Dari Sudut Psikologi maupun Sosiologi Perkawinan merupakan suatu
Persekutuan Menyeluruh Dari Suami Istri yakni:
a) Persatuan Tubuh
•Segi pertama adalah segi yang tampaknya paling dangkal tetapi penting dan
bermakna yaitu persatuan tubuh. Sejak menikah suami istri mempersatukan
diri melalui persatuan tubuh mereka dengan berhubungan seksual. Persatuan
tubuh itu merupakan pengungkapan serta sekaligus sarana pemeliharaan cinta
kasih. Dengan kasih dan kesukarelaan hubungan seksual menjadi ungkapan
dan sarana pemeliharaan kasih suami istri yang amat penting dan bermakna.
b) Persatuan harta dan uang
•Waktu berpacaran dan bertunangan calon suami istri memiliki dan mengatur
keuangan masing-masing hanya kadang-kadang saja salah satu mentraktir yang
lain, lain hanya jika sudah menikah. Wajar saja sebagai suami istri mereka
mempersatukan keuangan dan harta benda mereka. Mereka harus bersama-
sama mengelola uang dan membeli serta memelihara barang-barang mereka.
Kebersamaan dalam mengatur uang serta barang-barang itu, dalam perjalanan
waktu akan mempersekutukan hati suami istri
c) Persatuan tempat tinggal
•Selama masa berpacaran dan bertunangan calon suami istri masih hidup
terpisah, dalam suasana seperti itu kedua pihak masih amat menjaga
penampilan sehingga mereka tidak dapat mengenal apa adanya. Namun
setelah pernikahan pentinglah bahwa keduanya segera hidup disatu tempat
tinggal bersama. Karena persatuan tempat tinggal akan memungkinkan
mereka saling mengenal apa adanya, hal itu dapat menimbulkan krisis-krisis
pada kedua belah pihak. Namun krisis itu akan mempersatukan hati suami
istri secara lebih erat.
d) Persatuan jiwa
•Yang disebut jiwa itu, adalah menyangkut pikiran, perasaan, dan kemauan
maupun kehendak. Olehkarena itu, persekutuan mental diusahakan yang
ditumbuhkan terutama dengan saling bertukar pikiran, perasaan dan
kemauan. Tukar pikiran terjadi dengan diskusi saling mengutarakan
gagasan, wawasan, atau pandangan. Tukar perasaan terjadi dengan saling
mengungkapkan perasaan secara jujur dan tidak ditutup-tutupi. Tukar
kemauan berarti saling mengungkapkan kehendak atau kemauan, walaupun
kemauan itu tidak akan selalu disetujui dan didukung oleh pasangan hidup.
e) Persatuan iman
•Iman terutama berarti sikap penyerahan diri kepada Tuhan.
Sikap penyerahan itu harus tulus dan jujur sehingga
ungkapannya tidak merupakan topeng atau kedok yang
sebenarnya menutupi ketidak percayaan. Suami istri perlu
berusaha sampai pada persatuan iman. Karena dengan
demikian keduanya mampu memberikan kesaksian iman yang
menyakinkan kepada anak-anak mereka, maupun orang lain di
luar mereka. Ungkapan iman misalnya, tampak melalui doa
pribadi, doa dan ibadat bersama terutama perayaan sakramen-
sakramen. Sedangkan perwujutan iman berbentuk cara hidup
sehari-hari yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
•Dewasa ini, Institusi perkawinan merupakan masalah
yang sangat sulit dan kompleks bagi Gereja, baik dari
segi praktis maupun pastoral.
•Dalam tahun-tahun setelah Konsili Vatikan II,
pemahaman tentang Perkawinan Kristiani mengalami
perkembangan yang pesat. Perkawinan yang semula
dilihat hanya sebagi kontrak, kini dipandang sebagai
perjanjian (covenant, foedus) yang membentuk suatu
persekutuan hidup dan cinta yang mesra.
APA ITU PERKAWINAN KATOLIK
•Perkawinan merupakan tindakan yuridis bilateral antara seorang
pria dan seorang wanita. Tindakan yuridis ini dinamakan “janji
perkawinan” (kan. 1055 & 1: foedus matrimonialis ) atau
kontrak perkawinan (kan. 1055 & 2: contractus matrimoniales ),
yang berobyekkan pada “Kebersamaan seluruh hidup” atau
consortium totius vitae (kan. 1055 & 1 ).
•Perkawinan sebagai suatu foedus coniugi ( =perjanjian nikah)
dan bukan lagi sebagai contractus (sebuah kontrak).
TUJUAN PERKAWINAN
Kesejahteraan suami – istri
Prokreasi (Keturunan)
Pendidikan anak
SIFAT HAKIKI PERKAWINAN KATOLIK :
UNITAS ET INDISOLUBILITAS
•Yang disebut dengan hakiki ialah sifat – sifat esensial / pokok
yang pasti selalu ada dalam setiap perkawinan, termasuk
perkawinan sakramen.
•Ciri khasnya setiap perkawinan :
1.Monogami(Unitas )
2.Tak-terceraikan (indisolubilitas ).
Yang dimaksud dengan ”monogam (Unitas )” adalah bahwa
perkawinan hanya sah jika dilaksanakan hanya antar ”seorang
pria dan seorang wanita” dalam hal ini tidak dibenarkan
adanya poligami, yaitu bahwa seorang suami mempunyai
beberapa istri sekaligus (poligami simultan) atau seorang istri
mepunyai beberapa suami (poliandri) dalam waktu yang
bersamaan (poligami simultan).
Yang dimaksud dengan ” tak-terceraikan (indisolubilitas ) ”
adalah bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah
menurut tuntutan hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak
bisa diceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun, kecuali
oleh kematian.
SYARAT PERKAWINAN KATOLIK
•Pria sesudah berumur genap enambelas tahun, dan
wanita sesudah berumur genap empatbelas tahun.
•Sudah menerima Sakramen Baptis dan Krisma.
•Ada mempelai laki-laki dan perempuan, saksi
perkawinan dan Imam atau Uskup sebagai wakil
Gereja/ Tuhan
•Tidak terkena halangan pernikahan
•Mengikuti kursus Persiapan Perkawinan dan
Penyeledikan Kanonik
HALANGAN PERKAWINAN KATOLIK (1)
•Pria sebelum berumur genap enambelas tahun, dan
wanita sebelum berumur genap empatbelas tahun,
tidak dapat menikah dengan sah.
• Konferensi Waligereja berwenang penuh untuk
menetapkan usia yang lebih tinggi untuk halalnya
perkawinan.
•Impotensi untuk melakukan persetubuhan yang ada
sejak sebelum nikah dan bersifat tetap, entah dari
pihak pria atau pun dari pihak wanita, entah bersifat
mutlak ataupun relatif, menyebabkan perkawinan tidak
sah dari kodratnya sendiri. Sedangkan Kemandulan
tidak melarang atau pun menggagalkan perkawinan
HALANGAN PERKAWINAN KATOLIK 2
•Adalah tidak sah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh
orang yang terikat perkawinan sebelumnya, meskipun
perkawinan itu belum disempurnakan dengan persetubuhan.
• Meskipun perkawinan yang terdahulu tidak sah atau diputus
atas alasan apapun, namun karena itu saja seseorang tidak boleh
melangsungkan perkawinan lagi sebelum ada kepastian jelas
secara legitim bahwa perkawinan terdahulu tidak sah atau telah
diputus
•Adalah tidak sah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh
mereka yang telah menerima Tahbisan Suci/ tarekat Religius
•Tidak sahlah perkawinan antara mereka yang berhubungan
darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah, baik yang
legitim maupun yang alami.
CATATAN PENTING
De Facto, negara selalu merumuskan dan mengesahkan
hukum perkawinan yang mengikat semua warganya, tanpa
membedakan agamanya.Karenanya semua orang katolik juga
terikat oleh hukum perkawinin sipil, agar mendapatkan efek-
efek sipil.
Bagi orang katolik, perkawinan sipil saja belum dianggap sah,
karena ia masih terikat oleh hukum kanonik.Karena itu semua
orang katolik yang mencoba melangsungkan pernikahan hanya
secara sipil saja, dianggap hidup dalam perkawinan yang tidak
sah secara gerejani dan karena itu tidak diperkenankan
menerima sakramen- sakramen, kendati ”masih tetap menjadi
anggota Gereja yang penuh”.