus untuk berlatih, sehingga tidak
mengganggu pekerjaan yang sebenarnya. Vestibule merupakan bentuk
pengembangan kapasitas yang dilakukan dalam situasi tugas atau kerja.
Misalnya di kantor, agar pelatihan tidak mengganggu kegiatan administrasi
sehari-hari, maka disediakan satu ruang khusus yang digunakan berlatih, seperti
menata ruang pelayanan atau pengaduan, menerima pengaduan dari
masyarakat langsung, kegiatan konsutasi, dan lain-lain.
c. Apprenticeship (magang), biasa dipergunakan untuk pekerjaan yang
membutuh- kan keterampilan (skill) yang relatif tinggi. Program ini biasanya
mengkombinasi-kan on the job training dengan pengalaman sistem magang ini
dapat mengambil empat macam kegiatan yaitu:
- seorang pegawai belajar dari pegawai lain yang lebih berpengalaman.
- coaching dalam hal mana seorang pemimpin mengajarkan cara-cara
kerja yang benar kepada bawahannya di tempat pekerjaan dan cara-cara
yang diajarkan atasan tersebut ditini oleh pegawai yang sedang
mengikuti latihan.
- menjadikan pegawai yang dilatih sebagai ‖asisten‖.
- menugaskan pegawai tertentu untuk duduk dalam berbagai panitia,
sehingga yang bersangkutan mendapat pengalaman lebih banyak.

d. Classroom methods. Dirancang dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas
dengan menggunakan metode ceramah diskusi. Aktivitas pembelajaran pada

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 191
umumnya berjalan sepihak yang instruktur aktif memberikan informasi atau
pengetahuan kepada peserta. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan
metode ini, diantaranya adalah faktor peserta, bahan belajar, pelatih. Semakin
banyak jumlah peserta dalam suatu ruang belajar biasanya semakin kurang
efektif (satu kelas lebih dari lima puluh orang). Demikian juga dengan bahan
belajar, bila pelatih tidak menyediakan bahan belajar (hand out) menyebabkan
peserta kesulitan mengikuti jalannya pembelajaran. Hal yang tidak kalah
pentingnya adalah instruktur, untuk model kuliah diperlukan pelatih yang
benar-benar mampu menguasai kelas dengan berbagai keahliannya.


Daftar Pustaka:

D. Susanto. Strategi Peningkatan Kapasitas Modal Sosial dan Kualitas Sumberdaya
Manusia Pendamping Pengembangan Masyarakat. Jurnal Komunikasi
Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari 2010, Vol. 08, No. 1.
http://bpsdm.kemenkumham.go.id/artikel-bpsdm/35-capacity-building-dan-strategi-
peningkatan-kualitas-sdm-organisasi
http://drpriyono.blogspot.co.id/2012/03/bab-iii-pengembangan-pemberdayaan-
sdm.html

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 192




Sistem Informasi Pembangunan Desa merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk
memantau proses pelaporan sekaligus memberikan informasi Perencanaan Kegiatan
desa bersumber APBDes, pendanaan (7 Sumber Pendanaan) sampai dengan hasil-hasil
kegiatan Pembangunan Desa. Adapun fokus monitoring Keuangan APBN (Dana Desa)
dapat disajikan secara detail beserta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan
yang dimaksud dapat dikategorikan sesuai dengan Bidang dan Prioritas penggunaan
Danana Desa. Untuk mengenal dan menjalanakan aplikasi, silahkan berikut ini
tatacaranya:

Pastikan SIPD dapat diakses di alamat: http://sipede.ppmd.kemendesa.go.id

1. Dashboard

1.1. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah


1.2. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas Desa
SPB
9.5
Bahan Bacaan

Pelaporan dan Sistim
Informasi Pembangunan
Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 193

1.3. Grafik Penggunaan Dana Desa sesuai Bidang dan Sub Bidang Pembanguan Desa
per Tahun Anggaran.

1.4. Data Kegiatan bersumber Dana Desa (APBN) per Tahun Anggaran

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 194

1.5. Masuk Aplikasi
Untuk masuk ke Aplikasi adalah user yang terdaftar sebagai pendamping dengan Login
dan Password sesuai lokus-masing-masing.
2. APBDesa
Sistem pengadministrasian APBDesa pada dasarnya terbagi pada pengelolaan
Pendapatan, Belanja, Pembiayaan, Perencanaan, Pelaporan dan Penatausahaan
keuangan Desa.

Sistem menyediakan 3 cara Input data APBdesa:
1. Mengisi secara manual

2. Upload file format excel pada lembar kerja:

I. PLD : Lembar Kerja 8.3.1. APBDES-Prov-Kab-Kec (dalam bentuk soft copy)
II. PD-PDTI : Lembar Kerja 8.3.1. APBDES-Prov-Kab-Kec (dalam bentuk soft copy)
III. TAM : Lembar Kerja 8.3.1. APNDES-Prov-Kab-Kec (dalam bentuk soft
copy)

Catatan:
1) input data diisikan oleh PLD; jika PLD kosong diisikan PD; dan jika PD
kosong diisikan oleh TA Kab.
2) TA Kab bertugas meverifikasi, validasi data dan melaporkan secara
berjenjang

3. Untuk Desa yang sudah menggunakan SISKEUDES dapat melakukan ekport pada
menu Laporan Penganggaran:

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 195



dan pilih pada Laporan 1b- Ringkasan APBDes dan selanjutnya sesuai dengan
SISKEUDES Desa. pilih parameter yang sesuai, print to file di cek box, pilih ke file
excel, kemudian isikan sumber pendanaan secara manual sesuai kreteria
kemudian di upload.
Sebagai catatan: untuk kegiatan-kegiatan diisikan nilai Sumary (Kode 3 Digit)
dan untuk Detai Rab dalam Laporan ini belum di perlukan (capture Data
Keguiatan berdasar APBDes SISKEUDES)


Berikut ini contoh upload format excel berdasar lembar kerja form APBdes

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 196
3. RKUD ke RK Desa
Pemantauan Transfer Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke RK Desa sesuai dengan
kesiapan Desa untuk mengakses Dana Desa. Pendamping dapat melaporkan progres ke
dalam aplikasi dengan melaukan Edit Data

4. Kegiatan dari dana Desa
Kegiatan Dana Desa adalah realisasi dari perencanaan berdasar APBDesa yang
dilengkapi oleh pendamping sesuai dengan Laporan progres Kegiatan berdasar LPJ.
adapun kegiatan-kegiatan yang memiliki nomenklatur yang perlu di sesuaikan dengan
keperluan Kementrian Desa PDTT akan disesuaikan dengan pilihan-pilih kegiatan untuk
singkronisasi.

5. Profil Desa
Profil Desa memuat informasi terkait Desa menggunakan Dana Desa (APBN)

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 197


CATATAN:
Sistem Pelaporan Yang sedang Di Kembangkan P3MD Pusat:
1. HRD
2. Penangan dan Pengaduan Masalah (CHS)

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 198




Bahan Bacaan1

PENDAMPINGAN DESA
Oleh: Sutoro Eko

Pemerintah akan segera memobilisasi fasilitator atau pendamping untuk menjalankan
pendampingan desa, sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat, pendampingan desa berpijak
kepada dua argumen dan tujuan. Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan
meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola pemer intahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak khawatir dana desa yang
diamanatkan UU desa tak efektif dan berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran
oleh kepala desa. Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk
mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa.

Kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas harus menjadi perhatian serius dalam
pendampingan desa. Tetapi, pengutamaan ketiga aspek itu bisa membuat
pendampingan, seperti halnya pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan,
terjebak pada apa yang disebut James Ferguson (1990) sebagai "mesin anti politik".
Dalam The Anti-Politics Machine: Development, Depoliticization, and Bureaucratic
Power in Lesotho, Ferguson menunjukkan pembangunan sebagai nilai utama telah
gagal membawa kesejahteraan rakyat. Mengapa?

Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang anti politik. Di satu
sisi, pembangunan adalah instrumen representasi ekonomi dan rekayasa sosial yang
mengabaikan representasi politik. Depolitisasi dilakukan dengan mengabaikan realitas
dan aspirasi politik, menyingkirkan rakyat dari politik, sekaligus menggiring mereka
sibuk dalam dunia sosial dan ekonomi. Di sisi lain pembangunan dirancang canggih
oleh teknokrat dan dijalankan oleh birokrat untuk ekspansi kekuasaan birokrasi negara.
Dengan demikian, mesin anti politik mengandung depolitisasi (kebijakan,
pembangunan dan rakyat) dan ekspansi kontrol birokrasi negara.


PB
9
Bahan Bacaan

Pendampingan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 199
Anti Politik

Karya Ferguson itu tentu sudah kedaluwarsa, tetapi penting saya angkat sebagai
perspektif kritis atas jebakan teknokratis-birokratis dalam pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan, dan juga pendampingan desa. Belajar dari pengalaman
pendampingan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan proyek -
proyek sejenis selama ini, ada sejumlah gejala operasi mesin anti politik.

Pertama, pendampingan merupakan perangkat teknokratik untuk mengamankan uang
dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM) dan menyukseskan target artifisial
yang telah digariskan proyek. Para pendamping mengajarkan hal-hal teknis-
administratif proyek kepada orang desa mulai dari perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan sampai pelaporan proyek. Lalu masyarakat desa tampil sebagai operator
mesin pengelolaan uang dan proyek.

Kedua, pendampingan mengedepankan partisipasi, tetapi mengandung depolitisasi
rakyat. Baik pengelolaan proyek maupun pendampingan mengabaikan edukasi politik
dan penguatan representasi politik rakyat. Pendamping tak mendidik dan
mengorganisasikan rakyat agar berdaya dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
mereka. Sekalipun ada partisipasi, yang terjadi adalah mobilisasi partisipasi dalam
pengelolaan proyek.

Ketiga, pendampingan digerakkan dan dikendalikan oleh mesin birokrasi dengan
petunjuk teknis operasional (PTO). Para pendamping tak hadir sebagai katalisator
perubahan, tetapi hanya menjadi mandor proyek yang harus patuh pada PTO sehingga
tak tumbuh menjadi wirausaha sosial yang kreatif dan mandiri. Pendampingan tentu
telah memberikan kontribusi besar terhadap cerita sukses proyek PNPM, seperti
infrastruktur fasilitas publik, pembesaran dana bergulir, pelembagaan instrumen good
governance dalam pengelolaan proyek, peningkatan kemampuan masyarakat dalam
pengelolaan proyek, serta kebocoran dana proyek yang mendekati titik nol. Tetapi,
kesuksesan itu hanya terbatas pada proyek, tak berdampak besar secara organik dalam
tatanan kehidupan desa.

Instrumen good governance hanya dipakai dalam proyek, tetapi tak berdampak dalam
pemerintahan desa. Tingkat kebocoran sangat rendah bukan berarti tumbuh kultur anti
korupsi, tetapi hanya pertanda keberhasilan mengamankan dana proyek. Terbukti
masyarakat sangat gemar politik uang dalam setiap proses elektoral. Peningkatan
kemampuan hanya terjadi dalam pengelolaan proyek, tetapi kemampuan desa secara
organik dalam mengelola pembangunan tak tumbuh baik. Wirausaha lokal tak tumbuh
signifikan. PNPM hanya mampu membangun istana pasir, sekaligus sebagai proyek
yang menyenangkan, tetapi tak menolong/berdayakan rakyat.

Propolitik

Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan Menteri Marwan
Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 200
membangun sebuah pemahaman bahwa pendampingan desa bukan perkara proyek
dan teknis-manajerial yang anti politik, tetapi harus mengandung politik. Propolitik
bukan dalam pengertian mesin politik, tetapi pendampingan desa harus mengandung
jalan ideologis sesuai dengan UU desa, representasi politik, serta pemberdayaan, dan
edukasi politik.

Pertama, Marwan berulang kali menegaskan pendampingan desa jangan terjebak pada
proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis memuliakan dan memperkuat desa,
termasuk mewujudkan idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa
Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan menegaskan bahwa
pendampingan desa bukan sekadar berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi
hendak mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan" (self governing
community) yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis.

Kedua, pendampingan merupakan jalan perubahan yang mengandung repolitisasi
rakyat. Repolitisasi ini bukan membuat rakyat menjadi mesin politik atau mobilisasi
partisipasi, tetapi memperkuat representasi politik rakyat agar punya kesadaran kritis
dalam dunia politik dan berdaulat dalam hak dan kepentingan mereka. Salah satu
indikator kesadaran kritis adalah tumbuhnya sikap dan tindakan orang desa menolak
(anti) politik uang.

Ketiga, pendampingan tak ditempuh dengan pembinaan (power over) melainkan
pemberdayaan (empowerment). Pembinaan adalah pendekatan dari atas yang
menumbuhkan mentalitas memerintah, kontrol, dan ekspansi birokrasi terhadap desa
dan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan adalah pendekatan untuk memperkuat
desa dan rakyat secara sosial, budaya, ekonomi, politik.

Keempat, setiap aktivitas desa (musyawarah desa, perencanaan dan penganggaran,
pemilihan kepala desa, dan sebagainya), yang memperoleh sentuhan pendampingan,
tak boleh terjebak pada penggunaan alat dan menghasilkan dokumen semata tanpa
ada sentuhan filosofis (roh). Pendampingan terhadap seluruh aktivitas desa harus
disertai edukasi sosial dan politik secara inklusif dan partisipatoris. Dalam perencanaan
desa, misalnya tak hanya berhenti pada penyusunan dokumen perencanaan yang akan
dijabarkan jadi agenda proyek.

Di balik perencanaan desa ada pembelajaran bagi orang desa membangun impian
kolektif dan mandiri mengambil keputusan politik. Demikian juga sistem informasi desa
(SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID tak hanya alat dan
teknologi. Di balik SID ada pembelajaran bagi orang desa untuk membangun
kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus memperkuat representasi hak
dan kepentingan rakyat.

Sutoro Eko, Guru Desa, Perancang UU Desa

Sumber: Kompas Edisi 2 Juli 2015

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 201
PB
9
Bahan Bacaan

Pendampingan






Bahan Bacaan 2

PENDAMPINGAN

A. Pengertian Pendampingan

Menurut Edi Suharto pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan
sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat
perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi
kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam
kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh
dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau
para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun
perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial.

Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena
hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.
Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian
dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin
dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan
seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b)
memobilisasi sumber daya pedesaan (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d)
menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e)
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yan g relevan dengan konteks
pemberdayaan desa.

Pendamping desa sangat menentukan kerberhasilan program pemberdayaan desa. Edi
Suharto juga membagi peran pendamping menjadi tiga peran utama, yaitu: fasilitator,
pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat desa yang
didampinginya.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 202
1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi,
kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat desa. Beberapa tugas yang
berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan
negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta
melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan potensi di desa.
2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta
bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat desa yang
didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat desa, menyampaikan
informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat
desa adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.
3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi
antara pendamping desa dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan
demi kepentingan masyarakat desa. Pendamping dapat bertugas mencar i
sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan
hubungan masyarakat desa, dan membangun jaringan kerja di desa.
4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis.
Pendamping desa dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan”
yang mengorganisasi masyarakat desa, melainkan pula mampu melaksanakan
tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti;
melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur
sumber dana.

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas
kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan
masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan
perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang yang
serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang
dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai masyarakat
yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan
hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan
(power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya,
politik dan kelembagaan desa.

Secara konseptual, pemberdayaan, berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau
keberdayaan). Karenanya, Edi Suharto menyatakan bahwa ide utama pemberdayaan
bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan tercipta dalam relasi
sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan
pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan
kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya
proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat
berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi
dengan cara apapun; dan (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini
menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 203
Bagi para pendamping desa di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat
dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat
dilakukan dalam melakukan pendamping desa:

1. Motivasi. Masyarakat desa dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial
dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan
anggota masyarakat. Masyarakat desa perlu didorong untuk membentuk
kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan untuk mengorganisir dan
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa atau kelurahannya.
Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan
pendapatan dengan menggunakan sumber -sumber dan kemampuan -
kemampuan masyarakat desa.
2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran
masyarakt desa dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan
imunisasi dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa
dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasanya
diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari
luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat desa untuk
menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian
mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.
3. Manajemen desa. Masyarakat desa harus mampu memilih pemimpin mereka
sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan
pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan
tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat
desa. Pada tahap awal, pendamping desa dapat membantu mereka dalam
mengembangkan sebuah sistem. Masyarakat desa kemudian dapat diberi
wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.
4. Mobilisasi potensi desa. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun
potensi SDA masyarakat SDM masyarakat individual melalui tabungan reguler
dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini
didasari pandangan bahwa setiap desa memiliki potensinya sendiri yang, jika
dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial.
Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan potensi
desa perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat desa
memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin kepemilikan
masyarakat desa dan pengelolaannya secara berkelanjutan.
5. Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok -
kelompok swadaya masyarakat desa perlu disertai dengan peningkatan
kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan
dengan berbagai sistem sosial desa dan sekitarnya. Jaringan ini sangat penting
dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap potensi dan
kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat desa. (Edi Suharto,
1997):
1



1
Edi Suharto, PhD Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst, Centre for
Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary Makalah Pemberdayaan Masyarakat.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 204

B. Tujuan Pendampingan

Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan
kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya proses
inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, tanpa
adanya intervensi dari luar.

Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan adalah adanya kemandirian
kelompok masyarakat desa. Kemandirian disini menyiratkan suatu kemampuan otonom
warga desa untuk mengambil keputusan bertindak berdasarkan keputusannya itu dan
memilih arah tindaknnya sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang
diinginkan oleh pihak lain. Untuk mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan
suatu kombinasi dari kemampuan materi, intelektual, organisasi dan manajemen.
Dengan demikian sebenarnya 3 elemen pokok dalam kemandirian desa, yaitu
kemandirian material,kemandirian intelektual, dan kemandirian pendampingan.

Kemandirian material yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar
desa dan mekanisme untuk tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa
diperoleh melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya desa dan atau keluarga
dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif.
Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomi desa,seperti: surplus yang hilang karena
pertukaran yang tidak seimbang.

Kemandirian intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh
masyarakat desa yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk -
bentuk dominasi yang muncul. Dengan dasar tersebut masyarakat desa akan dapat
menganalisis hubungan sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul.

Kemandirian pendampingan yaitu kemampuan otonom masyarakat desa untuk
mengembangkan diri mereka sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang
membawa pada perubahan kehidupan mereka.

C. Fokus Pendampingan

Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian
dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus
pendampingan desa harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui:

 Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa
terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa
dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 205
 Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota
masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan
kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat).
2


D. Misi Pendampingan

Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di
Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa
maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah.Penambahan kewenangan dan
anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan
program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan
tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.

Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan masyarakat,
yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy adalah upaya
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi bantuan tentang
pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai keuangan (financial
illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang cepat habis. Setelah
mengetahui financial liter.

Peranpendamping desa bisa mendorong perkembangan perekonomian desa lewat
wirausaha, sesuai dengan penjelasan pasa 15 dalam UU 20/2008 tentang UMKM adalah
melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga
keuangan selain bank. Meskipun demikian, peran pendamping tidak hanya berhenti
sebatas membantu kelompok usaha di desa dalam mendapatkan pendanaan dari bank,
tetapi lebih dari pada itu, pendamping juga berperan dalam membantu kelompok
usaha membenahi aspek pemasaran, manajemen dan keuangan. Sehingga tujuan satu
desa satu kelompok usaha, satu kelompok usaha satu badan usaha desa bisa terwujud.
Badan Usaha Milik Desa (BumDes) sebaiknya dikelola dengan prinsip social
enterprises dan berbentuk koperasi.

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,
mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto membentang
dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun
kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi -organisasi
warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan
memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,
merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara
pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu
frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No.

2
M. RHIDO–PERDESAANSEHAT.COM, http://www.bintan-s.web.id/2010/12/tujuan-
pendampingan.html

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 206
6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata
kelola desa secara nasional.

UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman
depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak
dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi
subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki
modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan
solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.

Swadaya dan gotong royong adalah sebagai penyangga utama ”otonomi asli” desa.
Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan
gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek
pembangunan prasarana desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung
pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus
dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang
berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang
justru melumpuhkan prakarsa lokal.

Kemandirian politik dapat dimaknai dalam pengertian emansipasi lokal. Emansipasi
lokal dalam pembangunan dan pencapaian kesejehateraan membutuhkan pengakuan
(rekognisi) negara dan negara perlu memfasilitasi berbagai institusi lokal dan organisasi
warga untuk menggantikan imposisi sekaligus untuk menumbuhkan emansipasi yang
lebih meluas. Misi besar pendamping desa dan dana desa menurut UU desa adalah
memperkuat keutuhan NKRI. Karena itu keberadaan pendampingan dan dana desa ini
dapat menjadi “inti” sekaligus menjadi “pondasi” kemajuan dan pemerataan
pembangunan saat ini maupun di masa yang akan datang.

E. Tanggungjawab dan Tugas Pendamping
Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU Desa
dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa. Fungsi
Pendamping Desa yaitu:

 Fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa dan
kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul.
 Fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun secara
partisipatif dan demokratis.
 Fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk mewujudkan
kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan berpihak kepada kepentingan
masyarakat desa.
 Fasilitasi demokratisasi desa.
 Fasilitasi kaderisasi desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 207
 Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan desa.
 Fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan (community
center) di desa dan/atau antar desa.
 Fasilitasi ketahanan masyarakat desa melalui penguatan kewarganegaraan, serta
pelatihan dan advokasi hukum.
 Fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa yang dilaksanakan
secara partisipatif, transparan dan akuntabel.
 Fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa secara
partisipatif, transparan dan akuntabel.
 Fasilitasi pembentukan dan pemngembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
 Fasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga.
 Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan.

Sudah sejak lama desa memiliki tradisi berdemokrasi tempat keterbukaan,
permusyawaratan, dan partisipasi menjadi pilar pengambilan keputusan. Pemilihan
kepala desa secara langsung telah menjadi tradisi. Meski tidak menerima alokasi
anggaran dari pemerintah, desa sejak lama mampu menggaji kepala desa dan
perangkat desa dengan sistem yang dibangunnya sendiri, misalnya melalui sistem
tanah bengkok dan tanah lungguh. Budaya musyawarah desa mulai dari komunitas
terkecil hingga arena tertinggi yang melibatkan banyak elemen desa menjadi bagian
dari model kehidupan desa. Sesungguhnya dalam hal budaya demokrasi, desa
mendahului sistem demokrasi negara.

UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pemerintah menfasilitasi
tumbuh kembangnya kemandirian dan kesejahteraan desa melalui skema kebijakan
yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. Desa tak perlu takut dengan
konsekuensi pemberlakuan kedua asas tersebut. Desa tidak lagi akan menjadi entitas
yang merepotkan tugas pokok pemerintah kabupaten, provinsi, atau pusat. Desa akan
menjadi entitas negara yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam
membangun kesejahteraan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa.

Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan
program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah
keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk
mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air,
lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang
digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak
yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari
pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat desa
sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per desa
dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau berwirausaha,

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 208
ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).

Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan
inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia
(warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa
dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai
bagian dari BUM desa.

Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa
adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa.
Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan,
migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi
strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber
daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan
kondisi sosial ekonomi perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif
akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi
perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post).
3


F. Klasifikasi dan Jenis Pendamping
Secara umum tugas pendamping desa yaitu mendampingi desa dalam
penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pendamping desa dibagi dalam tiga kategori yang terdiri atas tenaga pendamping
profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan atau pihak ketiga.Tenaga
pendamping profesional terdiri atas pendamping desa (berkedudukan di kecamatan),
pendamping teknis (berkedudukan di kabupaten), dan tenaga ahli pemberdayaan
masyarakat (berkedudukan di pusat dan provinsi) dengan tugas masing-masing
sebagai berikut:
1. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa
 Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait sosialisasi UU Desa
 Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menetapkan Peraturan
Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
 Fasilitasi penegakan kewenangan desa kewenangan berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan;
 Pengembangan kapasitas masyarakat desa;
 Kaderisasi masyarakat desa dalam rangka pelaksanaan UU Desa;
 Fasilitasi musyawarah desa;

3
Heri Susanto http://www.solopos.com/2016/04/14/gagasan-pendampingan-desa-menuju-desapreneur-
709932/3

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 209
 Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan prereview dan
review Peraturan Desa.
 Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyusun regulasi
di daerah yang berkaitan dengan pengaturan tentang desa;
 Fasilitasi pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) di desa
dan/ atau antar desa;
 Fasilitasi pengembangan ketahanan masyarakat desa;
 Fasiltasi kerja sama antar desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa;
 Fasilitasi kerja sama desa dengan pihak ketiga dalam rangka pelaksanaan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
 Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan;
 Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa
melaksanakan pemberdayaan masyarakat desa.

2. Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif

 Fasilitasi penyusunan penyusunan perencanaan dan anggaran desa yang
meliputi: RPJM Desa; RKP Desa; RKP Desa; dan APB Desa;
 Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka perencanaan pembangunan desa;
 Fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan desa;
 Fasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan desa;
 Fasilitasi pengelolaan dana pembangunan desa;
 Fasilitasi pengadaan barang dan jasa oleh desa;
 Fasilitasi swadaya gotong royong masyarakat desa dalam rangka pembangunan
desa;
 Fasilitasi integrasi Program/Proyek masuk desa dengan pembangun berskala
lokal/desa;
 Fasilitasi integrasi pembangunan desa dengan pembangunan kawasan
perdesaan;
 Fasilitasi audit berbasis komunitas;
 Fasilitasi pemantuan berbasis komunitas;
 Fasilitasi penanganan pengaduan danmasalah berbasis komunitas;
 Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
pembangunan desa;
 Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

3. Tenaga Ahli Infrastruktur Desa

 Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana permukiman desa;
 Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana -prasarana lingkungan
permukiman desa;
 Fasilitasi pembangunan danpengelolaan saranatransportasi desa;
 Fasilitasi pengembangan prasarana transportasi desa;
 Sarana danprasarana produksi pendukung ekonomi desa;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 210
 Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana pemasaran produk
unggulan desa;
 Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana elektrifikasi desa
berbasiskan teknologi tepat guna yang ada di desa;
 Fasilitasi pengembangan kader teknik di desa;
 Fasilitasi sertifikasi infrastruktur desa hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan
desa;
 Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
pengembangan, pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana desa.

4. Tenaga Ahli Pemberdayaan Ekonomi Desa

 Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga BUMDes;
 Fasilitasi pengembangan usaha dan pemasaran hasil usaha BUMDes;
 Fasilitasi pembentukan, pengelolaan dan pengembangan pasar desa;
 Fasilitasi promosi pemasaran hasil usaha ekonomi desa;
 Fasilitasi pengembangan jaringan pemasaran hasil usaha ekonomi desa;
 Fasilitasi pengembangan kredit modal usaha ekonomi desa;
 Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro;
 Fasilitasi penggalangan modal keswadayaan;
 Fasilitasi promosi pemanfaatan potensi desa;
 Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro;
 Fasilitasi pengembangan ekonomi kreatif;:
 Fasilitasi pengembangan industrialisasi desa;
 Fasilitasi pengembangan kewirausahaan desa;
 Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa
mengembangkan ekonomi desa.

5. Tenaga Ahli Pengembangan Tegnologi Tepat Guna

 Fasilitasi pengembangan teknologi tepat guna;
 Fasilitasi promosi pendayagunaan teknologi tepat guna;
 Fasilitasi kemandirian pangan dan energi berbasis teknologi tepat guna;
 Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan
sumberdaya hutan, perkebunan dan pertanian;
 Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumberda ya pertambangan;
tanah; dan air;
 Fasilitasi pemanfaatan TTGuntukpelestarian lingkungan hidup;
 Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
mendayagunakan teknologi tepat guna;
 Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan
sumber daya hutan, perkebunan dan pertanian;
 Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumber daya pertambangan,
tanah dan air;
 Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pelestarian lingkungan hidup;

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 211
 Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
mendayagunakan teknologi tepat guna.

6. Tenaga Ahli Pengembangan Pelayanan Dasar

 Fasilitasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa secara terpadu;
 Fasilitasi pelayanan pendidikan desa bagimasyarakat desa secara terpadu;
 Fasilitasi pemberdayaan perempuan dan anak;
 Fasilitasi pemberdayaan kaum difabel/berkebutuhan khusus;
 Fasilitasi pemberdayaan kelompok masyarakat marginal;
 Fasilitasi pemberdayaan keluarga miskin;
 Fasilitasi pengembangan kesejahteraan keluarga;
 Fasilitasi pelestarian dan pengembangan adat dan kearifan lokal;
 Fasilitasi pelestarian dan pengembangan seni dan budaya desa;
 Fasilitasi pengembangan kerukunan dan ketentraman antar warga desa
dan/atau antar desa;
 Fasilitasi pencegahan dan penanganan konflik sosial antar warga desa dan/atau
antar desa.
 Fasilitasi pengembangan media informasi desa untuk masyarakat desa;
 Fasilitasi pengelolaan akses informasi antar warga desa dan/atau antar desa.

7. Pendamping desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG,
dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa.
8. Pendamping Lokal desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG,
dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa.
4


G. Posisi Pendamping Lokal Desa

Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU
No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan
amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi
mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.

Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah sangat penting dan
menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa. Para
PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk mempercepat
penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk bisa
mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan
kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari
APBD).

4
https://pendaftaran-cpns.blogspot.co.id/2015/08/tugas-pokok-pendamping-desa.html

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 212

Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping Desa
(PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke dalam
implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan skema
pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat menumbuhkan
partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang
berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.

Sejatinya kemandirian negara terletak pada kemandirian desa-desa sebagai entitas
penyusun dan penyangga nama besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun
2015 adalah tahun pertama pelaksanaan UU No. 6/2014. Desa diberlakukan berbeda
dengan sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi subnasional, melainkan berkedudukan
di wilayah kabupaten/kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur administratif
terbawah, apalagi perpanjangan tangan pemerintah daerah.

Desa mendapat rekognisi dan subsidiaritas kewenangan, yaitu kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Desa menerima transfer
keuangan dari APBN dan APBD yang disebut dana desa (DD) dan alokasi dana desa
(ADD) untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam konteks dua kewena ngan tadi.
Keberadaan UU No. 6/2014 tujuan pertamanya adalah bagian dari ikhtiar mencapai
keberdayaan negara dari kemandirian desa-desanya. Proses pembentukan bangunan
warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi faktor eksternal yang
mengancam hak publik. Keduanya adalah modal penting bagi desa untuk membangun
kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan
menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsif
terhadap masyarakat.

Efektivitas pembangunan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan
antara perencanaan dengan hasil. Antara kedua hal tersebut sering terjadi
penyimpangan. Tugas PLD adalah mengoreksi penyimpangan tersebut.Pembangunan
desa adalah strategi pembangunan bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial
dari kelompok khusus masyarakat, dalam hal ini masyarakat kurang mampu di
pedesaan. Pembangunan desa bertujuan mengurangi kemiskinan serta tersedianya
sarana dan prasarana umum untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang
ternyata masih kurang untuk membantu masyarakat desa dalam beraktivitas sehari-
hari.

ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan
peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah
kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 213
Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut
benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh PLD
terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan
realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta
nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan
PLD dalam pengawasan.[]

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 214

SPB
9.4
Lembar Informasi
SOP Laporan Kinerja
Pendamping Lokal Desa


A. PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa ditempuh melalui upaya
pendampingan. Pendampingan menjadi salah satu langkah penting yang harus
dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat. Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya
melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran serta memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Bentuk pembinaan, pengelolaan dan pengendalian Pendamping Profesional
khususnya untuk menjamin tertib aturan, tata laksana administrasi dan keuangan,
hubungan antar pelaku dalam rangka tercapainya kinerja Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa secara efektif dan efisien, maka Ditjen PPMD
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menetapkan
dan menerbitkan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Pelaporan
Pendampingan Profesional. Standar Operasional dan Prosedur (SOP) ini memuat
hal-hal pokok terkait dengan terselenggaranya pelaksanaan Pendampingan Desa
melalui upaya yang dilakukan oleh Pendamping Profesional. SOP ini juga digunakan
sebagai sarana untuk membantu menjamin terciptanya transparansi dan
akuntabilitas dalam pelaksanaan Pendampingan Desa sehingga dap at
mencerminkan tata kelola pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang
mencerminkan Self Governing Community.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendampingan implementasi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disusun komposisi pendamping professional
sebagai berikut:

1. Konsultan Nasional P3MD yang berkedudukan di Jakarta
a. Satu (1) orang Program Leader
b. Tujuh (7) Koordinator Bidang Pendampingan Regional
c. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Kapasitas dan
Kaderisasi
d. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Manajemen Keuangan dan Tata Kelola
Desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 215
e. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Fasilitasi Pembangunan Desa
Partisipatif
f. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Hukum, Penanganan Pengaduan dan
Masalah
g. Deputi dan Tenaga Ahli Bidang Manajemen Data dan Informasi
2. Konsultan Nasional Program Inovasi Desa (PID) yang berkedudukan di
Jakarta
a. Satu (1) orang Program Leader
b. Koordinator Bidang dan Tenaga Ahli Program Inovasi Desa
3. Koordinator dan Tenaga Ahli Program Provinsi yang berkedudukan di
Provinsi;
4. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat, yang berkedudukan di Kabupaten;
5. Pendamping Desa dan Pendamping Teknis, yang berkedudukan di Kecamatan;
6. Pendamping Lokal Desa, yang berkedudukan di Desa.

Bahwa untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pendampingan desa ini, perlu
adanya standart pelaporan yang akurat, tepat dan cepat, berjenang sesuai
tingkatannya.

B. JENIS PELAPORAN
Salah satu kewajiban Pendamping Profesional yang sudah dikontrak oleh Satker
P3MD Provinsi adalah membuat Laporan, pengabaian terhadap laporan dapat
dikenakan sanksi penundaan pembayaran homorarium dan biaya operasioonal,
sampai pada PHK. Dalam pelaksanaan pendampingan desa yang dilakukan oleh
Pendamping Profesional dalam hal ini Pendamping Lokal Desa, Pendamping Desa,
Tenaga Ahli Kabupaten, maupun yang dilakukan oleh Konsultan Provinsi dan
Konsultan Nasional, dibagi dalam beberapa jenis laporan yakni :
1. Laporan Bulanan Individual, baik pendamping professional maupun konsultan
dalam melaksanakan tugas pendampingannya terikat kontrak individual
dengan Satker Provinsi maupun PPA, maka sebagai pertanggungjawaban
administrasi harus membuat laporan bulanan individual yang memuat
beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi Laporan yang singkat padat dan akurat.
c. Lembar Waktu Kerja
d. Realisasi Kerja Bulan Berjalan
e. Rencana Kerja Bulan Yang Akan Datang
f. Bukti Kunjungan Lapangan baik Form Kunjungan
g. Bukti-bukti/dokumen lainnya yang diperlukan
2. Laporan Mingguan Pendampingan. Laporan ini memuat khusus terkait
dengan laporan pencairan dan penggunaan Dana Desa (DD) dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Laporan melalui email kepada jenjang setingkat diatasnya, PLD ke PD,
PD ke TAPM, TAPM ke KPP Provinsi, KPP Provinsi ke KPP Pusat dan
KPP Pusat ke MN-P3MD, ke Koodinator;
b. Waktu Pelaporan Mingguan :

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 216
i. PLD ke PD pada setiap hari Senin
ii. PD ke TAPM pada setiap hari Selasa
iii. TAPM ke KPP Provinsi setiap hari Rabu
iv. KPP Provinsi ke Koordinator Pendampingan Regional (KPR)
setiap hari Kamis
v. Koordinator Koordinator Pendampingan Regional (KPR) ke
Program Leader P3MD Pusat dan Program Leader PID Pusat
setiap hari Jum’at
vi. Program Leader P3MD dan Program Leader PID ke Koordinator
Operasional Program dan Kepala Manajemen Nasional
Pengendali Program Pendampingan Desa setiap Hari Senin
c. Format Laporan Mingguan sebagaimana terlampir

3. Laporan Bulanan Pendampingan, laporan ini memuat hal-hal apa saja yang
terkait dengan pendampingan sesuai levelnya masing masing, yang
menggambarkan capaian kinerja dan tupoksi pendampingan, data-data dana
desa, data-data kegiatan prioritas pembangunan, kegiatan pemberdayaan,
kegiatan pelatihan, kegiatan pendampingan, supervise, legislasi, kaderisasi
dan lain sebagainya yang bisa menggambarkan kegiatan secara utuh beserta
capaiannya dalam waktu sampai dengan bulan berjalan. Laporan bulanan
kegiatan pendampingan memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi laporan yang singkat padat dan akurat dengan sistematika sbb:
i. Pendahuluan
ii. Kegiatan pendampingan bulan berjalan
iii. Rencana kegiatan pendampingan bulan yang akan datang
iv. Kendala dan Masalah
v. Rekomendasi
vi. Penutup
c. Lampiran
i. Data Dasar/Data APBDes (bulanan)
ii. Data Dana Desa (Alokasi, Pencairan dan Penggunaan)
(bulanan)
iii. Data Regulasi Desa (tiga bulanan)
iv. Data Progres Kegiatan Desa (bulanan)
v. Data Pelatihan dan Kegiatan Pengkaderan (tiga
bulanan)
vi. Data Bumdes/Pengembangan Ekomomi Desa (tiga
bulanan)
vii. Data Tahapan, Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan
(bulanan)
viii. Data Kegiatan terkait TTG (tiga bulanan)
ix. Data Pengembangan Pelayanan Dasar (tiga bulanan)
x. Data Masalah dan Penanganannya (bulanan)
xi. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) (bulanan)
xii. Dan lain lain yang diperlukan (bila diperlukan)

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 217
Laporan kegiatan bulanan pendampingan bagi TA Kabupaten, KPP Provinsi,
dan Manajemen Nasional, disamping melaporkan kegiatan yang dilakukan
secara mandiri, juga harus merekap kegitan yang dilakukan oleh pendamping
level di bawahnya.

4. Laporan Insidental, laporan yang dibuat atas dasar peristiwa tertentu seperti
adanya penyelewengan, force majoure atau peristiwa yang diluar rencana dan
tidak diprediksi sebelumnya, format laporan ini disesusikan dengan peristiwa
yang terjadi.

C. JENJANG PELAPORAN
Pelaporan yang dibuat oleh pelaku pendampingan desa, dilakukan secara
berjenjang dengan tujuan utama adalah Pihak Pertama sebagai pihak yang
memberi kerja. Namun juga ditujukan kepada jajaran birokrasi pada levelnya
masing-masing dengan tembusan kepada supervisornya. Jenjang Pelaporan untuk
Pendamping Profesional dan Konsultan dapat digambarkan dalam bagan sebagai
berikut :


























D. WAKTU PELAPORAN
Pelaporan pendamping professional dan konsultan provinsi maupun konsultan
nasional diatur waktunya sebagai berikut :
PENDAMPING LOKAL DESA
TA KABUPATEN
KPP PROVINSI
PD dan PDTI
KOODINATOR WILAYAH
PROGRAM LEADER
KONSULTAN NASIONAL
P3MD dan PID
KEPALA SEKRETARIAT
PROGRAM
SATKER
PROVINSI

PPA Pusat

SATKER PUSAT
SATKER
PROVINSI
SATKER
KABUPATEN
CAMAT

PPA Provinsi

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 218
1. Pendamping Lokal Desa dan Pendamping Desa/Pendamping Desa Teknik
Infrastruktur melaporkan kegiatan pendampingan dan laporan
individualnya ke Satker Provinsi dan Camat paling lambat tanggal 3 setiap
bulannya
2. Tenaga Ahli Kabupaten melaporkan kegiatan pendampingan dan laporan
individualnya ke Satker Provinsi dan Satker Kabupaten paling lambat
tanggal 5 setiap bulannya
3. Koordinator Program Provinsi (KPP) Provinsi melaporkan kegiatan
pedampingan dan laporan individualnya ke PPA dan Satket Provinsi paling
lambat tanggal 10 tiap bulannnya
4. Konsultan Nasional P3MD dan PID serta Koordinator Bidang Pendamping
Regional (KPR) Pusat menyampaikan laporan kegiatan pendampingan dan
laporan individualnya ke PPA dan Satker Pusat paling lambat tanggal 15
setiap bulannya
5. Program Leader menyampaikan laporan individualnya paling lambat tanggal
15 setiap bulannya dan laporan kegiatan pendampingan paling lambat
tanggal 20 setiap bulannya

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 219

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 220
PB
10
Bahan Bacaan

Membangun Tim Kerja di
Desa





Bahan Bacaan 1

MEMBANGUN KERJASAMA TIM

Pembelajaran Membangun Kerjasama Tim dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi
pendamping dalam hal penerapan konsepsi Membangun kerjasama Tim secara efektif dan
efisien dalam melakukan pendampingan masyarakat di Desa. Hal-hal yang dibahas
meliputi:

1. Konsepsi Dasar Membangun Tim yang Efektif dengan subbahasan Pengertian Tim;
Perbedaan Kelompok dan Tim; Hakikat dan Ciri Organisasi sebagai Tim Efektif; Kriteria
Tim yang efektif; dan Manfaat Membangun Tim yang Efektif.
2. Kerjasama Dalam Membangun Tim Dinamis dengan subbahasan meliputi: Pengertian
Tim yang Dinamis; Unsur-Unsur Tim yang Dinamis; Tahapan Perkembangan Tim;
Membangun Rasa Kebersamaan Tim; Peran Individu dalam Tim; dan Membangun
Kebanggaan Tim.
3. Pemecahan Masalah Secara Win-win Solution dengan subbahasan meliputi: Pengertian
Konflik; Mengenali Konflik, Respon terhadap Konflik, Sumber-sumber Konflik, Langkah-
Langkah Penyelesaian Konflik, dan Gaya Tanggapan Konflik.

A. Pengertian Tim yang Dinamis

Mengapa ada tim yang mampu bertahan lama dan ada yang tidak dapat bertahan lama?
Apabila berbicara tentang tim, maka ada tim yang dapat mencapai suatu prestasi yang
tinggi, namun juga ada yang hanya bertahan beberapa waktu saja. Untuk itu maka
diperlukan suatu usaha maksimal agar mampu berperan sebagai tim yang dinamis. Tim
dinamis adalah tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tim seperti ini dapat
memanfaatkan segala energi yang ada di dalam tim tersebut untuk menghasilkan sesuatu.
Tim dinamis merupakan tim yang penuh dengan rasa percaya diri, tim yang para
anggotanya menyadari kekuatan dan kelemahannya untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan bersama.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 221




B. Unsur-Unsur Tim yang Dinamis

Apakah manfaat membangun tim dinamis? Tim dinamis memiliki unsur-unsur yang tidak
jauh berbeda dengan tim pada umumnya. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Richard Y.
Chang adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan secara jelas misi dan tujuannya. Visi adalah gambaran akan datang yang
merupakan cita-cita, dan selanjutnya visi ini dijelaskan ke dalam bentuk misi. Suatu
organisasi atau tim yang dinamis harus mampu menjelaskan misi tersebut ke dalam
tujuan-tujuan tim, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tanpa
memiliki tujuan yang jelas, tim tidak akan mengetahui ke arah mana akan melangkah,
sehingga akan terombang-ambing oleh bertiupnya angin. Tujuan dan sasaran ini harus
dipahami oleh seluruh anggota tim, sebab hal ini akan meningkatkan komitmen

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 222
diantara mereka. Pemimpin yang dinamis harus mampu memastikan bahwa semua
anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan tim.
2. Beroperasi secara kreatif. Dalam pelaksanaan, kerja tim sangat kreatif dan dinamis
dengan memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam
melakukan sesuatu. Mereka tidak takut menghadapi kegagalan-kegagalan dan selalu
mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik yang baru. Mereka bersikap luwes
dan kreatif dalam memecahkan masalah.
3. Memfokuskan pada hasil.Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui
kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim secara terus-
menerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas, dan mutu “produktivitas
optimum” merupakan tujuan bersama.
4. Memperjelas peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas.
Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya, dan
mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu
memperbaharui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan
tuntutan, sasaran dan teknologi.
5. Diorganisasikan dengan baik. Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas. Tim juga
menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota timnya.
6. Dibangun diatas kekuatan individu. Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga
pimpinan tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena
itu program Pembinaan sangat diharapkan. Pimpinan tim sangat memperhatikan
pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi
anggota tim.
7. Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain. Dalam tim yang dinamis,
kepemimpinan dibagi diantara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pimpinan yang
mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin
tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam Tim
dinamis menghargai keunikan setiap individu.
8. Mengembangkan iklim tim. Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara
antusias bekerja bersama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi
(bersinergi).
9. Menyelesaikan ketidaksepakatan. Perbedaan persepsi dan ketidaksepakatan akan
terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu
wahana untuk menumbuhkan hal -hal yang lebih positif. Segala konflik akan
diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka dengan teknik kolaborasi.
10. Berkomunikasi secara terbuka. Pembicaraannya secara asersi, yakni bicara yang lugas,
jujur tetapi tidak melukai pihak lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi
dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara
timbal balik dan untuk kepentingan bersama.
11. Membuat keputusan secara obyektif. Dalam pemecahan masalah menggunakan
pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui konsensus. Setiap
anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. Anggota kelompok
bebas mengutarakan pendapat dan idenya dan mendukung rencana yang telah
ditetapkan.
12. Mengevaluasi efektivitasnya sendiri.Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan
tujuan untuk melihat bagaimanakah pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan
dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 223
kinerja, mereka bisa segera memecahkannya sebelum menjadi permasalahan yang
serius.

C. Tahapan Perkembangan Tim

Pada dasarnya dalam membangun tim yang dinamis mempunyai tahapan sebagai berikut
(Peter Senge):

1. Forming (pencairan bentuk)
2. Storming (mencari jati diri tim)
3. Performing (tim mulai menunjukkan kinerja)
4. Transforming (tim mulai terbiasa dengan budaya kerja baru)

Mewujudkan tim yang dinamis tidak mudah, tetapi merupakan rangkaian perkembangan
setahap demi setahap. Tahapan tersebut dalam bahan ajar ini akan dijabarkan mengacu
pada pendapat Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya “Membangun Tim yang
Dinamis”. Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan arah (Drive)
Dalam tahap ini Tim harus memfokuskan pada misinya dan membuat garis besar
strategi yang akan ditempuh serta menetapkan tujuan, prioritas dan prosedur kerja
serta peraturan bagi Tim anda.

2. Bergerak (Strive)
Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota tim ditetapkan dengan jelas.
Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana bersama
dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat dihadapi dengan
arif dan bijaksana.

3. Mempercepat gerak (Thrive)
Fase ini dimungkinkan untuk meningkatkan produktivitas secara maksimal. Dalam
memecahkan masalah menggunakan umpan balik dari sesama anggota, manajemen
konflik, kerjasama dan pembuatan keputusan yang efektif. Penguasaan terhadap
wilayah secara cepat dan efektif dengan daya tahan yang tangguh.

4. Sampai (Arrive)
Dengan kerja sama tim yang kompak,tim akan mencapai puncak dengan mengatasi
semua kendala-kendala yang ada, yang pada akhirnya mencapai prestasi yang luar
biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya,dilakukan
peninjauan kembali tim dengan melaksanakan konsolidas i upaya, misalnya
berkoordinasi secara maksimal. Disamping itu perlu meninjau kembali sasaran-sasaran
yang telah ada, masih relevan atau tidak.

D. Membangun Rasa Kebersamaan Tim

Adakah manfaat membangun rasa kebersamaan dalam sebuah tim? Tahapan-tahapan
dalam membangun tim yang dinamis tersebut akan berjalan dengan seksama, apabila
anggota-anggota tim mampu membangun rasa kebersamaan secara efektif. Untuk
membangun rasa kebersamaan di dalam suatu tim, maka setiap anggota kelompok harus

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 224
mampu untuk menerima keragaman anggota tim. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan
setiap tim terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, perilaku, pengalaman
yang berbeda-beda. Tidak ada seorang manusiapun yang diciptakan sama termasuk orang
yang kembar sekalipun. Tim akan efektif apabila dibangun berdasarkan kebersamaan, tidak
memandang pangkat, suku dan golongan, menunjukkan rasa saling percaya, saling
menghargai dan dilandasi oleh keterbukaan. Oleh karena itu, anggota suatu tim hendaknya
memiliki karakteristik yang berorientasi pada opini, persamaan, serta tujuan.

Adapun penjabaran karakteristik anggota tim yang berorientasi pada opini, persamaan, dan
tujuan, masing-masing adalah sebagai berikut:


Berorientasi pada Opini:

1. Berlawanan dengan orang yang bersifat dogmatis, akan mengarahkan pada tindakan tidak
mengutuk orang lain;
2. Memperkenalkan gagasannya tanpa mengusulkan atau bahkan mengisyaratkan agar orang
lain memberi posisi istimewa pada gagasannya;
3. Saling meminta ide dari anggota kelompok yang lain, bukan berorientasi pada gagasan
perorangan;
4. Tidak hanya memfokuskan pada idenya sendiri, tetapi menginvestigasi pendapat orang lain.

Berorientasi pada Persamaan:

1. Anggota tim yang berorientasi pada persamaan melihat keragaman sebagai suatu
keunggulan. Perbedaan yang dimiliki dapat dipakai untuk mengecek setiap sisi, sudut,
puncak dan dasar suatu masalah;
2. Mengandalkan semua anggota;
3. Kepercayaan kepada anggota tim meningkatkan produktivitas.
Berorientasi pada Tujuan:

1. Tim yang terdiri dari anggota yang berorientasi pada tujuan, kecil kemungkinan akan timbul
konflik di dalamnya yang disebabkan oleh keunikan masing-masing kelompok;
2. Keseluruhan anggota tim berorientasi pada tujuan yang sama;
3. Anggota tim mengakui bahwa masing-masing anggota memiliki tujuan, dan kemungkinan
tujuan tersebut bertentangan dengan tujuan tim;
4. Keunikan anggota tim yang muncul segera dapat diatasi, tidak dibiarkan melahirkan masalah
baru.

(Sukses Melalui Kerjasama Tim, Richard Chang, PT Pustaka Binaman Pressindo)


Hal apakah yang akan kita perhatikan? Dalam rangka membangun kerjasama tim, perlu
juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: meningkatkan umpan balik sesama anggota
tim, memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik, bekerja sama untuk meningkatkan
kreativitas dan menangani dalam pembuatan keputusan.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 225
E. Peran Individu dalam Tim

Keberhasilan suatu tim sangat tergantung dari peran individu-individu dalam tim tersebut.
Ada lima peran individu dalam suatu tim yang berhasil. Hal tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:

Driver : Mengembangkan gagasan, memberi arah, menemukan hal-hal baru.
Planner : Menghitung kebutuhan tim, merencanakan strategi kerja, menyusun jadwal.
Enabler : Ahli memecahkan masalah, mengelola sarana/sumber daya menyebarkan
gagasan, melakukan negosiasi.
Executor : Mau bekerja menghasilkan output, mengkoordinir dan memelihara tim.
Controller : Membuat catatan,mengaudit dan mengevaluasi kemajuan tim.

F. Membangun Kebanggaan Tim

Perlukah membangun kebanggaan tim? Tim dinamis akan senantiasa mempertahankan
prestasinya secara maksimal. Oleh karena itu mempertahankan kinerja tim sangat
diharapkan. Ini berarti bahwa perlu ada suatu usaha untuk memotivasi tim secara efektif
agar mampu membangun kebanggaan tim.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan tim agar anggota tim mampu
membangun kebanggaannya adalah sebagai berikut:

1. Memotivasi Anggota Tim untuk Berkomitmen.Dalam memotivasi ini terlebih dahulu
tentukan faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi orang tersebut termotivasi
dengan baik. Tanpa mengetahui hal ini proyek besarpun belum tentu merupakan faktor
stimulus. Setiap individu memiliki motif yang berbeda-beda, misalnya ada orang timbul
harga dirinya dengan menghargai kinerjanya, tetapi orang lain belum tentu demikian.

2. Memotivasi Anggota Tim yang Tidak Termotivasi. Tidak setiap anggota tim memiliki
motivasi yang sama. Ada anggota tim yang produktif, ada pula yang enggan
berpartisipasi secara aktif. Untuk itu diperlukan beberapa strategi yang jitu. Strategi
tersebut antara lain: (1) dapatkan nasihat dari mereka, (2) jadikan mereka guru, (3)
libatkan mereka dalam presentasi dan delegasikan kepada mereka proyek bintang.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun kerjasama tim adalah perlunya
meningkatkan kerja sama tim yang efektif. Kunci utamanya adalah adanya komunikasi yang
efektif (dibahas dalam mata sajian komunikasi yang efektif), mendengarkan secara aktif,
mampu memotivasi anggota tim serta menyelesaikan konflik secara efektif. Teknik
penanganan konflik akan dibahas dalam pokok bahasan berikutnya.

Dilihat dari tahapannya (baik menurut Peter Senge maupun Ricard Y.Chang), apabila suatu
tim telah mencapai tahap ketiga (performing maupun thrive) sampai dengan tahap keempat
(transforming maupun arrive), maka akan timbul suatu kebanggaan tim.[]

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 226
PB
10
Bahan Bacaan

Membangun Tim Kerja di
Desa





Bahan Bacaan 2

MEMBANGUN JEJARING

Pendahuluan

Jaringan sosial (social network) adalah kumpulan individu atau kelompok yang terikat
oleh kepentingan dan/atau tujuan yang sama. Membangun jaringan sosial dan
mengembangkan kerjasama merupakan agenda penting dan strategis yang harus
dipahami dengan baik oleh para pendamping desa. Pemahaman yang baik terhadap
jaringan sosial yang terbangun di pedesaan selama ini, akan sangat membantu proses-
proses pendampingan yang dilakukan di tingkat masyarakat desa. Mulai dari proses
perencanaan pembangunan sampai pada kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.

Hal mendasar yang harus dipahami dari hubungan sosial yang melahirkan jaringan
sosial adalah setiap orang mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya yang
bernilai, seperti akses terhadap sumber daya alam, informasi atau kekuasaan. Artinya
bahwa dengan memahami jaringan sosial di Desa akan memudahkan bagi pendamping
desa dalam membangun jaringan sosial baru untuk kepentingan implementasi UU
Desa, serta memudahkan untuk mengembangkan kerjasama.

Salah satu tugas dan peran penting dari pendamping desa adalah membantu desa
membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial serta mengembangkan kerjasama, baik
kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga guna mewujudkan tujuan dari
pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan dalam UU Desa, khususnya tujuan yang
berkaitan dengan: a) Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa
untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; b)
Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; c) memajukan
perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;
dan d) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Selama ini, proses dan pola pemberdayaan desa umumnya cenderung menciptakan
ketergantungan. Akibatnya, desa tidak tumbuh menjadi desa yang mandiri dalam
mengurus dan mengelola sumber daya dan potensi yang dimilikinya, termasuk jaringan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 227
sosial yang telah tumbuh dan berkembang di Desa. Kekuatan dari potensi jaringan
sosial, seperti semangat kegotong-royongan dan kepercayaan (trust) belum dapat
dioptimalkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Desa.

Tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial di
pedesaan adalah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat desa, seperti:
terbatasnya peluang kerja, struktur sumber daya ekonomi yang kurang beragam,
keterbatasan pendidikan, keterampilan, peralatan dan modal.

Secara normatif, kerjasama antar desa maupun kerjasama dengan pihak ketiga telah
diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa dapat mengembangkan
kerjasama meliputi: pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk
mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan dan pemberdayaan Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang
keamanan dan ketertiban di Desa. Prinsipnya, kerjasama dikembangkan untuk
memanfaatkan potensi Desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya alama dan
sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling menguntungkan dan memandirikan
masing-masing Desa.

Mengidentifikasi Pihak-Pihak yang Potensial

Kerja jejaring merupakan kegiatan untuk kepentingan banyak pihak yang bersifat
memberi dan berbagi. Sedangkan definisi kerja jaringan adalah:

1. Kekuatan berasal dari semangat memberi dan berbagi.
2. Kemauan alami menghargai diri, lembaga, organisasi, hubungan dan relasi.
3. Salah satu cara untuk memahami sistem yang ada pada diri kita dan orang lain.
4. Merupakan cara yang terorganisir untuk menciptakan relasi guna suatu tujuan.

Kerja jaringan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Merupakan media pemasaran yang efektif.
2. Biaya lebih efisien dengan potensi keberhasilan lebih efektif.

Untuk membangun networks, beberapa prinsip dasar yang harus diikuti adalah sebagai
berikut:

1. Membangun citra lembaga yang baik.
2. Fokus pada kualifikasi lembaga.
3. Berkaitan dengan apa yang kita tawarkan bukan apa yang kita dapatkan.
4. Mengembangkan kemampuan “mendengar“.
5. Mengembangkan kemampuan “bertanya“.
6. Menepati janji bukan mengobral janji.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 228
Untuk membangung jejaring sosial di pedesaan terlebih dahulu kita harus memetakan
dan mengenali siapa saja tokoh atau pihak kunci yang dapat kita ajak bersama untuk
membangun dan memajukan desa. Untuk membantu memetakan tokoh atau para
pihak tersebut, pertanyaan-pertanyaan dibawah ini diharapakan dapat membantu:

1. Siapa atau kelompok mana yang selalu terlibat membantu kegiatan di pedesaan?
Mengapa mereka selalu terlibat? Apa manfaat langsung/tidak langsung kegiatan
tersebut bagi kelompok?
2. Apakah ada kesamaan yang mengikat para anggota jaringan itu, misalnya satu
keluarga atau kerabat, tetangga, atau mata pencaharian atau lainnya?
3. Apakah orang-orang itu membentuk jaringan untuk menanggulangi hal-hal yang
lainnya juga, atau hanya untuk peristiwa yang diuraikan itu?
4. Jika untuk hal-hal lain juga, hal-hal apakah itu? Mengapa bisa menjalar ke hal-hal
lain, atau sebaliknya?
5. Apa hubungan kelompok atau jaringan ini dengan jaringan atau kelompok lain
(bersaing, saling mendukung, tidak ada kaitan sama sekali)? Apa alasan atau latar
belakang hubungan yang demikian?
6. Apa pula hubungan jaringan atau kelompok ini dengan pemerintah desa? Apakah
pemerintah memberikan dukungan nyata, pasif atau malah menghambat?
Mengapa?
7. Sejak kapan jaringan ini muncul? Bagaimana riwayat kemunculannya, atau
perubahannya dari jaringan sebelumnya? Apakah lingkup kegiatan atau
keanggotaannya saat ini mengalami perubahan dari sebelumnya? Sejak kapan
perubahan berlangsung? Mengapa?


No. Kelompok Sosial Potensi/Peran
1 Organisasi Tani Lokal
(OTL)
 Terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat petani
 Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
 Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
 Terlibat dalam proses musyawarah desa
 Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 229
2
Kelompok Nelayan
 Terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat nelayan
 Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
 Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
 Terlibat dalam proses musyawarah desa
 Terlibat dalam pembahasan peraturan desa
3
Organisasi
Masyarakat Adat
 Terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat adat
 Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
 Mengutus perwakilannya dalam Badan
Permusyawaratan Desa
 Terlibat dalam proses musyawarah desa
 Terlibat dalam pembahasan peraturan desa
adat
4
Organisasi
Keagamaan
 Terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat adat
 Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
 Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
 Terlibat dalam proses musyawarah desa
5
Organisasi
Perempuan
 Terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan desa dan pemberdayaan
 Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
 Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
 Terlibat dalam proses musyawarah desa
 Terlibat dalam pembahasan peraturan desa
6
Organisasi
Kepemudaan
 Terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat adat

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 230
 Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
 Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
 Terlibat dalam proses musyawarah desa
 Terlibat dalam pembahasan peraturan desa
7
NGO
 Membangun kerjasama dalam program
ekonomi di pedesaan
 Membantu desa dalam proses pemberdayaan
masyarakat desa

Mengembangkan Kerjasama

Pijakan berpikir yang mendasari perlunya membangun relasi jaringan sosial dan
kerjasama dalam melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan desa, antara lain:
Pertama, pengembangan jaringan sosial dan kerjasama di pedesaan diformulasikan
untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti:
pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Kemandirian desa tidak berarti Desa
terlepas dari kesaling-tergantungan dengan desa yang lain, melainkan terjadi “net-
benefit” yang dihasilkan dari pertukaran antara desa.

Kedua, pengembangan potensi jaringan sosial di wilayah pedesaan ditekankan pada
aspek keberlanjutan, yakni:

1. Keberlanjutan ekologi, dimana pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan
tidak merusak lingkungan dan senantiasa memperhatikan daya dukung ekologinya.
2. Keberlanjutan sosial ekonomi yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
3. Keberlanjutan komunitas masyarakat pedesaan yang mengacu pada terjaminnya
peran masyarakat dalam pembangunan dan jaminan akses komunitas pada sumber
daya alam.
4. Keberlanjutan institusi yakni mencakup institusi politik, institusi sosial-ekonomi dan
institusi pengelola sumber daya (Arif Satria: 2011).

Ketiga, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga hendaknya tidak membuat desa
mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam
proses kerjasama, yakni:

a. Masyarakat desa dengan kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi yang
dimilikinya serta kemampuan mengelola sumberdaya yang berkelanjutan.
b. Pengusaha atau swasta yang mengembangkan usaha berbasis pedesaan serta
untuk mengatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 231
c. Pemerintah yang berfungsi untuk memberikan penguatan kelembagaan sosial
ekonomi kepada desa dan jaminan keamanan dan legal kepada pengusaha/swasta.

Keempat, pendamping desa harus mampu mengidentifikasi dan menjahit seluruh
kekuatan ekonomi dan politik di wilayah pedesaan untuk terlibat dalam proses
pembangunan dan pemberdayaan. Jaringan sosial pada dasarnya merupakan mitra
strategis Desa yang harus senantiasa dijaga dan dikembangkan untuk memajukan
pembangunan di Desa.

Tujuan membentuk jaringan sosial dan mengembangkan kerjasama di Desa sebagai
berikut:

1. Untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti
pangan, energi, kesehatan, pendidikan, air bersih, dsb.
2. Untuk membangun dan menumbuhkan semangat kolektivitas, kegotongroyongan
dan trust building dari kelompok-kelompok sosial di masyarakat desa.
3. Agar desa mempunyai perencanaan pembangunan desa dan strategi
pemberdayaan masyarakat desa yang mencakup: potensi, rencana strategis,
perencanaan ruang, perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan dan strategi aksi
yang menjadi dasar dalam mengembangkan kerjasama antar desa maupun dengan
pihak ketiga.
4. Agar desa mempunyai badan kerjasama antar desa yang dihasilkan melalui
musyawarah desa.
5. Agar berkembang aktivitas ekonomi berbasis pedesaan yang mampu bersaing
dalam pasar lokal, regional dan global serta dapat diandalkan dalam meningkatkan
kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.

Selain tujuan diatas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para
pendamping desa dalam membangun jaringan sosial dan kerjasama, yaitu sebagai
berikut:

1. Pendamping harus meyakini, mengakui dan menghargai bahwa setiap
individu/lembaga memiliki potensi yang merupakan modal dasar dalam
merealisasikan visi pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
2. Modal dasar tersebut perlu dikembangkan dan ditingkatkan mutunya, serta
dipadukan lewat proses dialog dan musyawarah dalam wadah jaringan.
3. Musyawarah dan dialog adalah roh dari pendampingan desa.
4. Pendamping desa meyakini potensi jaringan sosial yang peduli terhadap masalah
pedesaan, memiliki fungsi penting dan strategis, sehingga selalu menjadi pusat
perhatian pendamping desa.
5. Pendamping desa harus senantiasa menciptakan peluang dengan mengembangkan
sistem dan mekanisme, agar potensi jaringan sosial yang terbentuk senantiasa
terlibat dalam proses pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 232
Model pendekatan dalam kerja jaringan:

1. Model kontak person. Biasanya dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh
kunci dari lembaga, sering menggunakan pendekatan pribadi, loby (silaturahmi),
mediasi dan lain-lain.
2. Model kerja sama. Dapat dilakukan dengan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi,
lembaga keuangan atau kelompok profesi lainnya dengan isu-isu yang sejenis dan
sifatnya memberikan bantuan stimulan, teknikal asistensi pada program yang sama.
3. Model aliansi. Kerja sama antar forum/lembaga untuk menyuarakan isu yang sama,
misalnya: ALIANSI GERAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN yang terdiri dari
pendamping desa, Pemda, NGO, dll.
4. Model koalisi. Beberapa forum/lembaga melakukan merger menggunakan satu
nama, misal: KOALISI PENGENTAS KEMISKINAN PEDESAAN, bersifat sementara (ad
hoc) dipimpin oleh seorang koordinator.[]

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 233





Teknik Menyusun RKTL

Fungsi Kaidah Aspek
Acuan waktu S (Spesific) Uraian Kegiatan
Acuan Proses M (Measureble) Lokasi
Acuan Sumber Daya A (accurate) Waktu
Menjamin pencapaian
output
R (Realiable) Target output
Menjamin efektifitas kerja T (Time frame) Person In Charge



SPB
11.3

Rencana Kerja Tindak Lanjut
(RKTL)

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 234
Lembar Kerja 11.3.1

RENCANA KERJA TINDAK LANJUT (RKTL)
PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
TAHUN ANGGARAN 2017

NAMA :
JABATAN :
LOKASI TUGAS :

No
Uraian
Kegiatan
Target
Output
Langkah
Kerja
Waktu
(Tahun Anggaran 2017)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12










DIketahui Pelatih ………………………… 2017

YANG MEMBUAT



______________________ _____________________



1. Setiap peserta WAJIB menuliskan RKTL dalam formulir diatas (2 RKTL, yaitu TA.
2017 dan TA. 2018), dan dikumpulkan kepada pelatih untuk ditanda tangani.
2. Pelatih memberikan penegasan terkait RKTL.
3. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 235

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 236
Daftar Pustaka

1. Anom Surya Putra, (2015). Buku 7 Badan Usaha Milik Desa: Spirit Usaha Kolektif
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
2. A. Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Kebijaksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI,
Jakarta, 20 September 1993.
3. A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Kebijakan, Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46,
Jakarta 17 Juni 1992.
4. Bappenas, edisi III (2011). Perkembangan Perdagangan dan Investasi, Jakarta.
5. Borni Kurniawan, (2015). Buku 5 Desa Mandiri Desa, Desa Membangun. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
6. Denhardt, Kathryn G. (1988). The ethics of Public Service. Westport, Connecticut:
Greenwood Press.
7. Dindin Abdullah Ghozali, (2015). Buku 4 Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
8. Dwiyanto, Agus dkk., (2003). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
9. Eko Sri Haryanto (2016). Panduan Pendamping Kawasan Perdesaan. Jakarta:
Direkorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kemen terian Desa
Pembangunan Daerah Twertinggal dan Transmigrasi Bekerjasama dengan
KOMPAK.
10. Idham Arsyad, (2015). Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
11. Kartasasmita, Ginandjar, (2004), Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang
Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Jakarta: Departemen Dalam Negeri.
13. Mochammad Zaini Mustakim, (2015). Buku 2 Kepemimpinan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
14. Naeni Amanulloh, (2015). Buku 3 Demokrasi Desa. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 237
15. Nyoman Oka (2009). Perencanaan Pembangunan Desa: Seri Panduan Fasilitator
CLAPP (Community Learning And Action Participatory Process), MITRA SAMYA
dengan dukungan AusAID ACCESS.
16. Osborne, David dan Ted Gaebler, (1996). Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta:
Pustaka Binaman Pressindo.
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54/2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan . Jakarta:
Direktur jenderl Bina Pembangunan Deerah.
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539).
19. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5717);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang
Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5864);
21. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tatacara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1967);
22. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Berskala Lokal Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 158);
23. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 238
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);
24. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 160);
25. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 161);
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Peraturan Di Desa, Jakarta;
27. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala
Desa, Jakarta;
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa, Jakarta;
29. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa, Jakarta;
30. Said, Mas‟ud, (2007). Birokrasi di Negara Birokratis, Malang: UMM Press.
31. Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor:
900/5356/SJ. Nomor 959/KMK.07/2015. Nomor 49 Tahun 2015 tenta ng
Percepatan, Penyaluran, Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa Tahun 2015;
32. Sutoro Eko, (2015). Regulasi Baru, Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat UU Desa.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
33. Syarief, Reza M. (2002). Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir : pada
Diri dan Organisasi Anda.Bandung: Asy Syamiamil Cipta Media.
34. Sutoro Eko, Pendampingan Desa. Kompas Edisi 2 Juli 2015
35. Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab
Seputar Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
36. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
37. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);
38. Wahjudin Sumpeno, dkk., (2015) Bahan bacaan Pelatian Penyegaran
Pendamping Desa dalam rangka Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 239
Implementasi Undang-Undang Desa, Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
39. Wahjudin Sumpeno. editor (2016) Draft Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan
Desa, Jakarta: PMK, Bappenas, Kemendesa PDTT, Kemendagri, BPKP, PSF-World
Bank dan KOMPAK.
40. Wahjudin Sumpeno. Dkk., (2015) Bahan bacaan Pelatihan untuk Pelatih
Pendamping Desa, Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia.
41. Wahjudin Sumpeno, (2012) Bahan bacaan Pelatihan Harmonisasi dan Integrasi
Perencanaan Pembangunan Daerah, Banda Aceh: Kerjasama Bappeda Aceh dan
The World Bank.
42. Wahjudin Sumpeno, (2012) Bahan bacaan Pelatihan Aparatur Pemerintah
Daerah: Pengelolaan Forum SKPD, Banda Aceh: Kerjasama BKPP Aceh dan The
World Bank.
43. Wahjudin Sumpeno, (2010) Panduan Penyusunan RPJM Desa Berbasis
Perdamaian, Banda Aceh: The World Bank.
44. Wahjudin Sumpeno, (2001) Perencanaan Desa Terpadu, Banda Aceh: Read
Indonesia.
45. Dll.

BAHAN BACAAN PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 240















KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Tags