Bedah Modul_Praktikum Parasitologi_Liza.pptx

lisahidayati 0 views 53 slides Oct 08, 2025
Slide 1
Slide 1 of 53
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52
Slide 53
53

About This Presentation

Ringkasan webinar bedah modul praktikum parasitologi


Slide Content

Bedah Modul Praktikum Minggu , 27 Juli 2025 Helmintologi Liza Mutia, SKM, M.Biomed

Cover/ sampul luar Cover/ sampul dalam

Penulis modul

Modul 1 Mikroskop Pendahuluan Mata manusia tidak dapat melihat objek berukuran mikro . Lebih dari 500 tahun lalu , dikembangkan kaca pembesar sederhana . Antonie van Leeuwenhoek (1600-an) mengamati mikroorganisme dengan mikroskop sederhana . Agar efektif , mikroskop harus memiliki tiga kemampuan utama : Magnifikasi ( pembesaran ): memperbesar tampilan objek . Resolusi : memisahkan detail-detail kecil agar bisa terlihat jelas . Kontras : membuat detail objek tampak oleh mata atau perangkat pencitraan seperti kamera Mikroskop : Berasal dari bahasa Yunani: Micron = kecil Scopos = tujuan / pengamatan Alat untuk melihat objek terlalu kecil bagi mata telanjang .

Modul 1 Mikroskop Komponen Mikroskop 1 . Komponen Optik ( Berfungsi untuk pembentukan bayangan ) 🔍 Lensa Okuler – memperbesar bayangan dari lensa objektif 🔬 Lensa Objektif – memperbesar objek langsung 💡 Reflektor – memantulkan cahaya ke objek 🎯 Kondensor – memfokuskan cahaya ke objek 2. Komponen Mekanik ( Mendukung struktur dan pengaturan mikroskop ) 🧪 Tabung Mikroskop – tempat lensa okuler & objektif 🔄 Revolver – pemutar lensa objektif 📎 Penjepit Objek – menahan preparat 🌗 Diafragma – mengatur intensitas cahaya 🧫 Meja Objek – tempat meletakkan preparat 💪 Lengan & Kaki Mikroskop – penyangga dan pegangan 🔧 Sendi Inklinasi – mengatur kemiringan mikroskop

Modul 1 Mikroskop ✅ 1 . Menyalakan Lampu Tekan tombol ON (No. 8) Atur intensitas cahaya dengan memutar pengatur lampu (No. 7) ✅ 2. Menempatkan Spesimen Letakkan object glass di atas meja benda (No. 4) Jepit dengan penjepit objek (No. 11) Jika meja terlalu tinggi , turunkan dengan sekrup kasar (No. 15) Posisikan bagian preparat ulas dengan sekrup vertikal (No. 13) dan horizontal (No. 14)

Modul 1 Mikroskop ✅ 3. Memfokuskan Pilih perbesaran awal : Objektif 4x via Revolver (No. 2) Naikkan meja dengan sekrup kasar (No. 15) untuk fokus awal Ganti ke objektif 10x , lalu haluskan fokus dengan sekrup halus (No. 16) Ulangi langkah jika memakai perbesaran lebih tinggi

Modul 1 Mikroskop Cara Perawatan Mikroskop 🛡️ Tutup mikroskop dengan plastik setelah digunakan untuk melindungi dari debu . ✋✋ Bawa mikroskop dengan dua tangan ❌ Jangan sentuh lensa atau sumber cahaya dengan jari – panas & minyak merusak . 🧻 Bersihkan lensa hanya dengan kertas lensa khusus , bukan tisu biasa . 🧪 Bersihkan lensa 100x terlebih dahulu – hindari Xylol, gunakan methanol/ pembersih rekomendasi . 🧼 Jaga kebersihan stage mikroskop selama dan setelah digunakan . 🔄 Gunakan nosepiece untuk mengganti lensa , jangan dorong tabung langsung . ⚠️ Masukkan/ lepaskan slide saat lensa 4x aktif – hindari merusak lensa objektif

Pendahuluan Spesies terbesar Kosm opolitan Jenis Nematoda Nematoda Usus STH ( Ascaris Lumbricoides, Trichuris trichiura , Necator americanus , Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis Non STH ( Oxyuris vermicularis dan Trichinella spiralis ) Nematoda Jaringan Wuchereria brancofti , Brugia malayi , Brugia timori Modul 3 Nematoda

Ascaris lumbricoides 01 Capain Pembelajaran Mahasiswa mampu mengenali morfologi Ascaris lumbricoides. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Ascaris lumbricoides. Dasar Teori Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) adalah nematoda parasit dari kelompok Soil Transmitted Helminths dengan prevalensi tinggi di Indonesia, terutama pada anak-anak (60–90%). Telur berkembang optimal di tanah liat lembab bersuhu 25–30°C dan tetap infektif di area lembap . Infeksi dapat menimbulkan sindrom Loeffler saat larva bermigrasi ke paru , menyebabkan batuk , demam , dan eosinofilia .

Morfologi Telur cacing Telur Ascaris lumbricoides infertil Telur Ascaris lumbricoides dekortikasi infertil Telur Ascaris lumbricoides fertil Telur Ascaris lumbricoides dekortikasi fertil Telur Ascaris lumbricoides berembrio

Morfologi Cacing Dewasa Ujung anterior cacing dewasa Ascaris lumbricoides Cacing dewasa betina Ascaris lumbricoides Ujung anterior cacing dewasa jantan Ascaris lumbricoides

Diagnosa Lab Diagnosis askariasis dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis feses untuk menemukan telur . Cacing dewasa dapat keluar melalui mulut , hidung , atau feses . Tingkat infeksi dinilai dengan metode Kato-Katz atau flotasi tinja . Interpretasi Hasil Pemeriksaan Positif : Jika ditemukan telur Ascaris lumbricoides pada sampel . Negatif : Jika tidak ditemukan telur Ascaris lumbricoides pada sampel

Laporan Praktikum sementara

Trichuris trichiura 02 Capain Pembelajaran Mahasiswa mampu mengenali morfologi Trichuris trichiura . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Trichuris trichiura . Dasar Teori Cacing nematoda usus berbentuk seperti cambuk yang umum ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia. Cacing ini menancapkan kepala ke mukosa usus, menyebabkan iritasi , perdarahan , dan mengisap darah hingga menimbulkan anemia. Infeksi berat pada anak-anak bisa menyebabkan diare , disentri , penurunan berat badan, dan prolapsus rektum .

Morfologi Telur cacing Telur Trichuris trichiura .

Morfologi Cacing Dewasa Cacing dewasa Trichuris trichiura Ujung anterior cacing dewasa Trichuris trichiura Ujung posterior cacing dewasa Trichuris trichiura

Diagnosa Lab Diagnosis ditegakkan bila menemukan telur cacing Trichuris trichiura pada pemeriksaan mikroskopis menggunakan spesimen feses .. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Positif : Jika ditemukan telur Trichuris trichiura pada sampel feses . Negatif : Jika tidak ditemukan telur Trichuris trichiura pada sampel feses

Laporan Praktikum sementara

Cacing tambang (hookworm) 03 Capain Pembelajaran Mahasiswa mampu mengenali morfologi Necator americanus . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Necator americanus. Dasar Teori Cacing tambang ( Necator americanus dan Ancylostoma duodenale ) menginfeksi manusia melalui penetrasi larva filariform ke kulit , lalu masuk ke paru-paru dan saluran pencernaan . Setelah mencapai usus halus , larva tumbuh menjadi dewasa dan betina mulai bertelur dalam 5–7 minggu . Infeksi berat dapat menyebabkan anemia hipokrom mikrositer , eosinofilia , dan penurunan daya tahan tubuh a.Necator americanus

Morfologi Telur , Larva dan Cacing Dewasa Telur hookworm Larva Filariform cacing Necator americanus Larva rhabditiform cacing Necator americanus Ujung anterior cacing dewasa Necator americanus

Diagnosa Lab Pemeriksaan telur Necator americanus sesuai dengan prosedur pemeriksaan mikroskopis feses metode Natif ( langsung ), metode Sedimentasi dan metode Apung . Pemeriksaan larva Necator americanus menggunakan metode Baermann atau Metode Harada Mori dan Metode kultur. ( Prosedur pemeriksaan bisa dilihat pada Modul 2, Topik 2, bagian Metode Kualitatif : Harada-Mori). Interpretasi Hasil Pemeriksaan Pemeriksaan Telur : Positif : Jika ditemukan telur cacing tambang ( hookworm ) pada sampel feses . Negatif : Jika tidak ditemukan telur cacing tambang ( hookworm ) pada sampel feses . Pemeriksaan Larva : Bisa dilihat pada Modul 2, Topik 2, bagian Metode Kualitatif : metode Baermann dan Harada-Mori.

Cacing tambang (hookworm) 03 Capain Pembelajaran Mahasiswa mampu mengenali morfologi Ancylostoma duodenale . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Ancylostoma duodenale . Dasar Teori Infeksi tinggi ditemukan di daerah pedesaan , terutama perkebunan . Telur Ancylostoma dan Necator sulit dibedakan secara mikroskopik , tetapi bentuk cacing dewasa berbeda . Ancylostoma duodenale berbentuk mirip huruf C dengan dua pasang gigi , sedangkan Necator americanus mirip huruf S dengan cutting plate. Ancylostoma duodenale lebih besar dan menghisap darah lebih banyak , hingga 0,34 cc per hari b. Ancylostoma duodenale

Morfologi Larva dan Cacing Dewasa Larva Filariform cacing Ancylostoma duodenale Larva rhabditiform cacing Ancylostoma duodenale Ujung anterior cacing dewasa Ancylostoma duodenale

Diagnosa Lab Pemeriksaan telur Ancylostoma duodenale sesuai dengan prosedur pemeriksaan mikroskopis feses metode Natif ( langsung ), metode Sedimentasi dan metode Apung . Pemeriksaan larva Ancylostoma duodenale menggunakan metode Baermann atau Metode Harada Mori dan Metode kultur. ( Prosedur pemeriksaan bisa dilihat pada Modul 2, Topik 2, bagian Metode Kualitatif : Harada-Mori). Interpretasi Hasil Pemeriksaan Pemeriksaan Telur : Positif : Jika ditemukan telur cacing tambang ( hookworm ) pada sampel feses . Negatif : Jika tidak ditemukan telur cacing tambang ( hookworm ) pada sampel feses . Pemeriksaan Larva : Bisa dilihat pada Modul 2, Topik 2, bagian Metode Kualitatif : metode Baermann dan Harada-Mori.

Strongyloides stercoralis 04 Capain Pembelajaran Mahasiswa mampu mengenali morfologi Strongyloides stercoralis . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Strongyloides stercoralis . Dasar Teori Strongyloides stercoralis atau cacing benang menyebabkan penyakit strongyloidiasis dan banyak ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia. Cacing dewasa hidup di usus halus dan menyerang manusia serta hewan . Gejala terbagi dalam tiga fase : kulit ( gatal , vesikula ), paru (pneumonitis), dan usus ( nyeri , diare , konstipasi ). Infeksi kronis bisa menyebabkan auto infeksi internal ( melalui usus) atau eksternal ( melalui kulit perianal). Lebih dari 600 juta orang di dunia diperkirakan terinfeksi penyakit ini .

Morfologi Larva Larva rhabditiform Strongyloides stercoralis Larva filariform Strongyloides stercoralis

Morfologi Cacing Dewasa Cacing dewasa betina Strongyloides stercoralis Cacing dewasa jantan Strongyloides stercoralis

Diagnosa Lab Larva Strongyloides stercoralis dapat ditemukan dalam tinja , cairan duodenum, biopsi , atau dahak pada infeksi berat . Pemeriksaan dilakukan dengan teknik sedimentasi (Baermann), kultur, atau metode Harada-Mori. Jika tinja negatif , pemeriksaan dilanjutkan dengan aspirasi duodenum . Interpretasi Hasil Pemeriksaan Pemeriksaan Telur : Positif : Jika ditemukan telur cacing tambang ( hookworm ) pada sampel feses . Negatif : Jika tidak ditemukan telur cacing tambang ( hookworm ) pada sampel feses . Pemeriksaan Larva : Bisa dilihat pada Modul 2, Topik 2, bagian Metode Kualitatif : metode Baermann dan Harada-Mori.    

Enterobius vermicularis 05 Capain Pembelajaran Mahasiswa mampu mengenali morfologi Enterobius vermicularis . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Enterobius vermicularis Dasar Teori Enterobius vermicularis ( cacing kremi ) umum menyerang anak-anak dan menyebar di lingkungan padat . Gejala utama adalah gatal di sekitar anus pada malam hari , yang bisa menyebabkan infeksi sekunder . Penularan terjadi saat telur matang tertelan dan menetas di usus halus . Cacing betina dewasa bermigrasi ke anus untuk bertelur , menyebabkan pruritus. Retroinfeksi dapat terjadi saat telur masuk kembali lewat tangan ke mulut , meski frekuensinya belum diketahui pasti .

Morfologi Telur dan Cacing Dewasa Telur Enterobius vermicularis Cacing jantan dewasa Enterobius vermicularis Perbandingan ukuran jantan dan betina Enterobius vermicularis

Morfologi Cacing Dewasa Ujung anterior cacing dewasa Enterobius vermicularis Ujung posterior cacing jantan dewasa Enterobius vermicularis Ujung posterior cacing betina dewasa Enterobius vermicularis

Diagnosa Lab & Interpretasi Hasil Pemeriksaan Prosedur Pemeriksaan Bisa dilihat pada prosedur pemeriksaan metode Anal Swab, Modul 2, Topik 4.

Trichinella spiralis 06 Capain Pembelajaran Mahasiswa mampu mengenali morfologi larva Trichinella spiralis. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sediaan awetan larva Trichinella spiralis Dasar Teori Trichinella spiralis ( cacing otot ) menyebabkan trikinosis , ditularkan melalui daging babi yang kurang matang . Larva berkembang di usus lalu bermigrasi ke otot , menyebabkan gejala seperti diare , nyeri otot , demam , dan eosinofilia . Gejala muncul 1–2 hari setelah infeksi , dan larva menyebar ke otot dalam 7–8 hari . Infeksi dapat dicegah dengan memasak daging hingga matang sempurna . Trikinosis terjadi secara global, dengan kasus tertinggi di Tiongkok dan peningkatan di Eropa akibat preferensi daging bebas antibiotik .

Morfologi Larva Larva Trichinella spiralis Larva Trichinella spiralis di dalam otot polos

Diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan larva melalui pemeriksaan darah (8-14 hari setelah infeksi ) atau melalui biopsi otot (3-4 minggu terinfeksi ). Pemeriksaan darah tepi , uji serologi dan pemeriksaan radiologi adalah sarana bantu untuk menegakkan diagnosis trikinosis . Pemeriksaan larva dari sampel darah dan biopsi jaringan Diagnosis Laboratorium Prosedur Pemeriksaan Interpretasi Hasil Pemeriksaan Positif : Jika ditemukan larva pada pemeriksaan darah atau biopsi otot Negatif : Jika tidak larva pada pemeriksaan darah atau biopsi otot .

Laporan Praktikum sementara

07 a. Wuchereria bancrofti Capaian pembelajaran Nematoda Darah ( Cacing Mikrofilaria ) Mahasiswa mampu mengenali morfologi Wuchereria bancrofti . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Wuchereria bancrofti .

Filariasis ( penyakit kaki gajah ) adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Culex sp . Di Indonesia, spesies utama penyebabnya adalah Wuchereria bancrofti , Brugia malayi , dan Brugia timori . Cacing dewasa hidup dan berkembang biak di sistem limfatik , menyebabkan pembengkakan kronis pada kaki, lengan , payudara , atau alat kelamin . Larva mikrofilaria dilepaskan ke dalam darah , bersifat nokturna ( aktif di malam hari ), sehingga sampel darah diambil pada malam hari . Penyakit ini banyak ditemukan di daerah pantai dan kota besar yang menjadi habitat nyamuk vektor , terutama Culex sp. Dasar teori

Morfologi Mikrofilaria Mikrofilaria Wuchereria bancrofti Ujung anterior mikrofilaria Wuchereria bancrofti Ujung posterior mikrofilaria Wuchereria bancrofti

Bisa dilihat pada modul 2, Topik 3. mengenai Pemeriksaan Darah untuk Infeksi Filariasis. Diagnosis Laboratorium Interpretasi Hasil Pemeriksaan Positif Filariasis: Bila ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah . Negatif Filariasis: Bila tidak ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah

Capaian pembelajaran b. Brugia malayi Mahasiswa mampu mengenali morfologi Brugia malayi . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Brugia malayi .

Brugia malayi (juga dikenal sebagai Wuchereria malayi atau Filaria malayi ) adalah cacing filaria yang hidup di kelenjar limfe dan dapat ditemukan dalam cairan hidrokel serta urine pada kasus kiluria . Penyebarannya terdapat di Asia Tenggara ( termasuk Indonesia), India, Sri Lanka, dan Tiongkok bagian selatan hingga tengah . Vektor penularnya meliputi nyamuk dari genus Mansonia , Culex, Aedes, dan Anopheles. Di Indonesia, mikrofilarianya umumnya bersifat periodik nokturna , tetapi di Kalimantan juga ditemukan subperiodik nokturna dan nonperiodik . Cacing ini menyebar di daerah tropis dan subtropis , khususnya dataran rendah dengan banyak genangan air. Dasar teori

Morfologi Mikrofilaria Mikrofilaria Brugia malayi

Bisa dilihat pada modul 2, Topik 3. mengenai Pemeriksaan Darah untuk Infeksi Filariasis Diagnosis Laboratorium Interpretasi Hasil Pemeriksaan Positif Filariasis: Bila ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah . Negatif Filariasis: Bila tidak ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah

Capaian pembelajaran c. Brugia timori Mahasiswa mampu mengenali morfologi Brugia timori . Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Brugia timori

Brugia timori menular ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles barbirostis yang menelan mikrofilaria dari darah mamalia . Setiap filaria memiliki daur hidup kompleks dan infeksi terjadi akibat paparan larva infektif dalam jangka panjang . Perubahan patologis pada manusia muncul setelah bertahun-tahun infeksi . Penyebaran Brugia timori terbatas di wilayah timur Indonesia, khususnya di pulau Flores, Timor, Rote, Alor, dan sekitarnya . Dasar teori

Morfologi Mikrofilaria Mikrofilaria Brugia timori

Bisa dilihat pada modul 2, Topik 3. mengenai Pemeriksaan Darah untuk Infeksi Filariasis Diagnosis Laboratorium Interpretasi Hasil Pemeriksaan Positif Filariasis: Bila ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah . Negatif Filariasis: Bila tidak ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah

Laporan Praktikum sementara

Ringkasan

Latihan Soal Apa saja larutan yang digunakan untuk mengawetkan sampel darah , feses dan jaringan ? Apa saja parameter yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan makroskopis feses dan darah ? Jelaskan pemeriksaan nematoda menggunakan metode Natif ? Jelaskan keuntungan dan kerugian dalam pemeriksaan nematoda menggunakan Metode Natif ? Jelaskan perbedaan morfologi Wuchereria bancrofti , Bulgia malayi , dan Brugia timori !

082167480032 Liza Mutia, SKM, M.Biomed Medan, Sumatera Utara Liza. mutia1009 @gmail.com