Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia.pdf

ssuser521b2e1 90 views 14 slides Mar 16, 2025
Slide 1
Slide 1 of 14
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14

About This Presentation

https://marspancasila.blogspot.com


Slide Content

PANCASILA: Jurnal Keindonesiaan
Volume 4 Issue 1, April 2024
P-ISSN: 2797-3921, E-ISSN: 2797-3018
DOI: /10.52738/pjk.v4i1.158
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya
Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Fitriya Wulansari
1
, Anifatul Kiftiyah
2
1
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Jakarta, Indonesia, [email protected]
2
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Jakarta, Indonesia, [email protected]


Abstract: The eroding attitude of tolerance and the growing strength of religious radicalism in Indonesia can lead to
polarization in society. To deal with this problem, contributions from all elements of society are needed by
implementing Pancasila values and religious moderation in daily life so that tolerance and mutual respect grow in
the midst of our society. In addition, religious moderation also has an important role as a mediator so that it is not
rigid in religion. This research is a library research using a phenomenological approach with an inductive thinking
framework. In his delivery, the author uses argumentative methods to convey opinions and sources that support this
research. The conclusion of this research is that very serious handling is needed in dealing with acts of radicalism,
not only at the source of the problem but the causes and consequences of acts of radicalism also need to be resolved.
The government has made every effort to minimize religious radicalism through the Pancasila Ideology
Development Agency (BPIP). In addition, moderate religious organizations such as NU and Muhamadiyah can be
at the forefront of preventing the spread of religious radicalism in society.
Keywords: Religious Radicalism; Pancasila; Religious Moderation

Abstrak: Terkikisnya sikap toleransi dan semakin kuatnya paham radikalisme agama yang ada di Indonesia dapat
menyebabkan terjadinya polarisasi di masyarakat. Untuk menangani persoalan tersebut dibutuhkan kontribusi dari
seluruh elemen masyarakat dengan cara mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dan moderasi agama dalam
kehidupan sehari-hari agar sikap toleransi dan saling menghargai tumbuh di tengah-tengah masyarakat kita. Selain
itu, moderasi agama juga mempunyai peran penting sebagai penengah agar tidak kaku dalam beragama. Penelitian
ini merupakan penelitian kepustakaan menggunakan pendekatan fenomenologi dengan kerangka berfikir induktif.
Dalam penyampaiannya, penulis menggunakan metode argumentative untuk menyampaikan pendapat-pendapat
dan sumber-sumber yang mendukung penelitian ini. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah, butuh penanganan
yang sangat serius dalam menangani tindakan radikalisme, tidak hanya pada sumber masalah akan tetapi penyebab
dan akibat dari tindakan radikalisme juga perlu diselesaikan. Pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk
meminimalisir radikalisme agama melalui Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Selain itu ormas-ormas
keagamaan yang moderat seperti NU dan Muhamadiyah dapat menjadi garda depan untuk mencegah penyebaran
paham radikalisme agama di masyarakat.
Kata Kunci: Radikalisme Agama; Pancasila; Moderasi Agama.


1. Pendahuluan
Hingga saat ini, isu-isu agama masih sering diperbincangkan oleh banyak kalangan baik
secara formal maupun informal. Hal tersebut berkaitan erat dengan suasana keagamaan yang
terjadi di Indonesia. Berbagai polemik agama terjadi hingga menimbulkan perdebatan yang tidak
berujung. Selain itu akibat dari polemik tersebut adalah terkikisnya kerukunan antar umat
beragama antara satu dengan yang lainnya, terlebih lagi adanya paham radikalisme dari
kelompok tertentu yang menyebabkan terancamnya keberadaan orang lain karena teror-teror
yang diciptakannya.
Seringkali radikalisme dipahami sebagai suatu pemikiran dan tindakan yang cenderung
melakukan perubahan dengan cara-cara kekerasan dan sangat ekstrim. Maraknya aksi atau
tindakan radikalisme yang terjadi di negara Indonesia, termasuk radikalisme agama merupakan
hal yang harus dapat dikendalikan. Tidak hanya mengendalikan aksi-aksi radikalisme, akan tetapi

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104|92
hal penting lainnya yang harus dikendalikan adalah penyebaran paham-paham radikalisme di
berbagai kalangan agar penyebaran radikalisme agama tersebut tidak tumbuh semakin pesat.
Gerakan-gerakan radikalisme yang terjadi ditandai dengan aksi-aksi ekstrem yang dapat
menimbulkan ketakutan dan kegaduhan di masyarakat. Masyarakat merasa keamanannya
terancam sehingga saling mencurigai satu sama lain. Orang-orang akan merasa terancam dan
saling curiga jika ada aksi-aksi dan tindakan yang tidak biasa dilakukan, termasuk aksi-aksi
radikal, aksi-aksi demonstrasi yang anarkis, makar, dan aksi lainnya yang dapat dilakukan oleh
kelompok maupun individu (Jainuri, 2016).
Upaya yang dilakukan dalam menangkal radikalisme adalah dengan melibatkan seluruh
elemen masyarakat dengan membekali masyarakat dengan pengetahuan bahaya-bahaya
radikalisme, selain itu menumbuhkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh besar dalam menangkal tindakan radikalisme.
Pemerintah juga harus melakukan deradikalisasai melalui revolusi mental untuk menangkis
berkembangnya paham radikalisme. Upaya-upaya di atas juga perlu didukung dengan peran
agama sebagai pembawa misi kedamaian, agama mempunyai peran yang sangat penting. Peran
agama dapat menunjukkan agama sebagai wujud rahmatan lil alamin, bukan sebagai wujud dari
tindakan radikalisme.
Realitas yang terjadi tentang radikalisme agama di Indonesia semakin hari semakin
meresahkan, khususnya pasca reformasi. Tindakan radikalisme agama tampil dalam tindakan
yang tidak manusiawi dan sangat memilukan seperti bom Bali, JW Marriot Jakarta, tragedi yang
terjadi di Poso, Sambas, Tolikara, Ambon dan seterusnya. Baru-baru ini pada tanggal 5 Februari
2023 aksi penembakan juga terjadi di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia. Aksi-aksi tersebut
terjadi karena minimnya sikap toleransi dan maraknya radikalisme agama di Indonesia.
Terkikisnya sikap toleransi dan semakin kuatnya paham radikalisme agama yang ada di
Indonesia, dapat mengakibatkan adanya ketidakseimbangan yang terjadi di masyarakat. Dan
ironisnya penyebab dari tindakan tersebut diidentikkan terhadap umat Islam. Hal tersebut
dikarenakan banyak umat Islam yang terlibat jaringan radikal dan menjadi teroris. Artinya,
seolah-olah agama Islam merupakan agama yang menyimpang dan tidak peduli terhadap
kemanusiaan. Islam dianggap sebagai agama yang melahirkan perilaku-perilaku radikal dan
menyimpang. Hal tersebut juga menyebabkan kekhawatiran umat Islam sendiri dalam
kehidupan sehari-harinya (Hamzah, 2018).
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menangkal perkembangan paham radikalisme
adalah dengan mengoptimalkan peran nilai-nilai Pancasila, mengoptimalkan peran keluarga,
pengajar, tokoh agama, lingkungan dan pemerintah. Masyarakat perlu untuk dapat
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu agama juga
mempunyai peran yang sangat penting dalam menangkal radikalisme melalui ajaran-ajaran
wasathaniyah melalui moderasi agama.
Nilai-nilai Pancasila dapat tumbuh karena kuatnya ideologi Pancasila dalam diri seseorang.
Ideologi Pancasila dikenal sebagai ideologi yang dinamis, dapat mengikuti perkembangan zaman,
dan merupakan konsensus bersama (Kaelan, 2000). Oleh karena itu Pancasila dijadikan
landasan dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada hakekatnya Pancasila
merupakan dasar negara yang tidak berubah dan tidak boleh diubah. Karena selain sebagai dasar
negara Pancasila juga merupakan ideologi negara yang dijadikan sebagai pedoman hidup
(Purnomo, 2009).

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
93 | Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104
Permasalahan muncul ketika seseorang atau kelompok berusaha untuk mengganti ideologi
tersebut dengan cara radikal dan mengatasnamakan agama sebagai dasar pembenaran. Maraknya
tindakan radikalisme agama dari dulu hingga saat ini masih menjadi PR besar bagi pemerintah.
Oleh karena itu dalam tulisan ini akan membahas dua permasalahan yaitu, bagaimana
implementasi nilai-nilai Pancasila dan moderasi agama dalam menangkal tindakan radikalisme
agama yang terjadi di Indonesia?

2. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang radikalisme antara lain tulisan
Muhamad Turizal Husain dengan judul Fenomena Radikalisme di Indonesia. Hasil dari
penelitian ini adalah bahwasanya latar belakang dari pemikiran Khawarij dan Ikhwanul Muslimin
yang dapat berubah menjadi pemikiran radikal dalam persoalan agama sehingga secara tidak
langsung mempunyai dampak dalam perkembangan Islam hingga saat ini.
Tulisan yang kedua dengan judul Implementasi Nilai Filosofis Pancasila dan Agama Islam
dalam Menangkal paham radikalisme di Indonesia oleh Dwiyana Achmad Hartanto. Dalam
tulisan ini membahas tentang nilai filosofis dalam Pancasila dan agama Islam dan upayanya dalam
menangkal radikalisme.
Tulisan yang ketiga dengan judul Implementasi Nilai Pancasila dalam Menekan Radikalisme
Agama. Dalam tulisan ini membahas tentang ketegasan dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila
di masyarakat (Fathani & Purnomo, 2020).
Yang membedakan kedua artikel tersebut dengan tulisan ini adalah bahwasannya kedua
artikel tersebut tidak membahas bagaimana upaya pemerintah dalam menangani radikalisme dan
terorisme di Indonesia. Sehingga tulisan ini dapat melengkapi kedua artikel tersebut.

3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam mengumpulkan data objek yang
dikaji. Proses pengumpulan data tersebut dapat berasal dari dokumen, jurnal, undang-undang
dan sumber data lainnya baik sumber data primer atau sekunder yang berhubungan dengan
implementasi nilai-nilai Pancasila dan moderasi agama sebagai penangkal radikalisme agama di
Indonesia. Melalui teknik pengumpulan data tersebut maka penelitian ini termasuk dalam
penelitian library research.
Kerangka berfikir yang digunakan menggunakan kerangka berfikir induktif. Yaitu sebuah
proses penyampaian melalui data dan fakta yang terjadi kepada representasi yang lebih tinggi.
Kemudian, representasi tersebut dianalisis dan disimpulkan sebagai bentuk jawaban dari
permasalahan dalam objek penelitian. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan fenomenologi. Dalam penelitian ini membahas tentang fenomena radikalisme
agama di Indonesia, dan nilai-nilai Pancasila dan moderasi agama mempunyai peran penting
dalam menangkal paham dan tindakan radikalisme tersebut. Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis argumentatif berdasarkan pada berbagai kejadian di masyarakat dan pendapat
dari para ahli. Teknik argumentatif ini merupakan argumentasi dari penulis dalam melihat
fenomena yang ada yang dipadukan dengan konsep yang ada.

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104|94
4. Pembahasan
4.1. Radikalisme Agama Di Indonesia
a. Pengertian dan Penyebab Radikalisme
Kata radikal secara etimologi berasal dari kata radix. Radix mempunyai arti melakukan
tindakan radikal dan dapat juga mempunyai arti sampai ke akarnya (Echols & Shadily, 1995).
Dalam bahasa arab kata radikalisme dituliskan dengan beberapa istilah yaitu al-unf, alguluww dan
at-tatharruf. Al-‘unf mempunyai arti tindakan kekerasan dengan kekuatan yang illegal, atau dapat
disebut juga dengan tindakan main hakim sendiri untuk melaksanakan dan menghukum
seseorang sesuai dengan kehendaknya (Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘an Kementerian
Agama, 2014).
Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi, kata radikalisme dengan istilah kata at-tatharruf
mempunyai arti berdiri di ujung yang jauh dari tengah-tengah. Pada awalnya istilah tersebut
digunakan untuk hal-hal yang inderawi, seperti berdiri, duduk, atau kegiatan lainnya. Namun
dalam perkembangannya, istilah tersebut digunakan untuk sesuatu hal yang abstrak, seperti
menepi dalam pikiran dan kegiatan, atau bahkan menepi dalam keagamaan (Qardhawi, 1989).
Radikalisme mempunyai beberapa istilah yang berbeda. Ada yang menyebut radikalisme
dengan istilah fundamental, ekstrimisme, dan bahkan terorisme. Penamaan istilah ini karena
adanya makna yang terkandung mempunyai arti yang hampir sama. Jika radikalisme diangga
sebagai paham yang menggunakan kekerasan, maka fundamentalisme merupakan paham yang
memperjuangkan sesuatu dengan cara radikal, sedangkan ekstrimisme diartaikan sebagai paham
yang keras. Berbeda dengan paham terorisme, terorisme sering juga dikaitkan dengan paham
radikal dan ektrim. Karena tindakan terorisme mengandung makna kekerasan untuk
menciptakan rasa takut kepada individu ataupun kelompok untuk mencapai tujuan dari pelaku
terorisme (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995). Ketiga paham tersebut memiliki
kesamaan yakni memaksakan kehendak dengan melakukan tindakan kekerasan kepada orang
lain.
Radikalisme dalam lingkup agama merupakan gerakan yang dilakukan atas dasar agama yang
bertujuan untuk mengubah tatanan sosial dan politik dengan cara-cara kekerasan (Rubaidi,
2008). Hal tersebut sangat wajar karena sejarah terjadinya tindakan radikalisme sering kali
didasari dari ajaran agama. Agama mempunyai power yang sangat besar, power tersebut dapat
melebihi politik, sosial dan budaya. Berdasarkan pada agama, kelompok penganut paham
radikalisme melakukan berbagai tindakan yang dapat menyakiti orang lain. Mereka dengan
mudah mengkafirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka, bahkan mereka tidak
segan untuk melakukan tindak kekerasan yang membahayakan orang lain yang tidak seideologi
dengan mereka (Rodin, 2016).
Namun ada pendapat lain tentang paham radikalisme, yaitu tindakan radikalisme merupakan
fenomena dari tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang merasa dirugikan oleh
sosiohistoris dan sosiopolitik yang terjadi di masyarakat. gerakan tersebut lebih tepat dianggap
sebagai gejala dari adanya sosiopolitk daripada gejala keagamaan meskipun dalam prakteknya
mengatasnamakan agama (Hartanto, 2017). Menurut Azyumardi Azra, secara konteks
keagamaan belum ada kesepakatan yang tepat untuk menggambarkan gerakan radikal yang
terjadi (Azumardi, 1996). Istilah radikalisme bukanlah istilah tunggal. Ia melekat pada objek yang
dijadikannya sebagai sarana untuk menunjukkan tindakan radikalnya. Istilah yang dapat

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
95 | Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104
dinisbatkan pada berbagai gerakan yang ada di masyarakat seperti, gerakan politik, gerakan
agama, gerakan pendidikan, maupun gerakan ekonomi (Bakti, 2016).
Akan tetapi istilah radikalisme tidak dianggap sebagai istilah yang netral oleh mayoritas
penduduk dunia. Mereka menganggap bahwa radikalisme erar hubungannya dengan agama,
khususnya agama Islam. Bahkan sebagian orang dengan terang-terangan menganggap agama
Islam sebagai agama yang radikal. Munculnya anggapan tersebut dapat memunculkan kesan
negative terhadap agama Islam, khususnya di negara Indonesia.
b. Fenomena Radikalisme Agama di Indonesia
Fenomena radikalisme yang terjadi di Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Tindakan
radikalisme dapat terjadi kapanpun, dimanapun dan siapapun dapat menjadi korbannya.
Tindakan tersebut sangat merugikan kedaulatan negara dan memberikan dampak sosial yang
negatif kepada masyarakat. Masyarakat ketakutan karena merasa keamanannya terancam oleh
tindakan-tindakan radikalisme disekitar mereka.
Dilihat dari segi filosofis, fenomena radikalisme agama adalah suatu persoalan yang
mempunyai hubungan dengan pengalaman, memori dan penafsiran tentang agama
(Banawiratma, 1993). Lahirnya kelompok radikal tersebut disebabkan oleh dua faktor utama,
antara lain (Wahid, 2006):

1) Penganut Islam radikal atau yang disebut dengan Islam garis keras
mengalami kekecewaan dan alienasi karena merasa tertinggal dengan umat Islam lainnya yang
lebih maju terhadap peradaban saat ini dan masuknya budaya lain dengan segala perkembangan
dan kemajuannya. Ketidakmampuan mereka dalam mengimbangi adanya perubahan tersebut
akhirnya mereka melakukan kekerasan untuk menghalangi berkembangnya budaya yang ada
saat ini. 2) Kemunculan tindakan yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal tidak lepas dari
dangkalnya pengetahuan agama Islam. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar orang-orang
yang masuk dalam kelompok Islam radikal adalah mereka yang tidak mempunyai background
agama yang kuat. Mereka merasa cukup mengkaji ilmu-ilmu agama dengan interpretasi yang
berdasarkan pada pemahaman secara tekstual. Mereka lemah dalam mengkaji tafsir, kitab-kitab
seperti ushul fiqh, maupun pemahaman tentang ilmu agama lainnya.
Pada tahun 2019, kelompok radikal melakukan propaganda melalui narasi yang disebarkan
di dunia maya secara masif. Terdapat tiga isu yang merekan sebarkan dengan massif di dunia
maya yaitu, tentang intoleransi, anti pancasila dan anti terhadap NKRI. narasi propaganda
intoleransi. Isu intoleransi sangat digencarkan di media sosial salah satunya dengan menyebarkan
haram hukumnya mengucapkan selamat natal karena perbuatan tersebut merupakan tindakan
yang dilarang dalam agama Islam. Tidak hanya itu, kelompok radikal bahkan memfitnah para
ulama moderat yang membolehkan hukum mengucapkan selamat hari keagamaan umat lain.
Paparan aliran konservatif dan radikalisme dikalangan para remaja tidak lepas dari dunia internet
yang sering mereka akses. Narasi yang cukup melekat adalah anti Pancasila. Kelompok radikal
menarasikan kepada masyarakat bahwa Pancasila merupakan produk manusia sehingga harus
diganti dengan hukum Tuhan. Dalam narasi tersebut dijelaskan bahwa sebagai orang Islam
sangat penting untuk memberlakukan hukum Tuhan yang menjadi sejarah dalam perjalanan
agama Islam, yaitu mengganti Pancasila dengan khilafah. Framing yang ketiga adalah narasi
tentang anti NKRI. Bagi para pengikut kelompok radikal yang ada hanya ikatan ukhuwah
Islamiyah. NKRI bukan tempat yang dapat merekatkan dan menguatkan ikatan tersebut.
Persaudaraan tersebut akan semakin kuat apabila dibangun dalam sistem khilafah sebagai
pengganti dari demokrasi di Indonesia. Dan mereka menghendaki adanya negara Islam, bukan

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104|96
negara Indonesia dengan system demokrasi dan Pancasila sebadai ideologi negara (Malik,
Hartawan, Wardana, & Indra, 2020).
Kelompok radikal selalu berusaha untuk membawa pemahamannya ke tengah masyarakat
dan berusaha untuk mempengaruhi dan mengimplementasikan paham atau ajarannya dalam
bentuk perubahan radikal terhadap tatanan sosial di masyarakat seperti, budaya islamisasi,
tatanan politik, ekonomi hukum, kenegaraan dan hal-hal sosial lainnya untuk dijadikan suatu
kesatuan dengan agama yang berbau agama Islam (Isnawan, 2018). Berdasarkan dari prinsip
demokrasi, sikap tersebut merupakan kebebasan berpendapat. Akan tetapi sikap destruktif yang
bertujuan untuk merubah tatanan sosial dengan radikalisme dan paksaan kehendak merupakan
hal yang melanggar hukum. Yang menjadi basis utama gerakan ini adalah pendidikan yang
dilakukan melalui pengkaderan yang terukur dan terstruktur baik secara tatap muka, media cetak
maupun media elektronik.
Adapun beberapa tindakan radikalisme dan terorisme di Indonesia yang terjadi sejak tahun
2002 adalah sebagai berikut: (1) Bom Bali 1 terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002. (2) Bom JW
Mariot Jakarta terjadi pada tanggal 5 Agustus 2003. (3) Bom Bali 2 terjadi pada tanggal 1 Oktober
2005. (4) Bom Ritz Carlto terjadi pada tanggal 17 Juli 2009. (5) Bom masjid AzDzikra Cirebon
terjadi pada tanggal 15 April 2011. (6) Bom Sarinah terjadi pada tanggal 14 Januari 2016. (7)
Bom Mapolresta Solo terjadi pada 5 Juli 2016. (8) Bom Kampung Melayu terjadi pada tanggal
24 Mei 2017. (9) Bom Surabaya dan Sidoarjo terjadi pada tanggal 14 Mei 2018. (10) Bom
Polrestabes Medan Sumatra Utara terjadi pada tanggal 13 November 2019. (11) Bom di pos
polisi lalu lintas Kartosuro, Jawa Tengah terjadi pada tanggal 3 Juni 2019. (12) Bom di Gereja
Katredal Makasar terjadi pada tanggal 28 Maret 2021. (13) Aksi penembakan di mabes polri
terjadi pada tanggal 31 Maret 2021. (14) Aksi penembakan di kantor pusat MUI pada tanggal 5
Februari 2023.
Melihat dari kejadian di atas, tindakan radikalisme dan terorisme sering terjadi di tempat-
tempat ibadah, kantor keamanan dan tempat yang didatangi orang asing. Beberapa tahun
terakhir ini sering terjadi tindakan bom bunuh diri dan penembakan di tempat ibadah terutama
gereja dan kantor keamanan seperti kantor polisi. Keamanan pada dua tempat tersebut harus
lebih diperketat penjagaanya, khususnya menjelang hari-hari keagamaan untuk menghindari
terjadinya terorisme.
Tindakan-tindakan radikal dan teror tersebut sering kali dilandasi oleh faktor agama. Agama
dijadikan sebagai alasan untuk berjihad dan menegakkan kebenaran sesuai apa yang mereka
pelajari dengan cara radikal menggunakan kekerasan. Selain itu mereka juga berusaha untuk
mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi agama dengan cara kekerasan. Padahal tidak ada
agama yang mengajarkan kekerasan, semua agama mengajarkan tentang kasih sayang dan saling
menghormati, bukan memaksakan kehendak dengan menyakiti orang lain.
Di Indonesia ada lima kelompok terbesar penganut paham radikalisme yaitu, Jama’ah
Ansharud Daulah (JAD), Mujahidin Indonesia Timur, Jama’ah Ansharut Khilafah (JAK),
Jama’ah Ansharut Khilafah Masyri, dan Jama’ah Ansharut Khilafah Maghrib. Kelompok radikal
ini merupakan kelompok minoritas yang sangat berbahaya. Mereka melakukan tindakan radikal
untuk kepentingan kelompok mereka.
Tindakana radikal erat kaitannya dengan sikap intoleran kepada orang lain. Selain faktor
dangkalnya ilmu agama yang mereka miliki, ada faktor lain yang menjadi penyebab tindakan
radikalisme tersebut yaitu para pelaku tindakan radikal merasa bahwa eksistensi mereka

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
97 | Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104
terancam dengan keberadaan orang lain baik secara ekonomi maupun politik. Sehingga adanya
perasaan terancam tersebut mereka melakukan tindakan kekerasan dan aksi teror kepada orang
yang tidak sepaham dan dianggap membahayakan eksistensi kelompok mereka. Mereka
mengingkari adanya perbedaan baik perbedaan agama, ras, suku, dan kebudayaan.
Keberagaman yang ada di Indonesia merupakan hal yang harus disyukuri. Oleh karena itu
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan kembali kepada ajaran agama yang benar sangat penting
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang menghargai perbedaan dan paham
terhadap ajaran agama yang sebenarnay tidak akan melakukan tindakan yang dapat menyakiti
dan merugikan orang lain.
Butuh penanganan yang sangat serius dalam menangani tindakan radikalisme. Tidak hanya
pada sumber masalah akan tetapi penyebab dan akibat dari tindakan radikalisme juga perlu
diselesaikan. Hal paling dasar adalah dengan menanamkan, menguatkan dan
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dari sisi
keagamaan, moderasi dalam beragama merupakan salah satu pendukung untuk mencegah
penyebaran dan tindakan radikalisme. Dua hal dasar tersebut dapat dilakukan dengan berbagai
cara, dapat dengan tatap muka ataupun memanfaatkan berbagai macam platform media yang
ada.

4.2. Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan Moderasi Agama Sebagai Upaya dalam Menangkal
Gerakan Radikalisme Agama
a. Peran Pemerintah dalam Menjaga Ideologi Pancasila Melalui Pembentukan Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
Radikalisme merupakan masalah besar bagi keamanan negara. Radikalisme bertolak
belakang dari nilai-nilai Pancasila dan demokrasi. Nilai-nilai Pancasila dan demokrasi
mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk karakter masyarakat. Para pelaku
radikalisme telah menyalahi keseluruhan nilai-nilai ideologi Pancasila. Dengan
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari akan membawa dalam
kerukunan, ketentraman, kedamaian dan kasih sayang terhadap sesama.
Salah satu upaya pemerintah dalam menjaga dan menanamkan ideologi dan nilai-nilai
Pancasila adalah melalui dibentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui
Perpres nomor 7 tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. BPIP merupakan
lembaga yang bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden. Karena, dalam tugasnya BPIP
mempunyai tugas untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan, melakukan
koordinasi, sinkronisasi, melakukan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila dan melakukan
standarisasi pelatihan dan pendidikan, serta memberikan rekomendasi terhadap kebijakan yang
berhubungan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara dan seluruh jajaran pemerintah
lainnya.
Dibentuknya BPIP diharapkan dapat berperan besar dalam menjaga dan menanamkan
ideologi dan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat luas. Karena, pada saat ini Pancasila
mempunyai tantangan yang sangat berat, khususnya bagi kaum radikal yang ingin mengubah
Pancasila sebagai ideologi negara. Nilai-nilai Pancasila semakin terkikis dikehidupan masyarakat.
Oleh karena itu BPIP hadir untuk menghadapi persoalan tersebut. BPIP merupakan lembaga
yang non structural di pemerintahan. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya BPIP berbeda dengan
lembaga-lembaga non struktural lainnya. Tatanan struktural pada lembaga BPIP berbeda dengan

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104|98
lembaga non struktural lainnya. Sehingga BPIP bukan lembaga non struktural dalam sistem
pemerintahan.
BPIP merupakan ujung tombak pemerintah sebagai garda depan dalam mengawal dan
mengaktualisasikan ideologi dan nilai-nilai Pancasila sebagai salah satu penangkal paham dan
tindakan radikalisme di Indonesia. Pemerintah menginginkan agar empat pilar kebangsaan yaitu
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika terus dijaga dan didengungkan ke
masyarakat secara masif baik secara langsung dan tidak langsung melalui berbagai platform media
agar masyarakat tidak mudah terpapar paham radikal dan saling membenci satu sama lain.
Kegiatan BPIP dalam mengaktualisasikan Pancasila kepada masyarakat mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap eksistensi nilai-nilai Pancasila. BPIP telah melakukan
berbagai kegiatan melalui berbagai kegiatan seperti seminar tentang aktualisasi Pancasila, seminar
tentang toleransi dan moderasi Pancasila, sosialisasi Pancasila dan pembentukan karakter
generasi muda, dan kegiatan yang berupa bantuan kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian
sesama, saling membantu dan gotong royong. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan beberapa
cara yang bertujuan untuk mengenalkan dan menjaga nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah
masyarakat.
Selain melalui BPIP dalam membina ideologi Pancasila, pemerintah harus tegas mengambil
langkah konkrit dalam menindak lanjuti pelaku radikalisme di masyarakat. Pemerintah melalui
BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) harus bergerak lebih cepat dalam
mengusut tindakan radikalisme hingga keakarnya, sehingga dapat mencegah terjadinya tindakan
radikal dan terorisme.

b. Nilai-nilai Pancasila dan Implementasinya dalam Menangkal Radikalisme Agama
Pancasila merupakan dasar negara yang tidak dapat diubah dengan hal lain. Hal tersebut
merupakan konsensus para pendiri bangsa. Pancasila sebagai dasar negara dapat dilihat dalam
UUD 1945 pada alenia keempat, yang dengan tegas dan jelas menuliskan bahwa Pancasila
sebagai dasar ideologi untuk mengatur dan menjalankan tata pemerintahan.
Terkikisnya nasionalisme dan tidak adanya pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila dapat
menyuburkan penyebaran paham radikalisme di masyarakat. Pancasila hanya sebagai hafalan
saja, bahkan saat ini banyak anak remaja yang tidak hafal dengan isi Pancasila. Tidak adanya
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat memudahkan seseorang
mudah terpapar radikalisme, mudah dipengaruhi untuk saling membenci, tidak adanya rasa
toleransi dan tenggang rasa antar sesama. Hal tersebut merupakan awal dari masuknya paham
radikal dalam diri seseorang.
Melihat fenomena di atas, perlu dilakukan kajian dalam rangka untuk mengaktualisasikan
nilai-nilai Pancasila di masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai langkah dasar dalam
mengantisipasi dan menekan perkembangan radikalisme agama saat ini, masyarakat harus
diberikan bimbingan dan dibiasakan untuk mengaktualisasikan serta mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Implementasi nilai-
nilai Pancasila di masyarakat saat ini sudah mulai memudar, hal tersebut karena adanya tindakan
kekerasan seperti adanya teror, intimidasi, kerusuhan, serta adanya konflik baik antar suku
maupun konflik antar agama (Aziz, 2016).
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Pancasila merupakan landasan hidup, Pancasila
dapat menyatukan perbedaan yang ada di masyarakat. Kemajemukan masyarakat Indonesia

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
99 | Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104
tidak merupakan hal harus tetap dijaga dalam persatuan dan kesatuan. Maraknya gerakan
radikalisme yang mengatasnamakan agama yang berusaha untuk merusak ideologi negara dengan
merusak persatuan masyarakat Indonesia sangat mengkhawatirkan bagi kedamaian bangsa
Indonesia.
Dalam upaya pencegahan berkembangnya paham radikalisme agama diperlukan tindakan-
tindakan yang dapat menyentuh semua aspek dari masyarakat, tokoh agama, akademisi hingga
pemerintah. Radikalisme bukan masalah lokal, akan tetapi permasalahan nasional bahkan
radikalisme telah menjadi permasalahan internasional yang disoroti oleh banyak negara. Segala
bentuk radikalisme perlu untuk diredikalisasi, salah satu upayanya adalah dengan
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila secara utuh. Tidak hanya mengaktualisasikan nilai-
nilai Pancasila, namun implementasinya juga perlu untuk dikuatkan. Dengan adanya
pemahaman, aktualisasi dan implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari maka paham
dan tindakan radikalisme agama dapat dibasmi hingga keakarnya. Upaya deradikalisasi dengan
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dapat dengan membangkitkan lagi rasa nasionalisme,
persatuan dan kerukuan di masyarakat.
Implementasi nilai-nilai Pancasila menjadi hal yang sangat penting dalam proses
deradikalisasai, karena hal tersebut akan menyentuh nilai-nilai, norma dan tingkah laku
seseorang yang dapat memberikan berbagai efek dalam terwujudnya masarakat yang aman dan
damai. Deradikalisasai dengan mengimplementasikan nilai-nila Pancasila bertujuan untuk
menguatkan karakter jati diri bangsa dengan memegang teguh ideologi Pancasila. Sehingga
masyarakat kita menjadi masyarakat yang rasional dan tidak mudah terpengaruh dengan
masuknya ideologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya tindakan radikal. Upaya tersebut
harus dilakukan dari berbagai elemen masyarakat. Cara yang paling sederhana adalah dari ajaran
atau kebiasaan di keluarga, kemudian lingkungan, pendidikan dan pergaulan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini dan sesering mungkin maka
nilai-nilai Pancasila akan semakin tumbuh dan menguat dalam setiap individu.

c. Moderasi Agama Sebagai Upaya Penangkal Gerakan Radikalisme Agama.
Kata moderasi, menurut KBBI diartikan dengan dua pengertian yaitu menghindari tindakan
ekstrim dan mengurangi tindakan kekerasan (KBBI).

Sedangkan dalam bahasa Arab kata
moderasi dikenal juga dengan kata wasth atau wasathiyah (Wahab, 2019). Menurut Afifuddin
Muhajir, definisi Islam moderat adalah suatu metode atau suatu pendekatan yang
mengkontekstualisasi ajaran Islam di tengah-tengah era globalisasi. Secara tersirat, dapat
dipahami bahwa Islam moderat merupakan aktualisasi dari ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin
(Muhajir, 2018).
Ajaran Islam moderat menekankan pada pentingnya pendekatan hukum Islam yang tidak
kaku dan memaksa. Hal tersebut juga berlaku dalam memahami tafsir al-Qur’an yang dikaji dan
dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual. Khaled Abou El Fadl mengatakan bahwa
istilah dari kata moderat merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk bersikap
moderat. Tidak hanya dalam al-Qur’an, dalam hadis nabi juga diriwayatkan bahwa nabi
mempunyai kebiasaan untuk selalu memilih jalan tengah jika dihadapkan oleh dua pilihan.
Memilih jalan tengah inilah yang disebut sebagai sikap moderat (El Fadl, 2005).
Selain Islam moderat, ada juga Islam radikal. Islam radikal merupakan istilah atau nama
bagi mereka yang mempunyai jargon “al-Islamu dinu wa ad-daulah” yaitu Islam merupakan

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104|100
kesatuan dari agama dan negara. Mereka meyakini bahwa antara agama Islam dan negara adalah
sebuah satu kesatuan, di mana kedaulatan negara berada di tangan Tuhan, sehingga yang berlaku
adalah hukum Tuhan, dalam hal ini hukum agama dijadikan sebagai hukum positif. Kelompok
Islam radikal merupakan kelompok yang menginginkan terjadinya perubahan secara ekstrim dan
menyeluruh terhadap penerapan ideologi negara dengan yang menggunakan ajaran Islam sebagai
ideologi negara dan harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok ini mencita-
citakan adanya negara yang dapat dikuasai dengan menggunakan sistem pemerintahan secara
Islam atau mereka sering menyebut dengan khilafah. Adanya cita-cita tersebut menjadikan
mereka melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk mengganti NKRI dan dasar negara serta
konstitusi dengan hukum Islam yang mereka yakini salah satunya menggunakan cara-cara yang
radikal (Wahab, 2019).
Paham dan gerakan-gerakan radikalisme harus segera direduksi. Salah satu caranya adalah
dengan moderasi agama. Tidak ada agama yang mengajarkan untuk saling membenci dan
menyakiti sesama manusia. Semua agama sangat menjunjung tinggi kasih sayang, kejujuran dan
keadilan. Dan sebaliknya, perbuatan yang zalim dengan menyakiti orang lain serta berlebihan
sangat ditentang oleh agama. Oleh karena itu, moderasi agama merupakan salah satu jalan untuk
menangkal radikalisme.
Tinggi rendahnya seseorang dalam berkomitmen dalam moderasi dapat dilihat pada
komitmen yang dilakukan terhadap nilai-nilai keadilan. Semakin seseorang mempunyai sikap
moderat semakin besar pula peluang orang tersebut untuk dapat berbuat adil. Begitu juga
sebaliknya, jika seseorang tidak dapat bersikap moderat, maka kemungkinan orang tersebut tidak
dapat untuk berbuat adil (Tarmizi, 2007). Ia akan memaksakan kehendaknya kepada orang lain
karena menganggap bahwa dia yang paling benar, dan orang lain harus mengikutinya.
Landasan dasar dalam moderasi agama di negara Indonesia dapat dilihat dari komitmen-
komitmennya kepada negara. Dari komitmen itulah dapat diidentifikasi tentang keberagaman
dan implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dari seseorang. Komitmen-
komitmen bernegara antara lain adalah adanya prinsip-prinsip berbangsa dalam diri seseorang
yang terkandung dalam konstitusi serta regulasi di bawahnya. Jika dalam diri seseorang tidak
dapat menerima konsensus dalam berbangsa dan bernegara maka dapat dipastikan bahwa watak
moderat dalam diri orang tersebut telah hilang. Komitmen dalam bernegara inilah yang dapat
menentukan ketahanan dan perlawanan dari berbagai jenis permasalahan ideologi. Apabila
komitmen dalam bernegara kuat, maka akan mudah untuk melawan masala-masalah ideologi,
termasuk pengaruh terhadap pergantian ideologi. Akan tetapi sebaliknya, jika komitmen
bernegara tersebut lemah, maka seseorang akan mudah terkena pengaruh untuk mengganti
ideologi negara yang sah (Mudofir, 2019).
Pada hakikatnya munculnya paham dan gerakan radikalisme berawal dari nilai-nilai agama
yang ditafsirkan oleh para pendirinya secara kaku. Hasil dari tafsir tersebut dijadikan sebagai alat
pengendali dan rujukan dalam kehidupan para penganut aliran radikalis agama. Mereka
menginginkan penegakan hukum Islam dengan cara kekerasan. Oleh karena itu Islam moderat
hadir untuk dapat menangkal Islam radikal dan dapat memberikan wajah baru terhadap agama
Islam yang rahmatan lil a’lamin.
Untuk dapat menentukan paham dalam beragama yang dianut oleh seseorang, maka perlu
ada ukuran sebagai batasan apakah orang tersebut moderat atau ekstrim. Untuk dapat menjawab
pertanyaan tersebut maka harus merujuk kepada sumber yang akurat yaitu nash agama,

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
101 | Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104
konstitusi dan ideologi negara. Paham moderasi agama mengacu kepada sikap yang imbang,
tidak berlebihan dalam mengamalkan syariat agama, bersikap toleransi kepada agama lain. Di
negara Indonesia moderasi agama diuraikan dalam tiga prinsip yaitu, moderasi dalam berpikir,
moderasi dalam gerakan dan moderasi dalam tindakan atau perbuatan (Tim Penyusun
Kementerian Agama RI, 2019).
Prinsip pertama adalah moderasi dalam berpikir, yaitu sebuah cara untuk menggabungkan
anatara teks dan konteks. Contohnya adalah dalam memahami nash-nash al-Qur’an tidak hanya
memahami melalui teks yang dituliskan dan menyangkal unsur secara kontekstual. Prinsip
moderasi berpikir dalam beragama adalah dengan menggabungkan antara tekstual dengan
kontekstual. Dengan demikian akan mendapatkan pemahaman yang dinamis dan tidak kaku
dalam berpikir. Pendekatan secara kontekstual sangat penting dilakukan untuk dapat memahami
ajaran-ajaran Islam diluar dari teks yang ada. Sehingga dengan melihat secara dua sisi yaitu secara
tekstual dan kontekstual maka dalam mengkaji berbagai persoalan dari berbagai sudut pandang.
Prinsip yang kedua yaitu moderasi dalam gerakan. Yang dimaksud dengan moderasi gerakan
adalah sebuah kegiatan dalam menyebarkan dakwah agama yang bertujuan untuk mengajak pada
kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Dalam melakukan kegiatan tersebut tidak diperbolehkan
menggunakan cara kekerasan dan paksaan. Harus menggunakan cara-cara yang halus, santun,
ramah dan tidak menghakimi orang lain.


Perinsip ketiga yaitu moderasi dalam tindakan atau perbuatan. Moderasi dalam perbuatan
adalah dengan menguatkan antara agama dan budaya atau tradisi yang ada di masyarakat. Agama
hadir di tengah-tengah masyarakat tidak membawa ajaran yang kaku dan tidak mengakui adanya
tradisi atau budaya di masyarakat. Agama dan budaya harus saling terbuka dan berdialog untuk
dapat memberikan kedamaian di masyarakat. Selama keberadaan budaya tersebut tidak
bertentangan dengan agama, maka budaya atau tradisi di masyarakat justru dapat dijadikan
sebagai sarana untuk menguatkan keimanan dan merekatkan persaudaraan. Dengan demikian,
keberadaan budaya dapat menjadi salah satu gerbang bagi moderasi beragama di mana antara
agama dan budaya dapat saling memperkuat satu sama lain.
Adanya ketiga prinsip tersebut dalam moderasi agama dapat menangkal paham dan
tindakan radikalisme agama. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa orang-orang yang melakukan
radikalisme agama adalah orang-orang yang beragama. Kita tidak dapat mengesampingkan fakta
tersebut dengan menyatakan bahwa pelaku tindakan radikal adalah orang yang tidak beragama.
Justru mereka melakukan tindakan radikal tersebut berdasarkan pada ajaran agama yang mereka
yakini. Penyangkalan terhadap agama dari pelaku tindakan radikal bukanlah solusi, namun kita
harus mencari tahu dasar yang menyebabkan mereka melakukan tindakan radikal tersebut.
Peta Jalan Penguatan Moderasi Beragama yang disusun oleh Kementerian Agama
merupakan tindak lanjut dari Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024
sebagai salah satu arah kebijakan untuk membangun karakter SDM yang moderat, berorientasi
menciptakan kemaslahatan dan menjunjung tinggi komitmen kebangsaan. (Kiftiyah & Sutrisno,
2023). Roadmap tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu panduan bagi para stakeholder untuk
menciptakan moderasi beragama di masyarakat. Panduan tersebut juga membantu untuk
mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya radikalisme agama.
Dengan mengetahui sebab terjadinya tindakan radikalisme agama, maka akan ditemukan
pula solusi dalam mengatasinya. Salah satu yang menjadi penyebab terjadinya radikalisme agama
adalah fanatisme terhadap agama dan menganggap bahwa ajarannya yang paling benar tanpa

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104|102
mengkaji terlebih dalam. Untuk mengatasinya adalah, moderasi agama perlu dikuatkan lagi.
Tidak hanya itu, peran dari lembaga pendidikan agama, organisasi agama, dan dukungan
masyarakat serta pemerintah perlu dilakukan untuk menggencarkan moderassi agama dengan
prinsip rahmatan lil ‘alamin melalui berbagai cara yang ada.
Saat ini banyak ustadz dadakan yang muncul televisi maupun di platform media lainnya.
Ceramah-ceramah yang disampaikan sering bernuansa menghakimi agama tertentu bahkan
menyebarkan kebencian kepada agama lain. Jika ujaran kebencian tersebut dibiarkan maka
tindakan-tindakan radikal dapat terjadi di masyarakat. Hal-hal yang seperti inilah yang harus
dilawan dengan cara menggaungkan moderasi agama agar lebih dikenal oleh masyarakat. Dalam
menggaungkan moderasi agama, pemerintah harus bekerja sama dengan ormas-ormas agama
yang moderat seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai ormas terbesar di
Indonesia. Kedua ormas agama ini dapat menjadi banteng menyebarnya paham radikalisme
secara massif. Dengan kajian dan nilai-nilai moderasi agama yang ada pada kedua ormas tersebut
maka masyarakat tidak akan mudah untuk dipengaruhi dengan ajaran-ajaran agama yang radikal
seperti intoleran, mudah menghakimi dengan menuduh orang lain kafir, dan bahkan memaksa
dan menggunakan kekerasan untuk mempertahankan ajaran agamanya.
Sikap toleransi dapat dibangun melalui internalisasi beragama di masyarakat, hal tersebut
dibuktikan dengan pengetahuan toleransi yang dibangun dan diterapkan di lingkungan sekitar.
Sehingga masyarakat tidak hanya sadar akan toleransi akan tetapi mereka juga dapat membentuk
pola kesadaran yang dinamis dan kreatif. Pola tersebut dapat diwujudkan dengan adanya
harmonisasi melalui moderasi beragama (Habibah, Setyowati, & Fatmawati, 2022).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memberikan beberapa saran masukan untuk dapat
mencegah masifnya penyebaran paham radikalisme di masyarakat, antara lain:
1) Peran BPIP lebih massif dalam menanamkan nilai-nilai pancasila sejak dini di
masyarakat, tidak hanya dikalangan remaja dan dewasa. Bahkan anak-anak harus
dikenalkan dengan nilai-nilai Pancasila dalam dirinya, hal tersebut dapat dilakukan
melalui kerjasama BPIP dengan sekolah-sekolah dasar atau dengan memberikan
pelatihan kepada para pengajar.
2) Keterlibatan ormas-ormas agama yang moderat harus didukung secara aktif dalam
menyebarkan moderasi agama dengan menggalakkan ajaran agama rahmatan lil
‘alamin. Pemerintah melalui BPIP dapat bekerja sama dengan ormas keagamaan
untuk dapat merancang program kesatuan hubungan antara nilai-nilai Pancasila
dengan moderasi agama dalam menangkal radikalisme agama.
3) Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memerangi radikalisme melalui berbagai
sarana, seperti media cetak (poster, pamphlet dll), iklan televise, media elektronik dan
lain sebagainya agar masyarakat semakin berhati-hati dengan pengaruh dari paham
radikalisme.
4) Pemerintah melalui BNPT harus cepat dalam bertindak untuk mengusut tindakan
radikal dan terorisme hingga keakar-akarnya. Khususnya menjelang hari-hari besar
keagamaan dimana tindakan teror dan radikal sering terjadi. Bahkan setiap perayaan
hari besar keagamaan, hendaknya tim keamanan dapat memperketat penjagaan di
tempat-tempat ibadah untuk menghindari terjadinya teror tersebut.

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
103 | Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104
5. Kesimpulan
Perkembangan paham radikalisme agama yang sangat pesat disebabkan oleh minimnya
pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila dan ajaran agama. Hal tersebut menyebabkan seseorang
mudah dipengaruhi oleh paham-paham radikal. Hasil dari penelitian ini adalah, butuh
penanganan yang sangat serius dalam menangani tindakan radikalisme. Tidak hanya pada
sumber masalah akan tetapi penyebab dan akibat dari tindakan radikalisme juga perlu
diselesaikan. Pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir radikalisme
agama melalui BPIP sebagai lembaga Pembinaan Ideologi Pancasila. Selain itu, moderasi agama
mempunyai peran yang sangat penting sebagai pondasi ajaran agama tentang rahmatan lil ‘alamin.
Ormas-ormas Islam moderat seperti NU dan Muhammadiyah dapat menjadi garda depan untuk
mencegah penyebaran paham radikalisme agama di masyarakat. Selain itu masyarakat juga
diharapkan untuk dapat berperan aktif dalam meminimalisir radikalisme agama mulai dari yang
terdekat yaitu keluarga dan lingkungan sekitar. Kita juga dapat memanfaatkan platform media
elektronik sebagai sarana pencegahan paham radikalisme. Dengan banyaknya elemen
masyarakat yang terlibat dan media yang dimanfaatkan, maka penyebaran paham radikalisme
dapat kita cegah agar tidak semakin marak dan bahkan menyebabkan terpicunya tindakan-
tindakan radikal di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Azumardi, A. (1996). Pergolakan Politik Islam . Jakarta: Paramadina.
Bakti, A. S. (2016). Deradikalisasi Nusantara. Jakarta: Daulat Press.
Banawiratma, J. B. (1993). Bersama Saudara-Saudari Beriman Lain: Perspektif Gereja Katolik,
Dialog: Kritik dan Identitas Agama. Yogyakarta: Dian Interfidei.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Echols, J. M., & Shadily, H. (1995). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.
El Fadl, K. A. (2005). Selamatkan Islam dari Muslim Puritan. (H. Mustofa, Trans.) Jakarta:
Serambi.
Jainuri, A. (2016). Radikalisme dan Terorisme Akar Ideologi dan Tuntutan Aksi. Malang:
Intrans Publishing.
Kaelan. (2000). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Malik, A., Hartawan, B., Wardana, I. W., & Indra. (2020). Teropong Potensi Radikalisme
2020. Media Damai BNPT.
Mudofir, A. (2019). Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (Lokal Wisdom)
dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia. In Moderasi Beragama di Indonesia
untuk Dunia. Yogyakarta: LKiS.
Muhajir, A. (2018). Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis. Situbondo:
Tanwirul Afkar.
Purnomo, A. (2009). Ideologi Kekerasan : Argumentasi Teologis-Sosial Radikalisme Islam.
Ponorogo: Ponorogo Press.

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Moderasi Agama Sebagai Upaya Menangkal Gerakan Radikal di Indonesia
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 04, No. 01, April 2024, halaman 91-104|104
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘an Kementerian Agama. (2014). Tafsir Al-Qur'an Tematik.
Jakarta: Kamil Pustaka.
Qardhawi, Y. (1989). Islam Ekstrem Analisis dan Pemecahannya. Bandung: Mizan.
Rubaidi, A. (2008). Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama Masa Depan Moderatisme Islam di
Indonesia,. Yogyakarta: Logung Pustaka.
Tarmizi, T. (2007). Berislam Secara Moderat. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu.
Tim Penyusun Kementerian Agama RI. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI.
Wahab, A. J. (2019). Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Wahid, A. (2006). Islamku, Islam Anda, Islam Kita. Jakarta: Wahid Institute.
Jurnal:
Aziz, A. (2016). Memperkuat Kebijakan Negara Dalam Penanggulangan Radikalisme Di
Lembaga Pendidikan. Hikmah Jounal of Islamic Studies, Vol. XII NO. 1. doi:
http://dx.doi.org/10.47466/hikmah.v12i1.55
Budi, G. (2019). Seminar Nasional Bersama BIN: Meneguhkan Peran Serta BEM PTNU
dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme.
Fathani, A. T., & Purnomo, E. P. (2020). Implementasi Nilai Pancasila dalam Menekan
Radikalisme Agama. Mimbar Keadilan, Vol. 13 No. 2, 240-251.
Habibah, S. M., Setyowati, R. N., & Fatmawati. (2022). Moderasi Beragama dalam Upaya
Internalisasi Nilai Toleransi pada Generasi Z. Pancasila : Jurnal Keindonesiaan,, Vol.
02, No. 01, 126 - 135. doi: https://doi.org/10.52738/pjk.v2i1.70
Hamzah, A. R. (2018). Radikalisme dan Toleransi Berbasis Islam Nusantara. Sosiologi
Reflektif, Vol. 3 No. 1, 29 - 45. doi:https://doi.org/10.14421/jsr.v13i1.1305
Hartanto, D. A. (2017). Implementasi Nilai Filosofis Pancasila dan Agama Islam dalam
Menangkal Paham Radikalisme di Indonesia. Fikri, Vol. 2 No. 2, 1 - 40. doi:
https://doi.org/10.25217/jf.v2i2.157
Isnawan, F. (2018). Program Deradikalisasi Radikalisme dan Terorisme Melalui Nilai–Nilai
Luhur Pancasila. Fikri, Vol. 3 No. 1. doi:https://doi.org/10.25217/jf.v3i1.275
KBBI. (n.d.). Retrieved from https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/moderasi
Kiftiyah, A., & Sutrisno, T. (2023). Aligning Pancasila Values in The Regulation for Worship
House Construction in Indonesia. Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. 03, No. 01, 47
- 56. doi: https://doi.org/10.52738/pjk.v3i1.136
Rodin, D. (2016). Islam dan Radikalisme : Telaah Atas Ayat – Ayat Kekerasan Dalam Al-
Qur’an. Jurnal ADDIN, Vol. 10 No. 1, 29 - 60.
doi:http://dx.doi.org/10.21043/addin.v10i1.1128