Dadang Solihin Book Review Number 002/February 2025

DadangSolihin 117 views 47 slides May 05, 2025
Slide 1
Slide 1 of 47
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47

About This Presentation

Tinjauan kritis terhadap sepuluh buku pilihan yang mencerminkan pergulatan pemikiran global tentang kekuasaan, teknologi, keuangan internasional, ketahanan, pembangunan berkelanjutan, hingga dinamika kemanusiaan dalam masyarakat modern.


Slide Content

No Book Title Author Page
11. How the Pentagon and Silicon Valley Are
Transforming the Future of War
Raj M Syah and Christopher
Kirchhoff
3
12. De-Dollarization: The Revolt Against the
Dollar and the Rise of a New Financial World
Order
Gal Luft and Anne Korin 7
13. The Battle of Bretton Woods Benn Steil 12
14. Dubai: The Story of the World’s Fastest City Jim Krane 16
15. Ethnic Cleansing of Palestine Ilan Pappe 20
16. The Singapore Water Story: Sustainable
Development in an Urban City-State
Cecilia Tortajada et al 24
17. Fault Lines: Upheaval Harley Tate 29
18. Resilience, Development and Global Change Katrina Brown 34
19. The Genius of Israel: The Surprising
Resilience of a Divided Nation in a Turbulent
World
And Senor and Saul Singer 38
20. The Coming Wave: Technology, Power, and
the 21
st
Century’s Greatest Dilemma
Mustafa Suleyman 42

Dadang Solihin
Book
Review
Number 002/February 2025
DS
BR

1

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Pengantar

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
terbitnya edisi kedua jurnal ilmiah Book Review DSBR dengan
Nomor 002/February 2025. Edisi ini menghadirkan tinjauan kritis
terhadap sepuluh buku pilihan yang mencerminkan pergulatan
pemikiran global tentang kekuasaan, teknologi, keuangan
internasional, ketahanan, pembangunan berkelanjutan, hingga
dinamika kemanusiaan dalam masyarakat modern. Melalui edisi ini,
penulis berharap dapat memberikan kontribusi ilmiah yang
bermakna bagi para pemangku kebijakan, akademisi, mahasiswa,
serta publik yang ingin memahami lebih dalam arah perubahan
dunia kontemporer dan tantangan masa depan.
Kesepuluh buku yang diulas dalam edisi ini dipilih berdasarkan relevansi tematik, kedalaman
analisis, dan signifikansi terhadap transformasi strategis global yang terus berkembang.
Berbagai isu yang diangkat menyentuh persimpangan antara kekuatan militer, inovasi
teknologi, perubahan tatanan ekonomi global, keberlanjutan lingkungan, serta ketahanan
sosial budaya.
Buku pertama, How the Pentagon and Silicon Valley Are Transforming the Future of War karya
Raj M. Syah dan Christopher Kirchhoff, menyoroti bagaimana simbiosis antara institusi militer
Amerika Serikat dan raksasa teknologi di Lembah Silikon telah melahirkan paradigma baru
dalam peperangan modern. Buku ini penting untuk dibaca guna memahami bagaimana
konflik masa depan akan ditentukan tidak hanya oleh kekuatan senjata konvensional, tetapi
juga oleh dominasi teknologi, kecerdasan buatan, dan inovasi siber.
Topik dominasi keuangan global dibahas melalui buku De-Dollarization: The Revolt Against
the Dollar and the Rise of a New Financial World Order karya Gal Luft dan Anne Korin. Buku
ini memberikan analisis mendalam tentang tantangan terhadap dominasi dolar AS dan
munculnya gerakan de-dolarisasi yang dipelopori oleh kekuatan-kekuatan baru seperti
Tiongkok, Rusia, dan negara-negara BRICS. Isu ini berkaitan langsung dengan ketegangan
geopolitik dan reorientasi arsitektur keuangan global.
Sementara itu, The Battle of Bretton Woods karya Benn Steil menggali asal-usul sistem
keuangan internasional pasca-Perang Dunia II, dengan menyoroti konflik ideologis antara
John Maynard Keynes dan Harry Dexter White. Buku ini menjadi penting sebagai fondasi
sejarah dalam memahami mengapa dan bagaimana sistem ekonomi global modern dibentuk
serta tantangan yang kini dihadapinya.
Dari sisi transformasi kota dan kebangkitan kawasan, Dubai: The Story of the World’s Fastest
City karya Jim Krane menggambarkan bagaimana sebuah kota gurun berhasil menjelma
menjadi pusat ekonomi dan logistik global melalui keberanian, visi strategis, dan penggunaan
kekuatan lunak. Buku ini menjadi refleksi penting bagi negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, dalam mengelola pembangunan kota-kota masa depan.
Di sisi lain spektrum, The Ethnic Cleansing of Palestine karya Ilan Pappé menghadirkan narasi
sejarah yang kontroversial namun penting, tentang dimensi kemanusiaan dan politik dalam

2

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
pembentukan negara Israel dan tragedi Palestina. Tinjauan terhadap buku ini mengajak kita
merenungkan pentingnya keadilan sejarah dan hak asasi manusia dalam menyikapi konflik
yang berkepanjangan.
Isu keberlanjutan dan pembangunan diangkat melalui The Singapore Water Story karya
Cecilia Tortajada dan kolega. Buku ini menyoroti bagaimana Singapura, sebagai negara kota,
berhasil mengelola sumber daya air dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Ini menjadi
pelajaran penting dalam menghadapi krisis iklim dan keterbatasan sumber daya alam,
terutama di wilayah urban Asia Tenggara.
Dalam konteks perubahan sosial dan ancaman terhadap stabilitas global, buku Fault Lines:
Upheaval karya Harley Tate serta Resilience, Development and Global Change karya Katrina
Brown memberikan pemetaan konseptual dan empiris mengenai ketahanan sosial, ekonomi,
dan lingkungan. Kedua buku ini melengkapi diskursus tentang bagaimana masyarakat dapat
bertahan dan bangkit dari tekanan krisis yang kompleks dan multidimensional.
Kemudian, The Genius of Israel karya Dan Senor dan Saul Singer mengangkat ironi sekaligus
kekuatan sebuah bangsa yang terpecah secara politik namun mampu menunjukkan daya
tahan, inovasi, dan keunggulan dalam berbagai sektor, mulai dari teknologi, pertahanan,
hingga kewirausahaan. Buku ini membuka diskusi tentang bagaimana identitas nasional,
meskipun retak, dapat menjadi sumber daya ketahanan strategis.
Terakhir, The Coming Wave: Technology, Power, and the 21st Century’s Greatest Dilemma
karya Mustafa Suleyman memberikan refleksi mendalam tentang masa depan umat manusia
yang berada di persimpangan antara harapan akan kemajuan teknologi dan kecemasan
terhadap dampak etis, sosial, dan politik dari inovasi yang tidak terkendali.
Dengan mengulas kesepuluh buku tersebut, edisi ini diharapkan tidak hanya menjadi medium
berbagi wawasan dan analisis, tetapi juga menjadi ruang pembelajaran kritis dan reflektif.
Penulis mengajak para pembaca untuk menjadikan bacaan ini sebagai bagian dari upaya
memperluas cakrawala berpikir, mengasah kepekaan intelektual, dan memperkuat
pemahaman strategis terhadap isu-isu global yang berdampak langsung maupun tidak
langsung terhadap masa depan Indonesia.
Akhir kata, penulis berharap semoga Book Review DSBR senantiasa menjadi sumber referensi
strategis dan inspirasi pemikiran bagi siapa pun yang berkomitmen pada kemajuan ilmu
pengetahuan, kebijakan, dan peradaban. Selamat menikmati.

Jakarta, 17 Februari 2025

Penulis

3

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025











How the Pentagon and Silicon Valley Are Transforming the Future of War
karya Raj M. Shah dan Christopher Kirchhoff

Abstract
This review explores How the Pentagon and Silicon Valley Are Transforming the Future of War,
a thought-provoking book by Raj M. Shah and Christopher Kirchhoff. The book analyzes the
transformation of military strategy through technological advancements fostered by Silicon
Valley and the United States Department of Defense. It highlights how innovations like
artificial intelligence (AI), cyber warfare, and drone systems are reshaping modern warfare,
making it more responsive, intelligent, and less dependent on conventional power.
Furthermore, it examines the bureaucratic challenges within the Pentagon that hinder rapid
technology adoption. The review contextualizes lessons for Indonesia’s national resilience,
stressing the need for domestic technological development, cyber defense, asymmetric
warfare adaptation, and defense bureaucracy reform.
Keywords: military innovation, Silicon Valley, AI, cyber defense, Indonesia, national resilience

Pendahuluan
Perang di abad ke-21 telah mengalami transformasi yang sangat mendasar. Jika pada masa
lalu kekuatan militer diukur dari jumlah pasukan dan senjata konvensional, kini kecanggihan
teknologi menjadi penentu utama kekuatan pertahanan suatu negara. Dalam buku How the
Pentagon and Silicon Valley Are Transforming the Future of War, Raj M. Shah dan Christopher
Kirchhoff membahas kolaborasi antara Pentagon dan Silicon Valley dalam menciptakan
sistem pertahanan modern berbasis teknologi tinggi. Buku ini tidak hanya menggambarkan

4

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
perubahan paradigma dalam peperangan, tetapi juga menyodorkan kritik terhadap birokrasi
militer yang lambat beradaptasi dengan percepatan inovasi.
Ulasan ini bertujuan untuk menggali gagasan utama buku serta merefleksikan implikasinya
terhadap penguatan ketahanan nasional Indonesia di era global yang penuh ketidakpastian.

Isi Buku dan Pokok Pemikiran
Raj M. Shah dan Christopher Kirchhoff menyajikan narasi menarik tentang dinamika
hubungan antara lembaga pertahanan negara paling kuat di dunia, Pentagon, dengan
ekosistem inovasi teknologi terbesar, Silicon Valley. Buku ini menjelaskan bagaimana
Pentagon memanfaatkan kemajuan teknologi—terutama kecerdasan buatan (AI), sistem
drone, dan teknologi siber—untuk merancang sistem pertahanan masa depan yang adaptif,
presisi, dan efisien.
Penulis menyoroti bahwa tantangan terbesar bukanlah keterbatasan teknologi, melainkan
sistem birokrasi yang menghambat kecepatan adopsi inovasi. Proses akuisisi militer yang
lambat membuat Pentagon sering kali tertinggal dari perkembangan teknologi sipil. Hal ini
menjadi ironi karena keamanan nasional menuntut respons yang cepat terhadap ancaman
global yang juga berkembang cepat.
Kolaborasi antara Pentagon dan perusahaan rintisan teknologi dinilai sebagai pendekatan
revolusioner, karena memperpendek jalur pengembangan teknologi dari laboratorium ke
medan perang. Buku ini juga menegaskan bahwa pergeseran strategi dari perang fisik ke
perang informasi dan kecerdasan akan menjadi realitas tak terhindarkan dalam konflik masa
depan.

Implikasi Strategis bagi Indonesia
Dalam konteks Indonesia, buku ini menghadirkan beberapa pelajaran penting yang dapat
diterapkan untuk memperkuat ketahanan nasional:

1. Pengembangan Teknologi Militer Domestik
Indonesia perlu meniru model kolaborasi strategis antara lembaga pertahanan dan sektor
swasta yang inovatif. Ekosistem teknologi militer domestik perlu dibangun melalui insentif
terhadap riset dan pengembangan (R&D) pertahanan nasional, serta pemberdayaan start-up
teknologi dalam negeri yang bergerak di bidang AI, otomasi, dan keamanan digital.

5

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

2. Peningkatan Kapabilitas Siber dan AI
Sebagai negara dengan populasi digital besar dan kerentanan tinggi terhadap serangan siber,
Indonesia harus mengembangkan sistem pertahanan siber yang tangguh. Investasi di bidang
AI untuk pertahanan dapat membantu Indonesia melompat jauh dari sekadar kekuatan
konvensional menjadi kekuatan siber yang adaptif.

3. Adaptasi terhadap Perang Asimetris
Buku ini juga memberikan wawasan bahwa perang masa depan lebih bersifat asimetris—
bukan antar negara, melainkan melibatkan aktor non-negara, teknologi drone, dan perang
informasi. Untuk itu, sistem pertahanan Indonesia harus mampu mengenali, mengantisipasi,
dan merespons dengan pendekatan fleksibel, teknologi tinggi, dan berbasis intelijen.

4. Reformasi Birokrasi Pertahanan
Kritik terhadap Pentagon mengenai lambannya sistem akuisisi teknologi menjadi cerminan
bagi Indonesia untuk segera mereformasi birokrasi pertahanan. Prosedur yang berbelit harus
disederhanakan agar integrasi teknologi pertahanan dapat dilakukan dengan cepat dan
efisien.

Kritik dan Apresiasi terhadap Buku
Buku ini patut diapresiasi karena berhasil menyajikan narasi yang kuat mengenai transformasi
sistem pertahanan AS dengan pendekatan teknologi. Penulis juga berani mengkritik sistem
internal Pentagon secara mendalam tanpa kehilangan obyektivitas.
Namun demikian, buku ini masih terfokus pada konteks Amerika Serikat dan belum banyak
menyoroti bagaimana negara berkembang bisa menyesuaikan diri. Perspektif global lebih
luas, terutama dari negara-negara di Asia Tenggara atau Afrika, bisa menjadi nilai tambah
yang belum tergarap optimal.

Kesimpulan
How the Pentagon and Silicon Valley Are Transforming the Future of War adalah karya penting
yang memberikan pencerahan tentang masa depan peperangan dan hubungan antara
kekuasaan militer dengan inovasi teknologi. Bagi Indonesia, buku ini bukan hanya bahan
bacaan, tetapi juga sumber refleksi strategis tentang arah pengembangan sistem pertahanan
nasional ke depan.
Ketahanan nasional tidak lagi bisa bertumpu pada kekuatan tradisional semata. Dalam dunia
yang semakin digital, perang tidak lagi selalu berupa ledakan fisik, tetapi juga serangan data,

6

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
sabotase sistem, dan manipulasi informasi. Maka dari itu, buku ini menjadi peringatan
sekaligus peta jalan bagi Indonesia dalam membangun pertahanan masa depan yang cerdas,
tangguh, dan adaptif.

Daftar Pustaka
Kirchhoff, C., & Shah, R. M. (2025). How the Pentagon and Silicon Valley Are Transforming the
Future of War. Scribner.
Laporan dan dokumentasi referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=cJ_XmRQzAFw
https://www.facebook.com/share/p/1GaRKw2Abj/

7

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025










De-Dollarization: The Revolt Against the Dollar and the Rise of a New
Financial World Order karya Gal Luft & Anne Korin

Abstract
This paper reviews De-Dollarization: The Revolt Against the Dollar and the Rise of a New
Financial World Order by Gal Luft and Anne Korin, which explores the global trend challenging
the dominance of the U.S. dollar in international finance. The authors argue that geopolitical
tensions, economic concerns, and technological innovation are driving nations to seek
alternatives to the dollar. The book provides a comprehensive analysis of historical, political,
and technological factors shaping a new multipolar financial order. This review also discusses
the implications of de-dollarization for Indonesia’s national resilience, emphasizing the need
for monetary independence, diversified financial partnerships, and reduced vulnerability to
U.S.-centric financial sanctions.
Keywords: De-dollarization, U.S. dollar, financial system, Indonesia, economic sovereignty,
global trade, digital currency

Pendahuluan
Selama lebih dari tujuh dekade, dominasi dolar Amerika Serikat (USD) dalam sistem keuangan
global telah menjadi pilar stabilitas dan kontrol dalam arsitektur ekonomi dunia. Namun,
dalam beberapa tahun terakhir, mulai muncul pergeseran global yang mempertanyakan
keberlanjutan dominasi ini. Buku De-Dollarization: The Revolt Against the Dollar and the Rise
of a New Financial World Order karya Gal Luft dan Anne Korin memberikan ulasan tajam dan
argumentatif terhadap fenomena ini.

8

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
Ulasan ini bertujuan untuk mengkaji ide-ide utama dalam buku tersebut, memaparkan
konteks geopolitik dan ekonomi yang mendasari tren de-dolarisasi, serta menganalisis
relevansinya terhadap ketahanan nasional Indonesia dalam menghadapi perubahan tatanan
keuangan global.

Isi Buku dan Pokok Pemikiran
1. Sejarah Dominasi Dolar dan Konteks Bretton Woods
Luft dan Korin memulai analisis mereka dengan membahas asal-usul dominasi dolar, yang
berakar pada Perjanjian Bretton Woods tahun 1944. Sejak saat itu, dolar menjadi mata uang
cadangan utama dunia, digunakan secara luas dalam perdagangan internasional dan
cadangan devisa berbagai negara.
Namun, dominasi ini tidak lepas dari sifat politisnya. AS telah lama menggunakan kekuatan
dolarnya untuk mendikte arah kebijakan global, termasuk melalui sanksi ekonomi terhadap
negara-negara lawan politik.
2. Faktor Pendorong De-Dolarisasi
Beberapa faktor utama yang mendorong negara-negara untuk mengurangi ketergantungan
pada dolar, antara lain:
• Instrumentalisasi Dolar oleh AS: Penggunaan dolar sebagai senjata geopolitik
menimbulkan keresahan, terutama bagi negara-negara seperti Rusia, Iran, dan Venezuela.
• Ketidakstabilan Makroekonomi AS: Defisit anggaran kronis dan utang nasional AS yang
tinggi menimbulkan risiko terhadap stabilitas nilai dolar.
• Ketergantungan Moneter: Negara-negara merasa terbelenggu oleh kebijakan Federal
Reserve yang dampaknya bersifat global.
• Fluktuasi Nilai Tukar: Ketidakstabilan kurs dolar membuat perencanaan ekonomi dan
perdagangan menjadi tidak pasti.

3. Strategi dan Praktik De-Dolarisasi Global
Penulis menjelaskan bagaimana berbagai negara dan blok regional menjalankan strategi de-
dolarisasi, termasuk:
• Rusia dan Tiongkok: Kedua negara ini memperluas penggunaan rubel dan yuan dalam
perdagangan bilateral dan mengembangkan sistem pembayaran lintas batas non-dolar.
• Inisiatif BRICS: Melalui bank pembangunan dan diskusi tentang mata uang bersama,
BRICS ingin menciptakan sistem alternatif terhadap dominasi Barat.

9

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

• Digitalisasi Mata Uang: Tiongkok telah memperkenalkan yuan digital, yang dapat
menggantikan dolar dalam transaksi digital internasional, terlepas dari sanksi AS.

4. Peran Teknologi Finansial
Buku ini juga membahas peran penting teknologi dalam mempercepat de-dolarisasi. Inovasi
seperti blockchain, cryptocurrency, dan sistem pembayaran instan lintas batas menjadi alat
yang memungkinkan negara untuk melangkahi sistem keuangan tradisional yang terpusat di
AS.
Mata uang digital bank sentral (CBDC) menjadi kunci strategi de-dolarisasi di masa depan.
Contohnya, yuan digital Tiongkok mulai digunakan dalam perdagangan lintas negara,
termasuk di Asia dan Timur Tengah.

5. Masa Depan Sistem Keuangan Multipolar
Luft dan Korin menawarkan pandangan bahwa masa depan keuangan global tidak lagi
unipolar, tetapi multipolar—di mana dolar akan berbagi peran dengan euro, yuan, dan
kemungkinan mata uang digital global.
Meski demikian, mereka juga mengakui bahwa kepercayaan terhadap dolar dan kekuatan
institusional AS seperti IMF dan Bank Dunia masih menjadi hambatan besar dalam proses de-
dolarisasi yang lebih luas dan cepat.

Relevansi terhadap Ketahanan Nasional Indonesia
Sebagai negara dengan ekonomi terbuka, Indonesia tidak bisa lepas dari dampak fluktuasi
dolar dan dinamika keuangan global. Dalam konteks ini, buku De-Dollarization menyuguhkan
pelajaran penting bagi Indonesia untuk memperkuat kedaulatan ekonomi dan ketahanan
nasional melalui beberapa langkah strategis berikut:

1. Diversifikasi Cadangan Devisa dan Instrumen Pembayaran
Indonesia dapat mulai mengurangi ketergantungan pada dolar dengan menambah cadangan
dalam bentuk yuan, euro, dan emas. Selain itu, kerja sama bilateral dengan negara-negara
mitra untuk menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan juga perlu diperluas.

10

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

2. Penguatan Perdagangan Regional dan Aliansi BRICS+
Indonesia dapat memanfaatkan peluang kerja sama ekonomi dengan negara-negara BRICS
dan ASEAN untuk membangun sistem pembayaran regional yang mengurangi dominasi dolar.
Hal ini dapat meningkatkan ketahanan terhadap guncangan eksternal.

3. Penerapan Teknologi Keuangan Domestik
Dengan mendukung riset dan pengembangan mata uang digital serta sistem pembayaran
digital nasional (seperti BI-Fast dan QRIS lintas negara), Indonesia dapat menciptakan sistem
keuangan yang lebih mandiri dan inklusif.

4. Ketahanan terhadap Sanksi dan Ketegangan Global
Dalam situasi geopolitik yang tidak menentu, de-dolarisasi memungkinkan Indonesia untuk
memiliki otonomi ekonomi lebih besar. Ini penting dalam menjaga stabilitas di tengah konflik
dan tekanan global.

Kritik dan Apresiasi terhadap Buku
Buku ini ditulis dengan gaya yang lugas namun kaya data dan argumen. Kekuatan utama
terletak pada kombinasi analisis geopolitik, ekonomi, dan teknologi yang saling menguatkan.
Namun, kritik dapat ditujukan pada kurangnya pembahasan mendalam tentang risiko
sistemik dari sistem multipolar, seperti fragmentasi pasar keuangan dan potensi
ketidakstabilan baru jika koordinasi antarnegara tidak memadai. Selain itu, pendekatan buku
ini tetap berfokus pada negara besar, dan belum mengulas secara khusus dampaknya
terhadap negara berkembang seperti Indonesia.

Kesimpulan
De-Dollarization merupakan kontribusi penting dalam wacana perubahan tatanan keuangan
global. Buku ini menyadarkan pembaca akan kenyataan bahwa dominasi dolar tidak bersifat
abadi, dan bahwa dunia sedang bergerak menuju sistem yang lebih beragam dan dinamis.
Bagi Indonesia, buku ini menjadi refleksi untuk merancang strategi ekonomi yang lebih tahan
guncangan, lebih mandiri, dan lebih berorientasi pada kemitraan global yang seimbang. De-
dolarisasi bukan hanya tren global, melainkan peluang strategis untuk membangun
ketahanan ekonomi nasional yang lebih kokoh di masa depan.

11

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Daftar Pustaka
Facebook. (2024). https://www.facebook.com/share/p/15DN6Hb5xW/
Luft, G., & Korin, A. (2019). De-Dollarization: The Revolt Against the Dollar and the Rise of a
New Financial World Order. New York: [Publisher not listed].
YouTube. (2024). De-Dollarization Book Discussion. https://youtu.be/884D9Cm_9P4

12

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025













The Battle of Bretton Woods - John Maynard Keynes, Harry Dexter White,
and the Making of a New World Order karya Benn Steil

Abstract
The Battle of Bretton Woods by Benn Steil provides a comprehensive narrative of the 1944
Bretton Woods Conference, which laid the foundation for the post-World War II global
economic order. The book focuses on two key figures—John Maynard Keynes from Britain
and Harry Dexter White from the United States—and their intellectual and political contest in
shaping the International Monetary Fund (IMF) and the World Bank. This review explores the
key arguments of the book, evaluates the historical significance of the Bretton Woods system,
and reflects on its implications for Indonesia’s national economic resilience, especially in light
of current global financial dynamics.
Keywords: Bretton Woods, Keynes, Harry Dexter White, IMF, World Bank, global finance,
Indonesia, economic sovereignty

Pendahuluan
Buku The Battle of Bretton Woods karya Benn Steil adalah karya monumental yang
menyajikan sebuah potret mendalam tentang peristiwa Konferensi Bretton Woods pada
tahun 1944. Dengan gaya penulisan naratif yang kuat didukung riset historis yang luas, Steil
menggambarkan perebutan ideologis dan politis antara dua tokoh besar: John Maynard
Keynes dari Inggris dan Harry Dexter White dari Amerika Serikat. Pertarungan pemikiran
mereka menjadi dasar dari lahirnya sistem moneter internasional baru yang membentuk peta
ekonomi dunia pasca Perang Dunia II.

13

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

1. Latar Belakang Historis Bretton Woods
Pertemuan di Bretton Woods merupakan respons terhadap kekacauan ekonomi global akibat
Depresi Besar 1930-an dan kehancuran akibat Perang Dunia II. Tujuan utama konferensi ini
adalah menciptakan sistem keuangan internasional yang stabil guna mendukung pemulihan
ekonomi global dan mencegah terulangnya krisis serupa. Dalam buku ini, Steil
menggambarkan bagaimana Inggris, yang secara historis adalah kekuatan ekonomi dominan,
kini berada dalam posisi lemah, sementara AS muncul sebagai kekuatan baru yang ingin
menetapkan aturan main global.

2. Pertarungan Gagasan Keynes dan White
Keynes menawarkan solusi berbasis kesetaraan global dengan menciptakan International
Clearing Union dan mata uang internasional bernama Bancor. Gagasan Keynes berupaya
menyeimbangkan neraca pembayaran antarnegara, menghindari dominasi satu mata uang.
Sebaliknya, White yang mewakili kepentingan AS mengusulkan sistem berbasis dolar, dengan
mekanisme pengawasan melalui lembaga baru bernama IMF.
Steil dengan cermat menunjukkan bahwa pertarungan ini bukan hanya soal ide, tetapi juga
tentang kekuasaan geopolitik. Dengan posisi ekonomi yang jauh lebih kuat, AS berhasil
memaksakan sistem yang menguntungkan posisi hegemoniknya.

3. Lahirnya IMF dan Bank Dunia
Hasil langsung dari perundingan di Bretton Woods adalah pendirian dua institusi keuangan
internasional: International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. IMF bertugas menjaga
stabilitas sistem moneter internasional, sedangkan Bank Dunia berfokus pada pembiayaan
pembangunan. Steil menunjukkan bagaimana rancangan awal kedua lembaga ini telah
diarahkan untuk memastikan dominasi dolar AS dan kepentingan Amerika.

4. Dominasi Dolar dan Kejatuhan Bretton Woods
Salah satu keputusan paling penting adalah menjadikan dolar AS sebagai mata uang cadangan
global, ditopang oleh cadangan emas. Namun, sistem ini tidak abadi. Pada tahun 1971,
Presiden Nixon menghentikan konvertibilitas dolar terhadap emas, mengakhiri era Bretton
Woods dan memulai era floating exchange rate. Steil menilai bahwa sejak saat itu, sistem
keuangan internasional semakin liberal dan rentan terhadap krisis, seperti terlihat dalam
krisis finansial 1997 dan 2008.

5. Relevansi terhadap Ketahanan Nasional Indonesia
a. Ketergantungan pada Dolar
Sistem pasca-Bretton Woods menjadikan banyak negara, termasuk Indonesia, sangat
tergantung pada dolar AS. Dampaknya adalah kerentanan terhadap perubahan kebijakan
moneter AS, yang tidak selalu sesuai dengan kepentingan ekonomi Indonesia. Seperti saat

14

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
terjadi taper tantrum atau krisis utang global, stabilitas ekonomi Indonesia sangat
terpengaruh.

b. Interaksi dengan IMF dan Bank Dunia
Selama krisis ekonomi 1997–1998, Indonesia menerima bantuan IMF. Namun, syarat-syarat
pinjaman yang ketat justru memperburuk ketidakstabilan sosial dan memperdalam resesi.
Steil mengajak pembaca untuk memahami bahwa interaksi dengan lembaga Bretton Woods
harus disertai dengan kebijakan domestik yang kuat dan cermat dalam negosiasi.

c. Strategi Diversifikasi Devisa dan Emas
Buku ini menyiratkan pentingnya mengurangi dominasi dolar melalui diversifikasi cadangan
devisa, termasuk dalam bentuk emas dan mata uang mitra dagang utama lainnya. Langkah ini
penting untuk memperkuat daya tahan Indonesia terhadap guncangan eksternal.

d. Kemandirian Ekonomi Nasional
Pelajaran besar dari narasi ini adalah pentingnya membangun ekonomi yang mandiri, tidak
tergantung pada lembaga keuangan internasional. Indonesia perlu memperkuat sektor
produktif dalam negeri, mendorong industrialisasi, serta mempererat kerja sama Selatan-
Selatan dan dengan negara-negara BRICS.

6. Kritik terhadap Buku
Meskipun kaya akan data dan narasi sejarah, kritik terhadap buku ini adalah kurangnya
perhatian terhadap negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, dalam narasi besar
Bretton Woods. Perspektif Selatan nyaris absen, padahal sistem ini berdampak besar
terhadap negara berkembang. Akan tetapi, justru hal ini menjadi peluang bagi para pembaca
di Indonesia untuk mengisi kekosongan tersebut melalui analisis kritis terhadap dampak
Bretton Woods bagi Asia Tenggara dan Global South secara umum.

Kesimpulan
Benn Steil dalam The Battle of Bretton Woods berhasil menyuguhkan analisis mendalam
mengenai bagaimana sistem keuangan dunia dibentuk melalui kekuatan ide dan kekuasaan.
Buku ini bukan hanya relevan bagi mahasiswa ekonomi, tetapi juga bagi para pengambil
kebijakan di Indonesia. Di tengah dinamika global dan munculnya multipolarisme ekonomi,
buku ini memberi pelajaran penting: Indonesia harus membangun kemandirian ekonomi yang
kuat dan cermat dalam menavigasi sistem global yang masih bias terhadap kekuatan besar
dunia.

Daftar Pustaka
Bank Indonesia. (2023). Laporan Stabilitas Sistem Keuangan.

15

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
Eichengreen, B. (2008). Globalizing Capital: A History of the International Monetary System.
Princeton University Press.
Kindleberger, C. P. (1973). The World in Depression: 1929–1939. University of California Press.
Krugman, P. & Obstfeld, M. (2018). International Economics: Theory and Policy. Pearson
Education.
Radelet, S., & Sachs, J. (2000). The East Asian Financial Crisis: Diagnosis, Remedies, Prospects.
Brookings Papers on Economic Activity.
Steil, B. (2013). The Battle of Bretton Woods: John Maynard Keynes, Harry Dexter White, and
the Making of a New World Order. Princeton University Press.

16

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025













Dubai dan Pelajaran Strategis bagi Ketahanan Nasional Indonesia: Telaah
Buku Dubai: The Story of the World’s Fastest City karya Jim Krane

Abstract
Dubai: The Story of the World’s Fastest City by Jim Krane is a compelling account of the
transformation of a desert village into a global hub of trade, tourism, and innovation. Krane
explores the visionary leadership, strategic economic planning, infrastructure investment,
and labor management that underpinned Dubai's rise. This review critically analyzes Krane’s
insights and extracts lessons applicable to Indonesia's national development agenda.
Emphasizing economic diversification, infrastructure resilience, labor governance, and crisis
response, the paper positions Dubai’s trajectory as a reference point for strengthening
Indonesia’s national resilience in the face of global uncertainties.
Keywords: Dubai, economic transformation, national resilience, infrastructure, labor
governance, Indonesia

Pendahuluan
Buku Dubai: The Story of the World’s Fastest City karya Jim Krane mengisahkan perjalanan
Dubai dari desa gurun yang sederhana menjadi salah satu kota paling modern, kosmopolitan,
dan dinamis di dunia. Transformasi ini tidak hanya merupakan kisah tentang pembangunan
fisik, tetapi juga tentang visi, strategi, dan ketahanan menghadapi berbagai tantangan.

17

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
Sebagai negara berkembang dengan ambisi besar, Indonesia dapat mengambil banyak
pelajaran dari narasi yang ditawarkan oleh Krane, khususnya dalam membangun ketahanan
nasional berbasis pada diversifikasi ekonomi, infrastruktur strategis, dan pengelolaan sumber
daya manusia.

Transformasi Dubai: Dari Pasir ke Pusat Global
Krane secara kronologis menguraikan bagaimana Dubai, di bawah kepemimpinan Sheikh
Mohammed bin Rashid Al Maktoum, mentransformasikan keterbatasan geografis dan
sumber daya menjadi keunggulan kompetitif. Berbeda dari emirat lain yang bergantung pada
minyak, Dubai mengalihkan fokus ke sektor perdagangan, real estate, pariwisata, dan jasa
keuangan. Narasi Krane menegaskan bahwa diversifikasi ekonomi bukan hanya sebuah opsi,
melainkan kebutuhan strategis untuk memastikan kelangsungan dan kemajuan
pembangunan.

Infrastruktur dan Identitas Global
Salah satu elemen yang menonjol dalam buku ini adalah penekanan pada pembangunan
infrastruktur berskala besar sebagai instrumen pembentukan identitas dan daya tarik Dubai.
Proyek seperti Burj Khalifa, Palm Jumeirah, dan Bandara Internasional Dubai tidak hanya
monumental secara fisik, tetapi juga simbol dari ambisi global. Krane menjelaskan bahwa
infrastruktur menjadi alat strategis untuk menarik modal asing, meningkatkan pariwisata, dan
menciptakan ekosistem bisnis yang kompetitif.

Manajemen Multikulturalisme dan Tenaga Kerja Migran
Krane secara jujur membahas sisi gelap pembangunan Dubai—yakni ketergantungan besar
pada tenaga kerja migran yang sering kali bekerja dalam kondisi yang tidak ideal. Di sisi lain,
keberagaman etnis dan budaya di Dubai dikelola dalam kerangka kontrol sosial dan politik
yang ketat. Model ini mengangkat isu penting tentang bagaimana sebuah negara dapat
merangkul multikulturalisme tanpa mengorbankan stabilitas sosial. Bagi Indonesia, yang juga
menghadapi tantangan serupa, pengalaman Dubai menyodorkan refleksi penting terkait tata
kelola tenaga kerja dan integrasi sosial.

Ketahanan terhadap Krisis Global
Salah satu bab paling menarik adalah pembahasan Krane tentang krisis ekonomi global 2008
yang nyaris melumpuhkan Dubai. Dengan utang besar dan pasar properti yang memburuk,
Dubai berada di ambang kehancuran. Namun, melalui bailout dari Abu Dhabi dan
restrukturisasi keuangan yang agresif, Dubai mampu bangkit kembali. Narasi ini menekankan
pentingnya fleksibilitas kebijakan ekonomi, kemitraan strategis, dan kesiapan menghadapi
turbulensi global.

18

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Stabilitas Politik dan Daya Tarik Investasi
Dubai berhasil mempertahankan stabilitas politik dan keamanan domestik di tengah kawasan
Timur Tengah yang bergejolak. Krane menggarisbawahi peran diplomasi ekonomi dan
netralitas politik Dubai dalam menjaga posisinya sebagai pusat bisnis global. Stabilitas ini
menjadi modal utama dalam membangun kepercayaan investor dan pelaku usaha.

Pelajaran Strategis bagi Indonesia
1. Diversifikasi Ekonomi untuk Kedaulatan Nasional
Dubai menunjukkan bahwa ekonomi yang bergantung pada satu komoditas sangat rentan
terhadap fluktuasi pasar. Indonesia, meski memiliki kekayaan alam yang luas, harus
mengembangkan sektor-sektor bernilai tambah seperti teknologi digital, ekonomi hijau,
agrikultur modern, dan pariwisata berbasis budaya. Diversifikasi adalah fondasi kedaulatan
ekonomi di era globalisasi.

2. Infrastruktur sebagai Penopang Ketahanan Ekonomi
Pengalaman Dubai menegaskan bahwa infrastruktur bukan hanya fasilitas fisik, melainkan
alat strategi negara untuk mendorong pertumbuhan wilayah, konektivitas nasional, dan
keadilan sosial. Indonesia perlu terus membangun infrastruktur inklusif—terutama di wilayah
3T (terdepan, terluar, tertinggal)—agar pembangunan tidak terkonsentrasi di Jawa dan kota
besar.

3. Tata Kelola Tenaga Kerja dan Pendidikan Vokasi
Dubai memaksimalkan tenaga kerja asing untuk efisiensi biaya dan kecepatan pembangunan.
Namun, Indonesia sebagai negara pengirim dan penerima pekerja asing harus memperkuat
pendidikan vokasi dan pengawasan tenaga kerja lintas negara. Peningkatan skill dan
perlindungan tenaga kerja menjadi penting dalam mendukung transformasi ekonomi.

4. Resiliensi terhadap Krisis dan Reformasi Finansial
Krisis 2008 memperlihatkan bahwa daya tahan ekonomi bergantung pada manajemen fiskal
dan moneter yang adaptif. Indonesia perlu memperkuat sistem keuangan nasional,
mengembangkan cadangan devisa yang sehat, dan menyiapkan mekanisme tanggap darurat
untuk menjaga stabilitas sektor riil dan perbankan.

19

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

5. Politik Stabil sebagai Daya Tarik Investasi
Seperti Dubai, Indonesia harus menjaga stabilitas politik dan keamanan hukum demi
menciptakan iklim investasi yang sehat. Penegakan hukum yang konsisten, pemberantasan
korupsi, serta keberlanjutan kebijakan pembangunan adalah kunci dalam memperkuat posisi
Indonesia di mata investor global.

Kritik dan Evaluasi terhadap Buku
Jim Krane, dengan latar belakang jurnalisnya, menyajikan narasi yang hidup dan mudah
diakses oleh pembaca umum. Namun, pendekatan jurnalistiknya membuat buku ini kurang
dalam kajian teoritis ekonomi-politik yang lebih dalam. Aspek ketimpangan sosial dan
kerentanan ekologis juga tidak menjadi fokus utama, padahal penting untuk analisis
keberlanjutan. Meskipun demikian, buku ini tetap relevan sebagai sumber inspirasi
pembangunan strategis.

Kesimpulan
Buku Dubai: The Story of the World’s Fastest City tidak hanya menceritakan kisah sukses
pembangunan fisik, tetapi juga mengungkap strategi, visi, dan ketahanan yang membuat
Dubai menjadi simbol keberhasilan di abad ke-21. Bagi Indonesia, Dubai bukan sekadar model
yang harus ditiru secara mentah, melainkan referensi untuk refleksi dan adaptasi. Dengan
mengambil pelajaran dari Dubai, Indonesia dapat memperkuat ketahanan nasionalnya dalam
menghadapi dinamika global yang semakin kompleks.

Daftar Pustaka
Asian Development Bank. (2021). Infrastructure Development in Asia. Manila: ADB.
Bappenas. (2022). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020–2024.
Krane, J. (2009). Dubai: The Story of the World’s Fastest City. Atlantic Monthly Press.
Tambunan, T. (2020). Perekonomian Indonesia: Masalah dan Prospek. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
World Bank. (2023). Indonesia Economic Prospects: Investing in People. Washington DC:
World Bank Publications.

20

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025












Pembersihan Etnis Palestina dan Relevansinya bagi Ketahanan Nasional
Indonesia: Tinjauan Kritis atas Buku The Ethnic Cleansing of Palestine Karya
Ilan Pappé

Abstract
The Ethnic Cleansing of Palestine by Israeli historian Ilan Pappé provides a controversial yet
compelling account of the events surrounding the establishment of Israel in 1948. Pappé
argues that the creation of the Israeli state involved a deliberate and systematic campaign of
ethnic cleansing against Palestinians, orchestrated through Plan Dalet. This review critically
examines Pappé’s arguments and discusses the broader implications of historical injustice,
dehumanization, and exclusivist policies for national resilience. Drawing lessons for
Indonesia, the paper highlights the importance of social justice, inclusive policymaking,
historical objectivity, and active diplomacy in maintaining national unity and preventing
internal conflict.
Keywords: ethnic cleansing, Palestine, Ilan Pappé, national resilience, Indonesia, social
justice, historical memory

Pendahuluan
Buku The Ethnic Cleansing of Palestine karya Ilan Pappé merupakan sebuah karya sejarah yang
sangat provokatif dan menantang narasi resmi mengenai pembentukan negara Israel. Pappé,
seorang sejarawan Israel yang dikenal kritis terhadap kebijakan negaranya, mengungkap
bahwa proses pembentukan negara Israel tidak hanya merupakan hasil perang, tetapi juga

21

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
hasil dari rencana sistematis untuk mengusir penduduk Palestina dari tanah mereka. Melalui
narasi sejarah yang didasarkan pada dokumen militer, wawancara, dan sumber primer
lainnya, buku ini membuka kembali perdebatan moral dan politik tentang hak rakyat Palestina
dan legitimasi praktik-praktik kekerasan negara.
Melalui review ini, penulis akan mengulas isi pokok buku, relevansinya dalam memahami
dinamika konflik etno-politik, serta menarik pelajaran penting bagi Indonesia dalam konteks
penguatan ketahanan nasional, khususnya dalam pengelolaan keberagaman dan keadilan
sosial.

Isi Pokok Buku
1. Plan Dalet: Rencana Sistematis Pembersihan Etnis
Salah satu fokus utama Pappé adalah Plan Dalet (Plan D), sebuah strategi militer Zionis yang,
menurutnya, merupakan cetak biru dari pembersihan etnis terhadap penduduk Palestina.
Rencana ini didesain untuk memastikan bahwa wilayah yang diberikan kepada negara Israel
tidak hanya kosong dari penduduk Arab, tetapi juga tidak dapat dihuni kembali oleh para
pengungsi. Pappé menunjukkan bahwa pengusiran warga sipil, penghancuran desa, dan
pembantaian massal merupakan bagian dari implementasi Plan Dalet.

2. Kampanye Pengusiran dan Penghancuran Desa
Lebih dari 400 desa Palestina dihancurkan, dan sekitar 750.000 warga Palestina diusir dari
rumah mereka antara tahun 1947 hingga 1949. Pappé menyebut proses ini bukan sekadar
akibat sampingan dari perang, melainkan tujuan yang terencana. Dalam berbagai kasus,
komunitas yang telah menyerah pun tetap diusir atau dibunuh. Kekejaman ini, yang secara
historis sering diabaikan dalam narasi arus utama, menjadi fondasi dari tesis utama Pappé.

3. Dehumanisasi dan Penyangkalan Historis
Pappé mengungkap bagaimana narasi resmi Israel selama puluhan tahun berupaya menutupi
fakta pembersihan etnis dengan menyalahkan pengungsi Palestina sendiri. Proses
dehumanisasi ini mengakar dalam sistem pendidikan, media, dan kebijakan negara, sehingga
penderitaan Palestina tidak diakui. Pappé menilai bahwa penyangkalan terhadap sejarah ini
adalah bagian dari trauma kolektif yang terus berlanjut.

4. Peran Politik Internasional
Pappé juga menyalahkan dukungan pasif bahkan aktif dari negara-negara Barat—terutama
Inggris dan Amerika Serikat—dalam mendukung pendirian Israel, meskipun mereka
menyadari konsekuensi kemanusiaan yang ditimbulkan. Internasionalisasi konflik melalui

22

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
dukungan politik, diplomatik, dan militer memperparah marginalisasi terhadap rakyat
Palestina.

Relevansi Buku terhadap Ketahanan Nasional Indonesia
Meskipun buku ini berfokus pada Timur Tengah, pelajaran yang ditawarkan sangat relevan
bagi Indonesia sebagai negara multietnis dan multikultural yang rentan terhadap disintegrasi
apabila keadilan sosial tidak ditegakkan.

1. Keadilan Sosial sebagai Pilar Ketahanan
Pembersihan etnis yang terjadi di Palestina menjadi pengingat akan bahaya ketika negara
gagal memberikan keadilan dan melindungi hak semua kelompok. Dalam konteks Indonesia,
keadilan sosial bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang etnis, agama,
atau budaya, harus dijaga sebagai fondasi ketahanan nasional.

2. Narasi Sejarah yang Berimbang
Sebagaimana ditegaskan oleh Pappé, penulisan sejarah harus inklusif dan tidak memihak.
Indonesia harus memastikan bahwa narasi sejarah nasional mencerminkan keragaman
pengalaman dari semua kelompok, termasuk yang pernah mengalami marginalisasi. Hal ini
penting untuk membangun identitas nasional yang solid dan kolektif.

3. Menghindari Eksklusivisme dan Radikalisme
Konflik Israel-Palestina juga menggambarkan bahayanya eksklusivisme ideologis. Di
Indonesia, berbagai bentuk radikalisme dan intoleransi dapat mengancam persatuan.
Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama menjaga semangat Bhinneka Tunggal Ika
dan mencegah polarisasi berbasis identitas.

4. Perlindungan terhadap Pengungsi dan Minoritas
Pengalaman Palestina menunjukkan bagaimana pengabaian terhadap hak pengungsi dan
minoritas menciptakan konflik berkepanjangan. Indonesia, sebagai negara yang juga
menerima pengungsi dari konflik regional dan memiliki populasi minoritas yang signifikan,
harus memastikan kebijakan yang adil, humanis, dan menjamin perlindungan hak asasi
manusia.

23

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
5. Diplomasi Aktif dan Penyelesaian Konflik Damai
Kegagalan komunitas internasional dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina merupakan
pelajaran penting bagi Indonesia dalam mengelola konflik. Indonesia harus terus memainkan
peran aktif dalam mendorong resolusi damai—baik di tingkat domestik maupun global—dan
menunjukkan kepemimpinan moral melalui kebijakan luar negeri yang adil dan pro-
kemanusiaan.

Evaluasi Kritis terhadap Buku
Kekuatan utama buku ini terletak pada keberanian moral Pappé untuk menantang narasi
dominan dan membuka wacana alternatif tentang sejarah Israel dan Palestina. Namun, gaya
penulisan yang emosional dan politis juga dapat mengundang kritik dari kalangan akademik
yang menuntut objektivitas. Terlepas dari itu, buku ini tetap menjadi kontribusi penting bagi
historiografi Timur Tengah dan pelajaran penting tentang kekuasaan, memori, dan
kemanusiaan.

Kesimpulan
The Ethnic Cleansing of Palestine karya Ilan Pappé adalah pengingat kuat bahwa sejarah tidak
hanya soal masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita membangun masa depan. Pappé
membongkar narasi dominan dan mengajak pembaca untuk merenungkan makna keadilan,
kemanusiaan, dan kebenaran historis. Bagi Indonesia, pelajaran dari buku ini adalah perlunya
keadilan sosial, kesadaran sejarah, dan pengelolaan keberagaman yang adil demi menjaga
ketahanan nasional di tengah kompleksitas dunia modern.

Daftar Pustaka
Anderson, B. (1991). Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of
Nationalism. London: Verso.
Heryanto, A. (2018). Identity and Pleasure: The Politics of Indonesian Screen Culture.
Singapore: NUS Press.
Kementerian Pertahanan RI. (2020). Doktrin Ketahanan Nasional. Jakarta: Kemhan RI.
Komnas HAM. (2022). Laporan Tahunan Hak Asasi Manusia Indonesia.
Pappé, I. (2006). The Ethnic Cleansing of Palestine. Oxford: Oneworld Publications.
Said, E. (1979). The Question of Palestine. New York: Vintage Books.

24

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025











Ketahanan Air dan Pembelajaran Strategis bagi Indonesia: Tinjauan Kritis
atas Buku The Singapore Water Story: Sustainable Development in an Urban
City-State karya Cecilia Tortajada, Yugal Joshi, dan Asit K. Biswas.

Abstract
The Singapore Water Story: Sustainable Development in an Urban City-State, authored by
Cecilia Tortajada, Yugal Joshi, and Asit K. Biswas, presents an in-depth examination of how
Singapore transformed from a water-scarce nation into a global model for sustainable urban
water management. Through integrated policies, technological innovation, and visionary
leadership, Singapore successfully achieved water security despite geographic and resource
constraints. This review analyzes the key insights from the book and explores their relevance
to Indonesia’s national resilience. Lessons include long-term planning, diversification,
technological innovation, integrated governance, and public participation—all essential
components for strengthening Indonesia’s water and resource security.
Keywords: Singapore, water security, national resilience, sustainable development,
Indonesia, public policy, innovation

Pendahuluan
Buku The Singapore Water Story merupakan kajian komprehensif yang mendokumentasikan
perjuangan dan keberhasilan Singapura dalam mengatasi krisis air melalui kebijakan dan
inovasi yang terencana. Di tengah keterbatasan geografis dan minimnya sumber daya air
alami, Singapura mampu menunjukkan kepada dunia bahwa ketahanan air bukan semata
ditentukan oleh kekayaan alam, tetapi oleh visi, tata kelola, dan komitmen jangka panjang.

25

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
Sebagai negara kepulauan dengan potensi air yang besar namun sering mengalami tantangan
dalam distribusi dan pengelolaan, Indonesia dapat mengambil banyak pelajaran dari
transformasi Singapura. Buku ini menjadi bahan refleksi penting untuk memperkuat
ketahanan nasional Indonesia melalui kebijakan pengelolaan sumber daya air yang inklusif
dan berkelanjutan.

Isi Pokok Buku dan Strategi Ketahanan Air Singapura
1. Krisis Awal dan Ketergantungan pada Impor Air
Pada awal kemerdekaannya, Singapura bergantung pada Malaysia sebagai pemasok utama
air bersih. Ketergantungan ini menempatkan Singapura dalam posisi rentan baik secara politik
maupun ekonomi. Kesadaran akan risiko ini mendorong Singapura untuk membangun sistem
air nasional yang otonom dan tangguh.

2. Kebijakan Air Terpadu dan Kelembagaan Efektif
Public Utilities Board (PUB) menjadi institusi utama yang memegang kendali penuh atas
seluruh siklus air: dari pasokan, penggunaan, hingga pengolahan air limbah. Pengelolaan yang
terintegrasi dari hulu hingga hilir memungkinkan efisiensi, kontrol kualitas, serta respons
cepat terhadap tantangan lingkungan dan sosial.

3. Empat Pilar Strategi: Four National Taps
Singapura membangun empat sumber utama pasokan air, yang secara kolektif disebut Four
National Taps:
• Air Hujan (Reservoirs): Waduk dibangun di seluruh negeri untuk menangkap air hujan.
• Air Impor: Perjanjian dengan Malaysia tetap dijaga namun digantikan perlahan.
• NEWater: Inovasi teknologi daur ulang air limbah menjadi air bersih dengan kualitas
tinggi.
• Desalinasi: Air laut diubah menjadi air tawar melalui teknologi canggih.

4. Efisiensi dan Edukasi Publik
Singapura mengembangkan budaya hemat air melalui pendidikan, insentif finansial, dan
teknologi untuk deteksi kebocoran. Masyarakat dilibatkan aktif dalam konservasi air melalui
kampanye publik yang berkelanjutan.

26

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

5. Penelitian, Teknologi, dan Inovasi
Investasi besar dilakukan dalam riset dan teknologi, khususnya dalam pengembangan
NEWater dan teknologi desalinasi hemat energi. Singapura juga mendirikan pusat-pusat riset
air yang menjadi rujukan dunia.

6. Pengelolaan Air Limbah dan Risiko Banjir
Sistem pengolahan air limbah yang canggih memungkinkan daur ulang dan meminimalkan
pencemaran lingkungan. Penanganan banjir dilakukan secara sistemik melalui infrastruktur
drainase dan prediksi cuaca yang akurat.

7. Kepemimpinan Visioner dan Kolaborasi Global
Kebijakan air Singapura ditopang oleh kepemimpinan yang berani mengambil keputusan sulit.
Pemerintah juga menjalin kerjasama internasional dalam teknologi dan pembiayaan,
memperkuat diplomasi teknis dan reputasi globalnya.

Relevansi Buku bagi Ketahanan Nasional Indonesia
Buku ini tidak hanya relevan untuk studi kebijakan publik atau pengelolaan air, tetapi juga
menjadi referensi penting dalam membangun ketahanan nasional Indonesia secara
menyeluruh.

1. Perencanaan Jangka Panjang dan Visi Kebijakan
Seperti Singapura, Indonesia perlu memperkuat pendekatan jangka panjang dalam
pengelolaan air, energi, dan pangan. Rencana pembangunan harus mempertimbangkan
ketahanan terhadap perubahan iklim, bencana alam, dan dinamika geopolitik.

2. Diversifikasi Sumber Daya Strategis
Konsep Four National Taps dapat diadopsi Indonesia untuk diversifikasi sumber energi,
pangan, dan air. Ketergantungan pada satu jenis sumber daya menciptakan kerentanan.
Dengan mendiversifikasi sumber, Indonesia dapat meningkatkan stabilitas dan keberlanjutan.

27

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

3. Inovasi dan Teknologi dalam Pengelolaan SDA
Investasi dalam riset dan pengembangan teknologi lokal sangat penting untuk kemandirian
pengelolaan sumber daya. Teknologi daur ulang air, energi terbarukan, dan sistem deteksi
bencana adalah contoh bidang yang perlu dikembangkan secara serius.

4. Integrasi Kebijakan Pusat dan Daerah
Indonesia dapat meniru model integrasi Singapura, di mana kebijakan lintas sektor dan
tingkatan pemerintahan dikoordinasikan dengan baik. Pengelolaan air harus melibatkan
kementerian teknis, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil secara harmonis.

5. Partisipasi Masyarakat dan Edukasi
Kesadaran publik merupakan pilar penting dalam pengelolaan sumber daya. Program edukasi
air di Singapura berhasil membentuk perilaku hemat dan bertanggung jawab. Indonesia perlu
memperkuat pendidikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam konservasi
sumber daya.

6. Manajemen Risiko Lingkungan dan Adaptasi Iklim
Sebagai negara yang rawan bencana, Indonesia harus membangun sistem manajemen risiko
berbasis data dan teknologi. Penanganan banjir, kekeringan, dan krisis air harus menjadi
bagian dari kebijakan ketahanan nasional berbasis adaptasi perubahan iklim.

7. Diplomasi Teknis dan Kerjasama Internasional
Singapura berhasil menggunakan diplomasi teknis di bidang air sebagai kekuatan lunak (soft
power). Indonesia dapat mengembangkan peran serupa dalam bidang energi terbarukan,
teknologi pangan, dan konservasi untuk memperkuat posisi strategis di kawasan.

Kritik dan Evaluasi terhadap Buku
Buku ini sangat kuat dalam menyampaikan narasi berbasis data dan pengalaman nyata.
Namun, sebagai studi kasus negara kota (city-state), beberapa pendekatan tidak dapat
diterapkan langsung di negara kepulauan besar seperti Indonesia. Oleh karena itu, penting
untuk melakukan adaptasi kontekstual terhadap kondisi geografis, budaya, dan kapasitas
institusional Indonesia.
Meski demikian, sebagai model inspiratif dan referensi praktis, The Singapore Water Story
sangat bermanfaat dalam merancang kebijakan sumber daya yang tangguh dan modern.

28

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Kesimpulan
The Singapore Water Story adalah kisah keberhasilan sebuah negara yang berani menghadapi
tantangan besar dengan solusi visioner, teknologi canggih, dan keterlibatan masyarakat. Buku
ini membuktikan bahwa sumber daya alam yang terbatas bukan penghalang bagi kemajuan—
asal ada visi, strategi, dan komitmen.
Indonesia, dengan segala potensi dan tantangannya, dapat belajar banyak dari pengalaman
Singapura untuk memperkuat ketahanan nasional melalui transformasi pengelolaan sumber
daya air dan alam secara berkelanjutan. Saat dunia menghadapi krisis iklim dan tekanan
geopolitik, penguatan tata kelola sumber daya menjadi pilar utama ketahanan bangsa.

Daftar Pustaka
Bappenas. (2022). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.
Kementerian PUPR. (2021). Strategi Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air. Jakarta:
Direktorat Jenderal SDA.
PUB Singapore. (2020). Water for All: Securing Our Future Together. Singapore: Public Utilities
Board.
Tortajada, C., Joshi, Y., & Biswas, A. K. (2013). The Singapore Water Story: Sustainable
Development in an Urban City-State. London: Routledge.
https://doi.org/10.4324/9780203076491
World Bank. (2020). Doing More with Less: Smarter Water Management in a Changing
Climate. Washington, DC: World Bank Publications.

29

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025











Ketahanan dalam Dunia Pasca-Apokaliptik: Tinjauan Kritis atas Fault Lines:
Upheaval Karya Harley Tate dan Relevansinya bagi Ketahanan Nasional
Indonesia

Abstract
Fault Lines: Upheaval by Harley Tate is a post-apocalyptic novel that explores how a massive
series of earthquakes disrupts civilization, revealing societal vulnerabilities and the resilience
of human survival instincts. Through the lens of fiction, the novel exposes critical themes such
as the collapse of infrastructure, anarchy, leadership emergence, resource scarcity, and the
revaluation of traditional survival skills. This review analyzes the narrative’s relevance to
national disaster preparedness and resilience policies in Indonesia, a disaster-prone
archipelago. Lessons include infrastructure robustness, leadership under crisis, social
cohesion, and community-based disaster readiness.
Keywords: disaster resilience, post-apocalyptic fiction, infrastructure collapse, leadership,
survivalism, Indonesia

Pendahuluan
Fault Lines: Upheaval adalah bagian dari seri fiksi pasca-apokaliptik karya Harley Tate yang
menggambarkan kehancuran dunia akibat gempa bumi dahsyat. Buku ini mengangkat tema-
tema seperti ketahanan individu dan komunitas, keruntuhan sistem sosial, krisis sumber daya,
serta kemampuan adaptasi manusia di tengah anarki. Meski fiksi, narasi ini menyajikan
simulasi imajinatif tentang dampak bencana skala besar dan menjadi media refleksi yang
relevan bagi Indonesia, negara yang dikenal rawan bencana alam.

30

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
Melalui analisis kritis terhadap isi buku, artikel ini mengeksplorasi pesan-pesan penting yang
dapat dipetik untuk memperkuat strategi ketahanan nasional, khususnya dalam konteks
kebencanaan dan pengelolaan krisis.

Isi Pokok Buku dan Isu-isu Kritis
1. Gempa Bumi dan Keruntuhan Infrastruktur
Narasi dimulai dengan serangkaian gempa bumi masif yang menghancurkan kota-kota besar
dan melumpuhkan infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih, transportasi, dan jaringan
komunikasi. Pemerintahan berhenti berfungsi, dan masyarakat terjebak dalam
ketidakpastian.
Dalam konteks Indonesia, skenario ini sangat relevan. Sebagai negara yang terletak di Cincin
Api Pasifik, Indonesia menghadapi risiko tinggi terhadap gempa bumi, tsunami, dan letusan
gunung berapi. Kerentanan infrastruktur menjadi tantangan utama dalam merespons
bencana berskala besar.

2. Kerusuhan Sosial dan Anarki
Ketiadaan hukum menyebabkan munculnya anarki. Kelompok-kelompok bertindak secara
otonom, sering kali brutal dan tanpa kendali. Buku ini menggambarkan bagaimana
masyarakat dapat dengan cepat beralih dari struktur sipil menuju kondisi survival yang kacau.
Pelajaran ini penting bagi Indonesia dalam memperkuat sistem keamanan sosial, termasuk
kemampuan polisi dan militer dalam menjaga ketertiban pasca-bencana serta mencegah
konflik horizontal.

3. Kepemimpinan di Tengah Krisis
Kepemimpinan darurat menjadi titik fokus dalam cerita. Tokoh-tokoh yang mampu
mengambil keputusan cepat, berani, dan bermoral tinggi menjadi pemimpin komunitas.
Mereka menghadapi dilema etika dalam kondisi ekstrem.
Indonesia membutuhkan pemimpin daerah dan nasional yang adaptif, cepat tanggap, serta
memiliki kredibilitas dalam menangani bencana. Pelatihan kepemimpinan untuk situasi
darurat harus menjadi bagian dari manajemen risiko nasional.

31

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

4. Kelangkaan Sumber Daya dan Survivalisme
Sumber daya seperti makanan, air, dan bahan bakar menjadi sangat langka, memicu konflik
dan perebutan. Karakter dalam buku ini belajar berburu, bertani, dan hidup mandiri dengan
keterampilan dasar.
Dalam konteks Indonesia, ini mencerminkan pentingnya ketahanan pangan dan energi lokal.
Pengembangan pertanian rumah tangga dan komunitas bisa menjadi solusi jangka panjang
dalam menghadapi gangguan rantai pasok.

5. Keterampilan Tradisional dalam Dunia Tanpa Teknologi
Karena jaringan listrik dan internet mati total, masyarakat harus kembali mengandalkan
keterampilan manual. Pengetahuan seperti membuat api, navigasi, pertolongan pertama, dan
pengolahan air menjadi sangat penting.
Pendidikan Indonesia dapat mengambil pelajaran dari sini dengan memasukkan pelatihan
dasar bertahan hidup ke dalam kurikulum, terutama di wilayah rawan bencana.

6. Harapan dan Adaptasi
Meskipun suram, narasi ini juga menyuarakan harapan. Karakter terus beradaptasi, belajar
dari kesalahan, dan membangun kembali komunitas berdasarkan kepercayaan dan kerja
sama.
Adaptasi merupakan fondasi ketahanan nasional. Sistem kebijakan harus fleksibel dalam
menghadapi krisis, dengan memperkuat mekanisme tanggap darurat dan pemulihan.

Relevansi terhadap Ketahanan Nasional Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 270 juta penduduk sangat rentan
terhadap berbagai jenis bencana alam. Fiksi Fault Lines menggambarkan situasi hipotetik yang
sangat mungkin terjadi di banyak wilayah Indonesia. Oleh karena itu, berikut pelajaran yang
dapat diambil:

1. Peningkatan Kualitas dan Ketahanan Infrastruktur
Infrastruktur Indonesia harus dirancang dan dibangun dengan standar tahan bencana.
Investasi dalam teknologi konstruksi tahan gempa serta pemetaan wilayah rawan menjadi
langkah strategis. Pemeliharaan dan audit berkala terhadap jembatan, bendungan, serta
sistem komunikasi juga harus diintensifkan.

32

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

2. Penguatan Sistem Kesiapsiagaan Bencana
Narasi fiksi ini menekankan lemahnya sistem peringatan dini dan respons darurat. Indonesia
harus mengembangkan sistem deteksi dini yang lebih andal, memperkuat koordinasi antar
lembaga, serta memperbanyak latihan simulasi bencana di tingkat komunitas.

3. Kepemimpinan Darurat yang Efektif
Pemerintah perlu melatih pemimpin di semua tingkatan—baik kepala desa hingga gubernur—
agar memiliki kapasitas dalam membuat keputusan cepat dan tepat saat bencana. Simulasi
pengambilan keputusan berbasis skenario dapat menjadi alat pelatihan yang efektif.

4. Penguatan Solidaritas Sosial
Masyarakat Indonesia memiliki potensi gotong royong yang tinggi. Namun, nilai ini harus
terus dipupuk melalui program sosial dan budaya yang memperkuat ikatan antar warga.
Ketahanan komunitas akan sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan dan solidaritas antar
individu.

5. Pemberdayaan Komunitas dan Pendidikan Kesiapsiagaan
Program pelatihan masyarakat dalam keterampilan dasar seperti P3K, pemetaan risiko lokal,
dan logistik darurat harus digalakkan. Buku ini memberi gambaran bahwa komunitas yang
siap secara pengetahuan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan pulih.

6. Ketahanan Pangan dan Energi Mandiri
Fiksi Fault Lines menggarisbawahi pentingnya swasembada dalam kondisi darurat. Indonesia
harus memperkuat kemandirian pangan berbasis lokal, memperluas lumbung pangan desa,
dan mempromosikan energi terbarukan sebagai cadangan strategis nasional.

Evaluasi Kritis terhadap Buku
Sebagai novel fiksi, Fault Lines: Upheaval memiliki kekuatan dalam menggugah emosi dan
membangun ketegangan naratif. Namun, karena fokusnya pada alur cerita dan hiburan, buku
ini tidak menyajikan solusi konkret dalam tataran kebijakan. Meski begitu, imajinasi penulis
sangat relevan sebagai simulasi psikologis dan sosial terhadap skenario bencana besar.
Buku ini sangat tepat untuk digunakan sebagai bahan diskusi dalam pendidikan kebencanaan,
pelatihan kepemimpinan, dan pembentukan skenario alternatif dalam perencanaan darurat.

33

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Kesimpulan
Fault Lines: Upheaval bukan sekadar hiburan, tetapi juga peringatan akan kerapuhan
peradaban modern ketika menghadapi bencana alam besar. Meski merupakan karya fiksi,
narasi Harley Tate mengajarkan pentingnya persiapan, kolaborasi, keterampilan dasar, dan
keberanian dalam menghadapi ketidakpastian.
Bagi Indonesia, novel ini dapat menjadi pemicu kesadaran akan pentingnya membangun
ketahanan nasional dari hulu ke hilir—dari perencanaan infrastruktur hingga pembangunan
komunitas tangguh. Dalam dunia yang terus menghadapi ancaman perubahan iklim, bencana
alam, dan gejolak sosial, ketahanan bukan pilihan, melainkan kebutuhan mutlak.

Daftar Pustaka
Bappenas. (2020). Kajian Risiko Bencana Nasional. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). (2023). Indeks Ketahanan Daerah terhadap
Bencana. Jakarta: BNPB.
Kementerian PUPR. (2022). Pedoman Teknis Infrastruktur Tahan Gempa di Indonesia. Jakarta:
Kementerian PUPR.
Tate, H. (2020). Fault Lines: Upheaval. [Publisher].
Wisner, B., Blaikie, P., Cannon, T., & Davis, I. (2004). At Risk: Natural Hazards, People’s
Vulnerability and Disasters. London: Routledge.

34

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025











"Resilience, Development and Global Change" – Perspektif Ketahanan Sosial-
Ekologis dalam Menghadapi Perubahan Global

Abstract
Katrina Brown's book, Resilience, Development and Global Change, offers a profound
exploration of resilience in the context of global change, integrating socio-ecological systems,
inequality, and transformative processes. This review examines the book’s key arguments,
including its emphasis on resilience as adaptive capacity, the interplay between social and
ecological dynamics, and the role of policy in fostering sustainable development. Brown’s
work provides valuable insights for Indonesia, a nation facing climate change, economic shifts,
and social inequalities. By advocating for inclusive policies and transformative adaptation, the
book serves as a critical guide for strengthening national resilience amid global uncertainties.
Keywords: resilience, development, global change, socio-ecological systems, inequality,
transformative processes.

Pendahuluan
Perubahan global yang ditandai oleh krisis iklim, ketidaksetaraan ekonomi, dan disrupsi sosial-
ekologis menuntut pemahaman mendalam tentang konsep ketahanan (resilience).
Buku Resilience, Development and Global Change karya Katrina Brown (2015) menjawab
tantangan ini dengan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan perspektif sosial,
ekologis, dan kebijakan. Buku ini tidak hanya mendefinisikan ketahanan sebagai kemampuan
untuk pulih (bounce back), tetapi juga sebagai kapasitas untuk bertransformasi dan berinovasi
dalam menghadapi ketidakpastian. Review ini menganalisis kontribusi buku tersebut bagi
wacana ketahanan global dan relevansinya bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang
rentan terhadap perubahan iklim dan ketimpangan pembangunan.

35

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025


Metodologi
Brown menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggabungkan studi kasus dari berbagai
belahan dunia, analisis kebijakan, dan kerangka teoritis dari ilmu sosial-ekologis. Data
diperoleh dari penelitian lapangan, literatur akademis, dan laporan kebijakan, yang
memungkinkan pembaca memahami ketahanan dalam konteks lokal dan global. Pendekatan
ini menekankan pentingnya adaptasi berbasis komunitas dan peran kebijakan dalam
mendorong transformasi sistemik.

Hasil dan Pembahasan
1. Konsep Ketahanan: Dari Pemulihan ke Transformasi
Brown menantang definisi tradisional ketahanan sebagai sekadar "kembali normal" pasca-
krisis. Melalui contoh seperti masyarakat pesisir yang beralih dari perikanan tradisional ke
ekowisata, buku ini menunjukkan bahwa ketahanan sejati memerlukan inovasi dan
perubahan struktural. Konsep ini relevan bagi Indonesia, di mana komunitas pesisir harus
beradaptasi dengan naiknya permukaan laut dan penurunan hasil tangkapan ikan.

2. Ketahanan Sosial-Ekologis: Manusia dan Alam sebagai Sistem Terpadu
Buku ini menekankan bahwa ketahanan tidak dapat dipisahkan dari interaksi manusia-alam.
Misalnya, deforestasi di Sumatra tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati tetapi juga
mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung pada hutan. Brown menyarankan
pendekatan pembangunan yang memadukan konservasi dengan pemberdayaan ekonomi,
seperti yang dilakukan dalam program community-based forest management.

3. Ketidaksetaraan sebagai Akar Kerentanan
Brown mengkritik pembangunan yang mengabaikan ketimpangan, dengan menunjukkan
bagaimana kelompok marginal (petani kecil, masyarakat adat) paling menderita akibat krisis
iklim namun sering diabaikan dalam kebijakan. Studi kasus dari Afrika dan Asia menyoroti
perlunya kebijakan inklusif yang memberikan akses terhadap sumber daya dan pengambilan
keputusan. Di Indonesia, hal ini dapat diterapkan melalui reformasi agraria dan perlindungan
hak masyarakat adat.

4. Perubahan Global sebagai Pemicu Transformasi
Buku ini membahas bagaimana krisis seperti pandemi atau resesi dapat menjadi momentum
untuk perubahan sistemik. Contohnya, transisi energi terbarukan di Jerman pasca-bencana
nuklir Fukushima menunjukkan peran kebijakan visioner. Indonesia dapat belajar dari ini
untuk mempercepat transisi dari energi fosil ke energi bersih, sekaligus menciptakan
lapangan kerja hijau.

36

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

5. Pembelajaran dari Studi Kasus Global
Brown membandingkan ketahanan masyarakat adat di Amazon dengan komunitas perkotaan
di Eropa, mengungkap bahwa pengetahuan lokal (indigenous knowledge) sering kali lebih
adaptif dibanding solusi teknokratis. Bagi Indonesia, hal ini menegaskan pentingnya
melibatkan masyarakat lokal dalam mitigasi bencana dan adaptasi iklim.

6. Kebijakan untuk Ketahanan Jangka Panjang
Penulis menekankan bahwa kebijakan pembangunan harus mengintegrasikan prinsip
ketahanan, misalnya melalui:
• Infrastruktur tahan bencana: Seperti sistem peringatan dini tsunami di Aceh.
• Ekonomi sirkular: Pengelolaan sampah berbasis komunitas seperti di Surabaya.
• Pendidikan adaptif: Kurikulum yang memasukkan literasi iklim dan kewirausahaan sosial.

Implikasi untuk Ketahanan Nasional Indonesia
Buku ini memberikan lima rekomendasi kunci bagi Indonesia:
1. Pembangunan Berkelanjutan: Integrasi SDGs dalam kebijakan nasional dan daerah.
2. Inklusivitas: Prioritas pada kelompok rentan melalui program seperti Kartu Prakerja dan
BPJS Kesehatan.
3. Transformasi Sistemik: Transisi energi, reformasi tata kelola hutan, dan diversifikasi
pangan.
4. Adaptasi Berbasis Komunitas: Memanfaatkan local wisdom dalam mitigasi bencana.
5. Kebijakan Proaktif: Antisipasi krisis melalui riset dan kolaborasi internasional.

Kelebihan dan Kekurangan Buku

Kelebihan:
• Analisis mendalam dengan studi kasus beragam.
• Pendekatan interdisipliner yang menghubungkan ekologi, ekonomi, dan politik.
• Rekomendasi kebijakan praktis untuk pembuat keputusan.

Kekurangan:
• Kurangnya pembahasan tentang peran sektor privat dalam ketahanan.
• Studi kasus Asia Tenggara terbatas, padahal relevan bagi Indonesia.

37

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Kesimpulan
Buku Brown adalah bacaan wajib bagi akademisi, praktisi pembangunan, dan pembuat
kebijakan yang ingin memahami ketahanan dalam era perubahan global. Dengan
menggabungkan teori dan praktik, buku ini menawarkan peta jalan untuk membangun
masyarakat yang tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang di tengah ketidakpastian.
Indonesia dapat memanfaatkan wawasan ini untuk memperkuat ketahanan nasional yang
inklusif dan berkelanjutan.

Daftar Pustaka
Adger, W.N. (2000). "Social and Ecological Resilience". Progress in Human Geography.
Brown, K. (2015). Resilience, Development and Global Change. Routledge.
Folke, C. (2016). "Resilience and Social-Ecological Systems". Annual Review of Environment
and Resources.
Kementerian PPN/Bappenas. (2020). *Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2020-2024*.
UNDP. (2021). Human Development Report: Tackling Inequality in Southeast Asia.

38

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025











"The Genius of Israel" – Ketahanan dan Inovasi di Tengah Gejolak Global

Abstract
Dan Senor and Saul Singer's book, The Genius of Israel: The Surprising Resilience of a Divided
Nation in a Turbulent World, explores the paradoxical strength of Israel, a nation marked by
internal divisions and external threats, yet renowned for its resilience, innovation, and
economic vitality. This review analyzes the book’s core themes, including Israel’s culture of
innovation, military-driven entrepreneurship, and ability to transform diversity into a
strategic asset. While acknowledging the geopolitical controversies surrounding Israel, the
book offers valuable lessons for Indonesia, particularly in fostering technological
advancement, cross-sector collaboration, and adaptive governance. By critically examining
Israel’s model, this review highlights actionable insights for strengthening Indonesia’s
national resilience in an era of global uncertainty.
Keywords: resilience, divided nation, turbulent world, paradoxical strength, internal divisions,
external threats.

Pendahuluan
Israel, sebuah negara kecil dengan populasi sekitar 9 juta jiwa, terus menjadi teka-teki dalam
wacana global: bagaimana sebuah bangsa yang dikelilingi konflik, terfragmentasi secara
internal, dan miskin sumber daya alam mampu menjadi pusat inovasi teknologi dan
ketahanan strategis? Buku The Genius of Israel (2023) karya Dan Senor dan Saul Singer—
penulis Start-Up Nation—menjawab pertanyaan ini dengan menggali dinamika sosial,
ekonomi, dan keamanan yang membentuk "keajaiban" Israel. Review ini menganalisis
argumen utama buku tersebut, mengevaluasi relevansinya bagi Indonesia, dan mengkritik
narasi yang mungkin diabaikan penulis, seperti dampak pendudukan Palestina terhadap
ketahanan Israel.

39

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Metodologi
Senor dan Singer menggunakan pendekatan jurnalistik dengan menggabungkan wawancara
mendalam (dengan CEO startup, pejabat militer, dan akademisi), data ekonomi, serta studi
kasus perusahaan seperti Waze dan Mobileye. Metode ini memungkinkan penulis
menghubungkan mikro-level (kultur individu) dengan makro-level (kebijakan nasional).
Namun, buku ini kurang menyertakan perspektif kritis dari kelompok minoritas non-Yahudi
atau analisis dampak okupasi Palestina terhadap stabilitas Israel.

Hasil dan Pembahasan
1. Resiliensi melalui Inovasi
Buku ini menekankan bahwa ketahanan Israel bukanlah produk pasif dari ancaman eksternal,
melainkan hasil aktif dari budaya problem-solving yang dipupuk sejak dini. Contoh nyata
termasuk:
• Ekosistem startup: Israel memiliki startup per kapita tertinggi di dunia (1 startup per 1.400
orang), dengan fokus pada cybersecurity (Check Point) dan agritech (Netafim).
• Peran militer: Unit 8200 (satuan intelijen cyber) menjadi "sekolah kewirausahaan", di
mana alumni mendirikan perusahaan seperti NSO Group.
Relevansi untuk Indonesia: Indonesia bisa mencontoh model kolaborasi riset antara
universitas (contoh: ITB), militer (Pussenif TNI AD), dan swasta (GoTo) untuk mengembangkan
teknologi pertahanan-sipil, seperti drone pengawas hutan.

2. Militer sebagai Mesin Inovasi
IDF (Angkatan Bersenjata Israel) tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pertahanan, tetapi
juga laboratorium inovasi:
• Pelatihan kepemimpinan: Sistem flat hierarchy di IDF mendorong prajurit untuk
mengambil inisiatif—keterampilan yang kemudian diterapkan di sektor sipil.
• Transfer teknologi: Teknologi Iron Dome dikomersialisasi untuk aplikasi sipil, seperti
deteksi dini kebakaran hutan.
Kritik: Buku ini mengabaikan biaya moral dari militerisasi masyarakat, termasuk trauma
psikologis veteran dan normalisasi kekerasan.

3. Keragaman sebagai Kekuatan
Meski terpecah oleh konflik agama (Yahudi vs. Arab Israel) dan etnis (Ashkenazi vs. Sephardi),
Israel memanfaatkan keragaman untuk inovasi:
• Tim multidisplin: Perusahaan seperti Waze menggabungkan insinyur dari latar belakang
budaya berbeda untuk menciptakan solusi transportasi inklusif.

40

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
Pelajaran untuk Indonesia: Keragaman Indonesia (1.340 suku) bisa menjadi keunggulan jika
dikelola melalui kebijakan seperti affirmative action di bidang teknologi dan pendidikan
STEM.

4. Pendidikan dan Riset
Israel mengalokasikan 4,3% PDB untuk R&D (tertinggi di dunia), dengan hasil seperti:
• Universitas riset: Technion menghasilkan 3 pemenang Nobel dan startup seperti Viber.
• Program magang: Kolaborasi antara Weizmann Institute dan perusahaan farmasi global.
Rekomendasi untuk Indonesia: Meningkatkan anggaran riset dari 0,2% PDB (2023) dan
memperkuat link-and-match antara kampus (UI, UGM) dengan industri.

5. Fleksibilitas dalam Ketidakpastian
Israel unggul dalam adaptive governance, contohnya respon cepat terhadap krisis air dengan
teknologi desalinasi (60% air minum Israel berasal dari laut).
Implikasi untuk Indonesia: Membangun sistem responsif terhadap krisis, seperti early warning
system untuk gempa dan banjir berbasis AI.

Kritik terhadap Buku
1. Narasi Sepihak: Buku ini mengabaikan kontribusi pendanaan AS ($3,8 miliar/tahun) dan
dampak pendudukan Tepi Barat terhadap stabilitas Israel.
2. Romantisisasi Militer: Peran IDF dibahas tanpa analisis kritis atas pelanggaran HAM di
Gaza.
3. Minoritas yang Terabaikan: Arab Israel (20% populasi) jarang disebut sebagai bagian dari
"keajaiban" Israel.

Pelajaran untuk Indonesia
1. Ekosistem Inovasi:
• Dorong venture capital untuk startup lokal (contoh: East Ventures).
• Bangun tech hub seperti Tel Aviv di Surabaya atau Bandung.
2. Reformasi Pendidikan:
• Kurikulum STEM berbasis proyek (contoh: SMK Pusat Keunggulan).
• Beasiswa riset kerja sama dengan industri (mirip program MAGNET Israel).
3. Kolaborasi Sipil-Militer: Optimalkan BPPT dan LAPAN untuk riset dual-use (sipil-militer).
4. Manajemen Keragaman: Promosikan startup lintas budaya seperti Kitabisa.com yang
melibatkan berbagai kelompok.

41

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
Kesimpulan
The Genius of Israel memberikan wawasan berharga tentang membangun ketahanan melalui
inovasi, meski perlu dibaca dengan kritis untuk menghindari bias pro-Israel. Indonesia dapat
mengadopsi prinsip-prinsip seperti kolaborasi riset, fleksibilitas kebijakan, dan pemanfaatan
keragaman—tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial yang menjadi
fondasi Pancasila.

Daftar Pustaka
Data Bank World Bank. (2023). R&D Expenditure (% of GDP).
Perwita, A.A.B. (2022). Ketahanan Nasional Indonesia: Konsep dan Implementasi. Pustaka
Pelajar.
Senor, D., & Singer, S. (2023). The Genius of Israel: The Surprising Resilience of a Divided
Nation in a Turbulent World. Avid Reader Press.
Start-Up Nation Central. (2023). Israel’s Tech Ecosystem Annual Report.
UNCTAD. (2022). Technology and Innovation Report: Developing National Innovation
Systems.

42

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025











"The Coming Wave" – Antisipasi Dampak Revolusi AI dan Bioteknologi
terhadap Ketahanan Nasional

Abstract
Mustafa Suleyman's The Coming Wave: Technology, Power, and the 21st Century's Greatest
Dilemma (2023) presents a critical examination of the dual-edged potential of artificial
intelligence (AI) and synthetic biology. As a co-founder of DeepMind, Suleyman warns that
these technologies could surpass human control, redistributing power to non-state actors and
destabilizing global systems. This review analyzes the book’s core arguments—ranging from
autonomous AI risks to biotechnological ethics—and evaluates their implications for
Indonesia’s national resilience. While highlighting Suleyman’s proposed regulatory
frameworks and global cooperation, the review also critiques the techno-optimistic narrative,
offering policy recommendations for Indonesia to harness technological opportunities while
mitigating existential threats.
Keywords: coming wave, technology, power, greatest dilemma, critical examination, artificial
intelligence, synthetic biology.

Pendahuluan
Revolusi kecerdasan buatan (AI) dan bioteknologi tidak hanya menjanjikan efisiensi ekonomi
tetapi juga membawa ancaman disruptif yang belum tertandingi dalam sejarah manusia. The
Coming Wave (2023) karya Mustafa Suleyman—salah satu pendiri DeepMind—menjelaskan
dilema ini melalui lensa pengalaman praktisnya di industri teknologi. Buku ini berargumen
bahwa gelombang teknologi baru ini bersifat uncontainable (sulit dikendalikan) karena
sifatnya yang otonom, terdesentralisasi, dan mudah diakses oleh aktor non-negara. Review
ini menganalisis temuan utama buku, mengaitkannya dengan tantangan ketahanan nasional
Indonesia, dan mengusulkan strategi adaptasi berbasis kebijakan inklusif dan literasi digital.

43

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Metodologi
Suleyman menggunakan pendekatan naratif yang menggabungkan:
1. Pengalaman empiris: Kisah pengembangan AI di DeepMind, termasuk proyek Deep Q-
Network (DQN) dan LaMDA.
2. Analisis historis: Perbandingan dengan revolusi industri sebelumnya untuk memprediksi
dampak sosial-politik AI.
3. Studi kasus global: Contoh seperti serangan ransomware WannaCry pada NHS Inggris
(2017).
Namun, buku ini kurang menyertakan perspektif dari Global South, termasuk dampak
teknologi pada negara berkembang seperti Indonesia.

Hasil dan Pembahasan
1. Dilema Kekuasaan dan Desentralisasi Teknologi
Suleyman menunjukkan bahwa AI dan bioteknologi menggeser monopoli kekuasaan dari
negara ke aktor kecil (individu, kelompok radikal, korporasi). Contohnya:
• AI generatif: Tools seperti ChatGPT memungkinkan pembuatan deepfake untuk
manipulasi politik.
• Biohacking: Teknik CRISPR yang terjangkau berpotensi disalahgunakan untuk senjata
biologis.
Implikasi untuk Indonesia:
• Ancaman cyber warfare terhadap infrastruktur kritis (contoh: serangan pada Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik/SPBE).
• Perlunya cyber diplomacy untuk mengatur ekspor teknologi sensitif melalui forum seperti
ASEAN.

2. Kegagalan Regulasi dan Teknokapitalisme
Buku ini mengkritik paradoks industri teknologi yang mengabaikan risiko demi keuntungan
komersial. Misalnya, perusahaan AI sering kali merilis produk tanpa safety testing memadai
(contoh: kasus Tesla Autopilot). Suleyman menyarankan:
• Pembatasan akses: Lisensi wajib untuk pengembangan AI tingkat lanjut.
• Audit independen: Verifikasi etik oleh lembaga multilateral seperti PBB.
Kritik: Suleyman terlalu berfokus pada aktor Barat dan mengabaikan peran China dalam tata
kelola AI global.

44

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

3. Ketahanan Sosial-Ekologis di Era Bioteknologi
Bioteknologi sintetis berpotensi memicu krisis ekologis (contoh: organisme hasil rekayasa
yang lepas kendali). Namun, teknologi ini juga bisa menjadi solusi untuk ketahanan pangan
Indonesia, seperti:
• Beratmosfer CRISPR: Beras tahan kekeringan untuk petani di NTT.
• Mikroba pendegradasi plastik: Solusi untuk sampah laut di Bali.
Tantangan: Risiko biopiracy (pencurian sumber daya genetik Indonesia oleh korporasi asing).

4. Militerisasi AI dan Ancaman Keamanan Nasional
Suleyman memperingatkan penggunaan AI dalam senjata otonom (killer robots), yang bisa
memperunang konflik. Untuk Indonesia:
• Peluang: Pengembangan sistem pengawasan maritim berbasis AI untuk patroli di Natuna.
• Ancaman: Penyalahgunaan facial recognition untuk represi politik.

5. Strategi Mitigasi: Kolaborasi vs. Isolasi Teknologi
Buku ini mengusulkan dua pendekatan:
1. Kolaborasi global: Traktat internasional untuk membatasi eksperimen AI berisiko tinggi.
2. Kapasitas lokal: Pelatihan AI literacy bagi pemangku kepentingan.
Contoh sukses: Estonia yang membangun e-governance berbasis blockchain.

Kritik terhadap Buku
1. Bias Tekno-Optimisme: Suleyman meremehkan ketimpangan kapasitas teknologi antara
Global North dan South.
2. Minimnya Solusi Konkret: Proposal regulasi sering kali bersifat abstrak tanpa roadmap
implementasi.
3. Ignoransi terhadap Dampak Sosial: Dampak AI pada lapangan kerja (contoh: penggantian
tenaga kerja oleh otomasi) tidak dibahas mendalam.

Rekomendasi untuk Indonesia
1. Regulasi dan Tata Kelola
• Membentuk Badan Pengawas AI Nasional (mirip BPOM untuk obat).
• Menerapkan sandbox regulasi untuk uji coba proyek AI di sektor kesehatan dan
pertanian.
2. Peningkatan Kapasitas
• Integrasi kurikulum AI ethics di universitas (UI, ITB).

45

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025
• Pelatihan digital upskilling bagi birokrat melalui program seperti Digital Talent
Scholarship.
3. Kolaborasi Internasional
• Bergabung dengan Global Partnership on AI (GPAI) untuk berbagi praktik terbaik.
• Memperkuat kerja sama dengan Singapura dalam riset quantum computing.
4. Ketahanan Siber
• Membangun Computer Security Incident Response Team (CSIRT) di setiap
kementerian.
• Mengadopsi zero-trust architecture untuk proteksi data sensitif.

Kesimpulan
The Coming Wave adalah bacaan wajib bagi pemangku kebijakan Indonesia yang menghadapi
era disrupsi teknologi. Meski memiliki keterbatasan naratif, buku ini memberikan peringatan
kritis tentang perlunya keseimbangan antara inovasi dan pengendalian. Indonesia harus
merespons dengan kebijakan yang proaktif, kolaboratif, dan berpusat pada keadilan sosial
untuk memastikan gelombang teknologi tidak menggerus ketahanan nasional.

Daftar Pustaka
Bappenas. (2023). Peta Jalan Transformasi Digital Indonesia 2024–2045.
Future of Life Institute. (2023). Global AI Governance: A Blueprint for the Global South.
Kominfo. (2023). Laporan Tahunan Keamanan Siber Indonesia.
Suleyman, M. (2023). The Coming Wave: Technology, Power, and the 21st Century’s Greatest
Dilemma. Crown.
UNESCO. (2022). Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence.

46

Dadang Solihin Book Review Number 00 2/February 2025

Tentang Penulis

Sejak awal Januari 2022 Dadang Solihin memperkuat Lemhannas RI
sebagai Tenaga Ahli Profesional (Taprof). Wredatama ini menempuh
pendidikan S1 dan S2 pada Program Studi Ekonomi Pembangunan.
Gelar SE ia peroleh dari Fakultas Ekonomi Universitas Katolik
Parahyangan Bandung (1986), dan gelar MA ia peroleh dari University
of Colorado at Denver, USA (1996). Adapun gelar Doktor Ilmu
Pemerintahan ia peroleh dari FISIP Universitas Padjadjaran Bandung
(2011).
Kariernya sebagai PNS ia tekuni lebih dari 33 tahun. Dimulai dari
Bappenas sejak awal 1988, di mana ia pernah menjadi Direktur selama 7 tahun lebih. Atas
pengabdiannya ini, negara menganugerahi Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya
melalui 3 Presiden RI, yaitu dari Presiden Gusdur (2020), Presiden SBY (2009) dan Presiden
Jokowi (2019).
Ia pernah menjadi Rektor PTS Universitas Darma Persada (Unsada) Jakarta Masa Bakti 2015-
2018, dan sempat mendirikan Batalyon Bushido Resimen Mahasiswa Jayakarta. Pangkat
Akademiknya adalah Associate Professor/Lektor Kepala TMT 1 Oktober 2004. Ia juga pernah
menjadi Ketua Dewan Riset Daerah Provinsi DKI Jakarta Masa Bakti 2018-2022. Di dunia
kampus, saat ini ia menjabat sebagai Ketua Senat Akademik Institut STIAMI.
Jabatan terakhirnya sebagai PNS adalah Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan
Pariwisata sampai memasuki usia pensiun sebagai PNS golongan IV.e TMT 1 Desember 2021.
Di dunia kampus, saat ini ia menjabat sebagai Ketua Senat Akademik Institut STIAMI.
Senior citizen yang setiap hari menikmati perjalanan Bike to Work ini adalah Peserta Terbaik
Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX tahun 2010 yang diselenggarakan oleh
Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI Jakarta dan Peserta Terbaik Program Pendidikan
Reguler Angkatan (PPRA) XLIX tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan
Nasional (Lemhannas) RI. Ia dinyatakan Lulus Dengan Pujian serta dianugerahi Penghargaan
Wibawa Seroja Nugraha.
Pada tahun 2019 Dadang Solihin mengikuti Pelatihan Jabatan Fungsional Perencana Tingkat
Utama yang diadakan oleh Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana
(Pusbindiklatren) Kementerian PPN/Bappenas RI bekerjasama dengan Lembaga Penyelidikan
Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM-FEB UI).
Ia dinyatakan lulus dengan memperoleh Nilai Terbaik dan Policy Papernya dijadikan standar
nasional dalam Penilaian Kinerja Jabatan Fungsional Perencana yang diatur dalam Peraturan
Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 1 Tahun 2022.