CAPAIAN DAN TANTANGAN PROGRAM
MALARIA DALAM PENDEKATAN
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
(MTBS)
dr. Milwiyandia, MARS
Direktorat Kesehatan Keluarga
Disampaikan pada acara pertemuan pelaksanaan terpadu program pengendalian malaria
Sentani, 26- 29 agustus, 2018
OUTLINE
1.LATAR BELAKANG
2.INTEGRASI MALARIA DALAM MTBS
3.HASIL STUDI MTBS
4.PENUTUP
LATAR BELAKANG
TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
4
Pada Tahun 2030
2.1. Mengakhiri kelaparan dan menjamin
akses pangan yang aman, bergizi,
dan mencukupi bagi semua orang,
khususnya masyarakat miskin dan
rentan termasuk bayi
2.2. Mengakhiri segala bentuk malnutrisi,
termasuk mencapai target
internasional 2025 penurunan
stunting dan wasting pada balita dan
mengatasi kebutuhan gizi remaja
perempuan, wanita hamil dan
menyusui, serta lansia.
3.1. Mengurangi angka kematian ibu
hingga di bawah 70 per 100.000 KH
3.2. Menurunkan Angka Kematian
Neonatal setidaknya hingga 12 per
1.000 KH dan Angka Kematian
Balita 25 per 1.000 KH
2.ZERO HUNGER
3. GOOD
HEALTH&
WELL BEING
5.GENDER
EQUALITY
6.CLEAN WATER
& SANITATION
DAMPAK MALARIA
•Anemi berat
•Hypoglikemi
•Kematian
PADA BALITA
PADA JANIN
•Terjadinya BBLR
•Lahir mati
•Prematur
•Malaria bawaan
TREN ANGKA KEMATIAN NEONATAL, BAYI DAN BALITA
INDONESIA, 1991 – 2017 (SDKI 2017)
6
m
e
n
u
r
u
n
stagnan
•Kecenderungan penurunan kematian bayi dan balita, namun kematian neonatal mengalami stagnasi
•Jumlah kelahiran hidup di Indonesia sekitar 5 juta 200.000 kematian balita
•500 kematian anak per hari; 22 kematian per jam
DATA STILLBIRTH DATA STILLBIRTH , , KEMATIAN NEONATAL KEMATIAN NEONATAL DAN BAYI DAN BAYI
TAHUN TAHUN 20172017
Jan- Sept 2017Jan- Sept 2017
Still Birth ; 10,795
Kematian Neonatal : 10,281
Data Rutin Direktorat Kesehatan Keluarga
Kematian
Bayi Total :
27,875
Jan- Jan- DesemberDesember 2017 2017
Penyebab kematian neonatal, bayi dan balita
Penyebab utama kematian neonatal adalah:
•Komplikasi prematuritas (45% kematian neonatus);
•Gangguan intrapartum (asphyxia, 21%);
•Kelainan kongenital (13%); dan
•Infeksi: sepsis, tetanus dan meningitis (11%).
Sumber: Riskesdas, 2007
Sumber: WHO/CHERG 2012. Countdown to 2015 report.
INTEGRASI MALARIA DALAM
PELAYANAN KESEHATAN ANAK
Perlindungan Kesehatan Anak :
1.Pel kes korban KtA, anak di lapas/rutan,
anak terlantar di panti/LKS, anak
jalanan /pekerja anak
2.Pel Kes Anak Disabilitas;
3.Pel Kes Anak di DTPK dan terisolasi.
Balita dan
Prasekolah
Anak Usia Sekolah
dan remaja
1000 hari
pertama
kehidupan
Bayi Baru lahir (BBL)
PERMENKES NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG UPAYA KESEHATAN ANAK
Pelayanan Kes Janin Dalam
Kandungan
1.Pemberian KIE asupan
gizi ,PHBS
2.Pemeriksaan ANC
3.Stimulasi fungsi kognitif pada
janin
Pelayanan kes bayi baru lahir
1.Pel Kes Neonatal Esensial ( IMD, Perawatan Tali Pusat, vitamin K1, Salep
mata , Imunisasi HB0, Pemeriksaan fisik, Pemantauan tanda bahaya,
Penanganan asfiksia , metode kanguru pada BBLR, Penanganan BBL sakit dan
kelainan bawaan,
2.Skrining BBL ( Minimal Srining Hipotiroid Kongenital )
3.KIE kepada ibu dan Keluarga
Pelayanan Kes Bayi, Anak balita dan Apras
1.Pemberian ASI Eksklusif dan ASI hingga 2
(dua) tahun
2. MP ASI
3.Imunisasi dasar lengkap dan lanjutan
4.Pemberian Vit A
5.Pemantauan dan Pertumbuhan,
Perkembangan
6.MTBS
Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja :
1.PHBS, keterampilan hidup sehat, dan keterampilan
sosial
2.Pelayanan melalui UKS dan PKPR
Janin Dalam
Kandungan
10
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)
•Pada tahun 2003 WHO menyatakan bahwa MTBS
merupakan pendekatan terbaik dalam menurunkan angka
kematian balita. Hal ini terbukti terjadinya penurunan
kematian balita yang sangat bermakna dari negara-negara
yang menerapkan MTBS.
Pada tahun 1990 kematian balita secara global 15,6 juta
dan menurun menjadi 6,6 juta tahun 2012
Suatu PENDEKATAN keterpaduan dalam tatalaksana
balita sakit di fasilitas kesehatan tingkat dasar
MTBS
•Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan penyebab
utama penyakit pada balita, melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar (puskesmas, pustu, polindes).
•Kombinasi perbaikan tatalaksana kasus pada balita sakit (kuratif) dengan aspek
gizi, imunisasi dan konseling (promotif dan preventif).
•Mencakup tata laksana penanganan penyakit yang menjadi penyebab utama
kematian, antara lain Pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang
diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia).
Permenkes 25 Tahun
2014 tentang Upaya
kesehatan anak
Indonesia adaptasi MTBS tahun 1997
Tiga kali revisi yaitu pada tahun 2003, 2008, dan tahun
2015.
•Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan
menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh
perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada
Balita.
•Penerapan MTBS meliputi tiga komponen utama, yaitu
peningkatan keterampilan petugas kesehatan, peningkatan
dukungan sistem kesehatan, serta peningkatan praktik
keluarga dan masyarakat dalam perawatan balita sakit di
rumah.
•MTBS merupakan standar pelayanan bagi balita sakit yang dinilai
cost effective dan memberikan kontribusi sangat besar untuk
menurunkan balita bila dilaksanakan secara benar dan luas
Paket Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) :
1.Buku Bagan MTBS
2.Buku Pedoman Penerapan MTBS
3.Form Pencatatan Bayi Muda
4.Form Pencatatan Bayi Sakit
5.Form Registrasi Bayi Muda
6.Form Registrasi Balita Sakit
15
STUDI MTBS (2016-2017)
Kota Kabupaten
1. Kota Sawahlunto 6.Padang Pariaman
2. Kota Metro 7. Pringsewu
3. Kota Tegal 8. Kudus
4. Kota Banjarbaru 9. Hulu Sungai Utara
5. Kota Gorontalo 10. Boalemo
Kota Kabupaten
1.Kota Kupang 6.Manggarai Barat
2.Kota Ambon 7.Maluku Tenggara Barat
3.Kota Ternate 8.Morotai
4.Kota Manokwari 9.Sorong
5.Kota Jayapura 10.Jayawijaya
Tahun 2016
Indonesia Timur
(Prop NTT,
Maluku, Malut,
Pabar, Papua)
Tahun 2017
Indonesia Barat/
Tengah
( Prop Sumbar,
Lampung, Jateng,
Kalsel, Gorontalo)
Pelaksanaan MTBS di Puskesmas
Studi implementasi MTBS 2016-2017
Hasil penelitian PUSKA UI (2012) di Jawa Barat, 64% melayani
seluruh balita sakit yang datang ke Puskesmas dengan MTBS
Skor kepatuhan tata laksana MTBS (observasi)
Skor kepatuhan pengisian form MTBS
Ketersediaan fasilitas pelayanan MTBS
Ketersediaan alat MTBS
Ketersediaan Obat Antibiotik
KETERSEDIAAN ALAT DAN OBAT MALARIA DI PUSKESMAS
Studi MTBS Indonesia Timur, 2016
PERSEPSI RESPONDEN TENTANG PENYAMPAIAN INFORMASI TENTANG PENYAKIT ANAK
Pemberitahuan tanda yang mengharuskan anak kembali segera
PELAKSANAAN MTBS DI INDONESIA
INDONESIA TIMUR < BARAT dan TENGAH
1.Potensi
•Sebesar 80% Puskesmas telah
melaksanakan MTBS
2.Hambatan:
•Sebesar 90% Puskesmas telah terlatih
MTSB, namun hanya 15% yang
melaksanakan monitoring pasca pelatihan
•Hanya 35% puskesmas yang mendapatkan
supervisi baik dari
Pusat/Provinsi/Kabupaten
•Belum ada standar alat untuk
supervisi/monitoring/pendampingan
3.Gambaran kualitas pelayanan MTBS
•Skor kepatuhan petugas dalam tata laksana
MTBS masih rendah (50,9%)
•Skor kepatuhan petugas dalam pengisian
formulir MTBS masih rendah (55%)
INDONESIA BARAT DAN TENGAH
1.Potensi
•Hampir seluruh Puskesmas telah melaksanakan MTBS, walaupun masih
menggunakan versi bagan MTBS 2008.
•Pada beberapa Puskesmas, penatalaksanaan kunjungan neonatal telah
menggunakan formulir MTBM, hal ini telah mengikuti kriteria standar pelayanan
minimal pada bayi baru lahir.
2.Hambatan:
•Adanya rotasi petugas yang pernah dilatih ke jabatan atau tempat lain.
•Tidak ada dokter yang jaga di poli MTBS, sehingga jika perlu dirujuk harus ke poli
umum dan pasien harus mengantri lagi di poli umum. Hal ini menyebabkan
beberapa pasien merasa kecewa dengan lamanya waktu tunggu untuk diperiksa.
•Puskesmas di regional barat dan tengah belum mendapatkan update informasi
dengan pedoman MTBS yang baru (versi 2015)
•Pemahaman petugas terkait tata laksana MTBS masih kurang, sehingga banyak
penilaian yang terlewatkan seperti penilaian anemia, konseling dan kunjungan
ulang
3.Gambaran kualitas pelayanan MTBS
•Skor kepatuhan tata laksana sebesar 58,2 persen.
•Skor Kepatuhan pengisian formulir MTBS masih rendah (54,2%)
4.Gambaran faktor pendukung
•Seluruh puskesmas telah memiliki
buku bagan MTBS, namun versi
bervariasi, yaitu tahun 2005, 2008 dan
2015
•Hanya 50% Puskesmas memiliki bagan
mudah terlihat
•Masih ada puskesmas yang
kekurangan obat essensial
•Form MTBS masih kurang
5.Gambaran kaitan MTBS dengan kejadian
penyakit pada balita
Secara nasional, persentase puskesmas
MTBS berhubungan dengan
penurunan prevalensi pneumonia (r=-
0.18) dan diare pada balita (r=-0.292).
4.Gambaran faktor pendukung
Hampir saluruh Puskesmas memiliki
ketersediaan formulir MTBS yang cukup
(94,7%) Dana BOK
Hampir seluruh Puskesmas memiliki
pedoman MTBS (94,7%), namun versi 2008
Seluruh timbangan BB dan thermometer
yang berfungsi baik; namun Puskesmas ada
yang tidak memiliki alat ukur tinggi badan
dan timer/jam dan sebagian besar
puskesmas tidak memiliki tensi meter anak
Lebih dari separuh puskesmas tidak memiliki
antibiotic tetrasiklin, sefaxim tablet atau
sefaxim syrup
5. Gambaran kaitan MTBS dengan kejadian
penyakit pada balitaSecara nasional,
persentase puskesmas MTBS berhubungan
denganpenurunan prevalensi diare pada balita
(r=-0,378 ) dan tidak terhadap penurunan ISPA
( r =-0,111)
CAPAIAN PELAKSANAAN PROGRAM MALARIA
DATA CAKUPAN MALARIA MENURUT GOLONGAN UMUR
DATA RUTIN, P2PL TAHUN 2017
Indikator dan Target
Indikator Target
Persentase ibu hamil yang di periksa darah malaria
(Skrining)
Minimal 80% (dari sasaran ibu hamil di puskesmas
endemis tinggi dan sedang).
Persentase ibu hamil yang memperoleh kelambu
berinsektisida (kelambu anti nyamuk):
Minimal 80% (dari sasaran ibu hamil di puskesmas
endemis tinggi dan sedang).
Persentase ibu hamil positif malaria yang diobati obat
anti malaria sesuai pedoman tatalaksana malaria
Pengobatan 100%/ 85%.
Persentase bayi dengan imunisasi dasar lengkap yang
memperoleh kelambu berinsektisida (kelambu anti
nyamuk)
Minimal 80% (sesuai target UCI di puskesmas endemis
tinggi dan sedang
Persentase balita demam yang diperiksa darah
malaria
Minimal 80%
Persentase balita positif malaria yang diobati obat anti
malaria sesuai pedoman tatalaksana malaria
85%
KENDALA/TANTANGAN
DALAM PENERAPAN MTBS
1.Petugas Terlatih (Kurangnya jumlah tenaga terlatih, petugas
terlatih pindah tugas ke tempat lain)
2.Kepatuhan Petugas dalam tatalaksana dan pengisian form
MTBS
3.Kurangnya dukungan dan pembinaan dari dokter Puskesmas
dan kepala puskesmas
4.Kurangnya monitoring evaluasi dan supervisi dari Dinas
Kesehatan Kab/Kota
5.Ketersediaan sarana, prasarana (Ruang MTBS, Formulir,
Bagan MTBS, Alat, Obat dll)
PERAN YANG DIHARAPKAN DALAM PERAN YANG DIHARAPKAN DALAM
INTERGRASI P2 DAN KIA DALAM INTERGRASI P2 DAN KIA DALAM
IMPLEMENTASI MTBS IMPLEMENTASI MTBS
1.Melakukan Perencanaan Terpadu dalam hal :
• Pelatihan MTBS bagi Petugas Puskesmas
• Pemenuhan sarana pendukung di Puskesmas untuk pelaksanaan MTBS
• Intevensi Program
2.Melakukan evaluasi pasca pelatihan MTBS bagi petugas terlatih di Puskesmas
3.Melakukan supervisi terpadu terkait monitoring penerapan dan pelaksanaan
MTBS di Puskesmas
4.Menyusun rekomendasi bersama berdasarkan hasil temuan pada saat melakukan
monitoring di Puskesemas untuk di tindaklanjuti secara berjenjang, mulai dari
tingkat Provinsi, Kab./Kota dan Puskesmas
Ibu Sehat, Anak Cerdas dan Berkualitas
TERIMA
KASIH
1.Integrasi program malaria dengan kesehatan balita melalui skrining
malaria pada balita sakit (tidak hanya yang demam saja) di
kabupaten dengan api > 5 permil dengan pendekatan mtbs dan
lainnya.
2.Integrasi program malaria dengan kesehatan balita melalui skrining
malaria pada balita sakit untuk kabupaten dengan api <5 permil maka
pemeriksaan sediaan darah malaria dilakukan secara selektif pada
balita sakit yang :
•Tinggal di desa endemis tinggi malaria/desa merah ,atau
•Riwayat berkunjung/tinggal di daerah endemis malaria 1 bulan
terakhir, atau
•Pernah sakit malaria dalam 2 tahun terakhir
dengan pendekatan mtbs dan lainnya
REKOMENDASI
Register Rawat Jalan Balita Sakit Umur 2 bulan – 5 tahun