CPOB (BU IRMA).pptttttttttttttttttttttttt

IrmaNusanm 14 views 26 slides Aug 27, 2025
Slide 1
Slide 1 of 26
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26

About This Presentation

Cpob


Slide Content

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 13 TAHUN
2018
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG
PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK
Cara Pembuatan
Obat yang Baik
(CPOB)

Manfaat CPOB
Produsen : Mendapatkan mutu obat yang
konsisten
Konsumen/masyarakat : mendapatkan obat yang
bermutu karena pembuatan sudah sesuai
pedoman yang ditentukan
Pemerintah : Sebagai pedoman dalam melakukan
pengawasan/audit

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT
YANG BAIK
PRINSIP
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan
untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Pokok Bahasan:
Isi Pedoman CPOB berupa
12 Aspek dalam CPOB
14. Annex/Lampiran
Glossary/ istilah dan definisi

Aspek pada CPOB
1.Manajemen Mutu
2.Personalia
3.Bangunan dan fasilitas
4.Peralatan
5.Sanitasi dan higiene
6.Produksi
7.Pengawasan Mutu
8.Inspeksi diri audit mutu dan persetujuan pemasok
9.Penanganan keluhan dan produk kembalian
10.Dokumentasi
11.Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
12.Kualifikasi dan validasi

1. MANAJEMEN MUTU
Suatu sistem manajemen mutu harus disusun oleh
Industri farmasi agar obat yang diproduksi sesuai
dengan tujuan penggunaannya (memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman,
mutu rendah atau tidak efektif)
Manajemen Mutu adalah:
Semua aktivitas dari keseluruhan fungsi manajemen
yang menentukan kebijakan mutu, sasaran, dan
tanggung jawab serta penerapannya melalui antara
lain perencanaan mutu, pengendalian mutu, pemastian
mutu, dan peningkatan mutu di dalam sistem mutu.

1. MANAJEMEN MUTU
Manajemen IF bertanggung jawab atas
dibentuknya sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar serta menginkorporasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu.
Manajemen Mutu harus didokumentasikan dan
dimonitor efektivitasnya.

2. Personalia
Industri farmasi bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan
semua tugas.
Tiap personil hendaklah memahami tanggung
jawab masing-masing dan dicatat (uraian
tugas/jobdisc)
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip
CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
 

3. BANGUNAN DAN FASILITAS
Memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai,
serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik
untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.
Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian
rupa untuk memperkecil risiko terjadi :
kekeliruan,
pencemaran silang (seperti pencemaran dari udara,
tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang
berdekatan). dan kesalahan lain,
serta memudahkan pembersihan,
 sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindarkan pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain
yang dapat menurunkan mutu obat.
 

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki:
 desain dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai
ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu
obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets- ke-bets
dapat memudahkan pembersihan serta perawatan agar
dapat mencegah kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran dan,
hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.
 

5. Sanitasi dan Higiene
Industri Farmasi dalam pembuatan obat harus melakukan
/menerapkan sanitasi dan higiene yang tinggi pada:
personil,
bangunan,
peralatan
perlengkapan,
bahan produksi
wadah
bahan pembersih dan desinfeksi,
dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran
produk
Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu
program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Perlu dibuat jadwal sanitasi dan higiene

6. Produksi
Dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan;
Memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin produk
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin
pembuatan dan izin edar(saat didaftarkan di BPOM)
Diawasi oleh personil yang kompeten (Manajer
Produksi)
Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa
untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan

6. Produksi
•Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada
kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan
disimpan secara teratur
•Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba atau pencemaran lain pada tiap tahap
pengolahan
•Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan,
peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja
yang dipakai hendaklah :
•diberi label atau penandaan dari produk atau bahan
yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets.
•Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan
tahapan proses produksi.

7. Pengawasan Mutu
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai
Bagian Pengawasan Mutu.
Pengawasan Mutu mencakup:
pengambilan sampel,
spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua
pengujian yang relevan telah dilakukan,
dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai
 produk diluluskan untuk dijual,
mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium saja,
Harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk.
Pengawasan Mutu harus independen dari bagian
Produksi agar Pengawasan Mutu dapat
melakukan kegiatan dengan memuaskan

8. INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN
PEMASOK
Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi
pemenuhan terhadap semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi sesuai dengan
ketentuan pada CPOB.
Mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB
dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan.
Dilakukan secara independen dan rinci oleh
petugas yang kompeten dari perusahaan yang
dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
obyektif.

8. INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT &
PERSETUJUAN PEMASOK
Dilakukan secara rutin
Pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi
penarikan kembali obat jadi /recall atau terjadi
penolakan yang berulang.
Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan.
Prosedur dan catatan inspeksi diri harus
didokumentasikan dan dibuat program tindak
lanjut yang efektif.
 

8. INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN
PEMASOK
Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi
diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan
penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkannya.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu/QA)
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait
untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat
diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas
yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

9. PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK DAN
PENARIKAN KEMBALI PRODUK
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan
dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat
harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis.
Ditunjuk personil penanggungjawab untuk keluhan
 Untuk menangani semua kasus yang mendesak,
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu
mencakup penarikan kembali produk yang
diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara
cepat dan efektif.

10. Dokumentasi
Dokumentasi yang jelas merupakan hal yang
fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan
secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan.

10. Dokumentasi
Dokumen yang harus tersedia secara tertulis adalah:
 1. Spesifikasi,
2. Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan
3. Prosedur,
4. Metode dan
5. Instruksi,
6. Laporan
7. Catatan
Dokumen harus bebas dari kekeliruan.

11. PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang
menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak.
 Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur
pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang
menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
Kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau
analisis obat yang dikontrakkan dan semua
pengaturan teknis terkait.

12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI
Industri farmasi harus dapat mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti
pengendalian terhadap aspek kritis /penting dari
kegiatan yang dilakukan.
Perubahan signifikan terhadap fasilitas,
peralatan dan proses yang dapat memengaruhi
mutu produk hendaklah divalidasi misal ganti
peralatan /mesin produksi, ganti sumber bahan
baku, dll
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan
cakupan validasi lakukan analisis risiko

12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI
PERENCANAAN VALIDASI
Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan.
Unsur utama program validasi hendaklah dirinci
dengan jelas dan didokumentasikan di dalam
Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen
setara.

12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI
RIV hendaklah mencakup sekurangkurangnya data
sebagai berikut:
kebijakan validasi;
struktur organisasi kegiatanvalidasi;
Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan
proses yang akan divalidasi;
format dokumen: format protokol dan
laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan;
pengendalian perubahan;
acuan dokumen yang digunakan

TERIMA KASIH
Tags