Catur_Engineering co‑culture system for production of.pptx

mrpoerjpn 3 views 16 slides Sep 12, 2025
Slide 1
Slide 1 of 16
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16

About This Presentation

example of metabolite engineering in microbe


Slide Content

Engineering co‑culture system for production of apigetrin in Escherichia coli Catur Aryanto Rahman 23/525745/SFA/00326

Rekayasa metabolik Sintesis metabolit sekunder bioaktif Mikroorganisme Flavonoid Apigenin (API) anti-aging, anti-fungal, anti-tumor, anti- inflamasi Apigetrin (APG) anti-proliferasi anti-oksidan terhadap rea ctive o xy gen spesies (ROS) S istem monokultur mempunyai beberapa kelemahan termasuk kurangnya lingkungan yang optimal untuk memfungsikan semua jalur enzim spesifik. Pendahuluan 2 S istem kultur bersama telah menjadi alat yang menarik dan alternatif untuk menghasilkan metabolit yang diinginkan. Dalam penelitian ini, akan menjelaskan penggunaan sistem kultur bersama dengan E. coli rekayasa genetika untuk produksi APG dari asam p-coumaric (PCA) .

3

Metode 4 Media kultur dan bahan kimia Media LB (Luria-Bertani) M9 yang mengandung 2% glukosa masing-masing digunakan untuk kultur benih dan fermentasi substrat. Antibiotik (ampicillin, kanamycin, and chloramphenicol) digunakan dalam konsentrasi akhir masing-masing 100, 50, dan 30 g/mL. Ethyl acetate, methanol, acetonitrile, dan dimethyl sulfoxide (DMSO) Plasmid pAC-4CL-FNSI pAC-CHS_CHI pQE30-PaGT3 Manipulasi DNA, transformasi bakteri, rekonstruksi plasmid rekombinan E. coli BL21(DE3) pAC-4CL-FNSI + pQE30-PaGT3 pAC-CHS_CHI + pAC-4CL-FNSI + pQE30-PaGT3 pQE30-PaGT3 E. coli API E. coli APG E. coli GLP

5

Metode 6 Penggunaan strain E. coli GLP untuk sintesis apigetrin (APG) E. coli GLP 3 mL Media LB 220 rpm 37 °C semalam 50 mL Media M9 500 μ L E. coli GLP 2% glukosa Media LB 220 rpm 37 °C OD pada 600 nm mencapai 0,6 + 1 mM IPTG (isopropyl β- D-1-thiogalactopyranoside) Kultur 3-4 jam Kultur 3-4 jam + 100 μ M API murni 220 rpm 37 °C 60 jam Diperoleh APG Media M9, E. coli GLP, 1 mM IPTG

Metode 7 E. coli API 3 mL Media LB 220 rpm 37 °C semalam 50 mL Media M9 500 μ L E. coli API 2% glukosa Media LB Sintesis apigenin (API) dari asam p‑coumaric (PCA) Diperoleh API 220 rpm 37 °C OD pada 600 nm mencapai 0,6 + PCA 20, 20, 30, dan 30 μ M Interval 12 jam (12, 24, 36, dan 48 jam) Inkubasi Inkubasi

Metode 8 Sintesis apigetrin (APG) dari asam p‑coumaric (PCA) E. coli MA2 pAC-CHS_CHI + pAC-4CL-FNSI + pQE30-PaGT3 E. coli APG 3 mL Media LB 220 rpm 37 °C semalam 50 mL Media M9 500 μ L E. coli APG 2% glukosa Media LB 220 rpm 37 °C 60 jam Diperoleh APG 220 rpm 37 °C OD pada 600 nm mencapai 0,6 + PCA 20, 20, 30, dan 30 μ M Interval 12 jam (12, 24, 36, dan 48 jam) Inkubasi

Metode 9 Pengaruh rasio inokulum awal terhadap produksi apigetrin E. coli GLP 3 mL Media LB 220 rpm 37 °C semalam (50 mL Media M9 + Antibiotik ) 500 μ L E. coli GLP 2% glukosa Media LB 220 rpm 37 °C OD pada 600 nm mencapai 0,6 sentrifugasi (50 mL Media M9) 2% glukosa pellet (50 mL Media M9) 2% glukosa pellet E. coli API Proses yang sama

Metode 10 Pengaruh rasio inokulum awal terhadap produksi apigetrin E. coli GLP E. coli API API/GLP = 1:1; 2:1; 4:1; 6:1; 8:1; dan 10:1 (v/v) GLP / API = 1:1; 2:1; 4:1; 6:1; 8:1; dan 10:1 (v/v) + 1 mM IPTG Kultur 3-4 jam 220 rpm 37 °C 220 rpm 37 °C + PCA 20, 20, 30, dan 30 μ M Interval 12 jam (12, 24, 36, dan 48 jam) Pembentukan naringenin ( NRN ) , API, dan APG diselidiki pada interval 12 jam hingga 60 jam kultur Pengaruh suhu kultur Berbagai rentang suhu kultur dari 25°C hingga 37°C, yaitu 25, 27, 30, 32, dan 37°C, digunakan untuk menyelidiki pengaruhnya terhadap produksi API dan turunannya. Total konsentrasi PCA 100 μ M ditambahkan ke kultur di bawah 220 rpm. Konsentrasi naringenin, API, dan APG yang dikonversi diperiksa setelah interval 12 jam hingga 60 jam kultur.

11 Analisis dan kuantifikasi Analisis HPLC-DAD dilakukan dengan menyuntikkan 20 μ L sampel pada sistem HPLC Agilent 1260 yang dilengkapi dengan photodiode array detector (DAD), degasser , dan autosampler . Kolom yang digunakan adalah Agilent Zorbax SB C18. Fase gerak larutan berair asam trifluoroasetat (TFA) 0,1% (pelarut A) dan asetonitril (pelarut B) digunakan dengan laju alir 1 mL/menit. Konsentrasi asetonitril selama kondisi gradien biner adalah sebagai berikut: 0–10 menit, 0–60%; 10–20 menit, 75%; 20–35 menit, 75–90%. Deteksi puncak dilakukan pada serapan UV pada 295 nm. Naringenin, API, dan APG dimurnikan menggunakan instrumen MPLC yang dilengkapi dengan kolom silika gel RP. Puncak yang sesuai dikumpulkan dan kemudian diliofilisasi dengan Freeze drier . Semua bahan kimia dilarutkan dalam DMSO-d6 dan dilakukan analisis NMR. Serangkaian konsentrasi berkisar antara 10 hingga 100 mg/L produk disiapkan untuk membuat kurva kalibrasi. Massa molekul senyawa ditentukan dalam LC-ESI-MS menggunakan kolom Phenomenex Synergi Polar-RP , mode ion positif.

Hasil 12 Produksi apigenin dari asam p‑coumaric menggunakan strain E. coli API S tudi yang bergantung pada waktu dan konsentrasi menunjukkan konsentrasi API tertinggi (31,8 μ M) pada 60 jam Sintesis apigetrin menggunakan E. coli strain APG dengan menggunakan PCA sebagai substrat awal H asil maksimum APG, NRN, dan API masing-masing mencapai 15,5, 32,8, dan 27,4 μ M setelah kultur 60 jam Biotransformasi API ke APG oleh E. coli GLP Hasil produksi APG lebih tinggi ketika API ditambahkan ke kaldu kultur terinduksi, dan akumulasi maksimum APG mencapai 45,8 µM setelah 60 jam. S emakin tinggi rasio E. coli API maka semakin tinggi pula produksi APG. Secara bersamaan, semakin tinggi produksi API, semakin tinggi pula konsumsi substrat awal, PCA Optimalisasi rasio inokulum dalam kultur bersama

13 Pengaruh suhu pada kultur bersama untuk produksi APG Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan bakteri dan ekspresi enzim yang heterolog. Produksi API paling kuat terjadi pada suhu 25-32 °C, dan konsentrasi PCA dikonsumsi dengan cepat sehingga menghasilkan rendemen APG tertinggi sebesar 38,5 µM.

14

Kesimpulan 15 Senyawa bioaktif menjadi penting dalam praktik klinis, produksi kosmetik, bahan pembantu, antibiotik, dan makanan fungsional. Oleh karena itu, biosintesis senyawa bioaktif telah berkembang dari pendekatan yang sederhana hingga pendekatan yang canggih. Kombinasi rekayasa genetika, protein rekombinan, rekayasa metabolik, dan teknologi fermentasi menciptakan cara-cara baru untuk biosintesis bahan-bahan berharga ini, termasuk sistem kultur bersama. B udidaya bersama (co-culture) merupakan pendekatan yang aplikatif dan reproduktif yang dapat digunakan untuk mengatasi hambatan monokultur, sehingga menghasilkan produksi APG yang lebih tinggi dalam kondisi sederhana.

Terima kasih 16
Tags