Buku pemimpin reformasi dan birokrasi.pdf

YohanisEndesTeturan 2 views 140 slides Apr 30, 2025
Slide 1
Slide 1 of 140
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52
Slide 53
53
Slide 54
54
Slide 55
55
Slide 56
56
Slide 57
57
Slide 58
58
Slide 59
59
Slide 60
60
Slide 61
61
Slide 62
62
Slide 63
63
Slide 64
64
Slide 65
65
Slide 66
66
Slide 67
67
Slide 68
68
Slide 69
69
Slide 70
70
Slide 71
71
Slide 72
72
Slide 73
73
Slide 74
74
Slide 75
75
Slide 76
76
Slide 77
77
Slide 78
78
Slide 79
79
Slide 80
80
Slide 81
81
Slide 82
82
Slide 83
83
Slide 84
84
Slide 85
85
Slide 86
86
Slide 87
87
Slide 88
88
Slide 89
89
Slide 90
90
Slide 91
91
Slide 92
92
Slide 93
93
Slide 94
94
Slide 95
95
Slide 96
96
Slide 97
97
Slide 98
98
Slide 99
99
Slide 100
100
Slide 101
101
Slide 102
102
Slide 103
103
Slide 104
104
Slide 105
105
Slide 106
106
Slide 107
107
Slide 108
108
Slide 109
109
Slide 110
110
Slide 111
111
Slide 112
112
Slide 113
113
Slide 114
114
Slide 115
115
Slide 116
116
Slide 117
117
Slide 118
118
Slide 119
119
Slide 120
120
Slide 121
121
Slide 122
122
Slide 123
123
Slide 124
124
Slide 125
125
Slide 126
126
Slide 127
127
Slide 128
128
Slide 129
129
Slide 130
130
Slide 131
131
Slide 132
132
Slide 133
133
Slide 134
134
Slide 135
135
Slide 136
136
Slide 137
137
Slide 138
138
Slide 139
139
Slide 140
140

About This Presentation

yang reformis
Pelaksanaan roadmap reformasi birokrasi di Indonesia
men syaratkan suatu struktur penyelenggara reformasi birokrasi
di 􀆟 ap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Struktur
ini diisi oleh para pejabat 􀆟 nggi di 􀆟 ap instansi tersebut.


Slide Content

Pemimpin
Reformasi
Birokrasi
CATATAN INSPIRATIF
DAN ALAT UKUR KEPEMIMPINAN
DALAM IMPLEMENTASI
REFORMASI BIROKRASI
&

Pemimpin
Reformasi
Birokrasi
CATATAN INSPIRATIF
DAN ALAT UKUR KEPEMIMPINAN
DALAM IMPLEMENTASI
REFORMASI BIROKRASI
&

viPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Pemimpin dan Reformasi Birokrasi
Catatan Inspira? f dan Alat Ukur dalam Implementasi Reformasi Birokrasi
Copy Right: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
Hak cipta dilindungi undang-undang
ISBN 978-979-95048-4-5
Cetakan I – Februari 2013
Diterbitkan oleh: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
Jln Jend. Sudirman Kav. 69, Jakarta 12190
Didukung oleh:
Deutsche GesellschaL für Interna? onale Zusammenarbeit (GIZ) GmBH
Melalui proyek
Decentralisa? on as a Contribu? on to Good Governance (DeCGG)
Desain sampul dan isi:
TEMPO MEDIA
Penyun? ng:
Rusfi Yunairi
Abdul Hakim
Ilustrator:
MS Ifoed
Sanksi pelanggaran Pasal 44, UU No. 7 tahun 1987 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barag siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana
dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

viiPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Daftar Isi
DaL ar Isi....................................................................................
Editorial.....................................................................................
Pengantar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi....................................................................
Bagian 1:
Pengantar
Pemimpin dan Inspirasi Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo........
Pemimpin dan Mantra Perubahan, Anies Baswedan................
Faktor Kepemimpinan dalam Reformasi Birokrasi,
Bambang Harymur? ..................................................................
Pemimpin dan Sejumlah Keharusan,
Erry Riyana Hardjapamekas.......................................................
Pemimpin dan Prak? k Reformasi Birokrasi,
Harkristu? Harkrisnowo............................................................
Pemimpin dan Prak? k Pemasaran Gagasan Reformasi
Birokrasi, Hermawan Kertajaya.................................................
Pemimpin, Gagasan Reformasi Birokrasi, dan Bahasa Agama,
Nasaruddin Umar......................................................................
Pemimpin dan Peta Perubahan, Rheinald Kasali......................
Bagian 2
Dashboard untuk Pemimpin Reformasi Birokrasi,
Riant Nugroho...........................................................................
Safari Kepemimpinan: Teori dan Prak? k Terbaik.....................
Bagian 3
Dashboard Pemimpin Reformasi Birokrasi, Sebuah Simulasi...
Lampiran
Dashboard Untuk Pemimpin Reformasi Birokrasi,
Sebuah Simulasi.........................................................................
vii
ix
xvii
3
9
15
21
29
35
41
47
55
65
77
93

ixPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
D
alam sebuah rapat kerja kabinet, Presiden Susilo Bam-
bang Yudhoyono menyatakan bahwa penghambat
pembangunan di Indonesia adalah: birokrasi, infra-
struktur dan korupsi. Pembenahan birokrasi secara funda-
mental harus dilakukan di ? ngkat pusat dan daerah. Pembe-
nahan ini juga menjadi kunci untuk memacu pertumbuhan
ekonomi yang lebih baik.
1
Dalam konteks kebijakan, reformasi birokrasi telah di-
akomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005 – 2025. Dokumen RPJPN menyebut-
kan bahwa arah kebijakan dan strategi nasional bidang
pemba ngunan aparatur dilakukan melalui reformasi birokrasi
untuk meningkatkan profesionalisme aparatur Negara dan
mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Rancangan kebi-
jakan dan strategi nasional tersebut dituangkan secara rinci
dalam suatu grand design reformasi birokrasi sebagai arah
kebijakan pelaksanaan RB nasional.
Grand design adalah ? ndak lanjut kebijakan dan strategi
nasional pembangunan aparatur untuk mendukung keber-
Editorial
1
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat membuka retreat atau
rapat kerja pemerintah di Ruang Garuda, Gedung Induk, Istana Bogor,
Jumat (23/12/2011).

xPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
hasilan dalam rangka menciptakan Indonesia yang mandiri,
maju, adil dan makmur.
Tujuan Grand Design secara eksplisit menyatakan akan
menciptakan aparat yang bersih, berintegritas, dan hal posi-
? f lainnya.
2
Dalam konteks ini terlihat tantangan yang cukup
besar dalam mewujudkan tujuan reformasi birokrasi terse-
but. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) biro-
krat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efi sien,
efek? f dan produk? f, dan profesional. Birokrat di semua ? ng-
kat an belum benar-benar memiliki pola pikir yang melayani
masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih baik (be? er
performance), dan belum berorientasi pada hasil (outcomes).
Panduan untuk pimpinan reformasi birokrasi, mengapa perlu?
Sejumlah peneli? an tentang kinerja reformasi birokrasi di
In donesia memberikan arah kesimpulan yang mirip: sebagian
be sar proses reformasi birokrasi belum berhasil, sebagian kecil
berhasil, dan sisanya ? dak berjalan sama sekali. Satu hal yang
menarik adalah bahwa justru sebagian besar daerah yang
dipimpin oleh individu yang reformis mampu menunjuk kan
adanya perubahan birokrasi yang baik.
3
Ar? nya, individu yang
reformis tersebut mampu merangsang para stafnya untuk
berbuat hal yang sama demi tercapainya tujuan bersama.
Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya paternalis? k
2
Dalam Grand Design disebutkan bahwa reformasi birokrasi bertujuan
untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan kara-
kteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN,
mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang
teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.

xiPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
masih berpengaruh kuat dalam birokrasi Indonesia, dimana
pim pin an dianggap sebagai panutan untuk melakukan
perubah an. Secara posi? f, budaya paternalisme di masyara-
kat dan birokrasi justru dapat dimanfaatkan dengan baik pada
saat melakukan reformasi birokrasi dengan cara memas? kan
bahwa para pemimpinnya adalah fi gur-fi gur reformis.
Buku ini berisikan catatan inspira? f bagi pimpinan dan
peja bat pemerintah untuk implementasi reformasi birokrasi.
Buku ini merupakan upaya refl eksi sekaligus mendorong pimpin-
an kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk selalu
me nyemarakkan pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia.
Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama meru-
pakan kumpulan gagasan dan pengalaman dari sembilan to-
koh terkait dengan kepemimpinan secara prak? s, yaitu: (1)
Prof. Eko Prasojo; (2) Prof. Harkristu? Hakrisnowo; (3) Prof.
Nasaruddin Umar; (4) Dr. Anies Baswedan; (5) Dr. Rhenald
Kasali; (6) Erry Riyana Hardjapamekas; (7) Hermawan Kerta-
jaya; (8) Bambang Harymurt; dan (9) Dr. Riant Nugroho.
Bagian kedua menjelaskan tentang upaya mendorong
peningkatan dan metode pengukuran kualitas kepemim pinan
dalam bentuk dashboard implementasi reformasi birokrasi.
Dashboard ini menjadi alat ukur bagi kepemim pinan
seseorang dalam proses reformasi birokrasi di sebuah instan-
si yang merujuk pada aspek: (1) pengendalian pada peren-
canaan dan pelaksanaan reformasi birokrasi; (2) pengen -
dali an untuk memenuhi tuntutan owner dan customer; (3)
3
Prasojo, Eko, Teguh Kurniawan, & Defy Holidin, (2007), State Reform
in Indonesia, Jakarta: UI Press

xiiPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
pengendalian dalam proses reformasi birokrasi; dan (4)
pengendalian internal dan eksternal. Se? ap aspek memiliki
parameter-parameter tersendiri yang berkaitan langsung
dengan realitas lapangan.
Buku ini secara eksplisit mencoba memanfaatkan gagas an
dan pengalaman dari sejumlah individu yang dinilai reformis
dalam organisasi/lembaga/instansi yang mereka pimpin.
Banyaknya individu yang menuliskan atau menjelaskan
gagasan dan pengalaman ini didasari pemahaman bahwa
seorang pemimpin reformis ? dak memiliki semua nilai baik.
Sebab, semua nilai baik ? dak melekat ada pada diri satu orang.
Penyebaran gagasan dan pengalaman baik dari sejumlah
tokoh ini secara jelas diharapkan untuk mendorong mun-
culnya individu-individu reformis baru, khususnya pimpinan
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam meng-
gerakkan reformasi birokrasi. Tanpa adanya individu reformis
baru, reformasi birokrasi yang diharapkan akan dicapai pada
akhir 2025 niscaya ? dak mungkin akan terwujud. Dan, tak
mungkin birokrasi di Indonesia akan menjadi birokrasi kelas
dunia seper? yang dicita-citakan.
Dashboard, alat ukur menjadi pimpinan reformasi birokrasi
yang reformis
Pelaksanaan roadmap reformasi birokrasi di Indonesia
men syaratkan suatu struktur penyelenggara reformasi birokrasi
di ? ap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Struktur
ini diisi oleh para pejabat ? nggi di ? ap instansi tersebut.
Dashboard implementasi reformasi birokrasi yang ada di
buku ini merupakan alat ukur diri individu. Dashboard ? dak

xiiiPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
hanya akan sangat berguna bagi mereka (pejabat ? nggi) yang
duduk mengelola reformasi birokrasi di dalam kementerian/
lembaga dan pemerintahan daerah. Namun, alat ini juga ber-
guna untuk mereka yang berada di luar struktur ? m reformasi
birokrasi. Dengan kata lain, dashboard mencoba membaca
apakah orang yang menilai ini telah mengelola perencanaan
dan pelaksanaan program/kegiatan dengan baik, sadar dan
reformis atau hanya menjadi robot dari perubahan.
Sebuah premis yang mempunyai konsekuensi logis
menyatakan bahwa se? ap pemimpin reformasi birokrasi
perlu in control dalam reformasi birokrasinya. Ia mengen-
dalikan pe rencanaan, pelaksanaan, pemiliknya, pelanggan-
nya, proses reformasi birokrasinya an sich, dan mengendali-
kan diri pribadi dan lingkungannya. Pada akhirnya ia merasa
pen? ng untuk meningkatkan diri menjadi pemimpin yang
selalu meningkat kualitasnya. Sampai pada ? ngkat di mana
ia sadar bahwa reformasi birokrasi adalah kebutuhan buat
dirinya dan juga orang lain, terutama rakyat Indonesia.
Terakhir, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
para pihak yang telah memberikan catatan inspira? fnya. Juga,
pada pihak yang telah membantu penyusunan dan penerbit an
buku ini. Tentu buku ini hanya dapat menyumbang pencapai-
an tujuan reformasi birokrasi di Indonesia bila dan hanya bila
dibaca dan dipraktekkan dalam kehidupan birokrasi di Indo-
nesia sehari-hari.
Salam,
Editor

xivPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Dashboard ini membantu siapapun yang ingin bergerak
mempercepat reformasi birokrasi secara terukur
Dr. Mulyanto M.Eng
Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi RI
Ketua Tim Reformasi Birokrasi Kementerian Riset dan Teknologi RI
Dengan dashboard, pimpinan reformasi birokrasi
jadi tahu saat menambah energi dalam melakukan
reformasi birokrasi
Rini Widyan? ni, SH MPP
Staf Ahli Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi
Dashboard mendorong pimpinan reformasi birokrasi
untuk secara jujur menilai diri mereka sendiri dalam
mempercepat reformasi birokrasi di lingkungan kerja mereka.
Dr. (Kechuk) Suhariyanto
Depu? Bidang Neraca dan Analisis Sta? s? k, Badan Pusat Sta? s? k
Wakil Ketua Tim Reformasi Birokrasi Badan Pusat Sta? s? k
Testimoni

xviiPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Bureaucracy reform is not a program – it is a movement.
My mission is to shiL the bureaucracy from a comfort zone to a
compe? ? ve zone as instructed by President Yudhoyono
S
udah lama birokrasi di Indonesia mendapatkan kri? k yang
tajam dari dalam maupun luar negeri. Birokrasi Indonesia
dinilai lekat dengan kelambanan, bertele-tele, dan korup-
si. Kri? k-kri? k tersebut bahkan menilai birokrasi pemerintahan
di Indonesia cenderung dapat dikatakan menuju kehancuran.
Karena nya, reformasi birokrasi merupakan keniscayaan.
Memang Indonesia dinilai maju dalam perekonomian
belakangan ini. Indonesia selamat dari resesi ekonomi yang
menghantam dunia, bahkan mampu memiliki nilai pertumbuhan
kedua setelah China. Namun, di ? ngkat Asia, penilaian orang
lain pada Indonesia seper? disebutkan di atas masih tet ap ada.
Sehingga penilaian itu membuat posisi Indonesia masih ada di
belakang atau di bawah Negara-negara lain di Asia.
Mengatasi hal tersebut, Indonesia harus melakukan reformasi
birokrasi bila ingin selamat dari kehancuran tersebut. Reformasi
birokrasi adalah jawaban yang paling baik jika Indonesia mau
bangkit dari posisi-posisi belakang atau bawah tersebut. Pilihan
reformasi birokrasi ini adalah jauh lebih baik daripada Indonesia
melakukan revolusi.
Pemimpin Adalah
Agen Perubahan
Ir. Azwar Abubakar
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

xviiiPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Indonesia memiliki modal untuk itu. Kekayaan alam yang
berlimpah serta demografi yang sangat baik merupakan modal kuat
untuk menuju posisi puncak di Asia bahkan dunia. Namun posisi
puncak itu hanya dapat diraih bila pemerintah ditopang/didukung
oleh birokrasi yang kuat. Dua syarat pen? ng untuk menyumbang
adanya birokrasi yang kuat adalah: adanya poli? cal will yang kuat
untuk perubahan; dan birokrat harus menjadi individu yang cerdas.
Tentu, semua pimpinan birokrasi harus menjadi pemimpin
menuju ke arah puncak itu. Ke? ka pemimpin sudah menyadarinya,ia
serta merta perlu untuk menerjemahkannya dalam gagasan dan
? ndakannya sehari-hari. Sekaligus, ia harus merasa bahwa ia
perlu mendorong staf/bawahannya untuk juga menjadi agen-agen
perubahan.
Ada empat hal pen? ng yang perlu dimiliki oleh seorang pe mim-
pin. Bila keempat hal ini dimiliki, pemimpin akan men dapat kan
kekuatan dari dalam diri untuk menjadi agen perubahan. Juga, ia
akan memperoleh dukungan dari staf dan kolega, termasuk klien
dalam menyelesaikan tugas yang diemban.
Pertama, seorang pemimpin sebagai agen perubahan harus
memiliki keyakinan bahwa ia mampu menjadi penggerak sekaligus
pendorong pemecahan masalah yang dihadapi. Dalam konteks
birokrasi, pemimpin seper? ini yakin bahwa instansinya lah yang
mampu mengatasi persoalan dan melakukan perubahan, karena
instansinya lah pemilik negeri ini.
Kedua, pemimpin sebagai agen perubahan senan? asa
memberikan keteladanan bagi staf/bawahan. Keteladan juga
berar? konsekuen dan mau memberikan pengorbanan untuk
kepen? ngan yang lebih besar. Keteladanan ini perlu datang dari
dalam diri pemimpin. Bila pemimpin telah menjadi teladan,
dipas? kan sebagian atau bahkan semua staf terilhami untuk
mengiku? perilaku yang baik itu. Jika pemimpin menjadi teladan
dari perwujudan sikap professional, berintegritas dan akuntabel,

xixPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
staf atau bawahan akan malu untuk ber? ndak berlawanan dengan
sikap yang ingin dianut. Tanpa contoh yang baik, kepemimpinan
tak akan mungkin berhasil.
Ke? ga, pemimpin sebagai agen perubahan itu juga bekerja lebih
keras daripada staf/bawahan. Dia bekerja sepenuh ha? . Salah satu
hal yang harus dilakukan adalah mendorong se? ap staf/bawahan
untuk selalu keluar dari zona nyaman (comfort zone) dan bekerja
dalam zona persaingan (compe? ? ve zone). Sebab, pemimpin
yang bekerja keras dalam zona persaingan pas? akan selalu
menghasilkan inovasi dan prakarsa: baik yang lebih mempertajam
kebijakan/program lama, maupun menghasilkan sesuatu yang
memang baru dan menjawab kebutuhan.
Keempat, tentu saja itu pemimpin yang berorientasi pada
perubahan senan? asa konsisten melakukan semua hal yang baik.
Ia tetap bersemangat melakukannya di awal, tengah maupun akhir
proses.
Semua pimpinan harus berniat dan yakin mampu melakukan
yang terbaik, meski di masa lalu ia belum memiliki track record
yang baik dalam memimpin. Sebab, tak semua pemimpin itu lahir
sebagai orang baik.
Bila merujuk pada sejarah Nabi Muhammad SAW, ada contoh
karakter ? ga tokoh yang dapat dijadikan rujukan untuk mempelajari
atau mengklasifi kasi tentang latar belakang pemimpin.
Satu, Abu Bakar As-Shiddiq, yang sebelum jadi pemimpin sudah
memiliki akhlak yang baik dan senan? asa senang melakukan hal
yang benar. Sejak awal ia telah menjadi contoh yang baik dan
meyakini bahwa dirinya adalah individu yang mampu mendorong
orang lain menjadi agen perubahan kebaikan umat. Tak heran,
ke? ka menjadi khalifah (pemimpin), ia mampu mengembangkan
gagasan-gagasan sekaligus ? ndakan untuk selalu mendorong
perubahan dan perbaikan;
Dua, Umar bin Kha? ab, yang sebelum menjadi khalifah

xxPEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
merupakan individu yang sering berbuat onar (begajulan) dan
sangar, persis seper? preman jaman sekarang. Ia lahir bukan
sebagai agen perubahan. Namun di pertengahan hidupnya, ia
meyakini bahwa ia dapat atau mampu menjadi agen itu dan
mendorong munculnya agen perubahan lainnya dengan caranya
yang sangat elegan. Itulah sebabnya, ke? ka menjadi khalifah, ia
mampu berbuat adil dan menjadi tokoh yang dicintai banyak umat;
Tiga, Abu Lahab, paman Muhammad SAW, sejak awal hidupnya
senang berbuat kasar, dan zalim. Ia bahkan tak pernah ingin
menghorma? perubahan yang terjadi. Ia menganggap apa yang
sudah dialaminya sudah fi nal. Bahkan cenderung mempertahankan
situasi sebelumnya dengan kekerasan. Itulah sebab ia menderita
hingga ma? dalam kenistaan.
Dari contoh ? ga karakter tokoh tadi jelas bahwa siapapun
individu dapat menjadi orang yang baik dan pemimpin yang bijak.
Tapi, seorang pemimpin tentu saja tak boleh memilih menjadi
Abu Lahab baru. Karenanya, jadilah orang yang ikut melakukan
perubahan.
Tak ada seorang pun yang dapat melakukan sesuatu dengan
sempurna. Namun, se? ap orang diberi banyak kesempatan
untuk melakukan sesuatu dengan benar. Menjadi pemimpin yang
menjadi agen perubahan adalah salah satu kesempatan untuk
berbuat benar.

BAGIAN I

2PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI

4PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
birokrasi hingga saat ini. Ibarat tubuh yang gemuk, tentu geraknya
pun menjadi lamban. Dan yang buruk, organisasi yang gemuk,
hampir pas? memboroskan anggaran.
Kri? k itu, mungkin ada benarnya. Tapi reformasi birokrasi,
seharusnya, bukanlah tentang gemuk atau kurus, melainkan
bagaimana mengop? malisasi kinerja sebuah organisasi selaras
dengan ukuran dan tanggungjawabnya. Jika diibaratkan sebuah
mesin, untuk yang berkapasitas kecil, sudah tentu output-nya
pun ? dak besar. Sebaliknya, mesin dengan kapasitas besar,
meski membutuhkan pasokan energi yang lebih banyak, tapi
bisa menghasilkan output yang berpuluh kali lebih banyak dari
jumlah energi yang dikonsumsinya. Sehingga, in? persoalannya
adalah bukan soal ukuran, tapi bagaimana membuat mesin itu
dapat dijalankan secara op? mal untuk menghasilkan keluaran
sesuai dengan yang ditargetkan, baik dari sisi kuan? tas maupun
kualitasnya. Mungkin analogi ini yang agak sesuai dengan konteks
implementasi RB sekaligus tantangan yang sesungguhnya bagi
upaya implementasi RB di Indonesia.
Jika merunut pada target dari RB, secara sederhana bi sa dije-
las kan sebagai bagaimana dapat memberikan buk? secepat nya
pada masyarakat akan adanya peningkatan kualitas pelayanan
pu blik. Ini perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan ma -
sya rakat pada pemerintah. Ar? nya keberadaan pemerintah se-
be narnya merupakan representasi negara untuk memberikan
pe la yan an kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Sehingga
Re formasi Birokrasi itu baru bisa dikatakan berhasil bila da pat
meningkatkan kualitas pelayanan di satu sisi, sekaligus men cip-
takan pemerintahan yang bersih dan akuntabel di sisi yang lain.
Untuk sebuah tujuan yang sedemikian mulia itu, tentu ? dak
bisa dilakukan semudah membalik telapak tangan. Jalan bagi
implementasi reformasi birokrasi cukup panjang dan membutuhkan
waktu. Ada banyak proses manufacturing quality yang perlu

3PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
H
ampir lima tahun sudah gagasan Reformasi Birokrasi
(RB) disosialisasikan oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk segera
diimplementasikan. Namun proses implementasi dari gagasan RB
itu, belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Bahkan ke? ka gagasan itu diperkuat dengan Peraturan
Presiden No. 81 tahun 2010 yang menetapkan tentang Grand
Design dan Road Map Reformasi Birokrasi, dalam prakteknya,
pelaksanaan reformasi birokrasi tetap belum menunjukkan adanya
percepatan dalam implementasi. Meskipun hampir sebagian
besar kementerian dan lembaga (K/L) pemerintah, sejak tahun
2010 lalu, sudah memasukan RB sebagai bagian dari program yang
harus dilaksanakan, namun ? dak semua K/L bisa dengan segera
melaksanakannya.
Kondisi itu memunculkan kesan yang berbeda di ruang
publik. Sebagian dari masyarakat, terutama mereka yang selama
ini memberikan perha? an khusus pada upaya implementasi
RB, beranggapan bahwa Reformasi Birokrasi yang dicanangkan
pemerintah “mandek” dalam pelaksanaannya. Menurut mereka,
“kemandekan” itu terindikasi dari masih “gemuknya” organisasi
Eko Prasojo, Wakil Menteri PAN dan RB
Pemimpin dan
Inspirasi Reformasi
Sebuah Catatan untuk Implementasi
Reformasi Birokrasi

5PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
diperbaiki untuk memas? kan terjadinya peningkatan kualitas
pelayanan publik secara menyeluruh, meskipun di antara masa
yang panjang itu, tetap ada beberapa target capaian perubahan
RB yang bisa dilakukan segera. Misalnya, proses implementasi
program e-KTP dan sebagainya yang dalam prakteknya bisa
dilakukan segera dan hasilnya bisa terlihat dengan segera atau
terasakan oleh masyarakat.
Sejauh ini, dua pendekatan yang digunakan permerintah untuk
melakukan percepatan implementasi, yakni perbaikan regulasi
yang sifatnya top down dan pendekatan mikro yang dalam
prakteknya dilakukan oleh masing-masing K/L. Se? ap K/L diminta
untuk dapat melakukan perbaikan pada 8 area perubahan yang
nan? nya akan diukur apa saja faktor-faktor pengungkit perubahan
itu (proses), sekaligus bagaimana hasil perubahan yang dihasilkan.
Memang harus diakui, meski sudah ada pendekatan
sistema? s yang dikembangkan, namun implementasi birokrasi
belum bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Harus ada
upaya lain untuk mendorong terjadinya proses implementasi RB
itru sendiri. Dalam kaitan ini, peran pemimpin menjadi pen? ng
dalam proses implementasi RB. Sejarah membuk? kan bahwa
fi gur pemimpin memegang peran kunci dalam sebuah perubahan.
Secara sederhana, praktek implementasi RB, sesungguhnya akan
menjadi lebih akselera? f, jika pemimpin mampu menjalankan
peran sebagai teladan atau fi gur yang mampu menginspirasi
terjadinya sebuah perubahan.
Suka atau ? dak, seorang pemimpin harus mampu
menginsiprasi para pengikutnya. Inspirasi paling nyata, bukanlah
dengan retorika. tapi justru dengan kerja nyata. Melalui kerja
nyata, pemimpin memberikan keteladan melalui ? ndakan.
Keteladanan inilah yang sesungguhnya menempatkan seorang
pemimpin menjadi sumber inspirasi.
Dalam konteks RB, pemimpin harus menunjukkan bahwa

6PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
seluruh ? ngkah laku, komitmen dan kebijakan yang ditelurkannya
selaras dengan semangat untuk menghasilkan birokrasi yang
bersih. Dia ? dak boleh, dan bahkan tak lazim, ber? ngkah laku
berlawanan dengan semangat dan tujuan-tujuan RB yang telah
dicanangkannya sendiri.
Untuk menghasilkan suatu perubahan nyata, sudah tentu,
pemimpin tak bisa bekerja sendiri. Tanpa itu, rasanya mustahil.
Pemimpin hanya memiliki dua tangan, sementara perubahan
menghendaki tangan-tangan yang bersinergi. Dia memerlukan
tangan-tangan dan bersinergi dengan yang lain untuk membangun
kekuatan yang bisa melahirkan perubahan. Seberapapun kuat
fi gur seorang pemimpin, dia tetap harus menyadari bahwa dirinya
memiliki keterbatasan dan karenanya memerlukan dukungan dari
orang atau pihak lain.
Hanya dengan bersinergi sebuah tantangan yang berat
akan menjadi ringan dan target-target RB dapat dicapai. Jika
mampu membangun sinergi itu, pemimpin akan menjadi lebih
mudah dalam melakukan sebuah perubahan. Hanya dengan
memobilisasi kekuatan sinergi yang dibangunnya, pemimpin akan
dapat melahirkan sebuah perubahan.
Sebelum sampai pada tahapan sinergi itu, jelas pemimpin
dituntut untuk berbuat. Dia harus mengawali langkah dengan
perbuatan yang nyata untuk mengubah keadan yang sebelumnya
kurang baik, menjadi lebih baik. Seringkali keadaan buruk bukan
disebabkan oleh orang-orang yang buruk, tetapi karena orang
baik ? dak melakukan sesuatu. Maka suka atau ? dak, seorang
pemimpin ? dak bisa dan tak boleh berpangku tangan. Dia harus
berbuat dan mengubah keadaan. Dia harus tergerak untuk
menghasilkan kondisi yang lebih baik. Carut-marut birokrasi harus
menjadi sebuah tantangan bagi seorang pemimpin. Dia harus
tergerak dan bergerak untuk menghasilkan wajah birokrasi yang
lebih baik. Semoga!

8PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI

9PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
K
ita pas? mahfum, bila cerita tentang reformasi birokrasi
(RB) bukanlah sesuatu yang baru. Sejak tahun 1998 silam,
ke? ka negeri ini riuh rendah dengan teriakan reformasi,
kisah reformasi birokrasi menjadi in? dari semua spirit perubahan
yang diinginkan oleh semua lapisan masyarakat di negeri ini.
Lalu sekarang, sudahkah cerita tentang implementasi reformasi
birokrasi itu menjelma menjadi sesuatu yang lebih nyata? Sudahkah
kisah itu kini berbuah menjadi ? ndakan yang dengan kasat mata
terlihat dan terasakan hasilnya? Rasanya belum seluruhnya. Lantas
dimana masalahnya?
Dalam banyak kisah tentang perubahan, hampir selalu
memunculkan tokoh atau fi gur sentral yang menyebabkan suatu
gagasan perubahan itu terimplementasi secara nyata. Singkatnya,
perubahan hanya dimungkinkan, bila ada fi gur yang menyuarakan
gagasan perubahan itu, menggerakannya, dan memberikan contoh
dalam memungkinkan perubahan itu bisa terjadi.
Kisah yang sama, mes? nya juga terjadi dalam upaya imple-
men tasi reformasi birokrasi. Peran pemimpin, menjadi kunci ke-
berhasilan dari upaya itu. Masalahnya adalah, bagaimana pemim-
pin mampu memposisikan diri untuk kepen? ngan itu? Dalam
pan dangan saya, sekurangnya ada tujuh kekuatan yang perlu
ada dalam diri seorang pemimpin yang harus berperan untuk
Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina
Pemimpin
dan
Mantra Perubahan

10PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
implementasi RB.
Pertama, dia harus memiliki potret keadaan birokrasi setelah
reformasi itu dilakukan. Seorang pemimpin, siapa pun mereka,
harus mampu membangun gambaran tentang perubahan yang
sungguh diinginkan. Pendeknya, pemimpin harus memiliki imajinasi
tentang kondisi atau wajah birokrasi di masa depan. Imajinasi inilah
yang akan menuntunnya membuat langkah-langkah mencapai
perubahan yang diinginkan itu. Tanpa itu, rasanya ? dak mungkin
seorang pemimpin akan mampu mendorong dan menghasilkan
perubahan. Ia bahkan akan kehilangan atau ? dak punya arah untuk
melakukan perubahan. Dan itu, berar? kegagalan.
Pendekatan-pendekatan sederhana dapat dilakukan untuk
membangun imajinasi itu: harus krea? f memikirkan sendiri
dan kompara? f. Dengan keduanya, ia bisa melihat mana model
birokrasi yang sudah berjalan secara efek? f dan op? mal. Dengan
keduanya, dia memiliki model pembanding yang mirip dengan
model birokrasi yang ingin dibangun.
Bila pun seorang pemimpin punya imajinasi, tapi tak mampu
menularkan imajinasi itu pada orang lain sebagai sebuah mimpi
bersama, maka “kegagalan” tampaknya juga akan menjadi akhir
cerita. Sehingga untuk mengubah akhir cerita dari “gagal” menjadi
“berhasil”, seorang pemimpin haruslah mampu membangun
imajinasi tentang perubahan yang diinginkan bentuknya akan
seper? apa, lalu menularkan imajinasi itu pada semua orang yang
diharapkan terlibat dalam proses perubahan itu. Imajinasi itu
menjadi mimpi milik bersama yang harus diwujudkan bersama-
sama.
Kedua, dalam praktek birokrasi yang selama ini ada, disadari
atau ? dak, ada kultur yang cenderung memposisikan antara
pemimpin dan koleganya untuk saling kompromi, saling melindungi,
dan sebagainya. Jika seorang pemimpin harus menjalankan peran
sebagai leader dalam proses implementasi birokrasi, ini adalah

11PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
ujian atau persyaratan mendasar yang harus mampu ia penuhi,
yakni menempatkan agenda perubahan yang ingin dijalankan di
atas nilai hubungan pertemanan. Jika dia ? dak mampu melewa?
ujian ini, maka sulit diharapkan ia mampu melakukan perubahan
dalam birokrasi. Jadi memang posisi pemimpin dalam proses
reformasi birokrasi itu, adalah fi gur yang harus siap untuk
bertarung atau bertentangan dengan kultur yang selama ini ada
dalam birokrasi.
Ke? ga, pemimpin yang menjalankan agenda RB haruslah
memiliki kemampuan untuk menerjemahkan kerumitan konsep
itu ke dalam bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami.
Jadi seper? mantra yang mudah dipahami dan diingat banyak
orang. Lewat mantra perubahan itulah, pemimpin menjelaskan
target-target RB. Karena mudah dan simpel, sehingga orang bisa
memahami secara jelas arahnya. Dengan begitu, mantra itu akan
dapat menggerakkan orang untuk secara kolek? f menjalankan
upaya menuju perubahan yang diinginkan dalam RB.
Keempat, pemimpin dalam proses implementasi reformasi
birokra si, harus peka (sensi? ve) dan mampu memberi peng -
hargaan terhadap se? ap pencapaian yang dihasilkan, sekecil
apapun bentuk capaian itu, Dia ? dak bisa dan ? dak boleh
meremehkan, apalagi mempermalukan orang yang terlibat
bersamanya dalam proses implementasi RB itu. Keharusan
pemimpin memberikan apresiasi terhadap sebuah capaian
perubahan, meski kecil, tetaplah sebuah kontribusi. Apresiasi itu
bisa menjadi dasar bagi terjadinya perubahan yang lebih besar.
Kelima, langkah yang juga pen? ng dipahami seorang pemimpin
dalam proses pelaksanaan RB adalah memberikan perha? an
pada se? ap orang yang terlibat dan mendukung upaya RB.
Jangan pernah terjebak pada kelompok yang menentang karena
umumnya seorang pemimpin condong memberi perha? an lebih
justru terhadap adanya “tentangan”. Sikap ini yang harus dibalik.

12PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Pemimpin harus memberi perha? an lebih banyak pada mereka
yang mendukung dan mendengarkan mereka, serta menyalurkan
aspirasi yang disampaikan. Ar? nya, seorang pemimpin harus
mampu memposisikan dukungan sebagai aset bagi pencapaian
sebuah perubahan.
Keenam, pemimpin dalam proses reformasi birokrasi adalah
orang yang tak boleh berhen? belajar. Dia ? dak selalu harus muncul
menjadi orang yang paling menger? atau pintar dalam segala hal.
Harus disadari bahwa se? ap pemimpin pas? punya kelemahan.
Namun, dia juga pas? memiliki banyak kelebihan. Sehingga dalam
sebuah proses, pemimpin mutlak harus terus belajar dan terbuka
terhadap gagasan-gagasan baru, sekalipun gagasan itu datang
dari mereka yang dari sisi hirarki berada di bawahnya.
Ketujuh, pemimpin harus mampu membangkitkan rasa
kepemilikan (ownership) pada se? ap orang yang diajak dan
terlibat dalam proses RB. Rasa kepemilikan menjadi elemen
pen? ng bagi keberhasilan implementasi RB. Adalah tugas seorang
pemimpin untuk membangun kepemilikan dan itu akan menjadi
sangat efek? f ke? ka menjadi bagian dari iden? tas individu yang
dapat dibanggakan. Sehingga dalam praktek implementasi,
mereka akan merasa bertanggungjawab terhadap keberhasilan
implementasi RB itu sendiri. Jika itu terwujud, mereka akan
memiliki kebanggaan—secara individu atau kelompok—karena
menjadi bagian dari proses perubahan yang dihasilkan, dalam hal
ini RB.

15PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
R
eformasi birokrasi pada in? nya adalah sebuah reaksi.
Yaitu reaksi atas kinerja para birokrat yang dianggap telah
berubah menjadi Malin Kundang, alias lupa bahwa tugas
utamanya adalah melayani masyarakat. Reformasi birokrasi adalah
upaya untuk mengembalikan birokrasi pada fi trahnya: memberi
pelayanan terbaik pada masyarakat sesuai aturan-aturan yang
sudah disepaka? bersama.
Upaya reformasi birokrasi menjadi sebuah keniscayaan saat
Indonesia berubah menjadi negara demokrasi sejak berakhirnya
rejim Orde Baru. Sebab ? ga dekade kepemimpinan Jenderal
Suharto telah mengubah paradigma birokrasi menjadi aparat
penguasa di saat kekuasaan rakyat direbut secara perlahan namun
pas? oleh presiden.
Melalui gerakan reformasi 1998, rakyat merebut kembali
kedaulatannya. Presiden, kepala daerah dan wakil rakyat dipilih
se? ap lima tahun melalui pemilihan yang diawasi lembaga
independen. Lalu pemerintah bersama DPR dituntut membuat
berbagai Undang-Undang yang mencerminkan aspirasi masyarakat
dan Mahkamah Kons? tusi dibentuk untuk memas? kan produk
UU yang ada tak menyalahi kons? tusi. UUD 45 sebagai kons? tusi
Bambang Harymurti, Wartawan Senior dan CEO PT Tempo Media
Faktor Kepemimpinan
dalam
Reformasi Birokrasi

16PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
bangsa pun diamandemen agar rakyat lebih diberdayakan, sesuai
asas Kedaulatan Rakyat.
Bila kons? tusi telah diamandemen, UU yang tak sesuai
kons? tusi digugat ke MK, kewenangan presiden dan kepala daerah
diatur lebih rinci melalui UU, bagaimana dengan para birokrat?
Mereformasi birokrasi adalah jawabannya. Orientasi birokrat
pada penguasa di masa lalu harus diubah menjadi berpedoman
pada aturan tentang tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Pengawasan pada kinerja dan perilaku birokrat tak lagi hanya
pada pemeriksaan internal, tapi terbuka juga pada pengawasan
masyarakat melalui peningkatan transparansi proses kerja para
birokrat. Masyarakat tak boleh lagi dianggap sebagai obyek untuk
diatur berdasarkan kepen? ngan para birokrat (alias sistem feodal),
tapi sebagai majikan yang memerlukan bantuan memahami aturan
(seper? dalam konsep “principal-agent”).
Sebagai “agent” masyarakat, birokrat dituntut wajib
memahami segala aturan di bidang tupoksi-nya (tugas pokok
dan fungsi), sebab itulah kompetensi teknis yang harus dimiliki
untuk menduduki jabatannya. Selain itu, ia juga dituntut bersikap
profesional terhadap para majikan (principal alias masyarakat).
Bersikap profesional berar? sesuai kode e? k pegawai negeri.
Semua hal ini hanya dapat terjadi jika para pimpinan di ma-
sing-masing kantor pemerintahan memelopori pelaksanaan pa-
ra digma baru ini. Joko Widodo alias Jokowi mungkin adalah salah
satu contoh “terang benderang” bagaimana seorang kepala daerah
harus bersikap kepada warganya. Ia ? dak menuntut dihorma? dan
dilayani sebagai pejabat di era Orde Baru, tapi selalu berupaya
keras melayani keperluan rakyat. Jika terjadi konfl ik antara rakyat
dan anak buahnya, ia tak bereaksi “membela korsa”, tapi meminta
anak buahnya untuk bersikap melayani secara profesional.
Keputusan pimpinan pemerintahan DKI untuk menggelar
rekaman rapat dinas di laman you-tube adalah salah satu contoh

17PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Gerakan reformasi yang dilakukan mahasiswa di Gedung DPR/MPR, 1998.
FOTO: TEMPO/ RULLY KESUMA

18PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
upaya peningkatan transparansi proses kerja. Pengumuman di
kantor imigrasi yang membeberkan secara jelas dokumen apa saja
yang diperlukan untuk mendapatkan paspor baru adalah contoh
lain. Apalagi ditambah catatan bahwa jika semua persyaratan itu
terpenuhi maka paspor akan diperoleh dalam waktu maksimum
lima hari kerja dan bila ? dak agar dilaporkan kepada Kepala Kantor.
Dengan peningkatan transparansi dalam proses kerja
ini, masyarakat memang akan menjadi pengawas gra? s bagi
para pimpinan birokrat dalam memimpin anak buah mereka.
Termasuk membantu memberi penilaian siapa saja yang memang
mempunyai kompetensi ? nggi dalam menjalankan tupoksi (tugas
pokok dan fungsi)-nya dan siapa yang ? dak. Ini akan meningkatkan
obyek? fi tas penilaian terhadap pegawai negeri dan menjadi
insen? f yang baik bagi para birokrat yang berkinerja ? nggi.
Selain itu, peningkatan transparansi akan membuat masya-
rakat (melalui media atau secara langsung) lebih memahami
tupoksi para birokrat hingga dapat mengkalibrasi harapan
mereka pada apa yang dapat dilakukan dan tak dapat dilakukan
oleh sebuah ins? tusi birokrasi. Bahkan akan memberi masukan
yang baik kepada masyarakat dalam mendorong para wakilnya di
parlemen untuk terus menerus membuat UU untuk memperbaiki
keadaan yang ada sehingga tercipta proses “perbaikan yang
berkesinambungan” (con? nuous improvement).
Walhasil, sukses ? daknya sebuah upaya reformasi birokrasi
memang amat ditentukan oleh perilaku pimpinannya. Yaitu
kemampuan mereka untuk berperilaku sesuai paradigm baru:
kompeten dalam tupoksinya, bersikap profesional dalam melayani
masyarakat dan terus menerus meningkatkan transparansi proses
kerja di ins? tusinya.

20PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI

21PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
T
idak ada seorang pun yang akan bicara bahwa reformasi
birokrasi adalah sebuah upaya yang mudah untuk dilakukan.
Karena pada dasarnya reformasi adalah sebuah proses
perubahan yang mungkin sedikit radikal atau dras? s. Tujuannya
jelas untuk memperbaiki keadaan sekarang menjadi keadaan
tertentu yang dikehendaki dan lebih baik.
Betapapun sulit, namun reformasi birokrasi bukan sesuatu
yang ? dak mungkin untuk dilakukan. Malah sebaliknya sangat
mungkin. Ada banyak contoh yang menunjukkan bahwa reformasi
birokrasi itu bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan.
Coba saja kita tengok bagaimana Thailand, Singapura, Malaysia,
dan Filipina melakukan pembenahan dari birokrasi di negaranya
agar mampu mengimbangi perubahan yang terjadi di masyarakat
global.
Di Singapura, misalnya. Kemunculan pasar global disikapi
pemerintah Singapura dengan melakukan penguatan kompetensi
Civil Service. Dengan begitu, mereka akan mampu menghadapi
atau menjajawab tantangan zaman, sekaligus lebih kompe? ? f di
dunia internasional.
Begitu pula dengan Malaysia. Birokrasi di negeri serumpun itu
lebih berorientasikan pada bisnis untuk menggan? kan peran ak? f
birokrasi dalam pembangunan. Mereka juga meredefi nisi biro-
krasi hanya menjadi fasilitator dalam ak? vitas sektor swasta.
Erry Riyana Hardjapamekas, Wakil Ketua KPK 2003-2007
Pemimpin dan
Sejumlah Keharusan

22PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Langkah perubahan peran birokrasi yang mirip dengan
Malaysia, juga dilakukan Thailand dan Filipina. Dua negara ini
mencoba memulai perubahan dengan memposisikan birokrasi
sebagai fasilitator dan katalisator bagi berkembangnya iklim
usaha yang kondusif bagi yang digerakkan sektor swasta bagi
kepen? ngan penguatan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi
serta pembangunan secara nasional. Meskipun di Thailand
dan Filipina upaya reformasi birokrasi itu belum bisa dikatakan
berhasil sepenuhnya, antara lain, karena kondisi poli? knya yang
rela? f belum stabil. Namun dua negara ini se? daknya sudah
mencoba melakukan upaya reformasi birokasi yang ditekankan
melalui keterbukaan struktural yang memungkinkan terjadinya
pertukaran gagasan dan inovasi dalam praktek birokrasi.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Semangat dan keinginan
untuk segera melakukan reformasi birokrasi sebenarnya sudah
lama dicanangkan di Indonesia. Bahkan modul dan model
pendekatan untuk merealisasikan gagasan reformasi birokrasi
itu, juga sudah lama disiapkan. Tapi mengapa dalam prakteknya,
pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia terasa begitu
lamban?
Secara pragma? s, sebenarnya tak rumit untuk mendorong
percepatan upaya reformasi birokrasi di Indonesia. Apalagi
pemerintah sudah menyiapkan kerangka konsep besar (grand
design) dan model pendekatan (road map) ke arah itu. Sehingga
seharusnya praktek reformasi birokrasi itu hanya bisa dijalankan
dan sangat bergantung pada pemimpin yang mengawal upaya
reformasi birokrasi di se? ap lembaga birokrasi pemerintah.
Termasuk juga bergantung pada upaya pemimpin mengambil
inisia? f untuk memulai langkah.
Bicara sebuah perubahan, sudah tentu akan banyak hal-hal
teknis yang harus dilakukan. Tapi hal terpen? ng dalam kaitan
dengan upaya perubahan tadi adalah sikap dan kesiapan seorang

23PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
pemimpin dalam mengawal proses dan implementasi dari
perubahan yang diinginkan itu. Seorang pemimpin jelas harus
menunjukkan kesungguhan bahwa dia memang ingin berubah.
Dia ingin mengubah ins? tusinya menjadi lebih baik dan itu dimulai
dengan perubahan perilaku kepemimpinan. Kata kuncinya adalah
memimpin perubahan dengan keteladanan.
Pernyataan kunci “memimpin perubahan dengan keteladanan”
memang mudah untuk diucapkan. Untuk implementasinya, meski
mungkin ? dak bisa dikatakan sulit, memerlukan kerja keras dari
seorang pemimpin untuk sunguh-sungguh berniat melakukannya.
Pertama, pemimpin dituntut untuk memahami konsep dan
hal-hal teknis yang menyangkut pelaksanaannya.
Kedua, pemimpin harus mau mengerjakan beberapa ? ndak-
an yang memang harus dilakukan sendiri. Sekurangnya ia mampu
mensupervisi dirinya sendiri. Misalnya tentang perubahan Stan dar
Prosedur Operasional (SOP), standar prosedur pelayanan masya-
rakat yang mungkin sebelumnya panjang dibuat menjadi lebih
pendek, atau yang sebelumnya ? dak beraturan dibuat menjadi
lebih beraturan. Jika sebelumnya ? dak terstruktur, dibuat menjadi
lebih terstruktur, atau jika sebelumnya memakan waktu lama,
dibuat menjadi lebih singkat atau waktu penyelesaian pelayanan
ditentukan waktunya, dan sebagainya.
Langkah ke? ga yang patut dan harus dijalankan seorang
pemimpin dalam upaya reformasi birokrasi adalah membangun
komunikasi yang intensif. Ini ? dak bisa ? dak, harus dilakukan.
Komunikasi antara atasan dan bawahan merupakan kunci bagi
keberhasilan sebuah upaya perubahan. Komunikasi dan dialog
yang intensif antara atasan dan bawahan menjadi prasyarat yang
mutlak harus dilakukan untuk memas? kan bahwa perubahan
yang diinginkan itu bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya. Jika
seorang pemimpin mampu membangun komunikasi yang bukan
saja intensif, tapi juga efek? f, bisa diharapkan bahwa proses

24PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
perubahan itu dapat dijalankan secara lebih terarah. Karena
dengan komunikasi yang intens dan efek? f, bawahan akan tahu
persis arah perubahan yang diinginkan, baik secara keseluruhan
maupun sesuai dengan bidang tanggungjawab atau bagian
masing-masing.
Di atas kertas, tentu ini terkesan mudah dilakukan. Tapi
sesungguhnya diperlukan ketekunan. Dalam pandangan saya, ini
? dak sulit untuk dilakukan. Persoalannya adalah hanya bagaimana
meniatkannya. Jika memang ada kesungguhan dan niat yang
kuat, maka ? dak ada sesuatu yang sulit untuk dilakukan.
Poin keempat adalah ketekunan dalam menjalankan
monitoring dan evaluasi secara mandiri dan obyek? f. Sikap
dan sifat ini patut dimiliki seorang pemimpin ke? ka ia harus
mengawal sebuah upaya perubahan. Jangan berpikir bahwa
upaya monitoring dan evaluasi itu harus dilakukan orang lain.
Langkah evaluasi mandiri itu pen? ng dilakukan untuk mengetahui
secara lebih awal apa saja langkah implementasi perubahan
yang belum berjalan sesuai keinginan. Kalaupun ada evaluasi
yang dilakukan pihak ke? ga atau lembaga lain, itu sifatnya hanya
untuk memperkuat atau mempertegas saja. Jangan sampai ada
orang lain menemukan sesuatu yang salah dalam proses, hanya
karena ke? daktelatenan si pemimpin dalam menjalankan proses
mengawal proses perubahan.
Kelima adalah soal berbagi kepemilikan. Mengapa harus
berbagi? Seringkali kebanyakan pemimpin lebih suka mengatakan
“ini milik saya”. Padahal seharusnya dia mengatakan “ini milik
kita”. Bukan “milik kau atau aku”, tapi “kita”. Ar? nya kepen? ngan
perubahan itu menjadi kepen? ngan bersama dan menjadi milik
semua orang yang ada di lembaga tersebut. Karena “rasa memiliki”
itu seharusnya memang di-share antara atasan dan bawahan
atau semua karyawan dan staf yang ada di lembaga tersebut.
Komunikasi yang intensif itu merupakan bagian dari upaya untuk

25PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Pendudukan Gedung DPR/MPR oleh mahasiswa, Mei 1998.
FOTO: TEMPO/ RULLY KESUMA

26PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
mendorong semua orang punya semangat dan “rasa memiliki”
yang sama dalam proses perubahan untuk menjadi lebih baik.
Jika seluruh langkah ini dipadatkan menjadi satu, maka kem bali
pada persoalan bahwa gagasan dan proses menuju per ubahan
itu sangat bergantung bagaimana seorang pemimpin mengawali
langkah perubahan itu melalui pendekatan keteladan. Semua nya
harus bermula dari sang pemimpin. Mulai dari mengubah mind-
set, mengubah perilaku, dan memberikan contoh bagaimana
mem berikan pelayanan pada masyarakat. Tanpa itu, maka sulit
mengharapkan sebuah perubahan. Juga dalam praktek reformasi
birokrasi.

Disarikan dari wawancara dengan Erry Riana Hardjapamekas dan dilengkapi dengan
rangkuman tulisan Erry Riyana berjudul “Reformasi Birokrasi: Peluang dan Tantangan”,
2003.

28PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI

29PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
R
eformasi birokrasi adalah gagasan besar yang terdengar
mudah. Tapi, sesungguhnya reformasi birokrasi sulit untuk
dipraktekkan tanpa adanya upaya-upaya penyesuaian.
Secara konseptual, semua langkah dan pendekatan yang
disiapkan sebagai langkah implementasi reformasi birokrasi dapat
dikatakan sudah baik. Sayangnya, dalam prakteknya, hampir semua
kementerian dan lembaga tak bisa serta merta menerapkannya
begitu saja. Diperlukan beberapa penyesuaian untuk membuat
kepen? ngan reformasi birokrasi dan kewajiban pelaksanaan tugas
lembaga bisa berjalan selaras.
Beberapa persoalan yang paling umum dialami oleh hampir
semua ins? tusi birokrasi pemerintahan adalah yang terkait
dengan masalah anggaran. Harus diakui kadangkala ada
kesenjangan waktu antara kebutuhan pelaksanaan program dan
kesiapan anggaran. Anggaran seringkali baru turun menjelang
akhir jadwal pelaksanaan program. Pelaksana program, dalam
hal ini ins? tusi, ? dak bisa seenaknya saja melakukan terobosan.
Meskipun itu terkait dengan indikator keberhasilan, terobosan
sulit dilakukan karena dapat membuat terantuk pada persoalan
peraturan birokrasi. Sehingga untuk memas? kan bahwa paktek
reformasi birokrasi bisa berjalan sesuai harapan, pemerintah
harus terus melakukan penyempurnaan terhadap semua regulasi
birokrasi.
Harkristuti Harkrisnowo, Dirjen Perlindungan HAM
Pemimpin dan Praktik
Reformasi Birokrasi

30PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Tapi dalam praktek reformasi birokrasi, kita ? dak bisa ber diam
diri dengan keadaan itu. Meski ? dak boleh sembarangan mela-
kukan terobosan, pemimpin dalam proses reformasi birokrasi
tentu harus mampu mengembangkan pendekatan lain yang
memungkinkan tuntutan reformasi itu tetap bisa dijalankan.
Ar? nya, mereka dituntut untuk mampu ber? ndak krea? f dan
inova? f, tanpa selalu harus bertabrakan dengan aturan yang ada.
Sebagai contoh, di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
ada kewajiban untuk melakukan sosialisasi tentang reformasi
birokrasi. Jika mengandalkan anggaran, sudah tentu kegiatan ini
? dak bisa dijalankan sepenuhnya. Untuk menyiasa? kondisi ini,
maka perlu dikembangkan kerjasama dengan lembaga lain, agar
program tetap bisa berjalan. Dengan demikian, pemimpin harus
bisa mendorong ? m atau staf dan bawahannya untuk krea? f
dalam berinovasi. Mereka perlu mengembangkan kerjasama
strategis dengan pihak lain yang memungkinkan program sosialisasi
reformasi birokrasi bisa berjalan tanpa terkendala persoalan
anggaran yang lambat turun.
Untuk alasan ini, seorang pemimpin dalam lembaga yang
akan melakukan reformasi birokrasi ? dak lagi bisa hanya duduk di
balik meja dan tanda tangan saja. Pemimpin perlu dan harus mau
turun ke bawah dan memberikan contoh dalam bentuk ? ndakan
nyata pada bawahannya. Jelas agar bisa melakukan hal seper?
ini, pemimpin dituntut untuk selalu belajar dan mencari solusi
efek? f bagi pemecahan se? ap persoalan yang terkait dengan
implementasi reformasi birokrasi yang dijalankan lembaga dan
para stafnya.
Sikap lain yang perlu ditunjukkan pemimpin adalah mau
mendengar dan memberi ruang pada bawahan untuk me nyam-
paikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam pelak sanaan
reformasi birokrasi. Dalam bahasa Jawa ini diis? lah kan dengan
“ngewongke” (menghargai dan menghorma? ). Ar? nya, dalam

31PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Elemen mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR mendesak pemerintah
untuk mereformasi sistem pemerintahan, Jakarta, 1998.
FOTO: TEMPO/ RULLY KESUMA

32PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
situasi tertentu, pemimpin bisa “mengabaikan” dulu posisi hirarki
untuk memungkinkan bawahan bisa terbuka terhadap atasan.
Jika ini bisa dipraktekkan, hasilnya akan posi? f bagi pelaksanaan
reformasi birokrasi itu sendiri.
Terakhir adalah soal rekrutmen dan penempatan personil
atau staf. Pemimpin perlu memper? mbangkan latar belakang
pendidikan dan pengalaman staf atau bawahannya ke? ka akan
memberikan tugas untuk pelaksanaan reformasi birokrasi.
Pemilih an orang atau staf yang tepat dan ditugaskan di posisi
yang pas (right man on the right place), akan memperbesar
peluang keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi. Jika ini bisa
dilakukan, kendala pelaksanaan program reformasi birokrasi yang
disebabkan oleh ke? daksiapan dan ke? daktahuan personil bisa
dihilangkan sama sekali. Dan memang begitu seharusnya.

34PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI

35PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
R
eformasi birokrasi. Kebanyakan orang memandang bahwa
reformasi birokrasi adalah pekerjaan poli? k dan ? dak ada
kaitannya dengan pemasaran. Padahal, dari kacamata
pemasaran, sesungguhnya pekerjaan poli? k tak ubahnya sebuah
proses untuk menghasilkan suatu produk, dalam hal ini produk
poli? k yang umumnya berupa produk kebijakan.
Banyak contoh yang menjelaskan bahwa produk poli? k
sesungguhnya tak berbeda dengan produk sektor atau bidang
lain. Begitu pula halnya dengan reformasi birokrasi, itu juga
bagi an dari produk poli? k. Sehingga ke? ka reformasi birokrasi
ditempatkan sebagai sebuah “produk” kebijakan poli? k, maka
su dah seharusnya, siapa pun yang mengembangkan produk itu,
berpikir pula untuk memasarkannya, sekaligus memas? kan bahwa
produk tersebut memang bermanfaat banyak orang. Makin banyak
yang merasakan manfaatnya, maka bisa dikatakan makin baik pula
nilai produk itu di “pasar”. Lalu ke? ka sebuah produk mendapat
nilai baik atau ? nggi di pasar, bisa dipas? kan akan banyak orang
yang merasa perlu dan suka menggunakannya. Itu berar? bisa
diharapkan bahwa keberadaan produk itu sendiri akan sustain
alias langgeng.
Hermawan Kertajaya, Founder MarkPlus Inc.
Pemimpin dan Praktik
Pemasaran Gagasan
Reformasi Birokrasi

36PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Jika kita bersepakat bahwa reformasi birokrasi adalah produk
poli? k yang harus bisa diimplementasikan di masyarakat—yang
dalam perspek? f pemasaran dipersepsikan sebagai “pasar”—
maka kita juga harus bersetuju bahwa harus ada pendekatan
pemasaran yang dikembangkan untuk kebutuhan itu. Dalam
kaitan inilah, maka kita harus mulai membedah pihak yang harus
menjalankan peran sebagai manajer pemasarannya dan cara atau
langkah produk reformasi birokrasi bisa dipasarkan.
Sebagai produk kebijakan pemerintah, reformasi birokrasi tentu
dirancang dan diproyeksikan bisa dijalankan di semua kementerian
dan lembaga pemerintahan. Atas dasar itu, jelas bahwa sosok
yang harus menjalankan peran sebagai manajer pemasaran
produk dalam ar? mengawal sosialisasi dan implementasi
reformasi birokrasi adalah para pemimpin lembaga. Secara rinci,
posisi ini bisa diselaraskan dengan ? ngkatan hirarki kepemimpinan
yang ada. Seper? halnya struktur organisasi pemasaran, struktur
ter? nggi bisa ditempa? oleh direktur pemasaran dan lini terbawah
bisa saja ditempa? oleh Team Leader. Singkatnya, siapa pun yang
menempa? posisi sebagai pemimpin dalam struktur kelembagaan
beperan menjadi motor penggerak pemasaran reformasi birkorasi
di masing-masing lembaga.
Bagaimana seorang pemimpin bisa menjalankan peran
sebagai manajer pemasaran reformasi birokrasi? Ada beberapa
pemahaman dan pendekatan prak? s yang mungkin bisa diadaptasi
untuk kepen? ngan implementasi reformasi birokrasi.
Pendekatan paling awal adalah seorang pemimpin harus
mampu dan mau “menjual” gagasan. Ar? nya pemimpin haruslah
menguasai betul product knowledge atau pengetahuan
terkait dengan produk yang akan dijual. Mulai dari konsep, cara
kerja, hingga manfaat atas produk tersebut. Kemudian dengan
pendekatan retorika yang menarik, pemimpin harus mampu
menjelaskan semua aspek terkait product knowledge reformasi

37PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
birokrasi tersebut kepada semua bawahannya. Merekalah yang
diharapkan akan meneruskannya kepada lebih banyak orang,
sekaligus mengawal implementasi dari gagasan reformasi birkorasi
itu.
Selain menjual gagasan, pemimpin juga harus memberikan
contoh—dengan cara yang paling sederhana—cara reformasi
birokrasi itu harus dijalankan. Dalam banyak pengalaman, sekadar
menjual gagasan saja ? dak cukup. Sehingga kecuali kemampuan
beretorika, pemimpin suka atau ? dak, juga dituntut untuk
melakukan aksi-aksi yang sejalan dengan gagasan yang dijualnya.
Dan itu, harus dilakukan secara konsisten.
Sudah tentu, di samping keharusan untuk memiliki kemampuan
“menjual gagasan”, pemimpin juga harus memiliki visi untuk
memberikan pelayanan yang terbaik. Termasuk, ia juga harus
sekaligus cakap dalam merancang, mengelola, dan mengontrol
pemanfaatan anggaran secara tepat dan efek? f.
Pendekatan kedua adalah keharusan seorang pemimpin te-
rus mengkomunikasikan gagasan reformasi birokrasi. Pendekatan
itu akan menjadi sangat efek? f bila dikombinasikan dengan pende -
kat an monitoring yang bentuknya bisa saja berupa inspeksi men-
dadak atau ? dak terjadwal untuk memas? kan bahwa seluruh proses
implementasi birokrasi itu memang dijalankan secara natural, dan
bukan hanya ke? ka akan diperiksa oleh atasan. Kombinasi langkah-
langkah ini, bukan hanya akan menggugah kalangan internal, tapi
juga bisa merangsang munculnya dukungan eksternal, khususnya
dari masyarakat. Dengan begitu akan terbangun momentum untuk
terus melakukan reformasi birokrasi. Momentum ini juga akan
memudahkan pemimpin dalam menjalankan agenda reformasi
birokrasi.
Jika komunikasi yang terbangun bisa dipelihara secara baik
dan efek? f, maka pendekatan berikutnya adalah meningkatkan
kualitas relasi dengan bawahan. Seorang pemimpin yang

38PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
berhasil menjual gagasan adalah pemimpin yang horizontal
dan hands-on. Horizontal berar? memperlakukan bawahan
seper? teman. Ini tentu lebih bisa masuk ke ha? bawahan dan
mendapatkan dukungan mereka. Hands-on berar? mau turun ke
lapangan (sekalipun ? dak disorot media) dan bersedia membantu
menggerakkan ? m di lapangan.
Pendekatan yang sifatnya horizontal seper? ini, merupakan
bagian dari tuntutan zaman. Dalam praktek birokrasi modern,
pola manajemen yang diimplementasikan sudah seharusnya
bersifat horizontal. Pola itu menjadi bagian dari perubahan itu
sendiri. Bukan ? dak mungkin, manajemen horizontal justru akan
menjadi instrumen unggulan yang mampu mengantarkan birokrasi
Indonesia sekelas dengan negara maju di dunia pada 2025
mendatang.
Dalam perspek? f pemasaran, pendekatan di atas ini merupakan
bagian dari pendekatan pemasaran internal. Langkah akhir yang
perlu dilakukan adalah mengembangkan pendekatan pemasaran
eksternal, yakni mengkomunikasikan berbagai perubahan itu
kepada publik. Indikasi keberhasilan dari reformasi birokrasi
itu, antara lain ditunjukkan oleh ? ngkat kepuasan publik dalam
menikma? kualitas layanan yang merupakan hasil dari perubahan
yang diciptakan.

41PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
S
ebagai sebuah gagasan, keinginan untuk mengimple-
mentasikan reformasi birokrasi merupakan sebuah langkah
mulia. Keinginan untuk mengubah birokrasi menjadi lebih
baik, lebih produk? f, dan kondusif bagi terciptanya sebuah proses
pemerintahan yang transparan, bersih, dan melayani, tentulah
memberikan kebaikan bagi masyarakat di negeri ini. Sehingga
sudah sepatutnya gagasan ini didukung.
Tapi mengimplementasikan sebuah gagasan besar seper?
melakukan reformasi birokrasi, bukanlah pekerjaan yang bisa
dilakukan semudah membalik telapak tangan. Ada banyak
keharusan yang dipenuhi, khususnya keberadaan dan peran
seorang pemimpin yang menjadi motor bagi implementasi
perubahan itu sendiri.
Dalam pengalaman saya, sebuah gagasan dan upaya reformasi
birokrasi itu dalam bahasa agamanya adalah ibda binafsik, harus
dimulai dari diri sendiri. Tidak mungkin bisa ada keberhasilan
dalam implementasi sebuah gagasan perubahan, sebagus apapun
gagasan itu, jika ? dak dimulai dari diri sendiri. Seluruh proses
haruslah diawali dari diri sendiri. Misalnya, bagaimana seorang
pemimpiin harus memformulasikan dan membahasakan gagasan-
Pemimpin, Gagasan
Reformasi Birokrasi,
dan Bahasa Agama
Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Agama
Sebuah Perspektif

42PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
gagasan, lalu bagaimana dia berinisia? f mengerjakan lebih
dulu apa yang dia katakan. Sebab apa ar? nya jika dia mampu
membahasakan gagasan, tapi ? dak dapat melaksanakan itu
sendiri.
Kadang kita juga perlu melahirkan gagasan, mengerjakan
gagasan itu, sekaligus mengukur dan mengevaluasi gagasan
itu sendiri. Jadi utuh. Banyak orang yang boleh disebut sebagai
produsen gagasan, tapi dia bukan implemen? ng person
(pelaksana), sehingga dia ? dak bisa mengukur feasibility
gagasannya itu atau acceptability masyarakat terhadap gagasan
tersebut. Sehingga sebaik-baiknya pemimpin yang akan
menggulirkan sebuah perubahan, dia seharusnya mampu
berpikir secara utuh. Jika ? dak, bagaimana mungkin bisa
menciptakan sebuah keutuhan di masyarakat. Ar? nya gagasan
itu memang harus utuh, bukan sporadis atau parsial saja.
Karena itu, sesungguhnya gagasan reformasi birokrasi
dibahasakan dalam bahasan agama, sesungguhnya sangat luar
biasa. Segala ? ndakan untuk kebaikan itu harus bermula dan
disertai kesungguhan niat (innama al-a’malu bi an-niyyaat).
Tuhan sendiri mengerjakan pekerjaan-Nya ? dak pernah
satu kali. Selalu dua kali. Satu kali di lauh al-mahfuzh, yakni
menu lis kan takdir se? ap mahluk di dunia atau blueprint, dan
kedua kalinya adalah implementasi. Tidak gugur sehelai daun
dari tangkainya, melainkan sudah tertulis atau terprogram
di lauh al-mahfuzh. Itu Tuhan, apalagi kita, manusia. Nabi
mengatakan “innama al-a‘malu bi an-niyyaat”, segala perbuatan
harus disertai dengan niat. Ar? nya, orang yang mengerjakan
pekerjaan itu satu kali, itu ? dak profesional. Jika mau profesional,
maka kerjakanlah pekerjaan itu dua kali. Barulah hasilnya akan
perfect. Jadi akarnya adalah niat.
Sayangnya memang niat itu sering hanya diar? kan sebagai
nawaitu (saya berniat). Padahal, niat itu sesungguhnya juga

43PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
berar? planning (perencanaan). Kalau ada perencanaan, maka
selanjutnya adalah ac? on. Jadi jika penger? an ini dipahami dan
dijalankan, hasilnya akan luar biasa.
Singkatnya, reformasi birokrasi itu, pertama harus dimulai
dari diri sendiri. Ar? nya harus berpikir utuh, melahirkan gagasan-
gagasan yang sangat utuh. Maksudnya ? dak mungkin kita bisa
membentuk komunitas yang utuh dari pikiran-pikiran yang ? dak
utuh. Sehingga secara konseptual pikiran dan gagasan itu harus
utuh.
Kedua adalah keyakinan untuk berhasil dengan gagasan
yang utuh. Jika orang memiliki pikiran atau gagasan yang utuh,
perencanaan matang, maka dia ? dak perlu punya kekhawa? ran
apapun terhadap keberhasilan gagasannya. Misalnya, takut
gagasan itu satu ke? ka diambil alih orang lain, dan sebagainya.
Pikiran atau perencanaan yang utuh sudah pas? mencakup adanya
unsur pengamanan untuk mengembangkan gagasan itu agar bisa
berjalan tanpa ada distorsi apapun dalam prosesnya.
Esensinya adalah bagaimana membahasakan gagasan itu
dalam bahasa agama. Karena sebagus apapun sebuah pemikiran,
pada ke? kanya akan mengalami krisis par? sipasi manakala ? dak
disampaikan menggunakan bahasa agama.
Hemat saya, di Indonesia ini bahasa agama sangat full power.
Sebagus apapun sebuah gagasan, kalau bertentangan dengan
agama, atau jika ? dak didukung oleh ulama atau tokoh-tokoh aga-
ma, itu umumnya akan mengalami krisis par? sipasi. Sebaliknya,
jika gagasan itu cerdas, dibahasakan dengan bahasa agama,
semangatnya akan dua kali lipat lebih efek? f. Alasannya, selain
mengerjakan itu untuk keberhasilan dunia, itu juga merupakan
perbuatan amal. Sehingga selain mendapatkan reward (fi nansial)
yang bagus, dia juga akan mendapatkan pahala yang baik. Ada
keuntungan ganda. Di satu sisi secara ekonomi akan bagus, dari
sisi keagamaan juga baik.

44PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Jadi jika seorang pemimpin akan menggulirkan gagasan
reformasi, alangkah baiknya jika itu dibahasakan dengan baha-
sa agama. Sebagai contoh, bagaimana Malaysia berupaya me-
ning katkan kesadaran masyarakatnya untuk membayar pajak.
Maka ia membahasakannya dengan bahasa agama, yakni meng-
kombinasikan himbauan itu dengan perintah untuk membayar
zakat. Se? ap wajib pajak di sana, bila membayarkan zakatnya,
maka kwitansi pembayaran zakatnya bisa digunakan sebagai
faktor pengurang kewajiban pajak mereka. Dan Malaysia berhasil
meningkatkan angka penerimaan pajak mereka hampir dua kali
lipatnya, se? ap tahun.
Bayangkan saja, jika pendekatan dengan bahasa agama itu juga
diterapkan dalam kaitan dengan implementasi reformasi birokrasi,
bukan ? dak mungkin hasilnya akan jauh lebih baik. Insya Allah.

46PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI

47PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
M
elahirkan sebuah perubahan untuk membuat Indonesia
menjadi lebih baik adalah suatu keharusan. Dan
karenanya, reformasi birokrasi merupakan bu? r pen? ng
dalam proses menjadikan Indonesia lebih baik.
Tapi perubahan ? dak akan pernah terjadi, jika tak ada orang
yang mau memulai upaya itu. Siapa yang harus memulai dan
bagaimana proses itu harus dimulai, dan apa yang diperlukan untuk
memas? kan bahwa perubahan itu bisa dilakukan? Pertanyaan ini
akan selalu muncul ke? ka kita bermimpi untuk menciptakannya.
Dalam pandangan saya, perubahan itu hanya mungkin bisa
dicapai jika orang yang berniat menggerakkannya itu tahu persis
perubahan seper? apa yang diiinginkan. Saya menyebutnya seba-
gai peta from – to. Ar? nya, seseorang yang ingin mencipta kan
perubahan itu harus memahami betul keadaan yang ingin diubah-
nya, dan bentuk perubahan seper? apa yang ingin dicapainya.
Se? ap ins? tusi yang berkeinginan melakukan perubahan itu
harus memiliki peta from – to. Mengapa from – to? karena ini
adalah teknik kontras. Kita hanya akan membedakan hitam dengan
pu? h. Hitam adalah keadaan sekarang yang ingin diubah dan pu? h
adalah masa depan.
Peta tersebut harus lebih dulu dibuat jelas. Sebagai gambaran,
misalnya perubahan yang dulu dilakukan di kepolisian, peta from
Rheinald Kasali, Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia
Pemimpin
dan
Peta Perubahan

48PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
dan to dari perubahan yang akan dijalani itu tergambar jelas.
From military police to be civilian police. Dari polisi yang style-nya
militer, pendidikannya militer, leadership-nya militer, pangkatnya
militer, komando, menjadi polisi masyarakat sipil. Maka pangkat-
nya pun berubah. Bukan lagi letnan kolonel lagi, tapi menjadi Ajun
Komisaris Besar Polisi (AKBP), dan seterusnya. Dari sini, bisa dilihat
kepolisian mulai menyadari perubahan yang diinginkan.
Demikian pula halnya dengan reformasi birokrasi. Sebelum
sampai pada langkah perubahan, birokrasi secara umum juga
perlu jelas dipetakan. Karena birokrasi terdiri atas macam-macam
kegiatan birokrasi yang satu sama lain harus dipisahkan dan ? dak
boleh disamakan. Jika disamakan, maka kulturnya akan menjadi
sama. Bisa jadi ini akan mengganggu reformasi birokrasi itu sendiri.
Sebab, kultur dalam sebuah organisasi juga memiliki sub kultur.
Jadi, birokrasinya perlu dipetakan dulu.
Dilihat dari bentuknya, lembaga birokrasi se? daknya dapat
dipilah dalam empat bentuk kultur yang mereka jalankan sesuai
perannya: pembuat kebijakan; pengawasan; pelayanan; dan
operasional. Dari se? ap peran ini, peta perubahan yang diinginkan
harus jelas. Tanpa ada kesadaran untuk membuat peta perubahan
itu, niscaya ? dak akan pernah terjadi perubahan itu.
Ke? ka peta perubahan sudah dibuat, ruang perubahan itu
menjadi terbuka. Dari mana perubahan harus dimulai? Pertama,
adalah mengubah orientasi pelayanan. Kultur melayani yang
selama ini berjalan dalam praktek birokrasi itu lebih banyak
berorientasi pada melayani atasan. Misalnya, semua kebaikan dan
fasilitas itu lebih diutamakan untuk atasan. Mulai dari ruangan
yang bagus, fasilitas yang bagus, hingga bagian keuntungan dari
proyek. Atasan umumnya mendapatkan fasilitas yang lebih baik
dan nyaman.
Kultur pelayanan yang sebelumnya berorientasi ke atas
ini harus diubah menjadi melayani publik (customer/public

49PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
oriented service). Untuk mencapai hal ini, maka jelas diperlukan
suatu pela? han yang memadai demi membangun kultur baru.
Pembangunan kultur baru itu termasuk mengubah orientasi
atasan: dari sebelumnya dilayani menjadi melayani; sebelumnya
hanya didengar, menjadi mendengar.
Sementara, bawahan yang sebelumnya berorientasi melayani
atasan, orientasinya diubah menjadi melayani masyarakat dan
menjadi ujung tombak dari pelayanan kepada publik. Dengan
demikian, perubahan orientasi itu mampu membuat seluruh
personel di instansi birokrasi yang ingin berubah itu memiliki
kesadaran baru untuk berempa? pada publik. Personil juga
menyadari hal yang sebetulnya diperlukan publik dari pelayanan
yang disediakan instansi tersebut.
Dalam prosesnya, se? ap perubahan yang dijalankan
sudah pas? akan diwarnai dengan adanya penolakan. Itu pas? .
Karenanya, langkah kedua adalah memetakan dan menganalisis
penolakan. Jika sangat keras, pendekatan menuju perubahan yang
dijalankan mungkin harus dihen? kan dulu. Bisa jadi ini karena
persuasiveness-nya belum terjadi. Tapi jika penolakan itu kecil,
maka bisa dikatakan persuasiveness-nya berjalan dengan baik.
Jadi penolakan itu, menjadi bagian dari yang harus dievalusi dalam
proses menciptakan perubahan birokrasi (handling resistancy).
Langkah ke? ga adalah mengembangkan strategi mengenai
semua arah perubahan yang diinginkan itu strateginya secara
tertulis (blueprint strategy). Ke? ka blueprint tersedia, semua
orang yang diminta untuk terlibat dalam proses perubahan itu
tahu dan memiliki tujuan yang sama dan jelas.
Langkah berikutnya adalah harus ada reward dan punish-
ment yang juga jelas dan tegas. Selama ini di birokrasi, keduanya
ditempatkan di urutan pertama. Semua melihat bahwa mereka
sudah menerima punishment, misalnya dengan menerima gaji
yang kecil. Sehingga, yang harus dilakukan di awal perubahan

50PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
adalah menerima reward lebih dulu.
Agar mekanisme reward dan punishment ini bisa dijalankan,
maka harus juga disiapkan mekanisme pengukurannya, yakni
penilaian dan evaluasi. Ini perlu sebagai landasan dalam praktek
penerapan reward dan punishment.
Bu? r berikutnya adalah struktur dalam kepemimpinan harus
diubah. Hirarki dalam organisasi birokrasi terlalu panjang dan
berlapis. Padahal sekarang kita hidup di era horizontal. Jadi struktur
dalam organisasi birokrasi harus dikurangi atau dirampingkan.
Untuk memas? kan seluruh proses ini berjalan secara efek? f,
maka di tengah proses itu harus ada breaktrough project. Ini
perlu untuk melihat dampak dari perubahan yang dijalankan.
Hasil dari program breaktrough project inilah yang nan? nya bisa
dikembangkan untuk merancang program perubahan yang sifatnya
berkelanjutan (sustainable).
Terakhir, hal pen? ng yang harus diubah adalah adanya kecen-
derungan di Indonesia yang memposisikan pemerintah adalah
segala-galanya. Dalam prak? k reformasi birokrasi, maka peran
pemerintah haruslah dibagi. Ruang bagi swasta dan masyarakat
untuk ikut berperan dalam proses perubahan itu harus diberikan.
Dengan demikian prak? k birokrasi ? dak semakin gemuk,
melainkan menjadi ramping, lebih efi sien, dan beban anggaran pun
menjadi ? dak besar dan efek? f. Sehingga, keinginan meng ubah
birokrasi di Indonesia menjadi lebih baik sangat dimungkinkan.

BAGIAN II

54PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI

55PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
S
ekitar kejatuhan Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan
tahun 1998, ada seloroh tentang reformasi birokrasi.Konon,
di awal tahun 1993 Presiden Soeharto sangat berkenan
dengan buku berjudul Reinven? ng Government (yang ditulis
David Osborne dan Ted Gaebler, terbit di tahun 1992). Begitu
berkenannya beliau akan buku tersebut, maka, kabarnya, seluruh
menteri dibelikan buku tersebut, dan diminta mencerma? isinya.
Hasilnya, 5 tahun kemudian terjadi reformasi birokrasi: Pak Harto
dilengserkan oleh para menterinya sendiri. Pada saat berjumpa
dengan mantan Presiden Soeharto sekitar November 1998—
sebelum beliau sakit—saya ? dak menanyakan kepada beliau
seloroh tersebut, tetapi dari obrolan panjang itu, saya menangkap
bahwa itulah makna “reformasi birokrasi” di Indonesia. Entah
karena seloroh yang nampaknya setengah benar tersebut, maka
dapat dikatakan reformasi birokrasi di Indonesia senan? asa jalan
di tempat, kalau ? dak jalan mundur. Se? ap pemimpin birokrasi
cemas akan kehilangan kekuasaan dan kewenangan yang dida-
patnya dengan sangat sulit dan kadang teramat mahal.
Reformasi menjadi bagian dari sekuensi perjalalan Indonesia.
Proses yang dicirikan dengan kejatuhan kekuasaan yang berlabel
“orde baru” di tahun 1998 meletakkan reformasi birokrasi menjadi
salah satu bagian pen? ng dalam program reformasi kebangsaan
secara menyeluruh. Kesadaran tersebut diformalkan dalam
Riant Nugroho
Reformasi Birokrasi,
Sebuah
Keharusan Baru

56PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
bentuk kebijakan reformasi birokrasi dalam rupa Undang-Undang
(UU) No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepo? sme. Pada tahun
1999 ditetapkan pula UU No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Ke-
pegawaian. Pada tahun 2003 diterbitkan UU No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara. Sebagai pelengkapnya, diterbitkan UU No. 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada tahun 2004
dikeluarkan UU No. 15/2004 tentang Tanggung-Jawab Keuang an
Negara, disusul dengan UU No. 25/2004 tentang Sistem Peren-
canaan Pembangunan Nasional dan UU No. 32/2004 tentang
Peme rintahan Daerah. Kebijakan operasional yang mengatur ten-
tang reformasi birokrasi dituangkan melalui Peraturan Presiden No.
81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025
Dari sejumlah peneli? an tentang kinerja reformasi birokrasi di
Indonesia sepanjang 1998-2012 (antara lain Dwiyanto dkk, 2002;
Dwiyanto, 2010; Prasojo dkk, 2004; Prasojo dkk, 2007; Prasojo,
2007; Azhari, 2011; Nugroho, 2007; Hidayat, Pramusinto &
Purwanto, 2009; Hidayat, 2007; Mulyadi, 2007) memberikan arah
simpulan yang sebangun: sebagian besar proses reformasi birokrasi
belum berhasil, sebagian kecil berhasil, dan sisanya ? dak berjalan
sama sekali. Temuan Dwiyanto (Dwiyanto dkk, 2002; Dwiyanto
2010) memberikan dasar pemahaman yang makin jelas, budaya
paternalisme pada masyarakat membentuk budaya birokrasi yang
paternalis pula. Temuan dari Prasojo dkk (2004; 2007; 2007) dan
Nugroho (2007) dari studi pada berbagai daerah otonom yang
berhasil melakukan reformasi birokrasi menunjukkan hal yang
sama, meski dengan sisi pandang yang berbeda, yaitu bahwa
reformasi yang berhasil ternyata adalah reformasi yang dipimpin
oleh pemimpin birokrasi yang reformis. Kasus di Jembrana (Prasojo
dkk, 2004; Nugroho, 2007), Sragen (Prasojo, 2007), hingga Goron-
talo (Muhammad, 2008) menunjukkan bahwa budaya paterna-
lisme di masyarakat dan birokrasi justru dapat dimanfaatkan

57PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
dengan baik pada saat melakukan reformasi birokrasi dengan cara
memas? kan bahwa para pemimpinnya adalah fi gur-fi gur reformis.
Dari I Gde Winasa di Jembrana, Fadel Muhammad di Gorontalo,
hingga Gamawan Fauzi di Solok adalah pemimpin birokrasi yang
reformis. Alhasil, reformasi birokrasi di bawah kekuasaannya
berhasil baik.
Pelajaran terbaiknya adalah bahwa pada lingkungan pater-
na lis? k, reformasi birokrasi cenderung berhasil jika pemimpinnya
cakap dalam memimpin reformasi. Jadi, peran pemimpin bukan saja
pen? ng, melainkan menentukan. Pemimpin adalah prime mover.
Gamawan, Winasa, dan Fadel bukan orang yang menyerahkan
reformasi birokrasi kepada bawahannya, tetapi dipimpinnya
sendiri. Bahkan, mereka sendiri memimpin perumusan rancang
bangun atau rencana strategis dari reformasi birokrasi.
Hal yang sama dilakukan oleh duet SBY-JK pada saat merefor-
masi birokrasi pemerintahan Indonesia pada tahun 2004-2009. Hal
yang sama dilakukan oleh Soeharto di awal Orde Baru. Hal yang
sama, dan rela? f lebih berhasil, dilakukan oleh Lee Kuan Yew di
Singapura, Mahathir Mohamad di Malaysia, Ma Ying-jeou di Taiwan,
Zhu Rongji di China, hingga Bill Clinton-Al Gore di AS. Kesemuanya
mengerucut kepada premis bahwa reformasi birokrasi ditentukan
oleh pemimpinnya.
Premis tersebut sesungguhnya ? dak luar biasa, karena di
Dr. Riant Nugroho adalah penasihat kepemimpinan.Beberapa kliennya adalah
para pimpinan organisasi pemerintahan, militer, politik, bisnis, pendidikan,
budaya, sosial, agama, dan kemasyarakatan.Ia adalah pengajar pada program
pasca sarjana Universitas Indonesia, Universitas Pertahanan, Diklat PIM
jenjang I dan II Lembaga Adminitrasi Negara, Sesko TNI, Sesparlu/Kementerian
Luar Negeri. Sebelumnya pernah mengajar pada University of Malaya Kuala
Lumpur, dan sebagai guru besar tamu pada School of Political Science and
Public Administration, pada UESTC Chengdu, China. Ia menjadi salah satu
pembicara pada International Conference for Public Administration selama
tiga tahun berturut-turut (2010-2012).

58PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
sektor bisnis dipenuhi dengan temuan-temuan pivotal bahwa
perubahan-perubahan drama? s yang menyelematkan korporasi
atau untuk menghebatkan korporasi ditentukan oleh para pim-
pin an puncaknya. Pengalaman klasik Lee Iaccoca sewaktu menye-
lamatkan Chrysler, Jack Welch yang membawa General Electric
menduduki ranking teratas perusahaan terbaik dan ter besar dunia
selama lebih dari 20 tahun, hingga Steve Jobs yang membuat Apple
menguasai kembali gadget komunikasi dan komputer selama 10
tahun terakhir ini. Konsep dari menteri BUMN Tanri Abeng sewaktu
hendak menyelamatkan (turn-around) badan-badan usaha milik
negara (BUMN) adalah dengan cara melakukan holdingisasi BUMN
menjadi 12 BUMN. Tujuannya adalah untuk memas? kan se? ap
BUMN dipimpin oleh CEO yang reformis. Lebih mudah 12 CEO kelas
dunia yang reformis dibanding 150 CEO kelas dunia yang reformis.
Dus, leader ma? er!
Mengapa lagi-lagi pemimpin? Pemimpin dan kepemimpinan
adalah isu abadi manusia dan kemanusiaan. Guru manajemen
Louis Allen (1964) mengemukakan secara jenial, katanya The great
ques? on of our ? mes is how to reconcile and integrate human
eff ort so people everywhere can work good and not their common
disaster. The answer largerly upon on the capabili? es of leaders
in all posi? ons in all segments of society. Dalam waktu normal,
pemimpin adalah rekonsiliator dan integrator kekuatan manusia,
terlebih pada saat perubahan, dan dalam konteks ini dalah
reformasi birokrasi.
Hal ini digarisbawahi oleh Erry Riyana Hardjapamekas pada
buku ini yang mengatakan bahwa hal terpen? ng dalam kaitan
dengan upaya perubahan (reformasi birokrasi –red) adalah sikap
dan kesiapan seorang pemimpin dalam mengawal proses dan
implementasi dari perubahan yang diinginkan.
Prof. Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina menge-
mu kakan bahwa dalam banyak kisah tentang perubahan, hampir

59PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Uniknya kumpulan tulisan yang diedit dalam satu tema Adminisrative Reform
in Developing Countries yang disunting oleh Ali Farazmad (2002) dan Gerald
E. Caiden dalam Adminisrative Reform (1969) tidak menyebut peran pemimpin
dalam reformasi birokrasi. Barangkali ini menjadi penyebab mengapa para
ilmuwan administrasi dari Barat “putus asa” melihat proses reformasi birokrasi
di negara berkembang yang mereka dampingi, dan tak kunjung berhasil—lihat
pada pernyataan Caiden yang mengemukakan bahwa administrative reform in
the developing countries is beyond possible (Caiden 1996)—karena mereka
fokus kepada proses dan kelembagaan, dan kepada faktor pemimpin.
selalu memunculkan tokoh atau fi gur sentral yang menye babkan
suatu gagasan perubahan itu terimplementasi secara nyata.
Singkatnya, perubahan hanya dimungkinkan, bila ada fi gur yang
menyuarakan gagasan perubahan itu, menggerakkannya, dan
memberikan contoh dalam memungkinkan perubahan itu bisa
terjadi. Kisah yang sama, mes? nya juga terjadi dalam upaya
implementasi reformasi birokrasi. Peran pemimpin, menjadi kunci
keberhasilan dari upaya itu.
Prof. Eko Prasojo, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi mempunyai temuan yang
sama, bahwa peran pemimpin menjadi pen? ng dalam proses
implementasi RB. Sejarah membuk? kan bahwa fi gur pemimpin
memegang peran kunci dalam sebuah perubahan. Secara
sederhana, praktek implementasi RB, sesungguhnya akan menjadi
lebih akselera? f, jika pemimpin mampu menjalankan peran
sebagai teladan atau fi gur yang mampu menginspirasi terjadinya
sebuah perubahan.
Dr. Hermawan Kartajaya, begawan pemasaran Indonesia,
secara unik melihat reformasi birokrasi sebagai produk produk
poli? k yang harus bisa “dipasarkan” baik di dalam birokrasi maupun
masyarakat. Pemimpin reformasi birokrasi menjadi kri? kal karena
ia menjadi pihak yang harus menjalankan peran sebagai manajer
pemasarannya dan cara atau langkah produk reformasi birokrasi bisa
dipasarkan. Hermawan menggarisbawahi bahwa sebagai produk

60PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
kebijakan pemerintah, reformasi birokrasi tentu dirancang dan
diproyeksikan bisa dijalankan di semua kementerian dan lembaga
pemerintahan. Atas dasar itu, jelas bahwa sosok yang harus
menja lankan peran sebagai manajer pemasaran produk dalam ar?
mengawal sosialisasi dan implementasi reformasi birokrasi adalah
para pemimpin lembaga. Secara rinci, posisi ini bisa diselaraskan
dengan ? ngkatan hirarki kepemimpinan yang ada. Seper? halnya
struktur organisasi pemasaran, struktur ter? nggi bisa ditempa?
oleh direktur pemasaran dan lini terbawah bisa saja ditempa? oleh
team leader. Siapa pun yang menempa? posisi sebagai pemimpin
dalam struktur kelembagaan berperan menjadi motor penggerak
pemasaran reformasi birokrasi di masing-masing lembaga.
Prof. Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Agama, menekankan
bahwa dalam dimensi keagamaan pun reformasi birokrasi meru-
pakan gagasan dan langkah mulia. Kemuliaan itu karena fokus
kepada keinginan untuk mengubah birokrasi menjadi lebih baik,
lebih produk? f, dan kondusif bagi terciptanya sebuah proses
pemerintahan yang transparan, bersih, dan melayani. Tentulah hal
itu memberikan kebaikan bagi masyarakat di negeri ini. Sehingga
sudah sepatutnya gagasan ini didukung. Tapi mengimplementasikan
sebuah gagasan besar seper? melakukan reformasi birokrasi,
bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan semudah membalik tela-
pak tangan. Ada banyak keharusan yang dipenuhi, khususnya
keberadaan dan peran seorang pemimpin yang menjadi motor
bagi implementasi perubahan itu sendiri. Dan, yang pen? ng lagi
adalah bagaimana se? ap pemimpin reformasi birokrasi menyadari
bahwa gagasan dan upaya reformasi birokrasi itu dalam bahasa
agamanya adalah ibda binafsik, atau harus dimulai dari diri sendiri.
Prof. Harkristu? Harkrisnawa, Direktur Jenderal Perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Ma nusia, dan Prof. Rhenald Kasali, Guru Besar Manajemen Uni-
versitas Indonesia, melihat pemimpin dalam dimensi proses

61PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
reformasi birokrasi. Jika Rhenald melihat bahwa pemimpin adalah
bagian yang perlu direformasi, maka Harkris? tu? menilai bahwa
pemimpin adalah fi gur yang memberikan pendekatan berbeda
dari reformasi birokrasi agar reformasi tersebut dapat dijalankan.
Catatan Harkristu? menjadi relevan, karena reformasi birokrasi
mempunyai konsekuensi bersimpangan dengan kebijakan publik
yang ada, baik berupa peraturan perundangan, hukum, maupun
regulasi, sehingga tantangannya adalah membuat reformasi berja-
lan ? dak berliku, tetapi ? dak menabrak kebijakan yang ada.
Dus, simpulannya, leader ma? er! Jika pemimpin menjadi kunci
keberhasilan reformasi birokrasi, lantas apa yang perlu dilakukan?
Pertama-tama, harus disadari bahwa pemimpin di birokrasi, khu-
sus nya di puncak pimpinan, yaitu Presiden, Gubernur, Walikota,
dan Bupa? adalah pemimpin yang ? dak dipilih melalui proses fi t
and proper yang penuh, seper? halnya memilih direktur utama
perusahaan. Ada pilihan poli? k yang dilakukan oleh rakyat melalui
Pemilihan Umum yang dapat mengeliminasi calon terbaik, dan
mendudukkan calon yang lain. Entah karena prosesnya direkayasa,
ataupun karena memang fi gur tersebut yang dikehendaki rakyat.
Vox populi, vox Deo. Suara rakyat adalah suara Tuhan.
Dengan demikian, perlu disadari sepenuhnya, bahwa jika ada
pemimpin birokrasi yang ? dak memenuhi syarat untuk menjadi
pemimpin reformasi birokrasi, maka solusinya bukanlah digan? ,
melainkan dimampukan; dicakapkan.
Kedua, dengan demikian, pola pikir dalam reformasi birokrasi
adalah:
1. Reformasi birokrasi harus berhasil
2. Untuk itu, diperlukan reformasi birokrasi yang berjalan
dengan baik
3. Untuk mendapatkan reformasi yang berjalan dengan baik,
diperlukan pemimpin birokrasi yang mampu mereformasi
birokrasinya

62PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
4. Siapa pun pemimpin birokrasi, akan lebih mampu memimpin
dalam menjalankan reformasi birokrasi jika mempunyai
kemudi yang baik dan memadai, yaitu dashboard pemimpin
reformasi birokrasi.
Model berfi kirnya digambarkan sebagai berikut:
Dengan demikian, tantangan
terbesar adalah bagaimana kita
membangun “teknologi dashboard
kepemimpinan reformasi birokrasi?
Ukuran-ukuran dan nilai-nilai apa
yang mampu mengungkit (leverage)
kekuatan tersembunyi dari se? ap
pemimpin birokrasi? Bagaimana kita
menjadikannya sebagai sebuah user-
friendly techonology, sebagaimana
telepon tangan (handphone) yang dapat dimanfaatkan dengan
penuh guna, baik oleh Presiden hingga pekerja rumah tangga?
Bagaimana kita memas? kan bahwa teknologi tersebut dibangun
dari suatu bangunan teori yang memadai untuk menjadikannya
sebagai dashboard yang unggul dan dapat dipergunakan oleh
se? ap pemimpin reformasi birokrasi, dalam ar? ? dak perlu
menjadi bahan hujatan akademis, maupun lecehan prak? k, baik
karena mempunyai dukungan teori yang mencukupi, maupun
karena dapat dimanfaatkan oleh para pemimpin tanpa mereka
perlu didampingi oleh konsultan. Bahkan, pada ? ? k yang ekstrim,

63PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Disebut “teknologi” karena mempermudah manusia dalam bekerja.
Teknologi yang terbaik yang pernah ditemukan manusia pada abad ke-19
adalah manajemen. Lihat Drucker (2008).
Model berfi kir “dashboard” dikembangkan oleh pendekatan Balanced-Score-
Card yang dipelopori oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1996; 2000)
bagaimana teknologi ini bekerja sebagaimana olah raga golf,
di mana se? ap pemainnya dipaksa untuk jujur dengan dirinya
sendiri terhadap jawaban-jawaban yang diberikannya dari se? ap
pertanyaan dari se? ap dashboard?
Tantangan tersebut dijawab dengan memahami bahwa pada
akhirnya masalah kualitas pemimpin dan kepemimpinan bukan
lagi berada pada ranah teori atribu? f—atau yang diharapkan
oleh pengikutnya—ataupun teori orang besar—bahwa pemimpin
senan? asa melahirkan pemimpin, sehingga kepemimpinan adalah
masalah pewarisan gen orang besar. Kepemimpinan juga bukan
semata-mata masalah prak? k dan seni, tetapi lebih dari itu.

65PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
A
dalah James M. Kouzes dan
Bary Posner dalam Leadership
Challenge (1996) yang menegas-
kan bahwa kepemimpinan adalah tan-
tang an bagi organisasi, dan sebaliknya
keunggulan organisasi merupakan tan-
tangan abadi dari se? ap pemimpin.
Pada konteks reformasi birokrasi,
kekuat an pemimpin men jadi penentu,
se jak pemahaman refor masi birokrasi
diungkap Osborne dan Gebler dalam
Reinven? ng Government (1992) hingga
rangkaian temuan dan kajian tentang reformasi birokrasi di
Indonesia, khususnya temuan dari Eko Prasojo dkk dalam State
Reform in Indonesia (2007) yang menegaskan bahwa reform of the
bureaucracy must begin with the point of view and the number one
person’s commitment in the country (h. 63), dan Agus Dwiyanto
dalam Reformasi Birokrasi (2010) yang mengungkap gamblang
ketergantungan dari birokrat di ? ngkat atas, menengah, dan
bawah kepada top leader di dalam birokrasi sebagai fakta budaya
paternalisme dalam masyarakat dan demikian pula birokrasi (h.
66-73), serta kajian pengalaman reformasi birokrasi di Singapura
yang dicatat Boon Siong Neo dan Geraldine Chen dalam Dynamic
Governance (2008) yang mengemukakan perlunya para pemimpin
reformasi birokrasi untuk mempunyai kecakapan untuk think
again, think ahead, dan think across.
Safari Kepemimpinan:
Teori dan Praktik Terbaik

66PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
T
antangan terbesar bagi refor-
ma si birokrasi dipahami
bukan se kadar membangun
good government dan kemudian
good governance. Mempergunakan
konsep dari Jim Collins dalam Good
to Great and the Social Sector (2006),
disajikan kemungkinan, bahwa mela-
lui reformasi birokrasi kita dapat men-
transformasikan birokrasi yang buruk
(unsound) ke birokrasi yang unggul
(great). Reformasi birokrasi ? dak
cukup menjadikan birokrasi menjadi
good, karena pada akhirnya good-lah yang menjadi musuh great.
Di dalam good terlalu banyak kenikmatan yang menyebabkan
organisasi birokrasi tenggelam ke dalam zona kenikmatan (comfort
zone) yang membuai. Dan, untuk itu diperlukan pemimpin yang
berkelas Level 5 Leadership, yaitu pemimpin yang mampu
menggabungkan antara dua nilai yang paradoksal: personal
humility dan professional will (h. 34).
Tantangan reformasi birokrasi dan upaya mentransformasikan
birokrasi dari unsound ke great menjadi semakin melipat, dengan
fakta bahwa peradaban se? ap masyarakat telah memasuki
peradaban yang disebut Peter F. Drucker sebagai peradaban
The Next Society (2002). Peradaban itu yang memaksa se? ap
pemerintah untuk semakin inova? f, dengan jenis dan karakter
yang berbeda dengan hari ini, terlebih karena Pemerintah semakin
memegang peran kunci dalam kemajuan peradaban se? ap
masyarakat, tanpa kecuali (h. 109). Dan, karena membuat se? ap
negara cry for leadership! Mereka mencari pemimpin-pemimpin
hebat, dan jika tak mendapa? , mereka hanya dapat meratapi,
karena akan menjadi awal dari akhir peradaban mereka (h. 109).

67PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
H
al yang sama ditemukan oleh
Geoff rey Brewer dan Barb
Sanford dalam Decade of
Change (2011), dari data-data pene-
li? an Gallup (AS), yang memas? kan
bahwa masyarakat hari ini dan ke
depan adalah masyarakat yang ber-
gerak dengan kemungkinan yang tak
terbayangkan oleh birokrasi masa
lalu, sehingga hanya birokasi berikut
atau next bureaucracy yang mampu
merespon dan mempertahankan
per jalan an peradaban masyarakat,
khusus nya di era di mana rasionalitas semakin digusur oleh
bounded ra? onality, ke? ka keputusan-keputusan pen? ng di pasar
ataupun di sosial dikendalikan oleh ilusi kogni? f daripada analisis
rasional (h. 9-10). Ilusi kogni? f adalah pembuatan keputusan yang
digerakkan oleh intuisi daripada rasio, di mana tantangannya
adalah menjadikan rasio sebagai in? intuisi, dengan kecepatan
dan waktu sebagai kata kunci, sementara kualitas sudah bukan
menjadi perdebatan lagi, karena ia harus kualitas ? nggi. Untuk
itu akan diperlukan pimpinan birokrasi yang lugas dan tegas
dalam mengambil keputusan, tanpa tejebak ke dalam dimensi
emosional-intu? ? f, melainkan rasional-intui? f—sebuah model
yang dikembangkan dari pemikiran Prof. Kahneman, penerima
Nobel Ekonomi pada tahun 2002 (Brewer & Sanford, 2011: 6-11).
Namun demikian, pengembangan konsep dashboard
kepemimpinan ? dak dapat mengabaikan kontribusi dari kompi-
lasi pemikiran kepemimpinan yang ditulis oleh Gary Yukl dalam
Leadership in Organiza? on (2006) yang membuka jendela fakta,
bahwa pemimpin dan kepemimpinan dalam organisasi adalah
agenda yang kompleks, dari dimensi personal, organisasional, ke-

68PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
cakapan, keterampilan, kekhususan, hingga e? ka. Tanggung-jawab
pemimpin bahkan merentang dari perencanaan, pelaksanaan,
hingga pengendalian. Kadang ia bermain di depan, di tengah, dan
di belakang—seper? falsafah ing ngarso sung tulodho, ing madyo
mangun karso, dan tut wuri handayani-nya Ki Hajar Dewantara.
Meski ? dak dipungkiri, pemimpin birokrasi adalah seorang change
leader, seper? ditemukan dan diverifi kasi oleh John P. Ko? er
dalam What Leaders Really Do: Kepemimpinan dan Perubahan
(1999) yang secara khusus menekankan perlunya change leader
karena organisasi hari ini adalah organisasi yang berubah, sehingga
tugas pemimpin organisasi adalah memilih strategi perubahan itu
sendiri (h. 26 dst).
Pertanyaannya adalah, apa kriteria untuk menjadi pemimpin
perubah yang berhasil di sektor non-bisnis. William J. O’Neil
merang kum dalam Military and Poli? cal Leaders & Success (2005)
menemukan beberapa faktor unik. Pertama, mereka adalah pribadi
yang disiplin dan punya determinasi. Kedua, mereka membangun
kepercayaan dengan integritas. Ke? ga, mereka memperjuangkan
apa yang mereka yakini sebagai kebaikan. Keempat, mereka senan-
? asa melakukan inovasi kepemimpinan. Kelima, mereka senan? asa
membangun peluang baru untuk organisasi yang mereka pimpin.
Dan, keenam, mereka memo? vasi orang lain—warga organisasi—
untuk menang.
Untuk itu, pada akhirnya diperlukan seorang Real Change
Leaders (RCL), sebagaimana dikembangkan oleh John Katzen-
bach (1996), yang menemukan bahwa para RCL adalah pemimpin
yang mempunyai paling ? dak mempunyai lima kekuatan: komit-
men, keberanian, inisia? f, mo? vasi, dan mampu membuat orang-
orang di sekelilingnya berprestasi (h. 13-14). Seorang RCL adalah
seorang energyzer, yang membuat organisasi yang gagap menjadi
organisasi yang gesit.

69PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
D
engan demikian, temuan akan
pe mim pin reformasi ? dak lagi
membahas tentang kredibilitas
seba gai mana yang diungkap oleh James
M. Kouzes dan Barry Z. Posner dalam
Credibility (1993) yang menyebut se? dak-
nya empat muatan kredibilitas, yaitu
honest, forward looking, inspiring, dan
competent. Bukan karena ? dak pen? ng,
tetapi karena memang ? dak perlu di per-
de batkan ar? pen? ngnya. Juga sudah me -
lewa? bahasan tentang integritas, sebagai-
mana dikupas oleh James F. Bracher dan Daniel E. Hallo ran dalam
Integrity Ma? ers (2004), yang mengemukakan bahwa kejujuran,
disiplin, dan kese? aan adalah kun ci integritas. Bukan juga karena ? -
dak pen? ng, karena sudah ? dak perlu di per debatkan ar? pen? ng nya.
Karena kualitas kepemimpinan bagi pemimpin reformasi birokrasi
mulai memasuki ranah yang disebut oleh Warren Bennis, Jagdish
Parkh, dan Ronnie Lessem sebagai Beyond Leadership (1994), di mana
kepemimpinan bukanlah isu yang diketahui oleh para pemimpin,
melainkan disadari. Dari fak ta ketahuan (knowing) menjadi fakta
ke sa dar an (consciousness). Dan, ini bukan masalah pemimpin yang
melambung di langit, menjadi fi lsuf, melainkan pemimpin yang di
bumi dan membumi. Karena daya topang kekuatan kepemimpinan
ditransformasikan dari pengetahuan tentang kepemimpinan menjadi
apa yang disebut oleh Jon E. Rehfeld sebagai alchemy of a leader
(1994). Sebuah penyadaran bahwa kepemimpinan mempunyai se-
nya wa kimia yang ? dak sekedar “barat” atau “? mur”, tetapi senyawa
keduanya. Pemahaman ini menjadi kata kunci karena, pem belajaran
para pemimpin birokrasi ke Barat—Eropa Barat maupun AS—
? dak serta-merta merubah mereka menjadi sosok yang berbeda,
melainkan menjadikan mereka sebagai sosok yang lebih “menger? ”.

70PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
S
afari pembelajaran kepe-
mim pinan menge rucut
kepada fakta pemimpin
yang akuntabel. Gerald A. Kraines
dalam The Accountable Leadership
(2001) meyakinkan kita bahwa di
balik horison kepemimpinan dan
senyawa kimia kepemimpinan,
yang ada adalah pemimpinyang
bertanggungjawab atas kepemim-
pinan nya. Ia adalah orang yang
membangun organisasinya men-
jadi organisasi yang bertang gung-
jawab. Itulah esensi dari reformasi
birokrasi. Bukan karena pada hari
ini birokrasi merupakan organisasi yang ? dak bertanggungjawab
kepada lingkungannya—meski kadang terjadi demikian—namun
yang lebih pen? ng adalah makna dan kualitas “tanggung-jawab”
birokrasi berubah dari waktu ke waktu.
Pertanyaannya adalah: bagaimana membangun the
accountable leadership? Pertama, mereka adalah pribadi yang
mampu dan cakap dalam mengelola dirinya sendiri. Jim Biolos
dkk (eds.) merangkum sejumlah peneli? an dari Harvard Business
School tentang bagaimana memanajemeni diri sendiri dalam serial
Managing Yourself (2004). Kedua, mampu membangun kualitas
kepemimpinan dari dalam diri sendiri, seper? yang dianjurkan
oleh Howard G. Haas dan Bob Tamarkin dalam The Leader Within
(1992). Alasannya sederhana dan faktual: terlalu banyak organisasi
yang overmanaged and underled, karena para pemimpinnya gagal
mengembangkan kualitas kepemimpinan secara organik dari
dalam dirinya sendiri (h. 1). Ke? ga, ia harus menjadi ekseku? f yang
efek? f.

71PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
A
dalah Peter F. Drucker, da-
lam bukunya The Eff ec? ve
Execu? ve (2007) yang me-
nge mukakan lima ciri ekseku? f yang
efek? f. Pertama, ia tahu bahwa
waktu berjalan dengan cepat, untuk
itu ia senan? asa mengelola se? ap
urusan dengan sistema? s dan
mampu mengendalikan prosesnya.
Kedua, ia adalah orang yang fokus
kepada kontribusi daripada sekedar
bekerja, sehingga pertanyaan di
benaknya senan? asa “apa hasil yang
diharapkan dari keberadaan saya”,
lebih dari sekedar menyelesaikan
pekerjaan. Ke? ga, ia adalah orang yang fokus kepada kekuatannya,
dan bukan kepada kekurangannya, sehingga ia ? dak memulai dari
apa yang ? dak dapat dilakukannya. Keempat, ia adalah orang yang
fokus kepada beberapa area kinerja utama yang menghasilkan hasil
yang menakjubkan. Kelima, ia adalah orang yang mampu membuat
keputusan yang efek? f, ? dak peduli bagaimana pun sistemnya,
ling kungannya, bahkan orang-orang di sekelilingnya. Karenanya, ia
lebih mengedepankan kapasitas dirinya untuk membuat penilaian
(judgement) yang didasari kepen? ngan organisasi daripada kon-
sensus atas fakta-fakta dan alterna? f-alterna? f.

72PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
A
khirnya, pemimpin
reformasi yang berhasil
adalam pemimpin yang
menyadari bahwa kepemimpinan
berkenaan dengan manusia: dari
manusia, oleh manusia, untuk
manusia. Karena perubahan
adalah kata yang –disadari atau
? dak—adalah kata yang ? dak
banyak disukai. Manajemen per-
ubahan pada dasarnya “sesulit
perubahan itu sendiri”. Seper?
kata pendiri ilmu administrasi
publik, Woodrow Wilson, “If
you want to make enemies, try
to change something” (Kirby, 2004: 1). Karena itu, nasihat dari
Stephen P. Robbins perlu diagendakan, yaitu bagaimana pemimpin
mempunyai pengetahuan tentang The Truth About Managing
People (2008), karena pada akhirnya, pemimpin reformasi birokrasi
perlu menemukenali ? ? k-? ? k perlawanan kunci dari manusia yang
dipimpinnya, dan memenangkan perang dengan damai di sana.
Dan, masalah kuncinya adalah masalah bagaimana pemimpin
dipercaya untuk memimpin perubahan dalam rupa reformasi
biro krasi. Social eligibility menjadi lebih gen? ng—dan pen? ng—
daripada organiza? onal eligibility. Les T. Csorba merumuskannya
dalam satu kata kunci: Trust (2004).
Agenda membangun dashboard kepemimpinan menjadi
sebuah perjalanan menarik dan pen? ng dalam tugas memas? -
kan agar reformasi birokrasi berjalan bukan saja dengan baik dan
berhasil, namun juga dapat dijalankan dengan mudah atau nyaman
dan menyenangkan. Ini menjadi kata kunci, karena pada dasarnya,
pemimpin yang mampu membawa organisasinya menjadi sukses,

73PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
sebagaimana dikemukakan Peter F. Drucker dalam pengantarnya
pada The Leader of the Future (1996), adalah orang-orang yang
berlainan satu sama lain. Dari peneli? annya selama lebih dari 50
tahun, Drukcer menemukan bahwa para pemimpin yang efek? f
mempunyai berbagai-bagai karakter pribadi, ada yang pemarah,
ada yang pendiam, ada yang introvert, ada pula yang extrovert.
Namun yang pas? mereka ? dak mempunyai personality trait yang
disebut sebagai kharisma, atau se? daknya mereka ? dak pernah
mempergunakan is? lah tersebut bagi dirinya.
Para pemimpin yang efek? f adalah mereka yang dikenali dari
empat ciri pemimpin. Pertama, mereka paham bahwa defi nisi
pemimpin adalah mereka yang mempunyai pengikut, karena
mereka diiku? . Kedua, pemimpin efek? f bukanlah seseorang
yang dicintai ataupun dipuja. Kepemimpinan bukanlah masalah
popularitas, tetapi masalah hasil yang diberikannya. Ke? ga,
mereka tahu bahwa pemimpin adalah seseorang yang terlihat,
atau sangat nampak, sehingga mereka tahu bahwa tugas mereka
adalah membangun teladan-teladan dan contoh-contoh. Keempat,
mereka tahu bahwa kepemimpinan bukanlah tentang jabatan,
kedudukan, ataupun kewenangan; kepemimpinan adalah tentang
tanggung-jawab.

BAGIAN III

77PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
P
emimpin dan perubahan adalah dua sisi dari keping uang
reformasi birokrasi. Amatan, temuan, dan pengalaman
para narasumber dari buku ini, diperkaya dengan hasil
safari keilmuan dan prak? k terbaik baik di manajemen perubahan
organisasi secara umum, maupun reformasi birokrasi secara
khusus, mengerucut dalam produk berupa dashboard untuk
pemimpin reformasi birokrasi. Kata kunci yang diambil dari para
narasumber dan safari kepustakaan adalah bahwa pemimpin
reformasi birokrasi bertanggung-jawab sepenuhnya terhadap
keberhasilan reformasi birokrasi. Sebuah premis yang mempunyai
konsekuensi logis bahwa se? ap pemimpin reformasi birokrasi
perlu in control dalam reformasi birokrasinya. Ia mengendalikan
perencanaan, pelaksanaan, pemiliknya, pelanggannya, proses
refor masi birokrasinya an sich, dan mengendalikan diri pribadi dan
lingkungannya. Dengan demikian, terdapat empat dashboard bagi
pemimpin birokrasi yang memimpin reformasi birokrasi, yaitu:
● Dashboard Pertama: In Control pada Perencanaan dan
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada organisasi yang
dipimpinnya;
● Dashboard Kedua: In Control untuk memenuhi tuntutan
owner, yaitu Presiden, sebagai lembaga yang secara struktural
formal mengamanatkan reformasi birokrasi, dan customer,
Dashboard Pemimpin
Reformasi Birokrasi
Sebuah Simulasi

78PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Antara lain diungkap pada pemikian Anies Baswedan, Rhenald Khasali,
Antara lain diungkap pada pemikiran Eko Prasojo, Eri Riyana Hardjapamekas,
Rhenald Khasali
Antara lain diungkap pada pemikiran Anies Baswedan, Eri Riyana Hardjapamekas,
Hermawan Kartajaya, Rheinald Kasali,
yaitu publik atau masyarakat, sebagai pihak yang berhak
mendapatkan kebaikan dan nilai sebagai hasil reformasi
birokrasi;
● Dashboard Ke? ga: In Control dalam Proses Reformasi Birokrasi,
di mana prosesnya diserahkan kepada organisasi birokasi
masing-masing, dengan dikelompokkan pada dua kluster
generik, yaitu perubahan dan pelembagaan (perubahan)
● Dashboard Keempat: In Control secara internal, yang
berkenaan dengan kapasitas, dan eksternal, yang berkenaan
dengan pengaruh
Gambar 2. Empat Dashboard Utama untuk Pemimpin Reformasi
Birokrasi:
Beberapa karakter dari dashboard yang dikembangkan adalah:
1. Terdapat empat dashboard utama, yang masing-masing dibagi
menjadi 6 dashboard, sehingga terdapat total 24 dashboard.
2. Se? ap dashboard berupa skala keunggulan dari yang terendah

79PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
hingga terunggul dari pemimpin birokrasi yang melakukan
reformasi birokrasi. Skor terendah adalah 10, dan skor ter? nggi
adalah 50.
3. Se? ap skala diwakili oleh satu perangkat daL ar pertanyaan
yang terdiri dari 5 (lima) pertanyaan yang dapat diisi hanya oleh
pemimpin dimaksud.
4. Jawaban yang diberikan oleh pemimpin dimaksud secara jujur
dan jawaban dirahasiakan oleh yang bersangkutan, dengan
asumsi jika yang bersangkutan masih belum masuk pada
bar ? nggi, dapat menjangkau bar di atasnya, dengan cara
memampukan dirinya untuk menjawab pertanyaan dengan
jawaban yang berada pada bar di atasnya.
5. Dashboard ini digunakan hanya oleh pemimpin, tanpa perlu
didampingi oleh asisten atau staf.
Masing-masing dashboard digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Dashboard Pertama untuk Pemimpin Reformasi
Birokrasi: In control untuk Perencanaan dan Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi pada organisasi yang dipimpinnya

80PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Pemimpin dan perubahan adalah dua sisi dari keping
uang reformasi birokrasi. Amatan, temuan, dan pengalaman
para narasumber dari buku ini, diperkaya dengan hasil safari
keilmuan dan prak? k terbaik baik di manajemen perubahan
organisasi secara umum, maupun reformasi birokrasi secara
khusus, mengerucut dalam produk berupa dashboard untuk
pemimpin reformasi birokrasi. Kata kunci yang diambil dari para
narasumber dan safari kepustakaan adalah bahwa pemimpin
reformasi birokrasi bertanggung-jawab sepenuhnya terhadap
keberhasilan reformasi birokrasi. Sebuah premis yang mempunyai
konsekuensi logis bahwa se? ap pemimpin reformasi birokrasi
perlu in control dalam reformasi birokrasinya. Ia mengendalikan
perencanaan, pelaksanaan, pemiliknya, pelanggannya, proses
reformasi birokrasinya an sich, dan mengendalikan diri pribadi dan
lingkungannya. Dengan demikian, terdapat empat dashboard bagi
pemimpin birokrasi yang memimpin reformasi birokrasi, yaitu:
Gambar 4. Dashboard Kedua untuk Pemimpin Reformasi
Birokrasi: In control untuk memenuhi tuntutan owner (Presiden)
dan customer (masyarakat)

81PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Antara lain diungkap pada pemikiran Eko Prasojo, Eri Riyana Hardjapamekas,
Hermawan Kartajaya, Nasaruddin Umar, Rheinald Kasali, Harkristuti Harkrisnowo
Gambar 5. Dashboard Ke? ga untuk Pemimpin Reformasi
Birokrasi: In control dalam Proses Reformasi Birokrasi
Gambar 6. Dashboard Keempat untuk Pemimpin Reformasi
Birokrasi: In control secara internal dan eksternal

82PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Dashboard ini bersifat asesmen pribadi dari para pimpinan,
karena itu beberapa manual pen? ng yang perlu diketahui dalam
memanfaatkannya, yaitu:
1. Terdapat 4 Dashboard Pemimpin
2. Masing-masing terdapat 6 panel
3. Total terdapat 6 x 4 = 24 panel dashboard pemimpin reformasi
birokrasi
4. Masing-masing bersifat self-assesed dashboard panel
5. Asesmen berupa satu set pertanyaan dari bobot terendah dan
ter? nggi (daL ar pertanyaan terlampir)
6. Se? ap set pertanyaan mendapatkan nilai 10 hingga 50, di mana
pada dashboard diwakili angka 1 hingga 5
7. Para pemimpin dapat menilai sendiri kualitas kepemimpinan
reformasi mereka dengan melihat skor pada masing-masing
dashboard, dengan skor terendah (paling buruk) adalah 240,
dan skor ter? nggi (paling baik) adalah 1200.
8. Skor
9. Para pemimpin yang ? dak berani ataupun ? dak mampu
menentukan kualitas dashboard-nya adalah pemimpin yang
berada di bawah kondisi paling buruk—dengan skor di bawah
240; dimungkinkan pula seorang pemimpin mempunyai skor
sampai 0, yang berar? “di bawah ? ? k beku”.

83PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Rentang total dari masing-masing board beserta maknanya
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7. Bar penilaian kualitas kepemimpinan RB
pada dashboard kepemimpinan RB
Dengan mencerma? bar di atas, para pemimpin dapat menilai
sendiri kualitas kepemimpinan reformasi birokrasinya, sambil
menelisik akan “pekerjaan rumah” apa saja yang perlu diselesaikan.
Pada ? ngkat yang lebih abstrak, dapat dikembangkan peta
kesenjangan antara trajektori reformasi birokrasi yang ditetapkan
dengan yang ada, sebagaimana digambarkan berikut ini.

84PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Gambar 7. Ilustrasi kesenjangan antara trajektori reformasi
birokrasi dan fakta reformasi birokrasi
Bagi para pengembang keilmuan, model di atas dapat dikem-
bangkan lebih lanjut sebagai instrumen untuk mengendalikan
reformasi birokrasi agar ? dak melenceng dari jalur yang ditetapkan
–trajektori.

85PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Penutup
Rajeev Peshwaria dalam pene li-
? annya menemukan bahwa sebagi an
besar pemimpin cenderung menja-
di boss daripada leader. Dalam
Too Many Bosses, Too Few Leaders
(2011), Peshwaria mengemukakan
bahwa ke? ka seorang pemimpin
? dak bersedia, ? dak mampu,
atau ? dak berhasil mengenerjikan
(energizing) organisasi organisasinya,
maka itulah ? ? k di mana seorang pe-
mimpin menjadi boss, yaitu pribadi
yang bisanya memerintah. Tatkala
ia berhasil mentransformasikan
enerji nya ke seluruh organisasi, maka ia menjadi seorang leader.
Model pikir ini yang dijadikan pemahaman dasar dari keyakinan
bahwa ? dak ada seorang pemimpin birokrasi pun yang ? dak
mampu memimpin reformasi birokrasi pada organisasinya. Se? ap
pemimpin mempunyai enerji di dalam dirinya dalam jumlah yang
berlipat besarnya dibanding mereka yang dipimpinnya. Energizing
the organiza? on adalah kata pamungkas dari seorang pemimpin
reformasi yang berhasil. Itu pula yang menjadi pijakan dari
dashboard kepemimpinan yang dibangun di sini.
Keseluruhan pemikiran dari para narasumber—Prof. Eko
Prasojo, Prof. Nasarudin Umar, Prof. Harkristu? Harkrisnowo, Prof.
Anies Baswedan, Prof. Rhenal Khasali, Hermawan Kartajaya, Ery
Riyana Hardjapamekas—menjadi muatan dari se? ap panel dash-
board yang dibangun. Pertanyaan akhirnya adalah: “bagaimana

86PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
jika skor nya sudah mencapai ter? nggi?” Ada ? ga jawaban.
Pertama, cek ulang, apakah kita telah mengisinya dengan jujur.
Jika belum, cari lagi, mana yang ter? nggal untuk di? ngkatkan.
Kedua, jika memang sudah jujur mengisinya, maka Anda harus da-
pat memas? kan bahwa reformasi berjalan baik dan memberikan
hasil. Jika belum, pas? ada yang salah, dan cek ulang dasboard
Anda. Barangkali ada “kabut” yang menutup kaca dashboard,
sehingga kita kurang jelas melihatnya. Ke? ga, jika kita telah
mengisi dengan benar dan jujur, dan reformasi birokrasi berjalan
baik dan memberikan hasil, maka ada tugas baru menan? : bagilah
pengalaman prak? k terbaik Anda kepada rekan-rekan pemimpin
reformasi birokrasi yang lain. Karena, pada akhirnya akan terjadi
proses saling pupuk (cross-fer? liza? on) di antara para pemimpin
reformasi, khususnya mereka yang berhasil. Kekayaan pengetahuan
tentang prak? k reformasi birokrasi yang berhasil di Indonesia akan
menjadi kemanfaatan bagi negara-negara berkembang lainnya.
Indonesia sudah waktunya untuk kembali sebagai the leading
na? on, khususnya di kalangan negara berkembang. Jika di tahun
1955 adalah Konferensi Asia Afrika, maka di tahun 2015—paling
lambat—adalah memberi contoh pada reformasi birokrasi yang
berhasil pada konteks negara berkembang.

88PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Abeng, Tanri, (2001), Indonesia Inc., Singapore: Times
Azhari, (2011), Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Boon Siong Neo dan Geraldine Chen dalam Dynamic Governance
(2008), Singapore: World Scien? fi c Publishing Company
Bennis, Warren, Jagdish Parkh, & Ronnie Lessem, (1994),
Beyond Leadership, Cambridge: Blackwell
Bracher, James F., & Daniel E. Halloran (2004), Integrity Ma? ers,
Bagder-CA: Torchlight Publishing
Caiden, Gerald E., 1969, Administra? ve Reform, London:
Allen and Penguin Press
Caiden, Gerald E., 1991, Administra? ve Reform Comes of Age,
Berlin/New York: De Gruyter
Collins, Jim, (2001), From Good to Great, New York:
Random House
Collins, Jim, (2006), Good to Great and the Social Sector, London:
Random House
Csorba, Les T., (2004), Trust: The One Thing that Makes of Breaks
A Leader, Nashvile : Oliver Nelson Publishers
Drucker, Peter F., (2002), The Next Society, New York: Truman
Talley-St. Mar? n
Drucker, Peter F. (2007, 1967), The Eff ec? ve Execu? ve,
Amsterdam: Elsevier
Kepustakaan

89PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Drucker, Peter F., (2008), Management –Revised Edi? on,
New York: Collin Business
Dwiyanto, Agus, dkk, (2002), Reformasi Birokrasi Publik di
Indonesia, Yogyakarta: PSKK-UGM
Dwiyanto, Agus, (2010), Reformasi Birokrasi, Jakarta: Gramedia
Farazmand, Ali, (ed), (2002), Administra? ve Reform in the
Developing Countries, London: Preger
Geoff rey, Brewer, & Barb Sanford, (eds.), (2011) Decade of
Change, New York: Gallup Pres
Haas, Howard G., & Bob Tamarkin (1992), The Leader Within,
New York: HarperBusiness

LAMPIRAN

93PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
P
ara pemimpin reformasi birokrasi diharapkan mampu
mengisi kolom jawaban, masing-masing dengan jawaban
akan mendapatkan nilai bobot keunggulan dengan skala 10
sampai dengan 50. Para pemimpin diminta mengisi secara mandiri
(self assessment), tanpa pendamping.
Dashboard Pertama untuk Pemimpin Reformasi Birokrasi:
In control untuk Perencanaan dan Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi pada organisasi yang dipimpinnya
Dashboard
Untuk Pemimpin
Reformasi Birokrasi
Sebuah Simulasi

94PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Sub-dashboard visioning
Apakah visioning itu?
PLANNING
Rancangan
RB disusun
atas
pemikir an
saya
terhadap
rancangan
organisasi
birokrasi
yang saya
pimpin
masa
depan
50
Rancangan RB
disusun atas
pe mikir an
saya ter hadap
rancangan
organisasi
birokrasi yang
saya pimpin
masa depan
dan visi dari
atasan saya
40
Rancangan
RB disusun
atas
pemikir an
saya
terhadap
rancangan
organisasi
birokrasi
yang ideal
yang dapat
berlaku di
mana saja
30
Rancangan
RB disusun
atas
pemikiran
Tim
Perumus
Rencana
Strategis
Reformasi
Birokrasi di
kantor saya
20
Rancangan
RB disusun
atas
perintah
undang-
undang
dan
peraturan
tentang
Reformasi
birokrasi
10

95PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Sub-dashboard commanding
Apakah commanding itu?
Saya
memimpin
sendiri
proses
perumusan
rencana
strategis
reformasi
birokrasi
50
Perumusan
Rencana
Strategis Re-
formasi Bi-
rokrasi saya
delegasikan
kepada
sebuah Tim
Khusus
40
Perumusan
Rencana
Strategis
Reformasi
Birokrasi
dirumuskan
oleh Tim
kantor kami
dan kantor
lain secara
terpadu
30
Tim
Perumus
Rencana
Strategis
Reformasi
Birokrasi
diarah-
kan oleh
Tim dari
Kemente-
ri an yang
bertugas
meng-
gerakkan
reformasi
birokrasi
20
Kami
menerima
dokumen
rencana
strategis
reformasi
birokrasi
dari
Kementeri-
an yang
bertugas
meng-
gerakkan
refor masi
birokrasi
untuk kami
pakai, kare-
na itu adalah
kelaziman
10

96PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Apakah deciding itu?
Catatan: jika ? dak dapat menjawab, maka pimpinan yang bersangkutan perlu
diberikan pela? han kepemimpinan dan perencanaan strategis
Sub-dashboard deciding
Saya ? dak
memerlu-
kan waktu
yang lama
untuk me-
mutuskan
dan mene-
tapkan
dokumen
rencana
strategis
reformasi
birokrasi:
kurang dari
1 minggu
50
Sebagai
pimpinan,
saya meli-
batkan para
staf untuk
memutus-
kan dan
menetapkan
dokumen
rencana
strategis
reformasi
birokrasi
40
Setelah
melalui
proses yang
melelah-
kan, maka
setelah
6 bulan
akhirnya
dokumen
rencana
strategis
reformasi
birokrasi
dapat
ditetapkan
30
Ha-
rus diakui,
? dak
mudah
memutus-
kan dan
menetap-
kan
do ku men
rencana
strategis
reformasi
birokrasi
20
Sebagai
pimpinan
organisasi
birokrasi
yang
santun, saya
menunggu
organisasi
birokrasi
yang lain
lebih dulu
untuk
memutus-
kan dan
menetap-
k an
dokumen
rencana
strategis
reformasi
birokrasi
10

97PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Sub-dashboard alloca? ng
Saya benar-
benar tahu
sumber-
daya yang
tersedia
untuk
melakukan
reformasi
birokrasi,
dan saya
telah
mengalo-
kasikannya
dengan
tepat
50
Saya memin-
ta staf untuk
memetakan
sumber-
daya yang
tersedia
untuk
melakukan
reformasi
birokrasi,
dan
kemudian
saya menga-
lokasikannya
40
Saya selalu
meminta
nasihat pe-
jabat di atas
saya untuk
menetapkan
sumberdaya
reformasi
birokrasi,
dan kemudi-
an dari arah-
an beliau
pula saya
melakukan
alokasinya
30
Mudah
saja untuk
melakukan
penetapan
dan alokasi
sumber-
daya
reformasi
birokrasi.
Saya lihat
peraturan
yang ada,
laksanakan
20
Mengenali
sumber-
daya yang
tersedia
untuk
reformasi
birokrasi
adalah
masalah
yang ? dak
mudah,
apalagi
mengaloka-
sikannya
10
Apakah alloca? ng itu?
IMPLEMENTING

98PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Apakah energizing itu?
Sub-dashboard energizing
Ada ? m
reformasi
birokrasi
yang saya
pimpin
sendiri,
yang
se? ap saat
menye-
manga?
seluruh
warga
organisasi
untuk
mema-
suki ranah
reformasi
birokrasi
50
Saya kira,
pekerjaan
pokok saya
adalah
melakukan
reformasi
birokrasi,
sehingga
saya perlu
untuk terus-
menerus
meyakinkan
seluruh ang-
gota organi-
sasi dan ikut
melakukan
reformasi
bersama
mereka
40
Dengan
membentuk
? m reforma-
si birokrasi
yang unggul,
saya percaya
reformasi
birokrasi
akan
berjalan
sen diri
secara alami,
bahkan
tanpa
kehadiran
saya
sekalipun
30
Saya
percaya
dengan si-
fat-sifat baik
manusia,
sehingga
saya
hanya perlu
melakukan
sosialisasi
tentang
reformasi
birokrasi,
dan setelah
itu mereka
akan ber-
usaha keras
membuat-
nya terjadi
20
Sesuai
de ngan
prinsip
birokrasi
yang
ada, jika
peraturan
sudah
ditetapkan,
semua
orang wajib
mengiku? -
nya, tanpa
kecuali.
Jadi yang
terpen-
? ng, buat
aturannya
dulu.
10

99PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Sub-dashboard controlling
Saya
sendiri ikut
memas? -
kan secara
riil bahwa
reformasi
berjalan
dengan
baik,
dengan
mendi-
sain suatu
metode
monitoring,
evaluasi,
dan peng-
ganjaran
yang efek? f
50
Saya
mendapat-
kan laporan
monitoring
dan evalu-
asi dari Tim
Reformasi
Birokrasi
yang ada di
kantor saya
40
Sistem
monitoring
dan evaluasi
pelaksanaan
reformasi
birokrasi
di kantor
kami sudah
sangat baik,
sehingga
dapat saya
andalkan
untuk
memantau
kemajuan
reformasi
birokrasi di
kantor saya
30
Sesuai
kebiasaan,
kami
merekrut
konsultan
untuk
melakukan
monitoring
dan evalu-
asi proses
reformasi
birokrasi
yang ber-
jalan
20
Tidak usah
repot-
repot,
jika ada
masalah
dalam
pelaksaan
reformasi
birokrasi,
pas? ada
yang mela-
porkan ke-
pada saya,
se? daknya
kepada
bawahan
saya, untuk
kemudian
saya ambil
? ndakan
10
Apakah controlling itu?
Catatan: jika ? dak dapat menjawab, maka pimpinan yang bersangkutan perlu
diberikan pela? han manajemen

100PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Dashboard Kedua untuk Pemimpin Reformasi Birokrasi:
In control untuk memenuhi tuntutan “owner” (Presiden)
dan “customer” (masyarakat)

101PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Sub-dashboard efi sien (1)
Se? ap
3 bulan
setelah
reformasi
birokrasi di-
laksanakan,
saya perin-
tahkan
untuk ukur
peningkat-
an efi siensi
dari kar-
y a w a n
kantor dan
pengguna-
an ? ap
sumber-
daya, dan
itu saya
kontrol
langsung
50
Saya perin-
tahkan
untuk ukur
peningkatan
efi siensi dari
karyawan
kantor dan
penggunan
sumberdaya
yang ada,
mulai uang
sampai
waktu,
tanpa saya
harus kon-
trol sendiri
40
Saya mem-
percayakan
kepada Tim
RB untuk
membuat
kajian ber-
kala pening-
katan efi si-
ensi kantor
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
30
Saya punya
prinsip,
la? h orang-
orang agar
efi sien,
kemudian
perintah-
kan efi sien,
monitor
mereka,
selesai
20
Proses
efi siensi
adalah
proses
yang alami
yang terjadi
pada se? ap
organisasi,
bahkan
tanpa perlu
reformasi
birokrasi
pun sudah
bisa
10
Apakah efi sien itu?
OWNER

102PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Sub-dashboard efi sien (2)
Saya mem-
berikan
laporan
peningkat-
an efi siensi
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
bulan
50
Saya mem-
berikan
laporan
peningkatan
efi siensi
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi se-
? ap 3 bulan
40
Saya mem-
berikan
laporan
peningkatan
efi siensi
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi se-
? ap 6 bulan
30
Saya mem-
berikan
laporan
peningkat-
an efi siensi
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
biasanya
lebih dari 6
bulanan
20
Saya mem-
berikan
laporan
peningkat-
an efi siensi
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap akhir
tahun
10

103PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard efek? f (1)
Bagi saya,
hasil akhir
adalah
sangat
pen? ng,
sehingga
saya perlu
memas-
? kannya
sendiri
Teamwork
adalah kata
kunci dari
keberhasil-
an, dan saya
lebih meng-
andalkan
kepada ? m
reformasi
birokrasi
untuk
memas? kan
pencapai-
an hasil
reformasi
birokrasi
Rentang
kebehasilan-
kegagalan
reformasi
birokrasi
amatlah
lebar,
sehingga
kita perlu
berha? -ha?
menetapkan
hasil, apalagi
menilainya
Keberhasil-
an refor ma-
si birokrasi
di kantor
kami ? dak
lebih buruk
daripada
kantor-
kan tor
yang lain
yang setara
de ngan
kantor saya
Organisasi
yang efek? f
bagi saya
adalah
masalah
lumrah,
? dak perlu
dibahas
bahwa ia
adalah
hasil dari
reformasi
birokrasi.
Tanpa itu
pun, pas?
bisa
Apakah efek? f itu?

104PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard efek? f (2)
Saya mem-
berikan
laporan
pening-
katan
efek? vitas
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
bulan
Saya mem-
berikan
laporan
peningkatan
efek? vitas
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi se-
? ap 3 bulan
Saya mem-
berikan
laporan
peningkatan
efek? vitas
kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi se-
? ap 6 bulan
Saya mem-
berikan
laporan
peningkat-
an efek? vi-
tas kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
biasanya
lebih dari 6
bulanan
Saya mem-
berikan
laporan
peningkat-
an efek? vi-
tas kepada
atasan (cq
Presiden)
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap akhir
tahun

105PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
50 40 30 20 10
Sub-dashboard mengkreasikan nilai (1)
Sub-dashboard mengkreasikan nilai (2)
Harus ada
sesuatu
yang baru
dan unik
dibuat oleh
birokrasi
yang mem-
buat rakyat
takjub akan
kehebatan-
nya
Harus ada
sesuatu
yang baru
dan unik
dibuat oleh
birokrasi
yang mem-
buat rakyat
takjub akan
kehebatan-
nya
Kinerja bi-
rokrasi pasca
reformasi
birokrasi
adalah
membuat
rakyat me-
nyukainya
Kinerja bi-
rokrasi pasca
reformasi
birokrasi
adalah
membuat
rakyat me-
nyukainya
Birokrasi
hasil dari
reformasi
birokrasi
adalah bi-
rokrasi yang
melayani
Birokrasi
hasil dari
reformasi
birokrasi
adalah bi-
rokrasi yang
melayani
Bentuk
baru dari
birokrasi
hasil re-
for masi
birokrasi
adalah
birokrasi
yang ram-
ping dan
efi sien
Bentuk
baru dari
birokrasi
hasil
reformasi
birokrasi
adalah
birokrasi
yang ram-
ping dan
efi sien
Meng-
kreasikan
nilai atau
value
crea? on
adalah is-
? lah bisnis
yang ? dak
relevan
untuk bi-
rokrasi
Meng-
kreasikan
nilai atau
value
crea? on
adalah is-
? lah bisnis
yang ? dak
relevan
untuk bi-
rokrasi
Apakah mengkreasikan nilai itu?
Catatan: jika ? dak dapat menjawab, maka pimpinan yang bersangkutan perlu
diberikan pela? han perilaku organisasi

106PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard responsive (1)
Saya senan-
? asa cek,
apakah bi-
rokrasi saya
menger?
apa ke-
butuhan
rakyat,
dengan
cara
bertanya
kepada
rakyat
Saya minta
konsul-
tan dari
perguru an
? nggi untuk
menilai
apakah bi-
rokrasi saya
menger?
apa kebu-
tuh an rakyat
Tim RB
melaporkan
kepada saya
bahwa ter-
jadi proses
peningkatan
responsi-
vitas dari
birokrasi
kepada saya
Sesekali
saya meng-
ingatkan
kepada
aparat di
kantor
agar peka
terhadap
rakyat
Responsif
itu harus.
Kalau perlu
tanpa perlu
reformasi
birokrasi.
Ia bahkan
dapat ada
dengan
sendirinya
Apakah responsive itu?
CUSTOMER

107PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard responsive (2)
Saya mem-
berikan
laporan
peningka-
tan re-
sponsivitas
birokrasi
kepada
publik
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
bulan
Saya
memberikan
laporan
peningkatan
responsivi-
tas birokrasi
kepada
publik
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
3 bulan
Saya
memberikan
laporan
peningkatan
responsivi-
tas birokrasi
kepada
publik
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
6 bulan
Saya mem-
berikan
la poran
peningkat-
an respon-
sivitas
birokrasi
kepada
publik
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
biasanya
lebih dari
6 bulanan
Saya
memberikan
laporan
pening kat an
respon sivitas
birokrasi
kepada
publik
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
akhir tahun

108PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard akuntabel (1)
Saya senan-
? asa cek,
apakah bi-
rokrasi saya
menger?
apa dan
bagaimana
bertang-
gung-jawab
kepada
r ak yat,
de ngan
cara
bertanya
kepada
rakyat
Saya minta
konsul-
tan dari
perguru an
? nggi untuk
menilai
apakah biro-
krasi saya
menger?
apa dan
bagaimana
bertang-
gung-jawab
kepada
rakyat
Tim RB
melaporkan
kepada saya
bahwa ter-
jadi proses
peningkatan
akuntabilitas
dari biro-
krasi kepada
saya
Sesekali
saya meng-
ingatkan
kepada
aparat di
kantor
agar ingat
bahwa
mereka
bertang-
gung-jawab
kepaada
rakyat
Masalah
tanggung-
jawab ke-
pada rakyat
? dak usah
diberitahu,
diajarkan,
apalagi
pakai di-
ingatkan.
Aparat
sudah
tahu dan
menger?
sendiri
Apakah akuntabel itu?

109PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard akuntabel (2)
Saya mem-
berikan
laporan
kualitas
akuntabili-
tas publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
bulan
Saya
memberikan
laporan
kualitas
akuntabili-
tas publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap 3
bulan
Saya
memberikan
laporan
kualitas
akuntabili-
tas publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap 6
bulan
Saya mem-
berikan
laporan
kualitas
akuntabili-
tas publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
biasanya
lebih dari 6
bulanan
Saya mem-
berikan
laporan
kualitas
akuntabili-
tas publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap akhir
tahun

110PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard transparan (1)
Laporan
keuangan
dari se? ap
satuan
ker ja di
kantor saya
dipasang
di papan
pengu-
mum an
di kantor
kami,
termasuk
laporan
keuangan
konsolidasi
Kami ter-
buka kepada
publik untuk
memberikan
informasi
tentang
kinerja
keuangan
dari kantor
kami
Kami
terbuka ke-
pada publik
secara
terbatas
Transpa-
ransi ada lah
amanat dari
undang-
undang
Transpa ransi
seringkali
merepotkan,
suka atau
? dak. Kita
terpaksa
belajar
berkelit
ke sana-
sini, dan
membuat
capek saja
Apakah transparan itu?

111PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard transparan (2)
Saya mem-
berikan
laporan
kualitas
transpa-
ransi publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
bulan
Saya
memberikan
laporan
kualitas
transpa-
ran si publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap
3 bulan
Saya mem-
berikan
laporan
kualitas
transparansi
publik kepa-
da masyara-
kat sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi se-
? ap 6 bulan
Saya mem-
berikan
laporan
kualitas
transpa-
ransi publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
biasanya
lebih dari
6 bulanan
Saya mem-
berikan
laporan
kualitas
transpa-
ransi publik
kepada
masyarakat
sebagai
hasil dari
reformasi
birokrasi
se? ap akhir
tahun
Catatan: jika ? dak dapat menjawab, maka pimpinan yang bersangkutan perlu
diberikan pela? han tata pemerintahan yang baik (good governance)

112PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Dashboard Ke? ga untuk Pemimpin Reformasi Birokrasi:
In control dalam Proses Reformasi Birokrasi
Dipersilakan mengembangan konsep dan prak? k reformasi
birokrasi yang sesuai dengan keberadaan masing-masing
KOMENTAR

113PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Pertanyaan Komentar

Apa muatan tahap 1?
Apa muatan tahap 2?
Apa muatan tahap 3
Apa muatan tahap 4
Apa muatan tahap 5?
Apa muatan tahap 6?
Catatan: jika ? dak dapat menjawab, maka pimpinan yang bersangkutan perlu di-
berikan pela? han tentang perencanaan strategis secara umum dan perencanaan
strategis pada organisasinya sendiri
(sesuai dengan dokumen rencana
strategis reformasi birokrasi)
(sesuai dengan dokumen rencana
strategis reformasi birokrasi)
(sesuai dengan dokumen rencana
strategis reformasi birokrasi)
(sesuai dengan dokumen rencana
strategis reformasi birokrasi)
(sesuai dengan dokumen rencana
strategis reformasi birokrasi)
(sesuai dengan dokumen rencana
strategis reformasi birokrasi)

114PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Dashboard Keempat untuk Pemimpin Reformasi Birokrasi:
In control secara internal dan eksternal

115PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard jujur
Bagi saya,
kejujuran
itu mutlak
nilainya
Kejujuran itu
adalah ke? ka
kita ? dak
mengambil
sesuatu yang
bukan hak
kita
Kejujuran
itu rela? f
Kejujuran
? dak dapat
diukur
Kejujuran
? dak perlu
diukur
Apakah jujur itu?
KAPASITAS
“Internal = kapasitas dasar pribadi pemimpin”

116PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Catatan: jika ? dak dapat menjawab, maka pimpinan yang bersangkutan perlu
diberikan pela? han kepemimpinan dan budaya kepemimpinan
50 40 30 20 10
Sub dashboard tegas
Saya meng-
utamakan
faktor
kecepatan
dalam
membuat
keputusan
Saya selalu
mengombi-
nasikan
antara
kecepatan
dan kesem-
purnaan
Sebelum
memutus-
kan, saya
senan? asa
mendiskusi-
kan keputu-
san dengan
bawahan
saya
Saya
senan? asa
mencari
solusi yang
terbaik
dari se? ap
masalah,
meski
harus
memakan
waktu yang
panjang
Pembuatan
keputusan
fi nal dalam
organisasi
birokrasi
adalah
proses
kolekif
Apakah tegas itu?
50 40 30 20 10
Sub-dashboard jelas
Anak
buah saya
berhak atas
perintah
yang jelas
dari saya
Saya
berkomuni-
kasi dengan
anak buah
saya agar
mereka
menger?
kehendak
saya
Saya
ber bi cara
kepa da anak
bu ah dan
kemudian
membuat-
nya tertulis
agar mereka
menger? ke-
hendak saya
Saya
membuat
peraturan
tertulis
supaya
anak buah
menger?
kehendak
saya
Saya
cenderung
mem-
biarkan
anak buah
menger?
sendiri
akan
kehendak
saya
Apakah jelas itu?

117PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard dipercaya
Pekerjaan
terpen-
? ng adalah
mencintai
pekerjaan
saya, dan
orang-
orang yang
menjadi
bawahan
saya
Saya loyal
kepada anak
buah saya,
dalam ar?
saya adalah
pembela
mereka jika
ada masalah
Saya harus
menjadikan
diri saya
sebagai
seseorang
yang pantas
dipercaya
anak buah
Rasa saling
percaya
harus
ditumbuh-
kan secara
bersama-
sama oleh
pemimpin
dan anak
buah
Bagi saya,
dan dengan
penga lam -
an saya,
bahwa anak
buah harus
percaya
dengan
pimpinan-
nya
Apakah trust itu?
PENGARUH
“Internal: Kapasitas Dasar Pribadi Pemimpin”

118PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
50 40 30 20 10
Sub-dashboard dipatuhi
Pekerjaan
terpen-
? ng adalah
mencintai
pekerjaan
saya, dan
orang-
orang yang
menjadi
bawahan
saya
Di belakang
saya, diam-
diam anak
buah bilang,
mereka
bangga
punya
pimpin an
seper? saya
Saya mem-
buat sistem
reward &
punishment
yang mem-
buat anak
buah patuh
kepada
sistem dan
saya
Jika ada
masalah
dengan
anak buah,
saya minta
pimpinan-
nya dan
bagian
SDM untuk
menyele-
saikannya
Anak buah
takut
de ngan
saya, karena
saya ? dak
segan-segan
memberi-
kan hukum-
an secara
adil, tanpa
pandang
bulu
Apakah patuh itu?

119PEMIMPIN DAN REFORMASI BIROKRASI
Catatan: jika ? dak dapat menjawab, maka pimpinan yang bersangkutan perlu
diberikan pela? han bagaimana menjadi pemimpin yang berpengaruh
50 40 30 20 10
Sub-dashboard diteladani
Pikiran
dan ucap-
an saya
ternyata
banyak
di? rukan
oleh anak
buah,
justru pada
kesempat-
an yang
? dak saya
ketahui
Jika ada
yang bilang
pemimpin
harus
memberikan
teladan,
sekaligus
menjadi te-
ladan, saya
setuju
Masalah
keteladanan
pemimpin,
tenang saja,
untuk itu
saya sudah
menyewa
seorang
konsultan
Seandainya
saja, anak
buah
meneladani
saya, maka
? dak ada
masalah
dalam
organisasi
saya dan
kinerjanya
Saya ? dak
mempe-
dulikan
apa kah
saya dite-
ladani atau
? dak, yang
pen ? ng
ba wahan
saya
bekerja
secara
produk? f
Apakah teladan itu?
Tags